Sie sind auf Seite 1von 13

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA NN.

E DENGAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORIK HALUSINASI
PENDENGARAN DI RUANGAN KAMBOJA
MEDAN
MULAI TANGGAL 04 APRIL S/D 12 APRIL 2011

D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
1. APERIUS GULO (2009, 001)
2. CINDY NURUL ARIFIN HIA (2009, 003)
3. DAHLIA MARIANTI DAMANIK (2009, 004)
4. DEANI NATALIA SIJABAT (2009, 006)

AKADEMIK KEPERAWATAN
RSU HERNA
MEDAN
2011
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA NN. E


DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORIK
HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANGAN
KAMBOJA RUMAH SAKIT JIWA
MEDAN

PEMBIMBING KEPERAWATAN DOSEN PEMBIMBING INSTITUSI


DI SRJ PROVSU MEDAN

(DRS. SUPRIYADI, S. KEP) (NORMAH LUBIS, SMK)

DIKETAHUI OLEH:
DIREKTUR AKPER RSU HERNA
MEDAN

(MASTIUR PANGARIBUAN, SKM)


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang maha Esa karena atas
rahmatnya penulis dapat menyusun makalah ini yang berlangsung melalui tanggal 4 April 2011
s/d 16 April 2011 di ruangan kemboja Rumah Sakit Jiwa Medan.

Adapun judul makalah ini adalah “Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Persepsi
Sensorik Halusinasi Pendengaran Di Ruangan Kamboja Rumah Sakit Jiwa Medan.”

Penulis menyadari bahawa dalam mengerjakan makalah ini sangat banyak menemukan
kesulitan-kesulitan, namun atas bimbingan, petunjuk, dorongan serta saran yang bermanfaat
akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Selai dari pada itu, penulis juga sangat menyadari dalam penulisan makalah ini, banyak
kekurangan-kekurangan yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh Karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan makalah ini.

Pada kesempatan ini pula penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Dapot P. Gultom, SPKJ, selaku Direktur RSJ Medan.


2. Ibu Mastiur Pangaribuan, SKM, Selaku Direktris Akper RSU Herna Medan.
3. Ibu Normah Lubis, SKM, Selaku Pembimbing keperawatan jiwa akper RSU Herna
Medan.
4. Bapak Drs. Supriadi, S. Kep, selaku kepala keperawatan RSJ Medan, sekaligus
pembimbing medis di RSJ Medan yang memberikan pengarahan selama praktek
lapangan.
5. Kepala Ruangan Hj. Mesti dan seluruh staf/pegawai ruangan kamboja RSJ Medan.
6. Seluruh staf dan dosen yang turut membantu dan membimbing dalam penulisan makalah
ini.
7. Seluruh rekan-rekan mahasiswa/i akper RSU Herna Medan angkatan IX.

Akhir kata kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan setu persatu, dengan ini
penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan semoga malakalah ini bermanfaat untuk
menambah pengetahuan.

Medan, April 2011

Penulis
BAB I
LANDASAN TEORITIS

1.1. pengertian

persepsi di definisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsangan sampai rangsangan itu
disadari atau dimengerti oleh pengindraan atau sensasi-proses penerimaan rangsangan ( principle
and practice of psycbiatric nursing ed).
Persepsi merupakan tangapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar, dimana
rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecepan
dan perabaan, interpetasi ( tafsir ) terhadap rangsangan yang datang dari luar itu dapat
mengalami gangguan sehingga terjadilah salah tafsir. Salah tafsir tersebut terjadi antara lain
karena adanya keadaan efek yang luar biasa, seperti marah, takut, tercengang, sedih, dan nafsu
yang memuncak sehingga terjadi gangguan atau perubahan persepsi (pendekatan holistrik pada
gangguan jiwa skizofrevia).
Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara
rangsangan yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatic dengna
implus dan stimulus eksternal dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan
dan membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya. Manusia
yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi dan kenyataan. Mereka dalam
menggunakan proses piker dan logis, membedakan dengna pengalaman dan dapat
memvalidasikan serta memmengevaluasikan secara akurat.
Perubahan persepsi sensor, ditandai oleh adanya halusinasi beberapa pengertian
halusinasi dibawah ini dikemukakan oleh para ahli.
o Halusinasi adalah pengalaman panca indra tanpa adanya rangsangan (stimulus) (hawari
2001)
o Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indra (isaaks,
2002)
o Halusinasi adalah gangguan persepsi panca indra tanpa adanya rangsangan dari luar
yang dapat terjadi pada system pengindraan dimana terjadi pada saat kesadaran
individu itu penuh dan baik (Nasution 2003)
o Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi (Maramis 2005)
o Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa ada rangsangan klien dengan melihat,
mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu
rangsangan yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin 2005)
o Halusinasi adalah kesan, respond an pengalaman sensori yang salah (stuart 2007)

Jenis-jenis halusinasi dapat dibedakan atas :


a. Halusinasi pendengaran
Yaitu klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
dan orang lain tidak mendengarnya seperti ecekan, ancaman atau bisikan
b. Halusinasi penglihatan (visual)
Yaitu klien melihat gambaran yang nyata atau samar-samar tanpa stimulus yang nyata
dan orang lain tidak melihatnya berupa orang, binatang, kilauan cahaya
c. Halusinasi penciuman (alfaktorius)
Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa ada stimulus nyata dan
orang lain tidak mencium, dapat berupa bau bunga, kemenyan, mayat, darah, urin
feces, dll
d. Halusinasi pengecapan (Bastatorius)
Yaitu klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata biasanya merasakan makanan yang
tidak enak, seperti merasakan sesuatu yang yang busuk, amis
e. Halusinasi perabaan (Somatik)
Yaitu klien merasa ada seorang yang meraba, memukul atau sesuatu yang menyerap
dikulitnya, tanpa stimulus yang nyata
f. Cenestik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah divena atau arteri pencernaan
makanan/pembentukan urine
g. Kinestik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak (Stuart 2007)
1.2. Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon meladaftif individu yang berbeda dalam rentang
respon neurobilogist. Individu yang sehat persepsinya akurat mampu mengidentifikasi
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (pendengan,
pernglihatan, pengecapan dan perabaan) sedangkan pasien dengna halusinasi mempersiapkan
suatu stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak ada.

Rentang Respon Halusinasi Dapat Dilihat Pada Gambar Dibawah Ini :

adaptif pikiran logis persepsi kadang pikiran terganggu gangguan proses pacir/delusi

akurat emosi konsisten ilusi halusinasi tidak mampu

dengan pengalaman prilaku emosi berlebihan / kurang mengalami emosi, prilaku,

sesuai, hub, sosial positif prilaku yang tidak biasa tidak terorganisir isolasi

menarik diri mal adaftif sosial

1.3. Proses Terjadinya Halusinasi

Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi pada

klien dengan skizopernia. Bentuk halusinasi ini biasanya berupa suara-suara bising. Tetapi

lebih sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi

tingkah pasien.
Sehingga klien menghasilkan respon tertentu seperti bicara sendiri bertengkar dan

berespon yang membahayakan, bias jika klien bersikap mendengar suara halusinasi tersebut

dengan mendengar penuh perhatian pada orang lain yang tidak bicara atau pada benda mati.

Halusinasi pendengaran merupakan suatu benda mayor dari gangguan skizopremia dan

suatu saraf diagnostic minor untuk moyankoll okrovolusi pisikosomania defresif dan sindrom

otak organic.

Tahap terjadinya halusinasi terjadi dari 4 fase menurut Stuart dan Larala (2001) yaitu :

Fase I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti asientas kesepian, rasa

bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang

menyenangkan untuk merendahkan asientas. Disini klien tersebyum dan

tertawa yang tidak sesuai, menggerakan lidah tanpa suara, pergerakan

mata yang cepat diam dan asik sendiri.

Fase II : pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan, klien memulai lepas

kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan

sumber yang dipersepsikan. Disini terjadinya peningkatan tanda-tanda

system saraf otonom akibat asientas seperti peningkatan tanda-tanda

vital, asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan

untuk membedakan halusinasi dengan realita.

Fase III : Klien berhentikan perlawanan terhadap lalusinasi dan menyerah pada

lalusinasi tersebut disini klien sukar berhubungan dengan orang lain,

berkeringat, tremor, tidak mampu memahi printah dari orang lain dan

berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan

berhubungan dengan orang lain


Fase IV : Pengakiman sensori menjadi mengalam klien mengikuti perintah

halusinasi disini terjadi prilaku kekerasan, agitasi, menarik diri tidak

mampu merespon terhadap perintah yang kompleks klien sangat

membahayakan

1.4. Faktor-faktor Penyebab Halusinasi

Factor-faktor penyebab halusinasi menurut Stuart (2007) yaitu :

a. Faktor Prediposisi

1. Biologis

Abnormalis perkembangan system saraf yang berhubungan dengan respon

neurobiologist yang maladaptive baru mulai dipahami ini ditunjukan oleh penelitian

yang berikut :

- Penelitian pencitraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas

dalam perkembangan skizofrenia, lesi pada daerah frontal, temporal dan limbic

berhubungan dengan prilaku psikotik

- Beberapa zat kimia diotak seperti dopamine heurotransmitler yang berlebihan dan

masalah pada system reseptor dopamine dikaitkan dengan terjadinya skizofernia

- Pembsaran ventrikel dan penurunan massa kopetikat menunjukan terjadinya

atropi yang signifikasi pada otak manusia pada anatomi otak klien dengan

skizofenia kronis, ditemukan plebaran lateral ventrika, atropi korteks bagian den

dan atropi otak kecil

2. Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respond an kondisi

psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang tepat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakkan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup

klien

3. Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasu realita seperti : kemiskinan

konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang

terisolasi disertai stress

b. Faktor Presipitasi

1. Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur informasi serta

abdormalis pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan

ketidakmampuan untuk secara efektif mendapi stimulus yang diterima oleh otak

untuk di interpretasikan

2. Stress Lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang bertinteraksi terhadap stressor lingkungan

untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku

3. Sumber Koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stessor

1.5. Gejala Halusinasi

Menurut hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan laluminasi adalah sebagai berikut :

- Bicara Sendiri

- Senyum Sendiri
- Ketawa Sendiri

- Mengerakan bibir tanpa bersuara

- Pergerakan mata yang cepat

- Respon verbal yang lambat

- Menarik diri dari orang lain

- Berusaha menghindari orang lain

- Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata

- Sulit berhubungan dengan orang lain

- Ekspresi muka tegang

- Tidak dapat mengurus diri

- Prilaku panic

- Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan

1.6. Hubungan Skizoprenia Dengan Halusinasi

Bangian persepsi yang utama pada skizopernia adalah halusinasi sehingga menjadi bagian

dari hidup klien biasanya diramngsang oleh kecemasan, halusinasi menghasilkan tingkah

laku tertentu, gangguan harga diri, kritis diri atau menghilangkan rangsangan terhadap

kenyataan

Halusinasi pendengaran adalah yang utama pada skizoprenia suara-suara biasanya berasal

dari Tuhan setan tiruan atau relative. Halusinasi ini menghasilkan tindakan/prilaku pada klien

seperti yang telah diuraikan tersebut diatas.

1. Penatalaksanaan medis pada halusinasi pendengaran

Haldol 2mg 2x1


THP 2 mg 2x1

CPZ 100 mg 1x1

Tindakan Keperawatan

1. Pengkajian

A. Faktor Predisposisi

o Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi

o Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman

o Usia sekolah, mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan

2. Faktor Komunikasi dalam keluarga

o Komunikasi peran ganda

o Tidak ada komunikasi

o Tidak ada kehangatan

o Komunikasi dengna emosi berlebihan

o Komunikasi tertutup

o Orang tua yang membandingkan anak-anaknya, orang tua yang otoritas

dan konflik orang tua

3. Faktor sosial budaya

Isolasi sosial usia lanjut, cacat, sakit, kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi

4. Faktor Psikologis

Mudah kecewa, mudah putus asa, kelemasan tinggi, menutup diri ideal diri tinggi,

harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, kritis peran, gambaran diri negative dan

koping destruktif
5. Faktor Biologis

Adanya kejadian terhadap fisik, berupa atropi otak. Pembesaran vertical, perubahan

besar dan bentuk sel konteks dan limbic

6. Factor genetic

Adanya pengaruh herediter berupa anggota keluarga terdahulu mengalami

skizopernia dan kembar monozigot

B. Perilaku

Bibir komat-kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala mengangguk-angguk

seperti mendengar sesuatu. Tiba-tiba menutup telinga, gelisah, bergerak seperti

mengambil atau membuang sesuatu tiba-tiba marah dan menyerang, duduk

terpaku, memandang satu arah, menarik diri

C. Fisik

1. ADL

Nutrisi tidak adekuat gila halusinasi memerintahkan untuk tidak makan, tidak

terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak

mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik yang berlebihan, kegiatan

ganjil

2. Kebiasaan

Berhenti dari minuman jamu, obat-obatan dan tingkah laku merusak diri

3. Riwayat Kesehatan

Skizoprenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam dan

penyalahgunaan obat

4. Riwayat Skizoprenia
5. Fungsi system tumbuh

 Perubahan berat badan, hipertermia

 Neurological perubahan mood, disorientasi

 Ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan temperature

D. Statis emosi

Efek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negative dan bermusuhan,

kecemasan berat dan panic, suka berkelahi

E. Status intelektual

Gangguan persepsi penglihatan, pendengaran, penciuman dan kecap, isi piker

tidak realitas, tidak logis, sukar diikuti atau kaku, kurang motivasi, koping regresi

dan danel serta sedikit bicara

F. Putus asa menurunnya kualitas kehidupan, ketidak mampuan mengatasi stress dan

kecemasan

Das könnte Ihnen auch gefallen