Sie sind auf Seite 1von 50

1.

Bagaimana Konsep Kedokteran Komunitas ? Disiplin sains kedokteran (medical science) bisa dibagi menjadi 3 kategori: (1) Ilmu-ilmu Biomedis (2) Kedokteran Klinis (3) Kedokteran Komunitas.

Ilmu biomedis merupakan cabang sains kedokteran yang menerapkan prinsip biologi dan fisiologi dalam praktik kedokteran klinis. Termasuk dalam sains biomedis adalah anatomi, fisiologi, genetika, patologi, kimia, biokimia, biologi, mikrobiologi, fisika medis, dan sebagainya. Ilmuwan biomedis mempelajari dan mengembangkan teori kedokteran pada level struktur, organ, jaringan, sel, gen, molekul, pada manusia. Ilmuwan biomedis juga mempelajari substansi kimia, biologi (misalnya, mikroba), dan fisika lainnya yang berasal dari agen penyakit dan lingkungan. Kedokteran klinis merupakan cabang sains kedokteran yang mempelajari dan mempraktikkan berbagai pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk memulihkan kesehatan dengan cara mencegah dan mengobati penyakit pada individu pasien. Berbeda dengan ilmuwan biomedis, klien seorang dokter/ klinisi adalah individu manusia yang sedang mengalami masalah kesehatan. Dalam praktik klinis, dokter melakukan penilaian pasien dalam rangka untuk mendiagnosis, mengobati, dan mencegah penyakit, dengan melakukan pertimbangan dan keputusan klinis (clinical judgment). Hubungan dokter-pasien dimulai dengan interaksi dokterpasien, melalukan wawancara (anamnesis) untuk menemukan riwayat keluhan (symptoms) pasien, melakukan pemeriksaan riwayat medis dalam rekam medis, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik klasik kedokteran, meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi. Kedokteran berbasis bukti (evidence-based medicine) merupakan gerakan kontemporer dalam praktik kedokteran yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas pelayanan dokter, sehingga setiap keputusan klinis yang diambil dapat memaksimalkan manfaat dan meminimalkan kerugian bagi pasien. Tiga pilar utama kedokteran berbasis bukti mencakup:

penggunaan secara sadar bukti-bukti ilmiah terbaik dan terbaru, penggunaan keahlian klinis (clinical expertise), dan memperhatikan nilai-nilai dan ekspektasi pasien. Penerapan kedokteran berbasis bukti dan bioetika akan meningkatkan kualitas pelayanan dokter, meningkatkan manfaat bagi pasien, meminimalkan kerugian bagi pasien (misalnya, malpraktik), dan meningkatkan keselamatan pasien. Gerakan kedokteran berbasis bukti difasilitasi oleh perkembangan pesat sains dan teknologi informasi, yang memungkinkan penyebaran (diseminasi) bukti-bukti ilmiah terbaik untuk digunakan oleh para dokter. Komunitas berasal dari kata Inggris community yang artinya A group of people living in a particular local area sekelompok orang yang tinggal di suatu area lokal tertentu. Komunitas (community) merupakan bagian dari masyarakat (society) yang memiliki persamaan karakteristik tertentu dan biasanya bertempat tinggal di suatu area geografis yang bisa didefinisikan dengan jelas. Sebagai contoh, pusat kesehatan masyarakat dalam bahasa Inggris disebut community health center, bukan societal health center atau public health center, karena memang didirikan dengan tujuan untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan komunitas tertentu, yaitu masyarakat yang tinggal di suatu wilayah kecamatan. Para pekerja di suatu pertambangan minyak lepas pantai juga merupakan contoh komunitas lainnya, yaitu komunitas pekerja yang memiliki sejumlah persamaan karakteristik, yakni jenis pekerjaan, tempat bekerja, dan tempat tinggal (meskipun sementara). Sivitas akademika yang terdiri atas mahasiswa, dosen, dan karyawan administrasi, membentuk suatu komunitas akademik di suatu area yang disebut kampus. Gambar di bawah ini menyajikan prototipe sebuah komunitas yang tinggal di area geografis yang terbatas, yang dilayani dengan sejumlah fasilitas pelayanan publik, misalnya puskesmas, pasar, restoran, bioskop, jalan mobil, tempat pejalan kaki yang aman, telepon umum, dan sebagainya. Perlu dibedakan pengertian komunitas dan masyarakat. Masyarakat, dalam bahasa Inggris disebut society atau human society adalah A group of people related to each other through persistent relations such as social status, roles and social networks. By extension, society denotes the people of a region or country, sometimes even the world, taken as a whole Masyarakat adalah kelompok orang yang terhubungkan satu dengan lainnya melalui relasi terusmenerus seperti status sosial, peran, dan jejaring sosial. Perluasan pengertian masyarakat adalah

kumpulan orang-orang di suatu wilayah atau negara, bahkan kadang-kadang secara keseluruhan di seluruh dunia.

KEDOKTERAN KOMUNITAS Fokus perhatian kedokteran komunitas adalah masalah kesehatan dan penyakit yang terjadi pada komunitas di mana individu tersebut tinggal, bekerja, atau bersekolah. Implikasinya, kedokteran komunitas memberikan prioritas perhatian kepada penyakit-penyakit yang menunjukkan angka kejadian yang tinggi pada populasi, yang disebut public health importance. Untuk itu seorang dokter yang berorientasi kedokteran komunitas diharapkan memiliki kemampuan untuk menghitung frekuensi penyakit dan angka kejadian penyakit pada populasi, mendiagnosis masalah penyakit pada populasi (community diagnosis), membandingkan distribusi penyakit pada populasi-populasi, lalu menarik kesimpulan tentang penyebab perbedaan distribusi penyakit pada populasi, dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mencegah penyakit, melindungi, memulihkan, dan meningkatkan kesehatan populasi. Selanjutnya, dalam memandang kausa masalah kesehatan pada pasien maupun komunitas, kedokteran komunitas mengakui kausa penyakit yang terletak pada level populasi dan lingkungan. Artinya, dokter komunitas tidak hanya memperhatikan faktor-faktor penyebab yang terletak pada level individu, tetapi juga determinan lainnya pada level keluarga, komunitas dan lingkungan dimana pasien tersebut tinggal, bekerja, ataupun bersekolah. Perspektif populasi memusatkan perhatian kepada kausa-kausa kontekstual yang melatari penyakit, yakni determinan lingkungan, sosial, kultural, ekonomi, dan politik yang menyebabkan terjadinya perbedaan frekuensi penyakit antar populasi. Sebagai contoh, keberhasilan pelayanan kesehatan ditentukan tidak hanya oleh efikasi klinis dari pelayanan kesehatan itu sendiri tetapi juga oleh nilai-nilai sosial, budaya, dan ekonomi yang mempengaruhi keputusan pasien untuk menggunakan atau tidak menggunakan pelayanan kesehatan tersebut. Alat kontrasepsi IUD memiliki efikasi tinggi untuk mencegah kehamilan, tetapi metode itu tidak efektif jika diterapkan

pada komunitas yang memiliki nilai-nilai sosial bahwa memasang alat pada organ reproduksi wanita merupakan cara yang tidak pantas.

KEDOKTERAN KOMUNITAS DAN KEDOKTERAN KLINIS Untuk bisa memahami dengan lebih jelas konsep kedokteran komunitas, perhatikan perbedaan antara pendekatan kedokteran komunitas dan kedokteran klinis. Tabel dibawah ini menunjukkan, kedokteran klinis memusatkan perhatian kepada pelayanan kesehatan individu sakit, yaitu pasien. Kedokteran klinis mempelajari kesehatan dan penyakit pada individu. Kedokteran klinis menggunakan perspektif biomedis dalam memandang kausa penyakit. Kausa penyakit biasanya dilihat dengan model kausasi tunggal dengan menggunakan Teori Kuman (Germ Theory), bahwa kausa penyakit adalah kuman (misalnya, kausa tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis; kausa sifilis adalah Treponema pallidum, dan sebagainya). Di pihak lain, kedokteran komunitas menggunakan perspektif biomedis dan populasi dalam memandang kausa penyakit dan masalah kesehatan. Kedokteran komunitas menggunakan model kausasi majemuk (multikausal) dalam menjelaskan terjadinya penyakit, baik pada

individu maupun komunitas. Kejadian penyakit pada individu merupakan akibat tidak hanya dari kausa proksimal atau kausa langsung (seperti agen infeksi, toksin, gen, dan perilaku) tetapi juga kausa distal (faktor lingkungan, sosial, ekonomi, kultural, dan politik). Sebagai contoh, terjadinya kasus tuberkulosis klinis tidak hanya ditentukan oleh infeksi mycobacterium tuberkulosis tetapi juga sejumlah faktor lain di tingkat individu maupun populasi. Dokter sebagai klinisi memberikan pelayanan kuratif, mengembalikan keadaan sakit pasien kepada keadaan sehat. Dokter komunitas memberikan pelayanan kesehatan komprehensif, tidak hanya memberikan pelayanan kuratif dasar tetapi juga upaya pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Tingkat upaya pencegahan penyakit, terdiri atas primer, sekunder, tersier, merupakan konsep epidemiologi, merujuk kepada upaya pencegahan yang bisa dilakukan pada berbagai fase dalam kontinum perjalanan penyakit yang disebut Riwayat Alamiah Penyakit (Natural History of Disease).

Tabel . Perbedaan pendekatan kedokteran komunitas dan kedokteran klinis

KEDOKTERAN KOMUNITAS DAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT Jelas bahwa konsep kedokteran komunitas merupakan perluasan dari konsep kedokteran klinis, karena fokusnya tetap pada pelayanan kesehatan primer, tetapi masalah (concern) yang diperhatikan tidak hanya kesehatan pasien an sich, tetapi juga kesehatan keluarga dan anggota komunitas lainnya. Di sisi lain, kedokteran komunitas perlu dibedakan dengan ilmu kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan masyarakat (UKM) yang dilakukan dokter yang berorientasi kedokteran komunitas adalah UKM yang dilakukan sesuai dengan peran dan kapasitasnya sebagai seorang dokter, bukan sebagai ahli kesehatan masyaarakat (public health specialist). Sebagai contoh, telah banyak bukti kuat dari studi epidemiologi, biomedis, dan klinis, yang menunjukkan bahwa merokok aktif maupun pasif merupakan kausa berbagai penyakit kronis utama, seperti hipertensi, penjakit jantung koroner, diabetes melitus, dan stroke. Tetapi kedokteran komunitas tidak menuntut seorang dokter untuk memiliki kompetensi membuat rancangan undangundang maupun melakukan advokasi terbentuknya undang-undang, peraturan, atau kebijakan yang melarang merokok di tempat-tempat umum. Intervensi tersebut dapat dirancang dan diimplementasikan oleh ahli kesehatan masyarakat.

KEDOKTERAN KELUARGA Cabang kedokteran komunitas yang memberikan perhatian khusus kepada kesehatan keluarga sebagai sebuah unit adalah kedokteran keluarga. Kedokteran keluarga (family medicine) adalah disiplin ilmu yang menekankan pentingnya pemberian pelayanan kesehatan yang personal, primer, komprehensif, dan berkelanjutan (continuing) kepada individu dalam hubungannnya dengan keluarga, komunitas, dan lingkungannya. Disiplin kedokteran keluarga juga dikenal dengan nama lain, misalnya praktik umum (gerenal practice) atau kedokteran pelayanan primer (primary care medicine). Tetapi terma kedokteran keluarga lebih disukai untuk menekankan keluarga sebagai unit sosial yang memberikan dukungan kepada individu. Keluarga merupakan sebab dan akibat kesehatan dan penyakit pada individu. Masalah kesehatan pasien sering kali disebabkan oleh

masalah yang terdapat pada keluarga. Sebaliknya, masalah kesehatan pasien dapat menyebabkan masalah kesehatan keluarga.

Terdapat beberapa nilai-nilai utama yang dianut dalam kedokteran keluarga: 1. Pelayanan berpusat pada pasien (patient-centered care) dan perhatian khsus kepada hubungan dokter-pasien 2. Pendekatan holistik kepada pasien dan masalahnya masalah penyakit pasien tidak hanya disebabkan oleh dimensi fisik tetapi juga sosial dan psikologi (model bio-pskio-sosial penyakit) dari pasien, keluarga, dan komunitasnya. Memberikan perhtaian kepada aspek sosial dan psikologi pasien sering kali efektif dalam memecahkan masalah fisik pasien. Pendekatan holistik pada pasien sangat penting pada zaman sekarang ketika teknologi tinggi kedokteran telah menyebabkan dehumanisasi pasien dan fragmentasi pelayanan kesehatan. 3. Kedokteran pencegahan memberikan dampak kepada status kesehatan yang lebih panjang daripada kedokteran kuratif 4. Semua usia dokter keluarga melayani orang dari segala usia, sehingga dokter keluarga disebut sebagai specialist in breadth, berbeda dengan spesialis di rumah sakit yang specialist in depth. 5. Dokter keluarga bersedia memberikan pelayanan tidak hanya di ruang konsultasi klinik tetapi juga di rumah dan setting pelayanan lainnya.

KEDOKTERAN OKUPASI Cabang kedokteran komunitas yang memberikan perhatian khusus kepada komunitas pekerja adalah kedokteran okupasi. Kedokteran okupasi (occupational medicine) merupakan sebuah disiplin ilmu yang mempelajari pengaruh pekerjaan terhadap kesehatan pekerja dan pengaruh kesehatan pekerja terhadap pekerjaan. Kedokteran okupasi melakukan intervensi kesehatan yang ditujukan kepada para pekerja dan lingkungan kerjanya, yang bersifat

pencegahan primer (health promotion, specific protection), sekunder (early detection and prompt treatment), dan tersier (disability limitation, rehabilitation, prevention of premature death). Kedokteran okupasi melakukan penilaian tentang berbagai risiko dan bahaya (hazard) di tempat kerja bagi kesehatan pekerja, dan menerapkan upaya pencegahan penyakit dan cedera, serta meningkatkan kesehatan populasi pekerja. Dokter okupasi melakukan upaya menurunkan risiko, mencegah terjadinya penyakit dan cedera akibat kerja, dengan menerapkan ventilasi setempat, penggunaan peralatan protektif perorangan, perubahan cara bekerja, dan vaksinasi. Dokter okupasi melakukan surveilans kesehatan melalui skrining/ pemeriksaan kesehatan secara berkala (Agius dan Seaton, 2005). Dokter okupasi juga melakukan pencegahan tersier, yakni melakukan upaya pelayanan medis perorangan pasca penyakit untuk membatasi kecacatan, disfungsi sisa, dan kematian, melakukan rehabilitasi, dan mencegah rekurensi penyakit, untuk memulihkan dan meningkatkan derajat kesehatan masing-masing pekerja. Tetapi dokter okupasi juga memberikan pelayanan medis langsung kepada pekerja yang sakit. Dokter okupasi menaksir besarnya masalah dan memberikan pelayanan kuratif untuk mengatasi masalah penyakit yang dialami pekerja. Dokter okupasi melakukan penatalaksanaan medis terhadap gangguan-gangguan penyakit penting yang berhubungan dengan pekerjaan, mencakup pernapasan, kulit, luka bakar, kontak dengan agen fisik atau kimia, keracunan, dan sebagainya. Dokter okupasi menganalisis absensi pekerja, dan menghubungkannya dengan faktorfaktor penyebab (Agius dan Seaton, 2005). Semua kegiatan kedokteran okupasi tersebut ditujukan untuk melindungi, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja. Derajat kesehatan yang optimal memberikan kontribusi bagi kinerja perusahaan, seperti produktivitas, laba (profitability), dan kelangsungan hidup (survival) (Segal, 1999). Peningkatan derajat kesehatan pekerja akan meningkatkan produktivitas laba, dan kelangsungan hidup perusahaan.

2.

Apa Yang Dimaksud Dengan Penyakit Infeksi Dan Penyakit Non Infeksi Serta Karakteristik Perbedaan Dari Keduanya?

Karakteristik Penyakit Tidak Menular Penyakit tidak menular terjadi akibat interaksi antara agent (Non living agent) dengan host dalam hal ini manusia (faktor predisposisi, infeksi dll) dan lingkungan sekitar (source and vehicle of agent) 1. Agent a. Non Living Agent 1) Kimiawi 2) Fisik 3) Mekanik 4) Psikis b. Agent penyakit tidak menular sangat bervariasi, mulai dari yang paling sederhana sampai yang komplek (mulai molekul sampai zat-zat yang komplek ikatannya) c. Suatu penjelasan tentang penyakit tidak menular tidak akan lengkap tanpa mengetahui spesifikasi dari agent tersebut d. Suatu agent tidak menular dapat menimbulkan tingkat keparahan yang berbeda-beda (dinyatakan dalam skala pathogenitas) e. Karakteristik lain dari agent tidak menular yang perlu diperhatikan antara lain : 1) Kemampuan menginvasi / memasuki jaringan 2) Kemampuan merusak jaringan : Reversible dan irreversible 3) Kemampuan menimbulkan reaksi hipersensitif

2. Reservoir Dapat didefinisikan sebagai organisme hidup, benda mati (tanah, udara, air batu dll) dimana agent dapat hidup, berkembang biak dan tumbuh dengan baik. Pada umumnya untuk penyakit tidak menular, reservoir dari agent adalah benda mati. Pada penyakit tidak menular, orang yang terekspos/terpapar dengan agent tidak berpotensi sebagai sumber/reservoir tidak ditularkan.

3. Relasi Agent Host a. Fase Kontak Adanya kontak antara agent dengan host, tergantung : 1) Lamanya kontak 2) Dosis 3) Patogenitas b. Fase Akumulasi pada jaringan Apabila terpapar dalam waktu lama dan terus-menerus c. Fase Subklinis Pada fase subklinis gejala/sympton dan tanda/sign belum muncul Telah terjadi kerusakan pada jaringan, tergantung pada : 1) Jaringan yang terkena 2) Kerusakan yang diakibatkannya (ringan, sedang dan berat) 3) Sifat kerusakan (reversiblle dan irreversible/ kronis, mati dan cacat)

d. Fase Klinis Agent penyakit telah menimbulkan reaksi pada host dengan menimbulkan manifestasi (gejala dan tanda).

4. Karakteristik penyakit tidak menular : a. Tidak ditularkan b. Etiologi sering tidak jelas c. Agent penyebab : non living agent d. Durasi penyakit panjang (kronis) e. Fase subklinis dan klinis panjang untuk penyakit kronis.

5. Rute dari keterpaparan Melalui sistem pernafasan, sistem digestiva, sistem integumen/kulit dan sistem vaskuler.

Karakteristik penyakit menular (infeksi) a. Ditularkan b. Etiologi jelas c. Agent penyebab : living agent (biologis) d. Durasi penyakit pendek / cepat umumnya (penyakit akut) e. Fase subklinis dan klinis pendek / cepat umumnya (penyakit akut) International Statistical Classification of Diseases 10 (ICD-10) merupakan sistem kategori tempat penyakit dikelompokkan (Erkadius, 2008). Di Indonesia, ICD-10 dikenal dengan nama Klasifikasi Internasional Penyakit revisi ke-10 (KIP-10). KIP-10 adalah sistem pengkodean atas penyakit dan tanda-tanda, gejala, temuan-temuan yang abnormal, keluhan, keadaan sosial dan eksternal yang menyebabkan cedera atau penyakit seperti yang diklasifikasikan oleh World Health Organization (WHO) (Wikipedia, 2010).

Berikut adalah daftar ICD-10 untuk versi tahun 2007 (Wikipedia, 2010): Bab I II III Blok A00-B99 C00-D48 D50-D89 Judul Penyakit Infeksi dan parasit Neoplasma Penyakit darah dan organ pembentuk darah termasuk ganguan sistem imun IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV XVI XVII E00-E90 F00-F99 G00-G99 H00-H59 H60-H95 I00-I99 J00-J99 K00-K93 L00-L99 M00-M99 N00-N99 O00-O99 P00-P96 Q00-Q99 Endokrin, nutrisi dan ganguan metabolic Ganguan jiwa dan prilaku Penyakit yg mengenai sistem syaraf Penyakit mata dan adnexa Penyakit telinga dan mastoid Penyakit pada sistem sirkulasi Penyakit pada sistem pernafasan Penyakit pada sistem pencernaan Penyakit pada kulit dan jaringan subcutaneous Penyakit pada sistem musculoskletal Penyakit pada sistem saluran kemih dan genital Kehamilan dan kelahiran Keadaan yg berasal dari periode perinatal Malformasi kongenital, deformasi dan kelainan chromosom

XVIII R00-R99

Gejala, tanda, kelainan klinik dan kelainan lab yg tidak ditemukan pada klasifikasi lain

XIX XX XXI

S00-T98 V01-Y98 Z00-Z99

Keracunan, cedera dan beberapa penyebab yg dari luar Penyebab morbiditas dan kematian eksternal Faktor faktor yg mempengaruhi status kesehatan dan hubungannya dengan jasa kesehatan

XXII

U00-U99

Kode kegunaan khusus

Berdasarkan masa inkubasi, laten, dan durasi, maka penyakit dapat diklasifikasi ke dalam 4 kategori : (Batas waktu panjang pendek antara 4-12 bulan) a. Masa laten pendek, durasi pendek. b. Masa laten panjang, durasi pendek. c. Masa laten pendek, durasi panjang. d. Masa laten panjang, durasi panjang. Masa laten dan durasi penyakit mempengaruhi strategi pencegahan penyakit. Makin pendek masa laten, makin urgen upaya pencegahan primer dan sekunder. Makin pendek durasi, makin mendesak upaya pencegahan tersier. Makin panjang durasi, makin besar peluang untuk melakukan upaya pencegahan akibat penyakit dengan lebih seksama. Meski demikian, sejumlah penyakit kronis memiliki karakteristik paradoksal: sekalipun durasi panjang tetapi bisa menyebabkan kematian mendadak (misalnya, stroke dan serangan jantung).

3.

Bagaimana Proses Riwayat Alamiah Penyakit Dan Upaya Pencegahan Penyakit?

Riwayat Alamiah Penyakit Riwayat alamiah penyakit adalah perkembangan penyakit secara alamiah, tanpa ikut campur tangan medis atau intervensi kesehatan lainnya

Manfaat Riwayat Alamiah Penyakit

Untuk diagnostik masa inkubasi berguna untuk Dx penyakit atau masalah kesehatan dalam KLB Untuk pencegahan rantai penyakit memotong rantai pemberantasan/ pencegahan penyakit Untuk terapi makin awal Tx diberikan hasil makin baik

Manfaat RAP dalam epidemiologi Studi tentang RAP merupakan bagian dari studi epidemiologi, dikarenakan terdapat: a) Studi etiologi menemukan penyebab b) Studi prognostik mempelajari faktor risiko dan perkiraan akhir penyakit c) Studi intervensi mengetahui effectiveness , dan efficiency program pemberantasan dan pencegahan penyakit. Dari RAP diperoleh beberapa informasi penting:

Masa inkubasi atau masa latent. Kelengkapan keluhan (symptom) sebagai bahan onformasi dama menegakkan diagnosis Lama dan beratnya keluhan yang dialami oleh penderita kejadian penyakit menurut musim (season) kapan penyakit itu lebih frekuen kejadiannya

Kecenderungan lokasi geografis serangan penyakit sehingga dapat dengan mudah dideteksi lokasi kejadian penyakit.

Untuk diagnostik: masa inkubasi dapat dipakai sebagai pedoman penentuan jenis penyakit. Sifat-sifat biologis kuman patogen sehingga menjadi bahan informasi untuk pencegahan penyakit.

Untuk pencegahan: dengan mengetahui kuman patogen penyebab dan rantai perjalanan penyakit dapat dengan mudah ditemukan titik potong yang penting dalam upaya pencegahan penyakit.

Untuk terapi: intervensi atau terapi hendaknya diarahkan pada fase paling awal. Lebih awal terapi akan lebih baik hasil yang diharapkan. Keterlambatan diagnosis akan berkaitan dengan keterlambatan terapi.

Tahapan Riwayat Alamiah Penyakit


Tahap Prepatogenesis Tahap Patogenesis Tahap Pasca Patogenesis: Sembuh, Kronik/ Karier, Cacat, Mati

Tahap Prepatogenesis

Kondisi Host masih normal/sehat Sudah ada interaksi antara Host dan Agent, tetapi Agent masih diluar Host Jika interaksi Host, Agent dan Environment berubah Host jadi lebih rentan atau Agent jadi lebih virulen Agent masuk ke Host (memasuki tahap patogenesis)

Tahap Patogenesis

Tahap Inkubasi tahap mulai masuknya Agent kedalam Host, sampai timbul gejala sakit Tahap penyakit dini tahap mulainya timbul gejala penyakit dalam keadaan awal (ringan) Tahap penyakit lanjut tahap penyakit telah berkembang pesat dan menimbulkan kelainan patologis dan gejalanya

Tahap Post Patogenesis

Tahap penyakit akhir tahap berakhirnya perjalanan penyakit, dapat dalam bentuk;

Sembuh sempurna Agent hilang, Host pulih dan sehat kembali Sembuh dengan cacat Agent hilang, penyakit tidak ada Host tidak pulih sempurna (ada bekas gangguan/cacat) Karier Agent masih ada, Host pulih gangguan Agent masih ada (minimal)

Gambar Riwayat Alamiah Penyakit

UPAYA PENCEGAHAN Gambar Tingkat Upaya Pencegahan

Primordial Prevention (Pencegahan Tingkat Awal)


Menghindari obesitas Menghindari rokok Perilaku hidup bersih dan sehat Mengindari bahan pengawet, pewarna Makan bergizi seimbang Istirahat cukup Olah raga teratur

Primary Prevention (Pencegahan Tingkat Pertama)


Pendidikan kesehatan Imunisasi PSN-3M Konsul genetika Sterilisasi alat Memakai sarung tangan Memakai masker

Secondary Prevention (Pencegahan Tingkat Kedua)


Diagnosis awal Pengobatan cepat dan tepat Kemo-profilaksis Screening (pencarian penderita dengan gejala umum)

Tertiary Prevention

Mencegah penyakit agar tidak bertambah parah Mencegah: kematian, kecacatan Rehabilitasi: fisik, mental, sosial

4.

Hubungan Kedokteran Matra Dengan Kasus

5.

Apa saja langkah-langkah dalam penyelidikan KLB?

A.

Langkah-langkah penyelidikan KLB

NO Langkah-langkah penyelidikan KLB 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Persiapan penelitian lapangan. Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB. Memastikan Diagnosis Etiologis Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu dan tempat Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan). Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran Mengidentifikasi keadaan penyebab KLB Merencanakan penelitian lain yang sistimatis Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan Menetapkan sistim penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikasi. Melaporkan hasil penyidikan kepada instansi kesehatan setempat dan kepada sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggi

12

Persiapan penelitian lapangan Dikerjakan secepat mungkin, dalam 24 jam pertama sesudah adanya informasi. Persiapan penelitian lapangan meliputi : 1. Pemantapan (Konfirmasi) Informasi a. Asal informasi adanya KLB. Dapat berasal dari : o o o laporan Wabah (W1), Analisis sistim kewaspadaan dini didaerah tersebut (laporan W2), Hasil laboratorium, laporan Rumah Sakit (RL2a, RL2b) atau masyarakat.

b. Gambaran tentang penyakit yang sedang berjangkit, meliputi: o o Gejala klinis, Pemeriksaan yang telah dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan hasil pemeriksaannya, komplikasi yang terjadi (misalnya kematian, kecacatan, kelumpuhan dan lainnya) c. Keadaan geografi dan tranportasi yang dapat digunakan didaerah KLB.

2. Pembuatan Rencana Kerja (rencana penyidikan /proposal), yang minimal berisi : a. Tujuan Penyidikan KLB o o o o Memastikan diagnosis penyakit Menetapkan KLB Menentukan sumber dan cara penularan Mengetahui keadaan penyebab KLB

b. Definisi kasus awal, o Arahan pada pencarian kasus

c. Hipotesis awal mengenai agent penyebab (penyakit), cara dan sumber penularan, d. Macam dan sumber data yang diperlukan, e. Strategi penemuan kasus, f. Sarana dan tenaga yang diperlukan

3. Pertemuan Dengan Pejabat Setempat a. Membicarakan rencana dan pelaksanaan penyidikan KLB. b. Kelengkapan sarana dan tenaga di daerah. c. Memperoleh ijin dan pengamanan.

Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB Pemastian diagnosis penyakit dengan cara : a. Mencocokkan gejala/tanda penyakit yang terjadi pada individu. b. Menyusun distribusi frekuensi gejala klinisnya.

Cara menghitung distribusi frekuensi dari tanda-tanda dan gejala-gejala yang ada pada kasus adalah sebagai berikut : a. Buat daftar gejala yang ada pada kasus b. Hitung persen kasus yang mempunyai gejala tersebut c. Susun ke bawah menurut urutan frekuensinya

B.

PENETAPAN KLB

1.

Dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang tengah berjalan dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa (endemik), pada populasi yang dianggap beresiko, pada tempat dan waktu tertentu.

2. 3.

Dengan Pola Maxiumum dan Minimum 5 tahunan atau 3 tahunan. Membandingkan frekuensi penyakit pada tahun yang sama bulan berbeda atau bulan yang sama tahun berbeda .

Petunjuk penetapan KLB: 1. Angka kesakitan/kematian suatu penyakit menular disuatu Kecamatan menunjukkan kenaikan 3 kali atau lebih selama tiga minggu berturut-turut atau lebih. 2. Jumlah penderita baru dalam satu bulan dari suatu penyakit menular di suatu Kecamatan, menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih, bila dibandingkan dengan angka rata-rata sebulan dalam setahun sebelumnya dari penyakit menular yang sama di kecamatan tersebut itu. 3. Angka rata-rata bulanan selama satu tahun dari penderita-penderita baru dari suatu penyakit menular di suatu Kecamatan, menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih, bila dibandingkan dengan angka rata-rata bulanan dalam tahun sebelumnya dari penyakit yang sama di Kecamatan yang sama pula 4. Case Fatality rate suatu penyakit menular tertentu dalam satu bulan di sutu Kecamatan, menunjukkan kenaikan 50 % atau lebih, bila dibandingkan CFR penyakit yang sama dalam bulan yang lalu di Kecamatan tersebut.

5.

Proporsional rate penderita baru dari suatu penyakit menular dalam waktu satu bulan, dibandingkan dengan proportional rate penderita baru dari penyakit menular yang sama selama periode waktu yang sama dari tahun yang lalu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih.

6.

Khusus untuk penyakit-penyakit Kholera, Cacar, Pes, DHF/DSS : o Setiap peningkatan jumlah penderita-penderita penyakit tersebut di atas, di suatu daerah endemis yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan di atas o Terdapatnya satu atau lebih penderita/kematian karena penyakit tersebut diatas, di suatu Kecamatan yang di atas, disuatu kecamatan yang telah bebas dari penyakitpenyakit tersebut, paling sedikit bebas selama 4 minggu berturut-turut.

7.

Apabila kesakitan/kematian oleh keracunan yang timbul di suatu kelompok masyarakat.

8.

Apabila di daerah tersebut terdapat penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/dikenal.

PENTING DIINGAT : 1. KLB Tersembunyi, sering terjadi pada penyakit yang belum dikenal atau penyakit yang tidak mendapat perhatian karena dampaknya belum diketahui . 2. KLB Palsu (pseudo-epidemic), terjadi oleh karena : o Perubahan cara mendiagnosis penyakit, o Perubahan perhatian terhadap penyakit tersebut, atau perubahan organisasi pelayanan kesehatan, o Perhatian yang berlebihan

MEMASTIKAN DIAGNOSIS ETIOLOGIS Cara diagnosis penyakit pada KLB dapat dilakukan dengan mencocokan gejala/tanda penyakit yang terjadi pada individu, kemudian disusun distribusi frekuensi gejala klinisnya. Cara menghitung distribusi frekuensi dari tanda-tanda dan gejala-gejala yang ada pada kasus adalah sebagai berikut : 1. Buat daftar gejala yang ada pada kasus

2. Hitung persen kasus yang mempunyai gejala tersebut 3. Susun ke bawah menurut urutan frekuensinya

IDENTIFIKASI KASUS ATAU PAPARAN Identifikasi kasus penting dilakukan untuk membuat perhitungan kasus dengan teliti. Hasil perhitungan kasus ini digunakan selanjutnya untuk mendeskripsikan KLB berdasarkan waktu, tempat dan orang dengan lebih teliti. Ketelitian dalam mengidentifikasikan kasus sangat diperlukan untuk dasar deskripsi KLB berdasarkan waktu, tempat dan orang (Mac Mahon and Pugh, 1970; Kelsey at al., 1986). Dasar yang dipakai pada identifikasi kasus adalah hasil pemastian diagnosis penyakit. Jika diagnosis pasti belum dapat ditentukan maka dapat digunakan frekuensi gejala klinis, kemudian dibuat definisi operasional kasus yang sesuai dengan frekuensi gejala klinis yang ditemukan. Identifikasi paparan perlu dilakukan sebagai arahan untuk indentifikasi sumber penularan. Pada tahap ini cara penentuan paparan dapat dilakukan dengan mempelajari teori cara penularan penyakit tersebut. Ini penting dilakukan terutama pada penyakit yang cara penularannya tidak jelas (bervariasi). Pada KLB keracunan makanan identifikasi paparan ini secara awal perlu dilakukan untuk penanggulangan sementara dengan segera (CDC, 1979). Menurut Greg (1985) pada KLB penyakit dengan carrier identifikasi kaus awal perlu dilakukan untuk membantu pencarian orang yang diduga (kontak) sebagai sumber pemularan (carrier). Identifikasi paparan ini selanjutnya dapat dipakai sebagai arahan untuk identifikasi sumber penularan yang lebih spesifik (tingkat resiko penularan) atau untuk membantu penegakan diagnosis penyakit.

DESKRIPSI KLB 1. Deskripsi Kasus Berdasarkan Waktu. Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah (lamanya KLB berlangsung), yang digambarkan dalam suatu kurva epidemik. Kurva epidemik adalah suatu grafik yang menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat mulai sakit (onset of illness) selama periode wabah. Kurva ini digambarkan dengan axs horizontal adalah saat mulainya sakit dan sebagai axis vertikal adalah jumlah kasus. Kurva epidemik dapat digunakan untuk tujuan :

a. Menentukan / memprakirakan sumber atau cara penularan penyakit dengan melihat tipe kurva epidemik tersebut (common source atau propagated). b. Mengidentifikasikan waktu paparan atau pencarian kasus awal (index case). Dengan cara menghitung berdasarkan masa inkubasi rata-rata atau masa inkubasi maksimum dan minimum. Kesalahan yang sering terjadi pada pembuatan kurva epidemik adalah penetapan interval waktu. Pemilihan interval waktu yang terlalu panjang akan menyembunyikan perbedaanperbedaan kecil pada distribusi temporal (menyembunyikan puncak-puncak kasus). Pemilihan interval yang terlalu pendek akan menimbulkan puncak-puncak palsu. Suatu pedoman yang berguna untuk memilih interval waktu ialah memilih sebesar seperdelapan atau seperempat inkubasi penyakit. Ada baiknya membuat kurva epidemik dengan interval yang berbeda, sehingga dapat diperoleh grafik yang paling baik untuk menyajikan data (Fiedman, 1974; Kelsey., 1986; CDC, 1979).

2.

Deskripsi kasus berdasarkan tempat Tujuan menyusun distribusi kasus berdasarkan tempat adalah untuk mendapatkan petunjuk populasi yang rentan kaitannya dengan tempat (tempat tinggal, tempat pekerjaan). Hasil analisis ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber penularan. Agar tujuan tercapai, maka kasus dapat dikelompokan menurut daerah variabel geografi (tempat tinggal, blok sensus), tempat pekerjaan, tempat (lingkungan) pembuangan limbah, tempat rekreasi, sekolah, kesamaan hubungan (kesamaan distribusi air, makanan), kemungkinan kontak dari orang ke orang atau melalui vektor (CDC, 1979; Friedman, 1980). Kesalahan yang sering terjadi adalah pemikiran bahwa pengelompokan kasus berdasarkan tempat adalah berdasarkan tempat tinggal, sehingga sering tidak didapatkan hasil yang nyata. Sebagai contoh suatu KLB Brucellosis pada manusia, jika dilakukan pengelompokan kasus berdasarkan tempat tinggal tak akan mendapatkan sesuatu, tetapi pengelompokan berdasarkan tempat pekerjaan mungkin akan memberikan petunjuk tentang sumber penularan (CDC, 1979). Penilaian variasi geografik dari suatu paparan infeksi harus memperhitungkan distribusi populasi (area specific attack rate), maka kesimpulan mengenai perbedaan risiko daerah harus dinyatakan dalam rate bukan jumlah kasus.

3.

Deskripsi KLB berdasarkan orang Teknik ini digunakan untuk membantu merumuskan hipotesis sumber penularan atau etiologi penyakit. Orang dideskripsikan menurut variabel umur, jenis kelamin, ras, status kekebalan, status perkawinan, tingkah laku, atau kebudayaan setempat. Pada tahap dini kadang hubungan kasus dengan variabel orang ini tampak jelas. Keadaan ini memungkinkan memusatkan perhatian pada satu atau beberapa variabel di atas. Analisis kasus berdasarkan umur harus selalu dikerjakan, karena dari age spscific rate dengan frekuensi dan beratnya penyakit. Analisis ini akan berguna untuk membantu pengujian hipotesis mengenai penyebab penyakit atau sebagai kunci yang digunakan untuk menentukan sumber penyakit (MacMahon and Pugh, 1970; Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al., 1986). Penyusunan distribusi kasus berdasarkan umur dilakukan dengan mengelompokan kasus pada interval umur, yang disesuaikan dengan kemungkinan pembuatan kesimpulan yang lebih baik. Pengelompokan dapat menggunakan interval yang sistematis (5, 10 tahun) atau interval kelompok tertentu (balita, usia sekolah, usia dewasa). Kesalahan yang sering terjadi adalah interval umur yang terlalu lebar, sehingga menyembunyikan perbedaan risiko sakit yang mungkin berharga untuk mengetahui sumber penularan. Sebagai contoh : apabila penyediaan susu di sekolah tercemar dan menjadi sumber infeksi, maka penggunaan interval umur 5 tahun akan memungkinkan perhatian diberikan pada anak usia sekolah (berisiko sakit), populasi belum sekolah dan pasca sekolah (tidak mempunyai risiko sakit). Dengan demikian dapat dibuat kesimpulan bahwa yang terpapar adalah anak sekolah. Seandainya digunakan interval 10 tahun atau lebih, maka kesimpulan tersebut aakan sulit dibuat (CDC, 1979). Distribusi penyakit berdasarkan sifat-sifat lain yang dapat dikerjakan jika sifat-sifat tersebut ditemukan berulang-ulang di antara kasus. Misalnya kategori kasus berdasarkan pekerjaan dilakukan jika di antara kasus jenis pekerjaan tertentu ditemukan berulang-ulang. Seperti pada analisis berdasarkan tempat, kesimpulan mengenai perbedaan risiko sifat-sifat orang harus dinyatakan dalam rate bukan jumlah kasus.

PENANGGULANGAN SEMENTARA Kadang-kadang cara penanggulangan sementara sudah dapat dilakukan atau diperlukan, sebelum

semua tahap penyelidikan dilampaui. Cara penanggulangan ini dapat lebih spesifik atau berubah sesudah semua langkah penyelidikan KLB dilaksanakan.

1.

Jika etiologi telah diketahui sumber dan cara penularannya dapat dipastikan Maka penanggulangan dapat dilakukan tanpa penyelidikan yang luas. Sebagai contoh adanya kasus Hepatitis A di Rumah sakit, segera dapat dilakukan penanggulangannya yaitu memberikan imunisasi pada penderita yang diduga kontak, sehingga penyelidikan hanya dilakukan untuk mencari orang yang kontak dengan penderita (MMWR, 1985).

2.

Jika etiologi diketahui tetapi sumber dan cara penularan belum dapat dipastikan Maka belum dapat dilakukan penanggulangan. Masih diperlukan penyelidikan yang lebih luas untuk mencari sumber dan cara penularannya. Sebagai contoh : KLB Salmonella Muenchen tahun 1971. Pada penyelidikan telah diketahui etiologinya (Salmonella). Walaupun demikian cara penanggulangan tidap segera ditetapkan sebelum hasil penyelidikan mengenai sumber dan cara penularan ditemukan. Cara penanggulangan baru dapat ditetapkan sesudah diketahui sumber penularan dengan suatu penelitian kasus pembanding (Taylor et al., 1982).

3.

Jika etiologi belum diketahui tetapi sumber dan cara penularan sudah diketahui Maka penanggulangan segera dapat dilakukan, walaupun masih memerlukan penyelidikan yang luas tentang etiologinya. Sebagai contoh : suatu KLB Organophosphate pada tahun 1986. Diketahui bahwa sumber penularan adalah roti, sehingga cara penanggulangan segera dapat dilakukan dengan mengamankan roti tersebut. Penyelidikan KLB masih diperlukan untuk mengetahui etiologinya yaitu dengan pemeriksaan laboratorium, yang ditemukan parathion sebagai penyebabnya (Etzel et al., 1987).

4.

Jika etiologi dan sumber atau cara penularan belum diketahui Maka penanggulangan tidak dapat dilakukan. Dalam keadaan ini cara penanggulangan baru dapat dilakukan sesudah penyelidikan. Sebagai contoh : Pada KLB Legionare pada tahun 1976, cara penanggulangan baru dapat dikerjakan sesudah suatu penyelidikan yang luas mengenai etiologi dan cara penularan penyakit tersebut (Frase et al., 1977).

IDENTIFIKASI SUMBER PENULARAN DAN KEADAAN PENYEBAB KLB

A.

Identifikasi sumber penularan

Untuk mengetahui sumber dan cara penularan dilakukan dengan : Membuktikan adanya agent pada sumber penularan secara laboratoris atau adanya hubungan secara statistik antara kasus dan pemaparan (Mac Mahon and Pugh, 1970; CDC, 1979). Hubungan secara statistik ialah jika proporsi orang-orang dengan kedua sifat (sebabakibat) mempunyai perbedaan (lebih tinggi/rendah) yang bermakna secara statistik. Atau perubahan variabel yang satu diikuti oleh variabel yang lain. Biasanya pada penyelidikan KLB untuk menguji atau membuktikan adanya hubungan ini dilakukan : dengan penelitian kasus-pembanding (Kelsey et al., 1986).

Menurut MacMahon and Pugh (1970), CDC (1979), dan Kelsey et al (1986), penentuan dugaan sumber dan cara penularan penyakit dianggap telah baik jika 1. Ditemukan agent yang sama antara sumber infeksi dan penderita. 2. Terdapat perbedaan angka serangan (attack rate) yang bermakna antara orang-orang yang terpapar dan yang tidak terhadap sumber penularan. 3. Tidak ada cara lain pada semua kasus, atau cara penularan lain tidak dapat menerangkan distribusi umur waktu dan geografis pada semua kasus.

B. Identifikasi keadaan penyebab KLB

Secara umum keadaan penyebab KLB adalah adanya perubahan keseimbangan dari agent, penjamu, dan lingkungan yang dapat terjadi oleh karena : 1. Kenaikan jumlah atau virulensi dari agent 2. Adanya agent penyebab baru atau yang sebelumnya tidak ada 3. Keadaan yang mempermudah penularan penyakit 4. perubahan imunitas penduduk terhadap agent yang pathogen,

5. lingkungan dan kebiasaan penduduk yang berpeluang untuk terjadinya pemaparan.

PERENCANAAN PENELITIAN LAIN YANG SISTEMATIS Goodman et al (1990) mengatakan bahwa KLB merupakan kejadian yang alami (natural), oleh karenanya selain untuk mencapai tujuan utamanya penyelidikan epidemiologi KLB merupakan kesempatan baik untuk melakukan penelitian. Misalnya penelitian tentang hubungan yang berat antara ilmu epidemiologi dan penggunaannya di lapangan, mengevaluasi programprogram kesehatan (cara diagnosis, pengobatan, imunisasi, pencegahan penyakit, penyuluhan kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan perorangan dan lainnya), mengevaluasi kemampuan sistem surveilans yang ada, mengetahui partisipasi masyarakat, mengetahui sumber yang tepat untuk perencanaan program, kepatuhan petugas kesehatan dalam menjalankan peraturan atau dapat digunakan sebagai sarana pelatihan epidemiologi pada petugas kesehatan. Di Indonesia, setiap penyelidikan epidemiologi KLB, sebaiknya digunakan sebagai sarana mendapatkan informasi untuk perbaikan program kesehatan pada umumnya dan program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan sistem surveilans pada khususnya. Mengingat hal ini sebaiknya pada penyelidikan epidemiologi KLB selalu dilakukan : 1. Pengkajian terhadap sistem surveilans yang ada, untuk mengetahui kemampuannya yang ada sebagai alat deteksi dini adanya KLB, kecepatan informasi dan pemenuhan kewajiban pelaksanaan sistem surveilans. 2. Penelitian faktor risiko kejadian penyakit (KLB) yang sedang berlangsung 3. Evaluasi terhadap program kesehatan.

PENYUSUNAN REKOMENDASI

A. Penanggulangan KLB Menurut Goodman et al (1990), tujuan utama penyelidikan epidemiologi KLB adalah merumuskan tindakan untuk mengakhiri KLB pada situasi yang dihadapi (penanggulangan) dan mencegah terulangnya KLB di masa mendatang (pengendalian).

Tindakan penanggulangan KLB didasari oleh diketahuinya : 1. etiologis, 2. sumber dan cara penularan.

Tindakan Contoh 1. Menghilangkan sumber penularan o Menjauhkan sumber penularan dari orang o Membunuh bakteri pada sumber penularan o Melakukan isolasi atau pengobatan pada orang yang diduga sebagai sumber penularan 2. Memutus rantai penularan o Strategi sumber pencemaran o Mengendalikan vector o Peningkatan higiene perorangan 3. Mengubah respons orang terhadap penyakit o Melakukan imunisasi o Mengadakan pengobatan

B. Pengendalian Tindakan pengendalian KLB meliputi pencegahan terjadinya KLB pada populasi, tempat dan waktu yang berisiko (Bres, 1986). Dengan demikian untuk pengendalian KLB selain diketahuinya etiologi, sumber dan cara penularan penyakit masih diperlukan informasi lain. Informasi tersebut meliputi : 1. Keadaan penyebab KLB, 2. kecenderungan jangka panjang penyakit 3. daerah yang berisiko untuk terjadi KLB (tempat) dan 4. populasi yang berisiko (orang, keadaan imunitas).

SISITEM SURVEILANS Agar dapat mengevaluasi terhadap tindakan penanggulangan yang dijalankan dan mencegah timbulnya komplikasi atau kematian, maka diperlukan sistim penemuan kasus dan

kasus komplikasi secara dini. Sistim berlaku selama periode KLB atau periode yang diduga komplikasi akan terjadi. Sistim surveilans penyakit di masyarakat (menggunakan tenaga masyarakat, kader) biasanya lebih dapat dipergunakan untuk memantau kasus baru dan komplikasinya (Bres, 1986).

PENYUSUNAN LAPORAN KLB

Hasil penyelidikan epidemiologi hendaknya dilaporkan kepada pihak yang berwenang baik secara lisan maupun secara tertulis. Laporan secara lisan kepada instansi kesehatan setempat berguna agar tindakan penanggulangan dan pengendalian KLB yang disarankan dapat dilaksanakan. Laporan tertulis diperlukan diperlukan agar pengalaman dan hasil penyelidikan epidemiologi dapat dipergunakan untuk merancang dan mereapkan teknik-teknik sistim surveilans yang lebih baik atau dipergunakan untuk memperbaiki program kesehatan serta dapat dipergunakan untuk penanggulangan atau pengendalian KLB. Menurut Bres (1986) agar hasil penyelidikan epidemiologi KLB dapat digunakan sesuai dengan tujuannya maka laporan hasil penyelidikan epidemiologi KLB hendaknya berisi : 1. Latar belakang, yang meliputi analisis keadaan geografis, kondisi alam, kependudukan, status sosial ekonomi, pelayanan kesehatan, sistem kewaspadaan dini yang berlaku, insidens penyakit dalam keadaan biasa. 2. Riwayat kejadian KLB pada penyakit yang sama di daerah setempat atau di daerah yang lain. 3. Metoda penyelidikan epidemiologi KLB, yang meliputi definisi kasus, alat yang digunakan (kuestioner), perjalanan penyakit, cara survai (pelayanan kesehatan, Rumah sakit, survai rumah tangga), rancangan penelitian, cara pengumpulan specimen, teknik pemeriksaan laboratorium, kuantitas dan kualitas tenaga yang dipakai. 4. Analisis data, meliputi : Data klinis (frekuensi gejala/tanda), perjalanan penyakit, diagnosis banding, komplikasi penyakit, case fatality rate, frekuensi komplikasi yang terjadi) Data epidemiologi, deskripsi kejadian menurut waktu, tempat dan orang. Analisis cara dan sumber penularan (sumber infeksi, tempat dan cara masuknya agent penyebab ke penjamu, faktor-faktor yang mempengaruhi penularan)

Data laboratorium (pemeriksaan agent penyebab, konfirmasi serologis, reliabilitas dan validitas hasil pemeriksaan). 5. Pembahasan, yaitu interpretasi dari analisis data, perumusan hipotesis mengenai penyebab, sumber dan cara penularan, analisis statistik dari uji hipotesis. 6. Kesimpulan, mengenai diagnosis penyakit, keadaan KLB, sumber dan cara penularan, keadaan penyebab KLB. 7. Rekomendasi cara penanggulangan dan penyelidikan epidemiologi KLB, meliputi dasar-dasar pengambilan keputusan dan deskripsi cara penanggulangan dan pengendalian KLB.

BERBAGAI KENDALA YANG KHAS PADA PENYELIDIKAN KLB

Menurut Goodman (1990) ada beberapa kendala yang sering dihadapi pada penyelidikan epidemiologi KLB, meliputi : 1. Variasi sumber, macam dan keakuratan data Pada penyelidikan epidemiologi KLB sering diperlukan beberapa data misalnya data rumah sakit, Puskesmas, sekolah. Berbagai data tersebut kadang bervariasi dalam macam informasi yang dicatat dan tenaga yang mencatat. Dengan demikian dapat menimbulkan perbedaan pada reliabilitas dan validitas datanya. Untuk itu pada penyelidikan epidemiologi KLB kadang diperlukan pencatatan ulang agar data yang digunakan valid dan reliabel. 2. Validitas dan reliabilitas pengumpulan data. Pada penyelidikan epidemiologi KLB sering tak cukup waktu untuk mengadakan pelatihan kepada petugas pengumpul data maupun uji coba kuestioner. 3. Kekuatan penelitian. Jumlah sampel kadang hanya sedikit sehingga tidak dapat diperoleh kekuatan penelitian seperti yang diharapkan. 4. Pengumpulan specimen. Penyelidikan epidemiologi KLB kadang baru dilaksanakan beberapa hari sesuadah kejadian sehingga sering specimen (bahan makanan atau makanan) yang diperlukan sudah tidak didapat.

6. Apa perbedaan wabah dengan kejadian luar biasa (KLB)?

Wabah adalah berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Menteri menetapkan dan mencabut daerah tertentu dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah.

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

Perbedaan definisi antara Wabah dan KLB :

Wabah harus mencakup: o o o o Jumlah kasus yang besar. Daerah yang luas . Waktu yang lebih lama. Dampak yang timbulkan lebih berat.

7.

Apa saja langkah-langkah surveilans? Surveilanse adalah suatu kegiatan pengamatan terus menerus terhadap kejadian kesakitan dan faktor lain yang memberikan kontribusi yang menyebabkan seseorang menjadi sakit dan upaya tindakan yang diperlukan, dengan kegiatan mencakup: o Mendiagnosis secara klinis atau laboratories o Mengidentifikasi penyebab terjadinya sakit atau factor risiko terjadinya sakit o Pencatatan hasil anamnese klinis dan identifikasi kasus menurut variable orang, tempat, dan waktu o Analisis hasil identifikasi kasus o Tindakan penanganan kasus (case management) o tindakan observasi di rumah kasus dan sekitar kasus dengan konsep wilayah satu kelompok Rukun Tetangga (RT) atau satu wilayah Posyandu.

o Analisis hasil identifikasi kasus dan hasil obeservasi lapangan di wilayah kasus o Rencana tindak lanjut penaggulangan kasus penyakit di suatu wilayah dengan melibatkan aparat/pamong setempat dan ibu-ibu PKK (pembina kesejahteraan keluarga) atau kader.

Surveilanse merupakan kegiatan pengamatan terhadap penyakit atau masalah kesehatan serta faktor determinannya. Penyakit dapat dilihat dari perubahan sifat penyakit atau perubahan jumlah orang yang menderita sakit. Sakit dapat berarti kondisi tanpa gejala tetapi telah terpapar oleh kuman atau agen lain, misalnya orang terpapar HIV, terpapar logam berat, radiasi dsb. Sementara masalah kesehatan adalah masalah yang berhubungan dengan program kesehatan lain, misalnya Kesehatan Ibu dan Anak, status gizi, dsb. Faktor determinan adalah kondisi yang mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah kesehatan. Surveilans didefinisikan juga sebagai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terus menerus. Sistematis melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi sesuai dengan kaidah-kaidah tertentu, sementara terus menerus menunjukkan bahwa kegiatan surveilans epidemiologi dilakukan setiap saat sehingga program atau unit yang mendapat dukungan surveilans epidemiologi mendapat informasi epidemiologi secara terus menerus juga.

A. PENGERTIAN SURVEILANS DAN EPIDEMIOLOGI Surveilans Epidemiologi adalah kegiatan pengamatan secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan serta kondisi yang mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan

Jadi, surveilans epidemiologi merupakan :

kegiatan pengamatan terhadap penyakit atau masalah kesehatan serta faktor determinannya. Penyakit dapat dilihat dari perubahan sifat penyakit atau perubahan jumlah orang yang menderita sakit. Sakit dapat berarti kondisi tanpa gejala tetapi telah terpapar oleh kuman atau agen lain, misalnya orang terpapar HIV, terpapar logam berat, radiasi dsb. Sementara masalah kesehatan adalah masalah yang berhubungan dengan program kesehatan lain, misalnya Kesehatan Ibu dan Anak, status gizi, dsb. Faktor determinan adalah kondisi yang mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah kesehatan.

Merupakan kegiatannya yang dilakukan secara sistematis dan terus menerus. Sistematis melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi sesuai dengan kaidah-kaidah tertentu, sementara terus menerus menunjukkan bahwa kegiatan surveilans epidemiologi dilakukan setiap saat sehingga program atau unit yang mendapat dukungan surveilans epidemiologi mendapat informasi epidemiologi secara terus menerus juga.

B. Pada

KEGUNAAN awalnya surveilans

SURVEILANS epidemiologi banyak

EPIDEMIOLOGI dimanfaatkan pada upaya

pemberantasan penyakit menular, tetapi pada saat ini surveilans mutlak diperlukan pada setiap upaya kesehatan masyarakat, baik upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, maupun terhadap upaya kesehatan lainnya.

Untuk mengukur kinerja upaya pelayanan pengobatan juga membutuhkan dukungan surveilans epidemiologi.

Pada umumnya surveilans epidemiologi menghasilkan informasi epidemiologi yang akan dimanfaatkan dalam :

1. Merumuskan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi program pemberantasan penyakit serta program peningkatan derajat kesehatan masyarakat, baik pada upaya pemberantasan penyakit menular, penyakit tidak menular, kesehatan lingkungan, perilaku kesehatan dan program kesehatan lainnya.

2. Melaksanakan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa penyakit dan keracunan serta bencana.

3. Merencanakan studi epidemiologi, penelitian dan pengembangan program Surveilans epidemiologi juga dimanfaatkan di rumah sakit, misalnya surveilans epidemiologi infeksi nosokomial, perencanaan di rumah sakit dsb.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kegiatan surveilans epidemiologi dapat diarahkan pada tujuan-tujuan yang lebih khusus, antara lain :

a. Untuk menentukan kelompok atau golongan populasi yang mempunyai resiko terbesar untuk terserang penyakit, baik berdasarkan umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan lainlain

b. Untuk menentukan jenis dari agent (penyebab) penyakit dan karakteristiknya c. Untuk menentukan reservoir dari infeksi

d. Untuk memastikan keadaankeadaan yang menyebabkan bisa berlangsungnya transmisi e. Untuk mencatat kejadian penyakit secara penyakit. keseluruhan

f. Memastikan sifat dasar dari wabah tersebut, sumber dan cara penularannya, distribusinya, dsb.

LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI BERBASIS MASYARAKAT

Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaannya, namun secara garis besarnya langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh adalah dengan melakukan persiapan internal dan persiapan eksternal. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:

Persiapan 1. Persiapan Internal

Hal-hal yang perlu disiapkan meliputi seluruh sumber daya termasuk petugas kesehatan, pedoman/petunjuk teknis, sarana dan prasarana pendukung dan biaya pelaksanaan.

a.

Petugas

Surveilans

Untuk kelancaran kegiatan surveilans di desa siaga sangat dibutuhkan tenaga kesehatan yang mengerti dan memahami kegiatan surveilans. Petugas seyogyanya disiapkan dari tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Puskesmas sampai di tingkat Desa/Kelurahan. Untuk menyamakan persepsi dan tingkat pemahaman tentang surveilans sangat diperlukan pelatihan surveilans bagi petugas.

Untuk keperluan respon cepat terhadap kemungkinan ancaman adanya KLB, di setiap unit pelaksana (Puskesmas, Kabupaten dan Propinsi) perlu dibentuk Tim Gerak Cepat (TGC) KLB. Tim ini bertanggung jawab merespon secara cepat dan tepat terhadap adanya ancaman KLB yang dilaporkan oleh masyarakat.

b.

Pedoman/Petunjuk

Teknis

Sebagai panduan kegiatan maka petugas kesehatan sangat perlu dibekali buku-buku pedoman atau petunjuk teknis surveilans.

c.

Sarana

&

Prasarana

Dukungan sarana & prasarana sangat diperlukan untuk kegiatan surveilans seperti : kendaraan bermotor, alat pelindung diri (APD), surveilans KIT, dll.

d.

Biaya

Sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan surveilans. Biaya diperlukan untuk bantuan transport petugas ke lapangan, pengadaan alat tulis untuk keperluan pengolahan dan analisa data, serta jika dianggap perlu untuk insentif bagi kader surveilans.

2.

Persiapan

Eksternal

Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan masyarakat, terutama tokoh masyarakat, agar mereka tahu, mau dan mampu mendukung pengembangan kegiatan surveilans berbasis masyarakat. Pendekatan kepada para tokoh masyarakat diharapkan agar mereka memahami dan mendukung dalam pembentukan opini publik untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi kegiatan surveilans di desa siaga.

Dukungan yang diharapkan dapat berupa moril, finansial dan material, seperti kesepakatan dan persetujuan masyarakat untuk kegiatan surveilans.

Langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka mau memberikan dukungan. Jika di desa tersebut terdapat kelompok-kelompok sosial seperti karang taruna, pramuka dan LSM dapat diajak untuk menjadi kader bagi kegiatan surveilans di desa tersebut.

3.

Survei

Mawas

Diri

atau

Telaah

Mawas

Diri

Survei mawas diri (SMD) bertujuan agar masyarakat dengan bimbingan petugas mampu mengidentifikasi penyakit dan masalah kesehatan yang menjadi problem di desanya. SMD ini harus dilakukan oleh masyarakat setempat dengan bimbingan petugas kesehatan. Melalui SMD ini diharapkan masyarakat sadar akan adanya masalah kesehatan dan ancaman penyakit yang dihadapi di desanya, dan dapat membangkitkan niat dan tekad untuk mencari solusinya berdasarkan kesepakatan dan potensi yang dimiliki. Informasi tentang situasi penyakit/ancaman penyakit dan permasalah kesehatan yang diperoleh dari hasil SMD merupakan informasi untuk memilih jenis surveilans penyakit dan faktor risiko yang diselenggarakan di desa tersebut.

4.

Pembentukan

Kelompok

Kerja

Surveilans

Tingkat

Desa.

Kelompok kerja surveilans desa bertugas melaksanakan pengamatan dan pemantauan setiap saat secara terus menerus terhadap situasi penyakit di masyarakat dan kemungkinan adanya ancaman KLB penyakit, untuk kemudian melaporkannya kepada petugas kesehatan di Poskesdes. Anggota Tim Surveilans Desa dapat berasal dari kader Posyandu, Juru pemantau jentik (Jumantik) desa, Karang Taruna, Pramuka, Kelompok pengajian, Kelompok peminat kesenian, dan lain-lain. Kelompok ini dapat dibentuk melalui Musyawarah Masyarakat Desa.

5.

Membuat

Perencanaan

Kegiatan

Surveilans

Setelah kelompok kerja Surveilans terbentuk, maka tahap selanjutnya adalah

membuat

perencanaan

kegiatan,

meliputi

a. Rencana Pelatihan Kelompok Kerja Surveilans oleh petugas kesehatan b. Penentuan jenis surveilans penyakit dan faktor risiko yang dipantau. c. d. e. f. g. h. Rencana Pembagian Lokasi pengamatan Frekuensi tugas/penetapan penanggung jawab lokasi dan pemantauan Pemantauan pemamtauan pemantauan kepada warga masyarakat dll.

Waktu Sosialisasi

B. 1. 1.a. Surveilans Pelaksanaan Pelaksanaan

Tahap Surveilans Surveilans di oleh Tingkat Kelompok

pelaksanaan Desa Kerja Desa.

Surveilans penyakit di tingkat desa dilaksanakan oleh kelompok kerja surveilans tingkat desa, dengan melakukan kegiatan pengamatan dan pemantauan situasi penyakit/kesehatan masyarakat desa dan kemungkinan ancaman terjadinya KLB secara terus menerus. Pemantauan tidak hanya sebatas penyakit tetapi juga dilakukan terhadap faktor risiko munculnya suatu penyakit. Pengamatan dan pemantauan suatu penyakit di suatu desa mungkin berbeda jenisnya dengan pemantauan dan pengamatan di desa lain. Hal ini sangat tergantung dari kondisi penyakit yang sering terjadi dan menjadi ancaman di masing-masing desa.

Hasil pengamatan dan pemantauan dilaporkan secara berkala sesuai kesepakatan (per minggu/ per bulan/ bahkan setiap saat) ke petugas kesehatan di Poskesdes. Informasi yang 1). 2). 3). 3). 4). Jenis Penyakit disampaikan Nama yang Alamat dialami/ berupa informasi : Penderita gejala tinggal Umur Kelamin

5).

Kondisi

lingkungan

tempat

tinggal

penderita,

dll.

Flu a. b. c. d. Masyarakat Masyarakat Lingkungan Terlihat tidak bersih kesulitan merasakan (pengelolaan memperoleh kekurangan sampah yang tidak air

Burung bersih jamban. baik).

beberapa

tetangga/famili

terserang

penyakit.

a. b.

Merasakan Anak balita

sebagian banyak

warganya yang

masih tidak naik

kekurangan berat

pangan. badannya.

c. Anak balita banyak yang belum mendapat Imunisasi dan Vitamin A. d. Terlihat beberapa anak yang terserang campak.

a. b. c. d.

Masyarakat Masyarakat Banyak Banyak

melihat melihat

dan dan

merasakan merasakan bekas pada

banyak

nyamuk air

di yang

wilayahnya. tergenang. dikubur. air.

banyak yang

kaleng-kaleng menemukan jentik

tidak

tempat-tempat

penampungan

a.

Melihat

beberapa

tetangga

atau

famili

terserang

demam.

b. Masyarakat melihat dan merasakan timbulnya kasus batuk pilek yang menjurus pada sesak nafas terutama pada anak-anak.

c. Terjadinya kebakaran hutan yang mengakibatkan kabut asap dan mengganggu pernafasan. Masyarakat melihat munculnya kasus diare, muntah-muntah ataupun pingsan dari beberapa orang sehabis menyantap makanan secara bersama-sama.

a.

Terdapat

kematian

unggas

secara

mendadak

dalam

jumlah

banyak.

b. Ditemukan warga yang menderita demam panas ? 38 C disertai dengan satu atau lebih gejala berikut : batuk, sakit tenggorokan, pilek dan sesak nafas/ nafas pendek yg sebelumnya pernah kontak dengan unggas yang mati mendadak.

Apabila ditemukan faktor risiko seperti tersebut diatas, maka perlu dilakukan tindakan perbaikan oleh masyarakat dan apabila ditemukan kondisi di luar dari biasanya, misalnya ditemukan jumlah kasus penderita meningkat atau ditemukan kondisi lingkungan sumber air yang memburuk maka diharapkan masyarakat melapor kepada petugas untuk bersama-sama mengatasi masalah tersebut.

1.b.

Pelaksanaan

Surveilans

oleh

Petugas

Surveilans

Poskesdes

Kegiatan surveilans di tingkat desa tidak lepas dari peran aktif petugas petugas kesehatan/surveilans Poskesdes. Kegiatan surveilans yang dilakukan oleh petugas kesehatan di Poskesdes adalah :

1) Melakukan pengumpulan data penyakit dari hasil kunjungan pasien dan dari laporan warga masyarakat.

2) Membuat Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dengan menggunakan data laporan tersebut diatas dalam bentuk data mingguan. Melalui PWS akan terlihat kecenderungan peningkatan suatu penyakit. PWS dibuat untuk jenis penyakit Potensial KLB seperti DBD, Campak, Diare, Malaria, dll serta jenis penyakit lain yang sering terjadi di masyarakat desa setempat.

PWS merupakan bagian dari sistem kewaspadaan dini KLB yang dilaksanakannoleh Poskesdes. Sebaiknya laporan masyarakat tidak dimasukkan dalam data W2, karena dapat membingungkan saat analisis. Laporan masyarakat dapat dilakukan analisis terpisah. Setiap desa/kelurahan memiliki beberapa penyakit potensial KLB yang perlu diwaspadai dan dideteksi dini apabila terjadi. Sikap waspada terhadap penyakit potensial KLB ini juga diikuti dengan sikap siaga tim profesional, logistik dan tatacara penanggulangannya, termasuk sarana administrasi, transportasi dan komunikasi. Contoh PWS Penyakit Diare dari data mingguan :

3)

Menyampaikan

laporan

data

penyakit

secara

berkala

ke

Puskesmas

(mingguan/bulanan). 4) Membuat peta penyebaran penyakit. Melalui peta ini akan diketahui lokasi

penyebaran

suatu

penyakit

yang

dapat

menjadi

focus

area

intervensi.

5) Memberikan informasi/rekomendasi secara berkala kepada kepala desa tentang situasi penyakit desa/kesehatan warga desa atau pada saat pertemuan musyawarah masyarakat desa untuk mendapatkan solusi permasalah terhadap upaya-upaya pencegahan penyakit.

6) Memberikan respon cepat terhadap adanya KLB atau ancaman akan terjadinya KLB. Respon cepat berupa penyelidikan epidemiologi/investigasi bersama-sama dengan Tim Gerak Cepat Puskesmas.

7) Bersama masyarakat secara berkala dan terjadwal melakukan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit.

2.

Pelaksanaan

Surveilans

di

Tingkat

Puskesmas

Kegiatan surveilans di tingkat Puskesmas dilaksanakan oleh petugas surveilans puskesmas dengan serangkaian kegiatan berupa pengumpulan data, pengolahan, analisis dan interpretasi data penyakit, yang dikumpulkan dari setiap desa siaga. Petugas surveilans puskesmas diharuskan:

1) Membangun sistem kewaspadaan dini penyakit, diantaranya melakukan Pemantauan Wilayah Setempat dengan menggunakan data W2 (laporan mingguan). Melalui PWS ini diharapkan akan terlihat bagaimana perkembangan kasus penyakit setiap saat.

2) Membuat peta daerah rawan penyakit. Melalui peta ini akan terlihat daerah-daerah yang mempunyai risiko terhadap muncul dan berkembangnya suatu penyakit. Sehingga secara tajam intervensi program diarahkan ke lokasi-lokasi berisiko. 3) Membangun kerjasama dengan program dan sektor terkait untuk memecahkan kan permasalah penyakit di wilayahnya.

4) Bersama Tim Gerak Cepat (TGC) KLB Puskesmas, melakukan respon cepat jika terdapat laporan adanya KLB/ancaman KLB penyakit di wilayahnya.

5) Melakukan pembinaan/asistensi teknis kegiatan surveilans secara berkala kepada petugas di Poskesdes.

6) Melaporkan kegiatan surveilans ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota secara

berkala

(mingguan/bulanan/tahunan).

PENYELIDIKAN A. 1. Pengertian

KEJADIAN Wabah/KLB

LUAR serta

BIASA Kriteria

(KLB) KLB Wabah

Wabah penyakit menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan mala petaka (UU No.4, 1984). Menteri menetapkan jenis-jenis penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah. Menteri menetapkan dan mencabut penetapan daerah tertentu dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah.

2.

KLB

KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu (Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989). KLB penyakit menular merupakan indikasi ditetapkannya suatu daerah menjadi suatu wabah, atau dapat berkembang menjadi suatu wabah.

3.

Kriteria

Kerja

KLB

Kepala wilayah/daerah setempat yang mengetahui adanya tersangka wabah (KLB penyakit menular) di wilayahnya atau tersangka penderita penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, wajib segera melakukan tindakan-tindakan

penanggulangan seperlunya, dengan bantuan unit kesehatan setempat, agar tidak berkembang menjadi wabah (UU 4, 1984 dan Permenkes

560/Menkes/Per/VIII/1989).

Suatu kejadian penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria sbb:

1. Timbulnya suatu penyakit/ menular yang sebelumnya tidak ada/ tidak dikenal. 2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu

berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu), seperti contoh berikut:

3. Peningkatan kejoadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, minggu, bulan, tahun).

4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya. 5. Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya. 6. Case Fatality rate (CFR) suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya. 7. Proportional Rate (PR) penderita dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua atau lebih diabnding periode, kurun waktu atau tahun sebelumnya. 8. Beberapa penyakit khusus menetapkan kriteria khusus : kholera dan demam berdarah dengue

a. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis). b. Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.

9. Beberapa penyakit seperti keracunan, menetapkan 1 (satu) kasus atau lebih sebagai KLB. a. b. Keracunan Keracunan makanan pestisida

Kriteria-kriteria diatas dalam penggunaan sehari-hari harus didasarkan pada akal sehat atau common sense. Sebab belum tentu suatu kenaikan dua kali atau lebih merupakan KLB. Sebaliknya suatu kenaikan yang kecil dapat saja merupakan KLB yang perlu ditangani seperti penyakit : poliomyelitis dan tetanus neonatorum, kasus dianggap KLB dan perlu penanganan khusus.

B.

Penyakit-penyakit

Menular

yang

Berpotensi

Wabah/KLB

Penyakit-penyakit menular yang wajib dilaporkan adalah penyakit-penyakit yang

memerlukan kewaspadaan ketat yang merupakan penyakit-penyakit wabah atau yang berpotensi wabah atau yang dapat menimbulkan kejadian luar biasa (KLB).

Penyakit-penyakit

menular

dikelompokkan

sebagai

berikut: DHF Campak Rabies

1. Penyakit karantina atau penyakit wabah penting antara lain adalah:

Tetanus

Neonatorum Diare Pertusis Poliomyelitis

2. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat atau mempunyai mortalitas tinggi, dan penyakit yang telah masuk program eradikasi/eliminasi dan memerlukan Typhus tindakan segera: Malaria Frambosia Influenza Anthrax Hepatitis abdominalis Meningitis Keracunan Encephalitis Tetanus

4. Penyakit-penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting. 5. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi menimbulkan wabah dan KLB tetapi diprogramkan, ditingkat kecamatan dilaporkan secara bulanan melalui RR terpadu Puskesmas ke Kabupaten, dan seterusnya secara berjenjang sampai ke tingkat pusat. Penyakit-penyakit tersebut meliputi : Cacing, Lepra, Tuberculosa,

Syphilis, Gonorhoe, Filariasis & AIDS, dll. Sehingga petugas Poskesdes diharapkan melaporkan kejadian-kejadian penyakit ini ke tingkat Kecamatan/Puskesmas jika.

Dari penyakit-penyakit diatas, pada keadaan tidak ada wabah/KLB secara rutin hanya yang termasuk kelompok 1 dan kelompok 2 yang perlu dilaporkan secara mingguan. Bagi penyakit kelompok 3 dan kelompok 4 bersama-sama penyakit kelompok 1 dan 2 secara rutin dilaporkan bulanan ke Puskesmas.

Jika peristiwa KLB atau wabah dari penyakit yang bersangkutan sudah berhenti (incidence penyakit sudah kembali pada keadaan normal), maka penyakit tersebut tidak perlu dilaporkan secara mingguan lagi. Sementara itu, laporan penyakit setiap bulan perlu dilaporkan ke Puskesmas oleh Bidan desa/petugas di Poskesdes.

C.

Laporan

Kewaspadaan

(dilaporkan

dalam

24

jam)

Laporan kewaspadaan adalah laporan adanya penderita, atau tersangka penderita penyakit yang dapat menimbulkan wabah. Yang diharuskan menyampaikan laporan kewaspadaan adalah: Orang tua penderita atau tersangka penderita, orang dewasa yang tinggal serumah dengan penderita atau tersangka penderita, Kepala Keluarga, Ketua RT, RW, Kepala Desa. Dokter, petugas kesehatan yang memeriksa penderita, dokter hewan yang memeriksa hewan tersangka penderita.

Laporan kewaspadaan disampaikan kepada Lurah atau Kepala Desa dan atau Poskesdes/unit pelayanan kesehatan terdekat selambat-lambatnya 24 jam sejak mengetahui adanya penderita atau tersangka penderita atau tersangka penderita (KLB), baik dengan cara lisan maupun tertulis. Kemudian laporan kewaspadaan tersebut harus diteruskan kepada Poskesdes untuk diteruskan ke Puskesmas setempat. Isi 1. 2. Nama laporan atau kewaspadaan nama-nama penderita atau antara yang lain: meninggal Umur

Golongan

3. 4. 5.

Tempat

dan Waktu

alamat

kejadian kejadian

Jumlah

yang

sakit

dan

meninggal

Diharapkan setelah adanya laporan kewaspadaan dari desa ke Puskesmas maka pihak Puskesmas dapat segera merespon dengan melaporkan ke Dinkes Kabupaten/Kota dengan menggunakan format W1 (laporan KLB) selama kurang dari 24 jam dan ditindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan epidemiologi. Penyelidikan

Epidemiologi dapat dilakukan oleh Tim Gerak Cepat (TGC) Puskesmas bekerjasama TGC Desa dan TGC Kabupaten. Bersamaan Penyelidikan Epidemiologi dilakukan juga upaya-upaya penanggulangan dengan melibatkan masyarakat setempat.

8. Bagaimana penanggulangan Wabah dan KLB? Kegiatan penanggulangan KLB 1. Penetapan populasi rentan terhadap KLB berdasarkan waktu, tempat pada kelompk masyarakat 2. Langkah-langkah penetapan populasi rentan : Memperkirakan adanya pop rentan KLB berdasar informasi dan data serta mempelajari gambaran klinis (gejala,cara penularan,cara pengobatan) dan gambaran epidemiologi (sumber dan cara penularan, kelompok masyarakat yang sering terserang, jumlah kasus, kematian, faktor lingkungan, budaya yang berpengaruh terhadap KLB) 3. Pengumpulan data (laporan rutin, data penyelidikan epidemiologi, laporan rutin data kesakitan dan kematian dari puskesmas atau RS yang teratur dan lengkap, data laboratorium yang memberikan informasi penyebab penyakit, data faktor risiko 4. Pengolahan dan penyajian data (tabel, grafk, peta) 5. Analisis dan interpretasi 6. Deseminasi informasi

Selain yang disebutkan diatas juga yang perlu diperhatikan dalam penanggulangan KLB adalah sebagai berikut: Melakukan upaya pencegahan melalui perbaikan faktor risiko yang menyebabkan timbulnya kerentanan dalam suatu populasi Upaya penanggulangan ditujukan pada: Kuman penyakit dari sumber penularan Memutus mata rantai penularan Memperkuat sistem pelayanan kesehatan

Memantapkan pelaksanaan sistem kewaspadaan dini KLB penyakit Memantapkan keadaan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan tjd KLB Penyelidikan dan penanggulangan pd saat tjd KLB

Yang perlu digaris bawah ketika terjadi KLB langkah-langkah penting yang harus dilakukan dalam penyelidikan Konfirmasi/menegakkan epidemiologi diagnosis adalah (suspect cases, sebagai confirmed berikut: cases)

Memastikan adanya suatu KLB (dibandingkan periode sebelumnya), pastikan surveilans berjalan Pengumpulan data baik, informasi vektor, Rumusan epidemiologi (primer & lingkungan, perilaku penduduk hipotesis sekunder)

PRIMER : kuesioner berdasar variabel epidemiologi 5W 1 H, pengambilan spesimen SEKUNDER: jumlah kasus periode sebelumnya ( min 1 th), lingkungan Tindakan penanggulangan Pengolahan data, analisis Rumusan data dan interpretasi data kesimpulan pola penyakit, vektor, data

KEPUSTAKAAN 1. David G. Kleinbaum, Lawrence L. Kupper, Hal Morgenstern. Epidemiologic Research, Lifetime Learning Publications, Van Nostrand Reinhold Company, New York, 1982. 2. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Surveillans Epidemiologi Penyakit Menular, Ditjen PPM & PLP Dit. Epidemiologi dan Imunisasi, Januari 1994. 3. Departemen Kesehatan RI, Buku Pelajaran Epidemiologi I s/d IV, Ditjen PPM & PLP Dit. Epidemiologi dan Imunisasi, Subdit Surveilans, Januari 1994. 4. Departemen Kesehatan RI, Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor: 395/MenkesKesos/SKB/V/ 2001 < Nomor 19 tahun 2001, tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Epidemiologi Kesehatan dan Angka Kredit. 5. Departemen Kesehatan RI, Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor: 17/KEP/M.PAN/II/ 2000 Jabatan Fungsional Epidemiologi Kesehatan dan Angka Kredit. 6. Junadi Purnawan, Pengantar Analisis Data, Edisi Pertama, Depok, Agustus 1993, 7. Michael B. Rothman, Modern Epidemiology, New York Oxford, Oxford University Pres, 1996 8. William Halperin & Edward L. Baker Jr, Public Health Surveillance, Van Nostrand Reinhold, New York, 1992. 9. Pusdiklat Pegawai Depkes. RI, Modul Surveilans Epidemiologi, untuk Pelatihan Fungsional bagi Tenaga Surveilans di Puskesmas, Jakarta, 1997. 10. Center for Disease Control and Prevention (CDC), Principles of Epidemiology, second edition, Selft Study Course 3030-G, An Introduction to Applied Epidemiology and Biostatistics, Epidemiology Program Office, Georgia 30333, December, 1992.

Das könnte Ihnen auch gefallen