Sie sind auf Seite 1von 8

BAB 6 REGULASI PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM £-COMMERCE

A. Perlindungan Konsumen E-Commerce Dalam Perspektif UU Perlindungan Konsumen


Dan UU Informasi Dan Transaksi Elektronik

1. Perlindungan Konsumen E-Commerce

Faktor adanya UU No 8 Tentang perlindungan konsumen yakni tingginya


derajat pelanggaran hak konsumendalam dasawarsa sebelumnya. Pada awal tahun
1970 terjadi pelanggaranKarena banyak pelaku usaha (produsen) menikmati
kebijakan-kebijakan politik hukum yang digariskan dalam pola pembangunan
jangka panjang. Sasaran pokok dari strategi pembangunan yakni pertumbuhan dan
pemerataan, pemerintahan pada waktu itu tetap menyokong pelaku usaha.Para
pelaku usaha secara tidak langsung memperoleh subsidi dari konsumen. Subsidi itu
lahir karena terbatasnya pasokan produk-produk barang dan jasa. Keterbatasan ini
segera melahirkan implikasi berupa tingginya harga barang dan jasa, hanya satu
produk tertentu yang beredar di pasar domestic/ kebijakan seperti ini justru
membuka peluang pelaku usaha untuk memilih barang dan jasa. Hak konsumen
untuk memilih menjadi sangat terbatas karena pilihan itu memang tidak tersedia di
pasar akibat mekanisme monopoli yang lahir dari kebijakan regulasi.

Secara umum para pengusaha sering mengurangi produksi untuk menahan


harga Politik ekonomi, masyarakat konsumen dirugikan karena tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya. Nasib masyarakat menjadi bergantung kepada
hasil manipulasi pengusaha. Situasi pasar yang telah dimanipulasi oleh pengusaha
tidak menguntungkan bagi masyarakat pembeli atau konsumen. Ekonomi di
Indonesia dapat dikuasai oleh kekuatan yang melakukan kerjasama schingga terjadi
pasar yang sangt ‘monopolistic.

Perekonomian menguntungkan masyarakat konsumen. Secara keseluruhan


yang bertumpu kepada usaha sebagai profit center tidak memenuhi syarat landasan
ekonom yang berlandaskan hukum. Indonesia yang sudah digariskan dalam UUD
1945 dibangun atas mayoritas besar serta kepentingan bersama dan bukan untuk
kepentingan minoritas orang yang hanya meliputi pengusaha Kategori yang
memiliki usaha yang ‘melimpah.

Kosentrasi sector ckonomi dapat melahirkan kebijakan regulasi orde baru.


Kehadiran perusahaan membawa kecenderungan yang muncul scjak pelaku usaha
berhasil mendesain situasi menjadi complete, sehingga produk legitimasi yang
mengatur masalah perlindungan konsumen dinilai dapat menghambat laju
pertumbuhan ekonomi perusahaan besar yang pada waktu itu dimiliki segelintir
pengusaha Indonesia. Konsep perlindungan konsumen yang tertuang dalam resolusi
itu juga menunjukkan bahwa pemerintah harus mendorong kepentingan ekonomi
konsumen, sehingga konsumen dapat memperoleh keuntungan optimal dari
penggunaan sumber ekonomi mereka.

Konsep perlindungan konsumen tumbuh mempengaruhi garis kebijakan politik


hukum Negara yang tertuang dalam GBHN. Akan tetapi, semua hal ini tidak dapat
diselaraskan dengan gagasan peningkatan produklivitas yang ternyata lebih
mengutaakan kepentingan pelaku usaha, sehingga membuat orang yang ingin
melindungi kepentingan konsumen.

Keikutsertaan Indonesia di seluruh aspek perdagangan Internasional menuntut


akan adanya peraturan perundang- undangan berlaku yang dapat mendukung
terciptanya tatanan perdagangan Internasional yang adil. Meskipun demikian,
perdagangan Internasinal merupakan bagaimana upaya agar arus perdagangan
berjalan lancar.

Perdagangan selalu menyangkut ekspansi perdagangan Negara-negara maju,


sehungga kebijakan yang ditempuh oleh Negara bekembang, kerap dituduh
menghambat pertumbuhan rezim liberalisasi perdagangan. Untuk mengatasi
persoalan itu, harus tetap mempersiapkan diri dengan perangkat peratucan
perundang-undangan perlindungan konsumen, karena kondisional oleh razim
perdagangan bebas telah membuat produsen atau pelaku usaha dengan mudah
memanfaatkan peluang-peluang, yang dibuka oleh system perdagangan bebas
tersebut. Akibatnya produk barang dan jasa secara agresif dapat menyerbu peluang-
peluang pasar diseluruh penjuru dunia tanpa memperhatikan kepentingan
konsumen.

2. Kekurangan Efektivitas UU Perlindungan Konsumen

UUPK merupakan instrument hukum yang, ~efektif melindungi konsumen,


tetapi perlindungan tersebut terbatas karena UU ini hanya berlaku terhadap subjek
hukum yang berdomisili dalam yuridiksi hokum Indonesia.Kenyataanya, liberlilasi
perdagangan melahirkan ~konsekuensi berupa aktivitas bisnis yang, dapat
diselenggrakan melalui komunikasi jarak jauh schingga aktivitas bisnis semacam
itu memungkinkan konsumen melakukan transaksi dengan memanfaatkan
teknologi komunikasi.

Transaksi elektronik jarak jauh yang memanfaatkan teknologi komunikasi


seperti internet terbukti menimbulkan masalah baru terkait dengan perlindungan
hak kewajiban konsumen. Persoalan mulai muncul ketika konsumen melakukan
pembelian barang atau jasa dari penjual yang berada di Negara lain. Salah satu
persoalan yang dirasakan paling sering muncul ketika konsumen melakukan
pebelian barang atau jasa dari penjual yang berada di Negara lain, Salah satu
persoalan yang dirasakan sering muncul yakni tindakan curang dan penipuan untuk
masyarakat luas.®. Tentu saja masih terdapat persoalan lain yang juga sering
dihadapi konsumen seperti: a) non delivery of goods ordered, b) long delivery
delays, c) slow reimbursement deposit or amounts paid, d) inadequate nature of
good delivered/

Perdagangan secara elektronik yang semakin marak terjadi dewasa ini selain
memberikan peluang dari berbagai kemudahan di satu sisi, ternyata juga
memberikan dampak negative. Dampak negative yang terjadi antara lain berupa
kemungkina-kemungkinan kerugian yang dialami konsumen yang melakukan
transaks jual beli, Kerugian konsumen secara garis besar dibagi menjadi
dua.Pertama, kerugian yang diakibatkan oleh perilaku penjual yang memang, secara
tidak bertanggung jawab merugikan konsumen. Kedua, kerugian konsumen yang
terjadi kaarena tindakan lawan huku yang dilakukan oleh pihak ketiga sehingga
konsumen disesatkan dan kemudian dirugikan!

Peningkatan intensitas perdagangan barang dan jasa yang dilakukan lewat


media elektronik membuat orang menyadari akan pentingnya system proteksi bagi
mercka yang melakukan transaksi dalam media itu. Dengan adanya transaksi yang
menggunakan media internet, waktu dan tempat bukan merupakan factor
penghalang bagi pelaku ekonomi untuk melaksanakan transaksinya. System
transaksi yang sedang berjalan juga berubah mengikuti perkembangan tersebut,
dengan system transaksi mengalami perubahan menjadi system online shopping,
online dealing, sehingga pembeli yang membutuhkan barang dapat mengakses
internet yan secara onling dimilikinya untuk mencari dan membeli apa yang
dibutuhkan tanpa harus langsung dating le took untuk membeli barang atau jasa
yang dibutuhkan.

Perkembangan pesat teknologi informasi telah melahirkan bentuk transaksi baru


antara konsumen dengan pelaku usaha Transaksi yang terjadi antara kedua subjek
hokum ini pada dasarnya yakni pasar yang sangat potensial, karena konsumen dapat
melakukan transaksi dengan distributor atau produsen di seluruh penjuru dunia
dapat dilakukan dengan biaya yang relative rendah. Perluasan tafsitan makna
“perlindungan konsumen” yang tercantum dalam UUPK ‘memiliki tujuan yang
lebih luas daripada sekadar melindungi konsumen yang melakukan transaksi seperti
yang berlangsung dalam perdagangan konvensional, karena fakta empiris
menunjukkan bahwa konsumen yang melakukan transaksi secara eletronik sering
tidak dapat meneliti barang dan jasa tersebut ternyata tidak sesuai dengan apa yang
telah dideskripsikan pelaku usaha dalam websitenya. Bahkan, mereka juga sering
membuat iklan yang menyesatkan karena iklan tidak didukung oleh kualitas riil
produk barang atau jasa yang ditawarkan sehingga konsumen dirugikan oleh
perbuatan pelaku usaha seperti itu. Perlindungan yang maksimal kepada konsumen
memang menyebutkan bahwa knsumen memiliki hak untuk memperoleh informasi
yag benar, jelas dan jujur tentang kondisi dan jaminan barang ataupun jasa (pasal 4
huruf h). Persoalan yang kembali ditegaskan secara lebih spesifik dalam ketentuan
pasal 9 UU ITE yang menyebutkan bahwa pelaku usaha yang menawarkan produk
melalui system elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar
terkait dengan syarat kontrak, produsen dan produk yang ditawarkan oleh
Pemerintah ¥ Kenyataannya masih saja terdapat tindakan oknum pengguna internet
yang sangat ‘merugikan konsumen.

Untuk mengatasi persoalan situs yang berkedok penjualan barang jasa fiktif,
UU ITE sebenarnya sudah mendesain ketentuan yang bersifat preventif dan
kelembagaan terutama untuk menghadapi persoalan maraknya situs-situs palsu
yang menyesatkan konsumen. Salah satu upaya tersebut dapat dilihat dari ketentuan
pasal 10 ayat (1) UU ITE yang mengatakan bahwa: setiap pelaku usaha yang
melenggarakan transaksi elektronik dapat disertifikasi oleh lembaga sertfikasi
keandalan. Lembaga ini akan menerbitkan sertifikasi kepada pelaku usaha sebagai
bukti bahwa mereka yang melakukan perdagangan secara elektronik memang layak
berusaha. Agar dapat memperoleh sertifikat keandalan, pengguna harus melewati
tahap penilaian dan audit dari badan yang berwenang ‘menerbitkan sertifikasi
keandalan.
3. Tanda Tangan Digital

Dalam bidang lembaga hukum siber masalah otentitas dapat diwyjudkan


dengan menggunakan tanda tangan digital® Untuk melindungi kepentingan
konsumen dan pelaku usaha yang ‘melakukan transaksi secara elektronik
keberadaan tanda tangan digital jelas sangat penting karena dapat menujukkan
sumber data elektronik yang sesungguhnya beserta kakkuratannya®.

Penggunaan tanda tangan digital dapat menjamin bahwa pesan atau data
elekironik yang dikirimkan tidak mengalami suatu perubahan atau modifikasi oleh
pihak yang tidak berwenang 5 Jaminan otentikasi ini dapat ditunjukkan dari adanya
fungsi hash dalam system tanda tangan digital Tanda tangan digital merupakan
sebuah item data yang terkait dengan system pengkodean pesan digital Tujuannya
untuk menjamin keaslian data dan memastikan bahwa data tersebut tidak
termodifikasiE-commerce juga sangat berpengaruh oleh implementasi prinsip non-
repudation.Dengan diterapkannya prinsip tersebut secara teoretis dapat diprediksi
bahwa para pihak tidak lagi dapat menyangkal telah melakukan transaksi.

Dalam konteks ini diasumsikan bahwa pengirim pesan tidak lagi dapat
menyangkal telah mengirimkan pesan apabila dalam kenyataanya ia memang sudah
mengirimkan pesan tersebut. Akibatnya, yang bersangkutan juga tidak dapat
menyangkal isi pesan tersebut, karena tanda tangan digital yang menggunakan
enkripsi asimetris yang melibatkan kunci privat dan kunci public sehingga suatu
pesan yang sudah dienkripsi dengan ‘menggunakan kunci privat hanya
dibka/dekripsi dengan kunci public milik pengirim. Peningkatan aktivitas
perdagangan secara elektronik juga endorong peningkatan ancaman terhadap
masalah privasiUntuk melaksanakan transaksi ini konsumen harus membuka
beberapa informasi penting yang sifatnya sangat pribadi.Dengan mekanisme tanda
tangan digital tingkat kerahaisaan pesan yang dikirim relative terjaminlni berarti
bahwa isi pesan atau data elektronik yang dimasukkan ke dalam digital envelope
hanya dapat dibuka oleh pihak-pihak fertentu sajaMisalnya, oleh pihak yang
dialamtkan pesan tersebut.

Ketentuan perlu ditafsirkan secara luas sehingga perlindungan konsumen


meliputi perlindungan terhadap data- data pribadi konsumen yang melakkan
transaksi secara elekronik. Persoalan ini penting dilakukan mengingat penggunaan
teknologi computer dapat berfungsi sebagai cara untuk mengumpulkan data-data
pribadi. Pengupulan data-data pribadi jika tidak diperhatikan tentu saja dapat
menimbulkan ekses negative bagi pengguna pelayanan online dalam media internet,
karena internet mempunyai kapasitas untuk menjadi pengumpul data yang paling
efektif dan efisien, sehingga operator situs juga sangat dimungkinkan untuk
mengumpulkan data pribadi dari para pengunjungnya®. Oleh karena itu, para ahli
hokum siber meletakkan perhatian yang cukup besar terutama terhdap system
pengumpuln data dn potensi penyalahgunaannya.

Pengguna internet sering mengalami pelanggaran akibat penggunaan fitur-fitur


tertentu oleh operator situs dalam rangka mengumpulkan informasi pribadi dari
setiap pengunjung situs dengan tujuan untuk mempertahankan atau malah
meningkatkan pelayanan pemilik situs.Teknologi digunakan untuk mengumpulkan
informasi dari konsumen ketika konsumen mengunjungi situs tertentu, meskipun
bahwa informasi-informasi digabungkan dengan data yang terhimpun sewaktu
konsumen mendaftar dalam file register yang disediakan oleh pemilik situs, data
dalam cookies dapat saja digunakan untuk membangun profil tentang seseorang
pengguna intenet secara spesifik.

4. Harmonisasi UU Perlindungan Konsumen Dengan UU Informasi dan Transaksi


Elektronik

Penggunaan informasi dalam media elektronik yang terkait dengan data pribadi
seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.Apalagi
perseorangan yang dilanggar haknya dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang
ditimbulkan berdasarkan UU ITE.Yakni tindakan yang rasional jika legislator
melakukan sinkronisasi atas beberapa ketentuan yang terdapat dalam
UUPK.Misalnya, dengan penambahan Klausul yang menegaskan bahwa konsumen
memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan atas data-data pribadi. Konsumen
melakukan transaksi secara elektronik juga sering melakukan pelanggaran hokum
karena penyalahgunaan pembayaran dengan menggunakan nomor kartu kredit
milik orang lain.

Bentuk kejahatan digital yang paling banyak terjadi di Indonesia yakni mencuri
nomor dan password kartu kredit Pelaku usaha juga patut memperoleh perlindungan
huku, karena konsumen yang melakukan transaksi secara elektronik fernyata
berpotensi melakukan tindakan pelanggaran ‘hokum Pelaku usaha memili hak
untuk mendapat perlindungan ‘hokum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik.Akan tepai, ketentuan ini harus pula diselaraskan dengan ketentuan ‘UU ITE
yang mengatur transaksi elektronik, karena UU tersebut sudah mencantumbkan
sanksi pidanaJadi, perlu keseimbanaan perlindungan hokum antara konsumen dan
pelaku usaha, sehingga iklim usaha yang benar-benar sehat dapat tercipta.

Transaksi perdagangan secara elektronik memungkinkan pelaku usaha menjual


barang tanpa terlebih dahul memperlihatkan kondisi fisik barang yang dijual kepada
konsumen. Keadaan itu memberi kesempatan yang luas kepada pelaku usaha untuk
menjual barang dan jasa yang kualitasna tidak sesuai dengan apa yang sudah
dijanjikan. Bahkan, konsumen sangat mungkin tidak mengetahui kredibilitas pelaku
usaha yang menjual barang atau jasa tersebutOleh karena itu, cukup besar proporsi
pelau usaha untuk melakukan tindakan curang dalam akfivitas transaksi secara
elektronik Pasal 7 d UUPK secara jelas menentukan bahwa pelaku usaha wajib
memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau mencoba barang
atau jasa tertentu serta memberi kesmpatan kepada konsumen untuk menguji,
mencoba barang atau jasa tertentu serta memberi jaminan atau garansi terhadap
barang yang dibuat atau yang diperdagangkan®. Bagaimanapun, ketentuan ini tidak
dapat penuh diterapkan kepada aktivitas perdagangan secara online justru terletak
didalam sifatnya yang virtual, sehingga tidak ada cara lain kecuali membuka
kesempatan yang luas kepada konsumen untuk dapat mengembalikan barang yang
ternyata tidak sesuai dengan apa yang telah dijanjikan.

UUPK juga melarang pelaku usaha membuat iklan yang mengetahui


konsumen.Bahkan, ketentuan ini menegaskan bahwa pelaku usaha tidak boleh
mencantumkan kualitas dan kuantitas barang, bahan, kegunan, maupun harga
barang ataupun jasa yang sifatnya mengetahui konsumen Pelaku usaha juga dituntut
memberikan informasi yang sudah dipesan oleh konsumen Namun, pelaku usaha
yang menjual barang ataupun jasa lewat situs tertentu sering tidak dapat menjamin
kapan barang ataupu jasa tersebut dapat diterima konsumen.

5. Perlindungan Konsumen dan Pejanjian Baku

Sebagian besar pelaku usaha yang menjual barang dan jasa di Internet
menggunakan perjanjian baku dalm kegiatan transaksinya. Kelahiran bentuk
perjanjian ini didorong oleh adanya kebutuhuan akan pelayanan yang efektif dan
efisien dalam setiap transaksi. Lahirnya perjanjian baku juga didorong oleh
gagasan-gagasan untuk memberi kepraktisan dalam melakukan transaksi dan
mempermudah penerapan teknologi informatika. Pertumbuhan pesat dunia usaha
yang menghasilkan barang dan jasa yang beraneka ragam juga menjadi salah satu
factor pemicu lahirnya bentuk perjanjian ‘baku. Meskipun demikian, pertumbuhan
yang seperti itu harus pula disertai dengan upaya peningkatan harkat dan martabat
konsumen juga menuntuk sikap pelaku usaha yang professional dan bertanggung
jawab menciptakan, mendistribusikan barang yang memenuhi standard dan kualitas
barang yang relative baik.

Perjanjian baku merupakan aturan atau ketentuan dan syarat yang sudah
dipersiapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha. Banyak seseorang
yang berpendapat bahwa perjanjian baku dalam transaksi elektronik sering
menimbulkan kerugian bagi konsumen. Bentuk kerugian yang kerap muncul yakni
a) barang atau jasa yang sudah dibeli tidak sampai ketangan konsumen, b) barang
atau jasa yang sudah dibeli ternyata tidak sesuai dengan promosi yang diberikan
kepada konsumen, ¢) keterlambatan waktu pengiriman barang atau jasa yang sudah
dibeli konsumen. Ini menunjukkan bahwa UUPK perlu direvisi dengan
penambahan ketentuan yang secara efektif dapat melindungi konsumen yang
melakukan transaksi secara elektronik.

ecommerce mengandung berbagai masalah yang harus dipecahkan. Masalah


yang paling penting yakni perlindungan hokum terhadap konsumen yang
melakukan transaksi secara elektronik Oleh karena itu, dan juga karena konsumen
sering, mengalami kerugian. Rekomendasi OECD yakni a) mengembangkan
kerangka yang dapat dilaksanakan dengan menggunakan hokum yang berlaku tanpa
perlu mengadopsi pendekatan Negara asal atau ditentukan oleh penjual, b)
mendorong pengembangan Alternative Dispute Resolution, c) mencari konvergensi
parsial dalam hokum perlindungan konsumen nasional dan internasional, d)
mendorong pengembangan program sector swasta secara berkesinambungan untuk
memberi informasi kepada konsumen dan mencegah perselisihan ) mendorong
pengembangan peraturan untuk mengakui vonis dan penegakan lintas batas atas
pribadi dan umum, f) mengembangkan cara yang efektif bagi agen perlindungan
konsumen di seluruh dunia agar saling berbagi informasi dan kerja sama antar
Negara-negara di dunia.
B. Efektivitas Uupk Dalam Transaksi E-Commerce

1. Manfaat UU Perlindungan Konsumen

UUPK merupakan instrument hokum yang secara positif dirancang untuk memberi
jaminan kepastian perlindungan hokum bagi konsumen. Undang-undang tersebut
juga bertujuan mencegah munculnya aktivitas-aktivitas bisnis yang mengarah pada
unfair business and practices yang dapat tumbuh dengan cepat dalam system
ekonomi liberal dan system perdagangan bebas. Perdagangan bebas diprediksi
sering menimbulkan disparitas hubungan aantaraa konsumen dan pelaku
usaha.Bahkan, disparitas itu juga terus berlansung dalam kekuaatan daya tawar,
pengetahuan dan sumber daya Disparitas tersebut jelas menunjukkan mekanisme
pasar yng telah menimbulkan unsur-unsur kekuatan ekonomi yang dapat memaksa
konsumen untuk begitu saja tunduk pada praktik-praktik oerdagangan yang
cenderung merugikan ‘mereka.

Masalah kegagalan pasar tidak hanya berlangsung daam system pasar ekonomi
konvensional, tetapi juga merembes ke sector ekonomi yang digerakkan oleh
system teknologi informasi*® Kenyataan bahwa perdagangan secara elektronik
ternayat kerap memberikan dampak negaif bagi konsumen, karena e-commerce
membuka peluang kepada konsumen untuk melakukan transaksi lintas Negara dan
tanpa pertemuan fisik Bentuk transaksi semacam itu juga memberi peluang bagi
ferciptanya disparitas hubungan, pengetahuan dan sumber daya antara konsumen
dan pelaku usaha.

2. Pembentukan Badan-badan ASEAN untuk Melindungi Konsumen

Pada tahun 2006, suatu usaha yang relative memadai untuk melindungi
konsumen telah dilakukan oleh Negara-negara di kawasan Asia Tenggara.Sebagai
pasar tunggal menimbulkan berbagai konsekuensi yang perlu diatasi bersama,
seperi ‘melemahnya fungsi hokum nasional ketika berhadapan dengan persoalan
transaksi lintas Negara.Deklarasi Bali tentang kerjasama perlindungan konsumen
untuk kawasan Asia Tenggara divapai beberapa kesepakatan penting antara lain a)
‘menerbitkan rekomendasi tentang pentingnya mengakomodasi hak-hak konsumen
di dalam The asen Charter, b) kesepakatan untuk membentuk The Asean
Coordinating Commite on Consumer Protection, c) kesepakatan untuk membentuk
The Southeast Asian Consumer Protection Agencies Network, 4) kesepakatan
membentuk SEACC.

Das könnte Ihnen auch gefallen