Sie sind auf Seite 1von 8

REFLEKS SPINAL PADA KATAK

Oleh :
Nama : Faizal Angga F.
NIM : B1J007152
Rombongan: VI
Kelompok :3
Asisten : Farda Komarudin

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2011
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil

Tabel perlakuan terhadap katak


Perlakuan Pembalikan Penarikan Penarikan H2SO4
tubuh kaki depan kaki belakang
Perusakan otak + + + +
Perusakan ¼ - - - +
tulang belakang
Perusakan ½ - - - +
tulang belakang
Perusakan ¾ - - - +
tulang belakang
Perusakan total - - - -
tulang belakang

Keterangan:
+ ada reaksi (refleks)
- tidak ada refleks

B. Pembahasan

Sistem saraf adalah suatu sistem penyampaian impuls yang diterima oleh
reseptor dan dikirim ke pusat saraf untuk ditanggapi. Sistem saraf terdiri dari
sistem saraf pusat dan saraf perifer. Aktifitas sistem saraf memerlukan kerja sama
dari beberapa sel, antara lain dalam mekanisme gerak sensori dan reseptor.
Rangkaian dari stimulus dalam sebuah situasi diaplikasikan ke dalam suatu gerak.
Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan dan batang spinal otak merupakan ujung
anterior lubang neural yang membesar. Otak bekerja sama sebagai suatu
rangkaian untuk menerima impuls (Gordon, 1972). Sistem saraf memberikan pada
hewan suatu sarana untuk menerima berbagai macam informasi dari lingkungan
luar maupun lingkungan dalam. Sistem saraf tersebut berfungsi sebagai pengubah
dan penguat, mengubah bentuk energi ke bentuk lain dan menerima suatu isyarat
kecil serta mengeluarkan isyarat yang lebih besar (Ville et al., 1988).
Sistem saraf pusat terdiri dari atas otak dan tali spinal. Covert (1961)
menyatakan, tali spinal merupakan tali putih kemilau yang berasal dari dasar otak,
berlanjut ke tulang belakang. Semua neuron motor yang berasal dari tali spinal
keluar melalui akar ventral sebelum bersatu dengan akson sensori untuk
membentuk akson campuran. Tali spinal melakukan dua fungsi utama pada
koordinasi saraf. Pertama sekali tali spinal menghubungkan saraf tepi ke otak.
Fungsi kedua tali spinal adalah bertindak sebagai pusat koordinasi. Respon
refleks sederhana seperti refleks menarik diri dapat terjadi melalui aksi tunggal
tali spinal tersebut.
Saraf berfungsi dengan mekanisme depolarisasi dan repolarisasi. Kedua
mekanisme tersebut berkaitan dengan transportsi ion menembus membran
(transmembran). Hewan tingkat tinggi komunikasi intrasel yang kompleks dan
amat cepat ditengahi oleh impuls-impuls saraf. Neuron-neuron (sel-sel saraf)
secara elektrik menghantarkan sinyal (implus) melalui bagian saraf yang
memanjang (sekitar 1 mm pada hewan berukuran besar). Implus tersebut berupa
gelombang-gelombang berjalan yang berbentuk arus-arus ion. Transmisi sinyal
antara neuron-neuron dan antara neuron otot seringkali dimediasi secara kimiawi
oleh neurotransmitter (penghantar impuls saraf) (Gunawan, 2002).
Menurut Frandson (1992) refleks adalah suatu respon organ efektor (otot
atau kelenjar) yang bersifat otomatis atau tanpa sadar terhadap suatu stimulus
tertentu. Respon tersebut melibatkan suatu rangkai yang terdiri atas sekurang-
kurangnya dua neuron, membentuk satu busur refleks. Dua neuron paling penting
dalam suatu busur refleks adalah neuron afferent sensoris atau penghubung
(interneuron) yang terletak antara neuron reseptor dan neuron efektor. Refleks
spinal merupakan refleks rentang yang digambarkan dengan refleks pemukulan
ligamentum partela sehingga menyebabkan otot terentang.
Diagram mekanisme reflek adalah : Stimulus Reseptor
Neuron afferent Mengalami integrasi Neuron efferent
Efektor Respon. Stimulus yang datang akan diterima reseptor yang
kemudian disalurkan pada bagian neuron sensori. Neuron sensori menyalurkan
informasi dari ujung reseptor yang kemudian dibawa ke neuron motorik yang
sebelumnya mengalami integrasi yang dihubungkan oleh sinaps. Neuron motorik
kemudian menyalurkan informasi ke efektor dan menghasilkan suatu respon
(Ville et al., 1988).

Gambar sistem saraf

Gerak refleks pada katak, berdasarkan percobaan yang dilakukan dengan


perusakan otak, memberikan hasil positif atau menghasilkan refleks pada
penarikan kaki depan dan belakang serta penambahan H2SO4, namun tidak
memberikan refleks pada pembalikan tubuh. Hasil terakhir sesuai dengan
pernyataan Gardon (1972), yaitu pembentukan refleks sudah tidak ada dengan
rusaknya otak, karena hubungan antara alat-alat vesicular dengan sumsum tulang
belakang sudah tidak lengkap. Namun tidak sesuai dengan pernyataan Ville et al.
(1988) yang berpendapat meskipun otak telah dirusak, gerakan refleks masih bisa
terjadi karena aktivitas caudal tidak memerlukan kontrol kesadaran, tetapi hanya
karena corda spinalis, jadi tidak berhubungan lagi dengan otak. Penggunaan
H2SO4 adalah suatu rangsang kimia yuang diberikan (Frandson, 1992).
Perusakan seperempat tulang belakang ternyata masih memberikan
refleks positif pada penarikan kaki depan, belakang dan pemberian H 2SO4,
sedangkan refleks pembalikan tubuh tidak terjadi. Frandson (1992) berpendapat,
masih adanya gerakan refleks karena masih adanya hubungan antara interneuron
dalam sumsum tulang belakang. Perusakan setengah tulang belakang juga masih
memberikan refleks positif pada penarikan kaki belakang dan pemberian H 2SO4,
sedangkan refleks pembalikan tubuh dan penarikan kaki depan tidak terjadi.
Penarikan tiga perempat tulang belakang, refleks yang terjadi hanya pada
pemberian H2SO4.
Perusakan total tulang belakang memberikan hasil negatif terhadap
semua refleks pada tubuh katak. Hal ini sesuai dengan pendapat Djuhanda (1988)
bahwa apabila seluruh sumsum tulang belakang dirusak maka seluruh sistem saraf
yang menyebabkan refleks spinal akan kehilangan respon, sebab tonus otot sudah
tidak ada lagi dan tubuh hewan (katak) menggantung lemah. Pearce (1989)
menambahkan bahwa perusakan tulang belakang ternyata juga merusakkan tali-
tali spinal sebagian jalur saraf. Tali-tali spinal sendiri terdiri dari saraf sensori dan
motorik sehingga bila saraf tersebut rusak maka respon terhadap stimulus tidak
terjadi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi refleks spinal salah satunya adalah


harus ada stimulus atau rangsangan, khususnya rangsangan dari luar, seperti
derivat temperatur, kelembaban, sinar, tekanan, bahan atau zat kimia dan
sebagainya. Beberapa rangsangan langsung bereaksi pada sel atau jaringan, tetapi
kebanyakan hewan-hewan mempunyai reseptor yang spesial untuk organ yang
mempunyai kepekaan. Refleks spinal, somafosensori dimasukkan dalam urat
spinal sampai pada bagian dorsal. Sensori yang masuk dari kumpulan reseptor
yang berbeda memberikan pengaruh pada saraf spinal sehingga terjadi refleks
spinal (Gordon, 1972).
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya refleks spinal adalah masih
berfungsinya sumsum tulang belakang. Sumsum tulang belakang mempunyai dua
fungsi penting yaitu mengatur impuls dari dan ke otak dan sebagai pusat refleks,
dengan adanya sumsum tulang belakang, pasangan saraf spinal, dan cranial akan
menghubungkan tiap reseptor dan efektor dalam tubuh sampai terjadi respon.
Apabila sumsum tulang belakangnya telah rusak total maka tali-tali spinal sebagai
jalur saraf akan rusak dan tidak ada lagi yang menunjukkan respon terhadap
stimulus (Ville et al., 1988). Faktor lain yang mempengaruhi refleks spinal
menurut Subowo (1992) yaitu adanya refleks spinal dari katak berupa respon
dengan menarik kaki depan atau kaki belakang saat perusakan sumsum tulang
belakang disebabkan karena masih terjadi interkoneksi dari satu sisi korda spinalis
ke sisi yang lain.
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:


1. Kerusakan pada tulang belakang menyebabkan refleks pada tubuh katak tidak
terjadi bahkan tidak berfungsi sama sekali.
2. Mekanisme refleks berawal dari reseptor yang diterima neuron sensoris,
dilanjutkan ke sumsum tulang belakang kemudian ke neuron motorik dan
berakhir ke efektor.
DAFTAR REFERENSI

Covert, C. A. S. 1961. The Machinery the Body. The University of Chicago


Press, Illnouis USA.

Djuhanda, T. 1988. Anatomi Perbandingan Vertebrata II. Armico, Bandung.

Frandson, F. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. UGM Press, Yogyakarta.

Gordon, M. S. 1972. Animal Physiology Principles and Adaptation. Mac Mllan


Publishing Co. Inc, New York.

Gunawan, Adi, M. S. 2002. Mekanisme Penghantaran dalam Neuron


(Neurotransmisi). Integral, vol. 7 no. 1.

Hadikastowo. 1982. Zoologi Umum. Alumni, Bandung.

Mitchell, P. H. 1956. A Textbook of General Physiology. McGraw-Hill Book


Co.Inc., London.

Pearce, E. 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia, Jakarta.

Subowo. 1992. Histologi Umum. ITB Press, Bandung.

Ville, C. A., W. F Walker, R. D. Barnes. 1988. Zoologi Umum. Erlangga,


Jakarta.

Weichert, C. K. 1959. Element of Chordate Anatomy. McGraw-Hill Book Co.,


New York.

Das könnte Ihnen auch gefallen