Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Bab 6 Regulasi Perlindungan Konsumen Dalam
Bab 6 Regulasi Perlindungan Konsumen Dalam
Perdagangan secara elektronik yang semakin marak terjadi dewasa ini selain
memberikan peluang dari berbagai kemudahan di satu sisi, ternyata juga
memberikan dampak negative. Dampak negative yang terjadi antara lain berupa
kemungkina-kemungkinan kerugian yang dialami konsumen yang melakukan
transaks jual beli, Kerugian konsumen secara garis besar dibagi menjadi
dua.Pertama, kerugian yang diakibatkan oleh perilaku penjual yang memang, secara
tidak bertanggung jawab merugikan konsumen. Kedua, kerugian konsumen yang
terjadi kaarena tindakan lawan huku yang dilakukan oleh pihak ketiga sehingga
konsumen disesatkan dan kemudian dirugikan!
Untuk mengatasi persoalan situs yang berkedok penjualan barang jasa fiktif,
UU ITE sebenarnya sudah mendesain ketentuan yang bersifat preventif dan
kelembagaan terutama untuk menghadapi persoalan maraknya situs-situs palsu
yang menyesatkan konsumen. Salah satu upaya tersebut dapat dilihat dari ketentuan
pasal 10 ayat (1) UU ITE yang mengatakan bahwa: setiap pelaku usaha yang
melenggarakan transaksi elektronik dapat disertifikasi oleh lembaga sertfikasi
keandalan. Lembaga ini akan menerbitkan sertifikasi kepada pelaku usaha sebagai
bukti bahwa mereka yang melakukan perdagangan secara elektronik memang layak
berusaha. Agar dapat memperoleh sertifikat keandalan, pengguna harus melewati
tahap penilaian dan audit dari badan yang berwenang ‘menerbitkan sertifikasi
keandalan.
3. Tanda Tangan Digital
Penggunaan tanda tangan digital dapat menjamin bahwa pesan atau data
elekironik yang dikirimkan tidak mengalami suatu perubahan atau modifikasi oleh
pihak yang tidak berwenang 5 Jaminan otentikasi ini dapat ditunjukkan dari adanya
fungsi hash dalam system tanda tangan digital Tanda tangan digital merupakan
sebuah item data yang terkait dengan system pengkodean pesan digital Tujuannya
untuk menjamin keaslian data dan memastikan bahwa data tersebut tidak
termodifikasiE-commerce juga sangat berpengaruh oleh implementasi prinsip non-
repudation.Dengan diterapkannya prinsip tersebut secara teoretis dapat diprediksi
bahwa para pihak tidak lagi dapat menyangkal telah melakukan transaksi.
Dalam konteks ini diasumsikan bahwa pengirim pesan tidak lagi dapat
menyangkal telah mengirimkan pesan apabila dalam kenyataanya ia memang sudah
mengirimkan pesan tersebut. Akibatnya, yang bersangkutan juga tidak dapat
menyangkal isi pesan tersebut, karena tanda tangan digital yang menggunakan
enkripsi asimetris yang melibatkan kunci privat dan kunci public sehingga suatu
pesan yang sudah dienkripsi dengan ‘menggunakan kunci privat hanya
dibka/dekripsi dengan kunci public milik pengirim. Peningkatan aktivitas
perdagangan secara elektronik juga endorong peningkatan ancaman terhadap
masalah privasiUntuk melaksanakan transaksi ini konsumen harus membuka
beberapa informasi penting yang sifatnya sangat pribadi.Dengan mekanisme tanda
tangan digital tingkat kerahaisaan pesan yang dikirim relative terjaminlni berarti
bahwa isi pesan atau data elektronik yang dimasukkan ke dalam digital envelope
hanya dapat dibuka oleh pihak-pihak fertentu sajaMisalnya, oleh pihak yang
dialamtkan pesan tersebut.
Penggunaan informasi dalam media elektronik yang terkait dengan data pribadi
seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.Apalagi
perseorangan yang dilanggar haknya dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang
ditimbulkan berdasarkan UU ITE.Yakni tindakan yang rasional jika legislator
melakukan sinkronisasi atas beberapa ketentuan yang terdapat dalam
UUPK.Misalnya, dengan penambahan Klausul yang menegaskan bahwa konsumen
memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan atas data-data pribadi. Konsumen
melakukan transaksi secara elektronik juga sering melakukan pelanggaran hokum
karena penyalahgunaan pembayaran dengan menggunakan nomor kartu kredit
milik orang lain.
Bentuk kejahatan digital yang paling banyak terjadi di Indonesia yakni mencuri
nomor dan password kartu kredit Pelaku usaha juga patut memperoleh perlindungan
huku, karena konsumen yang melakukan transaksi secara elektronik fernyata
berpotensi melakukan tindakan pelanggaran ‘hokum Pelaku usaha memili hak
untuk mendapat perlindungan ‘hokum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik.Akan tepai, ketentuan ini harus pula diselaraskan dengan ketentuan ‘UU ITE
yang mengatur transaksi elektronik, karena UU tersebut sudah mencantumbkan
sanksi pidanaJadi, perlu keseimbanaan perlindungan hokum antara konsumen dan
pelaku usaha, sehingga iklim usaha yang benar-benar sehat dapat tercipta.
Sebagian besar pelaku usaha yang menjual barang dan jasa di Internet
menggunakan perjanjian baku dalm kegiatan transaksinya. Kelahiran bentuk
perjanjian ini didorong oleh adanya kebutuhuan akan pelayanan yang efektif dan
efisien dalam setiap transaksi. Lahirnya perjanjian baku juga didorong oleh
gagasan-gagasan untuk memberi kepraktisan dalam melakukan transaksi dan
mempermudah penerapan teknologi informatika. Pertumbuhan pesat dunia usaha
yang menghasilkan barang dan jasa yang beraneka ragam juga menjadi salah satu
factor pemicu lahirnya bentuk perjanjian ‘baku. Meskipun demikian, pertumbuhan
yang seperti itu harus pula disertai dengan upaya peningkatan harkat dan martabat
konsumen juga menuntuk sikap pelaku usaha yang professional dan bertanggung
jawab menciptakan, mendistribusikan barang yang memenuhi standard dan kualitas
barang yang relative baik.
Perjanjian baku merupakan aturan atau ketentuan dan syarat yang sudah
dipersiapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha. Banyak seseorang
yang berpendapat bahwa perjanjian baku dalam transaksi elektronik sering
menimbulkan kerugian bagi konsumen. Bentuk kerugian yang kerap muncul yakni
a) barang atau jasa yang sudah dibeli tidak sampai ketangan konsumen, b) barang
atau jasa yang sudah dibeli ternyata tidak sesuai dengan promosi yang diberikan
kepada konsumen, ¢) keterlambatan waktu pengiriman barang atau jasa yang sudah
dibeli konsumen. Ini menunjukkan bahwa UUPK perlu direvisi dengan
penambahan ketentuan yang secara efektif dapat melindungi konsumen yang
melakukan transaksi secara elektronik.
UUPK merupakan instrument hokum yang secara positif dirancang untuk memberi
jaminan kepastian perlindungan hokum bagi konsumen. Undang-undang tersebut
juga bertujuan mencegah munculnya aktivitas-aktivitas bisnis yang mengarah pada
unfair business and practices yang dapat tumbuh dengan cepat dalam system
ekonomi liberal dan system perdagangan bebas. Perdagangan bebas diprediksi
sering menimbulkan disparitas hubungan aantaraa konsumen dan pelaku
usaha.Bahkan, disparitas itu juga terus berlansung dalam kekuaatan daya tawar,
pengetahuan dan sumber daya Disparitas tersebut jelas menunjukkan mekanisme
pasar yng telah menimbulkan unsur-unsur kekuatan ekonomi yang dapat memaksa
konsumen untuk begitu saja tunduk pada praktik-praktik oerdagangan yang
cenderung merugikan ‘mereka.
Masalah kegagalan pasar tidak hanya berlangsung daam system pasar ekonomi
konvensional, tetapi juga merembes ke sector ekonomi yang digerakkan oleh
system teknologi informasi*® Kenyataan bahwa perdagangan secara elektronik
ternayat kerap memberikan dampak negaif bagi konsumen, karena e-commerce
membuka peluang kepada konsumen untuk melakukan transaksi lintas Negara dan
tanpa pertemuan fisik Bentuk transaksi semacam itu juga memberi peluang bagi
ferciptanya disparitas hubungan, pengetahuan dan sumber daya antara konsumen
dan pelaku usaha.
Pada tahun 2006, suatu usaha yang relative memadai untuk melindungi
konsumen telah dilakukan oleh Negara-negara di kawasan Asia Tenggara.Sebagai
pasar tunggal menimbulkan berbagai konsekuensi yang perlu diatasi bersama,
seperi ‘melemahnya fungsi hokum nasional ketika berhadapan dengan persoalan
transaksi lintas Negara.Deklarasi Bali tentang kerjasama perlindungan konsumen
untuk kawasan Asia Tenggara divapai beberapa kesepakatan penting antara lain a)
‘menerbitkan rekomendasi tentang pentingnya mengakomodasi hak-hak konsumen
di dalam The asen Charter, b) kesepakatan untuk membentuk The Asean
Coordinating Commite on Consumer Protection, c) kesepakatan untuk membentuk
The Southeast Asian Consumer Protection Agencies Network, 4) kesepakatan
membentuk SEACC.