Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
Etiologi tumor ini masih belum jelas, berbagai macam teori banyak
diajukan. Salah satu diantaranya adalah teori ketidakseimbangan hormonal,
yang mengemukakan penyebab angiofibroma adalah overproduksi estrogen
atau defisiensi androgen. Anggapan ini didasarkan atas adanya hubungan
erat antara tumor dengan jenis kelamin dan umur penderita yaitu banyak
ditemukan pada pria kisaran umur 14-25 tahun. Itulah sebabnya tumor ini
disebut juga Angiofibroma Nasofaring Belia.1,2,3
Page | 1
sering terkena. Angka kekambuhan setelah terapi dilaporkan bervariasi
antara 0% hingga 57%.2,3
Page | 2
BAB II
PEMBAHASAN
ETIOLOGI
Page | 3
dasar tengkorak menyebabkan terjadinya hipertropi di bawah periosteum
sebagai reaksi terhadap hormonal.1,5
HISTOPATOLOGI
Page | 4
masih baru tampak hipervaskularisasi daerah yang terdapat tumor,
sedangkan pada kasus yang lanjut gambaran vaskularisasi berkurang.
PATOFISIOLOGI
GEJALA KLINIS
Page | 6
Sedangkan penderita yang lanjut datang dengan keadaan umum yang
lemah, anemia, gangguan menelan, gangguan pernapasan karena
tersumbatnya hidung dan nasofaring. Tumor juga dapat mengakibatkan
deformitas wajah bila mendesak bola mata, menyebabkan proptosis
sehingga wajah penderita angiofibroma nasofaring tampak seperti kodok, ini
dikenal dengan “wajah kodok”. 1,8,9,10,11
Page | 7
11. Kelainan bentuk pipi (deformity of the cheek) akibat tumor yang
meluas ke lateral.
DIAGNOSA
Page | 8
lebih banyak komponen fibromanya. Mukosanya mengalami
hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukan adanya ulserasi.1,14,15
Page | 9
Gambar 3: MRI yang memperlihatkan massa pada posterior nasofaring
hingga sinus sphenoid, prossesus pterigoideus dan fossa pterigopalatina.23
Stadium 3 : tumor meluas ke salah satu atau lebih dari sinus maksila dan
ethmoid, fossa pterigomaksila dan infratemporal, rongga mata
dan atau pipi.
TERAPI
Page | 10
Persiapan pra bedah yang baik sangat membantu keberhasilan dalam
pengangkatan angiofibroma. Embolisasi arteri utama, yaitu arteri maksilaris
interna dapat mengurangi perdarahan dan mempermudah pengangkatan
tumor. Embolisasi lebih disukai dibandingkan dengan ligasi arteri karotis
eksterna, karena dapat mencapai jaringan tumor, sehingga menimbulkan
trombosis intravaskular. Di samping itu ligasi arteri karotis eksterna tidak
memberikan hasil yang memuaskan dikarenakan adanya sistem kolateral.
Embolisasi dilakukan 2-5 hari sebelum operasi, biasanya dengan memakai
partikel-partikel kecil gel foam. Pada arteri-arteri lain seperti arteri faringeal
asenden, arteri oksipitalis dan arteri palatum mayor sering dilakukan
embolisasi, terutama untuk tumor yang sudah meluas. Komplikasi yang
dapat ditemukan adalah demam dan nyeri fasial serta masuknya emboli ke
sistem intrakranial. 4,13,16
Pendekatan Transpalatal
Page | 11
Insisi rinotomi lateral atau Weber-Ferguson digunakan untuk mencapai
rongga hidung dan sinus maksilaris. Bila ingin mencapai fossa
pterigopalatina, insisi dapat diperluas ke tuberositas maksila. Kekurangan
dari pendekatan rinotomi lateral adalah terdapatnya jaringan parut pada
wajah dan biasanya dilakukan hanya pada tumor yang tumbuh unilateral.
Oleh karenanya pendekatan ini perlu dikombinasi dengan pendekatan
transpalatal untuk dapat mengangkat tumor secara utuh. 4,13,16
Page | 12
Pendekatan Kraniotomi
Page | 13
menyebabkan tumor akan mengkerut dan menjadi keras sehingga terjadi
pengurangan vaskularisasi. Komplikasi yang tidak diharapkan adalah
timbulnya katarak bilateral, krusta, perdarahan hidung serta malignansi
paska radiasi.19
PROGNOSIS
Page | 14
BAB III
KESIMPULAN
Page | 15
Daftar Pustaka
Page | 16
9. Sjahril, Munir. Angiofibroma Nasofaring dalam Penatalaksanaan
Penyakit dan Kelainan Telinga, Hidung Tenggorokan. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 1992.
11. Ballenger. Disease of the Nose, Ear, Throat, Head and Neck. 13th ed.
Illinois: Lea and Feblinger, 1993.
15. RH, Miller. Neoplasma of the Nose and Paranasal Sinus. In Disease of
the Nose, Throat, Ear, Head and Neck. Ed. Ballenger, 14th ed, 1991.
18. Green, Mierrau. Tumors of the Head and Neck in Children. New York:
1983.
Page | 17
20. Morrison. Disease of the Ear, Nose and Throat. 2nd ed. New York:
Appleton, 1995
Gambar 1: www.csmc.edu/images/nasopharyngeal_tumor_8082
Gambar 2: www.monografies.com/trabajos63/alteracrones
Gambar 3: www.ajronline.org/cgi/content_nwfull/189
Gambar 4: www.scielo.br/img/ftpe/rboto
Page | 18