Sie sind auf Seite 1von 19

[Type text]

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatka kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nnya saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Pembuatan makalah ini berintikan pada penjelesan tentang hukum agraria dan undang-undang pokok agraria Dalam penyusunan makalah ini saya sadari terdapat bayak kekurangan yang perlu di sempurnakan. Oleh sebab itu kritik dan sarannya sangat saya butuhkan untuk melengkapi kekurangan yang ada. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua. Terimakasih,.

[Type text]

Page 1

DAFTAR ISI Kata Pengantar.............................................................................................................................1 BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................3 A. Latar Belakang .......................................................................................................3 Gambaran / kondisi wilayah konflik.........................................................4 Peta / sket wilayah konflik.........................................................................4

B. Identifikasi Masalah...............................................................................................5 C. Tujuan Analisis Konflik Pertanahan....................................................................6 D. Manfaat Analisis Konflik Pertanahan..................................................................6

BAB II LANDASAN TEORI / TINJAUAN LITERATUR............................................7 A. Penjelasan.................................................................................................................7

BAB III ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN KONFLIK DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK SENGKETA PERTANAHAN................................10 B. Pengertian-pengertian..........................................................................................10 BAB VI KESIMPULAN..................................................................................................17 BAB V DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................19

[Type text]

SENGKETA TANAH PORTANIAGA BAKRIE tbk, DAN MASYARKAT CIBALIUNG

BABI PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan tanah. Pemilikan tanah diawali dengan menduduki suatu wilayah yang oleh masyarakat adat disebut sebagai tanah komunal (milik bersama). Khususnya diwilayah pedesaan, tanah ini diakui oleh hukum adat tak tertulis baik berdasarkan hubungan keturunan maupun wilayah. Seiring dengan perubahan pola sosial ekonomi dalam setiap masyarakat tanah milik bersama masyarakat adat ini secara bertahap dikuasai oleh anggota masyarakat melalui penggarapan yang bergiliran. Sistem pemilikan individual kemudian mulai dikenal didalam sistem pemilikan komunal. Situasi ini terus berlangsung didalam wilayah kerajaan dan kesultanan sejak abad ke lima dan berkembang seiring kedatangan colonial Belanda pada abad ke tujuh belas yang membawa konsep hukum pertanahan mereka. Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika pembangunan, maka didalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat. Selama masa penjajahan Belanda, pemilikan tanah secara perorangan menyebabkan dualisme hukum pertanahan, yaitu tanah-tanah dibawah hukum Adat dan tanah-tanah yang tunduk kepada hukum Belanda. Menurut hukum pertanahan colonial, tanah bersama milik adat dan tanah milik adat perorangan adalah tanah dibawah penguasaan Negara.Hak individual atas tanah, seperti hak milik atas tanah, diakui terbatas kepadayang tunduk kepada hukum barat. Hak milik ini umumnya diberikan atastanah-tanah diperkotaan dan tanah perkebunan di pedesaan. Dikenal pula beberapa tanah instansi pemerintah yang diperoleh melalui penguasaan. Mencuatnya kasus-kasus sengketa tanah di berbagai tempat, khususnya di Indonesia beberapa waktu terakhir seakan kembali menegaskan kenyataan bahwa selama 62 tahun Indonesia merdeka, negara masih belum bisa memberikan jaminan hak atas tanah kepada rakyatnya. Persoalan sengketa tanah mengenai hak Milik tak pernah reda. Masalah tanah bagi manusia tidak ada habis-habisnya karena mempunyai arti yang amat penting dalam penghidupan dan
[Type text] Page 3

hidup manusia sebab tanah bukan saja sebagai tempat berdiam juga tempat bertani, lalu lintas, perjanjian dan padaakhirnya tempat manusia berkubur. Sebagaimana diketahui sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria berlaku bersamaan dua perangkat hukum tanah di Indonesia (dualisme). Satu bersumber pada hukum adat disebut hukum tanah adat dan yang lainbersumber pada hukum barat disebut hukum tanah Barat. Dengan berlakunya hukum agraria yang bersifat nasional (UU No. 5 Tahun 1960)maka terhadap tanah-tanah dengan hak barat maupun tanah-tanah dengan hak adat harus dicarikan padanannya di dalam UUPA. Untuk dapat masuk kedalam sisem dari UUPA diselesaikan dengan melalui lembaga konversi. Setelah adanya UUPA masih saja ada masalah yang lingkupnya pada hakatas tanah, seharusnya ada suatu peraturan yang menjelaskan lebih jelasdan mengikat mengenai hak atas tanah.Undang-undang pertanahan tersebut diharapkan secepatnya dibuat dandiundangkan agar dapat memberikan kepastian hukum dan jaminanperlindungan hukum kepemilikan dan penguasaan hak atas tanah. GAMBARAN / KONDISI WILAYAH KONFLIK Kondisi wilayah ialah terletak di kota bekasi bagian selatan, kecamatan bekasi selatan, kelurahan cibaliung tengah yang berjarak 100 km dari pusat kota bekasi dengan luas lahan 25.Ha yang di klaim sebagai kepemilikan perusahaan Portaniaga Bakrie,tbk dan masyarakat di wilayah cibaliung dan gorgol. Dimana sebelumnya lahan tersebut di gunakan sebagai lahan pertanian dan perkebunan masyarakat sekitar. Dan kini masih dalam proses penggusuran yang dilakukan oleh pihak perusahaan.

PETA / SKET WILAYAH KONFLIK

BEKASI SELATAN

BATAS CROP BIRU ADALAH LAHAN YANG MENJADI PERSENGKETAHAN

[Type text]

B. IDENTIFIKASI MASALAH 1. Apa yang dimaksud dengan Hak Atas Tanah? 2. Apa saja yang termasuk Hak Atas Tanah? 3. Bagaimanakah contoh kasus dalam permasalahan Hak Atas Tanah? KASUS: Waktu itu, si A, si B, dan si C membeli tanah-tanah girik dari warga Udik. Seluruh tanah ini mencapai luas 78 hektar dan kemudian dijual dengan harga Rp300 per meter persegi ke perusahaan properti.Masalah muncul ketika pihak perusahaan menuduh tiga mandor itu belakangan membuat girik palsu dan menjual lagi tanah tersebut ke beberapa pihak. Kasus pemalsuan girik ini ditemukan oleh Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban . Dalam proses pemeriksaan, tiga mandor tadi mengaku menjual lagi girik tersebut kepada beberapa perusahaan. Di antaranya ke pemerintah daerah sekitar seluas 15 hektare, kepada PT Intercone (2 hektare) danPT Copylas (2,5 hektare), serta kepada BRI seluas 3,5 hektar.Sang mandor divonis hukuman setahun penjara oleh pihak pengadilan. Berbekal putusan pidana itu, pihak perusahaan kemudian menggugat perdata ketiga mandor tersebut. Ketika itu, Pengadilan meletakkan sita jaminan terhadap tanah seluas 44 hektare yangdiklaim milik Porta. Gugatan ini sempat ditolak di tingkat pertama dan banding. Namun, kemudian, nasib berbalik memihak Porta ketika perkara sampai diMahkamah Agung. Mahkamah memenangkan Porta.Putusan perkara pidanadan bukti jual-beli yang jadi pegangan putusan kasasi.Meskipun bukan pihak yang bersengketa, warga kini berusaha melawan putusan Mahkamah Agung dengan mengajukan gugatan perlawanan hukum ke Pengadilan.Warga juga berusaha menghalangi eksekusi dengan mengadukan Portanigrake polisi karena adanya sejumlah kejanggalan di berkas perkara. Kejanggalan itu di antaranya menyangkut domisili perusahaan tersebut di Duta Merlin yang ternyata kosong dan nomor wajib pajak ganda atas nama Portanigra.Portanigra sendiri kini menunggu upaya Dewan Perwakilan Rakyat mencarisolusi untuk tak merugikan pihak ketiga. Badan Pertanahan yang disebut-sebut ikut punya andil membuat masalah ini jadi kisruh sepertinya malah tak diganggu gugat. Padahal jika dokumen tanah berupa hak girik dipegang PT Portanigra dan tanah tersebut berstatus sengketa, mestinya ribuan warga itu tak bisa memiliki sertifikat hakmilik. Mestinya BPN tidak mengeluarkan dokumen kepemilikan tanah Nasi telah menjadi bubur. BPN mengeluarkan sertifikat itu dan kini jadi masalah. Girik sebagaimana dimaksud diatas tadi, sebenarnya bukanlah merupakan bukti hak kepemilikan hak atas tanah. Tapi sebagian masyarakat kita masih mengartikan bahwa dengan adanya girik tersebut berarti status tanah ybs sudah berstatus hak milik. Tanah dengan status girik adalah tanah bekas hak milik adat yang belum di daftarkan pada Badan Pertanahan Nasional. Jadi girik bukanlah merupakan bukti kepemilikan hak, tetapi hanya merupakan bukti penguasaan atas tanah dan pembayaran pajak atas tanah tersebut.

[Type text]

Page 5

C. TUJUAN ANALISIS KONFLIK PERTANAHAN Pembuatan makalah yang berjudul Hak Atas Tanah ini memiliki tujuan yangingin dicapai, yaitu:

1. Agar kita dapat mengetahui apakah yang dimaksud dengan Hak Atas Tanah. 2. Agar kita dapat mengetahui apa saja yang termasuk dalam Hak Atas Tanah. 3. Agar kita mengetahui contoh-contoh kasus dalam permasalahan HakAtas Tanah.

D. MANFAAT ANALISIS KONFLIK PERTANAHAN Manfaat yang penyusun dapat setelah menyusun makalah yang berjudul Hak Atas Tanah ini, yaitu :

Manfaat teoritis : 1. Penyusun mendapat lebih banyak pengetahuan mengenai Hak AtasTanah. 2. Penyusun mendapatkan pengetahuan mengenai apa saja yang termasukkedalam Hak Atas Tanah.

Manfaat Praktis : 1. Penyusun dapat memaparkan mengenai Hak Atas Tanah. 2. Penyusun dapat mengetahui bagaimana kepemilikan Hak Atas Tanah diIndonesia. 3. Jika suatu hari penyusun bekerja pada bidang Hukum Agraria atau yang berhubungan dengan pertanahan maka penyusun sudah mengetahui bagaimanakah penjelasan mengenai Hak Atas Tanah Tersebut serta dapat pula mengaplikasikannya apabila terjadi masalah yang berhubungan dengan Hak Atas Tanah.

[Type text]

BAB II LANDASAN TEORI / TINJAUAN LITERATUR

A. PENJELASAN HAK ATAS TANAH Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah. Ciri khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang menjadi haknya. Hak-hak atas tanah yang dimaksud ditentukandalam pasal 16 jo pasal 53 UUPA, antara lain:

1. Hak Milik 2. Hak Guna Usaha 3. Hak Guna Bangunan 4. Hak Pakai 5. Hak Sewa 6. Hak Membuka Tanah 7. Hak Memungut Hasil Hutan 8.Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang ditetapkan oleh undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementarasebagaimana disebutkan dalam pasal 53. Dalam pasal 16 UU Agraria disebutkan adanya dua hak yang sebenarnya bukan merupakan hak atas tanah yaitu hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan karena hak-hak itu tidak memberi wewenang untuk mempergunakan atau mengusahakan tanah tertentu. Namun kedua hak tersebut tetap dicantumkan dalam pasal 16 UUPA sebagai hak atas tanah hanya untuk menyelaraskan sistematikanya dengan sistematika hukum adat. Kedua hak tersebut merupakan pengejawantahan (manifestasi) dari hak ulayat. Selain hak-hak atas tanah yang disebut dalam pasal 16, dijumpai juga lembaga-lembaga hak atas tanah yang keberadaanya dalam Hukum Tanah Nasional diberi sifat sementara. Hak-hak yang dimaksudantara lain : 1. Hak gadai, 2. Hak usaha bagi hasil, 3. Hak menumpang, 4. Hak sewa untuk usaha pertanian.

[Type text]

Page 7

Hak-hak tersebut bersifat sementara karena pada suatu saat nanti sifatnyaakan dihapuskan. Oleh karena dalam prakteknya hak-hak tersebut menimbulkan pemerasan oleh golongan ekonomi kuat pada golongan ekonomi lemah (kecuali hak menumpang). Hal ini tentu saja tidak sesuaidengan asas-asas Hukum Tanah Nasional (pasal 11 ayat 1). Selain itu, hak-hak tersebut juga bertentangan dengan jiwa dari pasal 10 yangmenyebutkan bahwa tanah pertanian pada dasarnya harus dikerjakan dandiusahakan sendiri secara aktif oleh orang yang mempunyai hak. Sehingga apabila tanah tersebut digadaikan maka yang akan mengusahakan tanah tersebut adalah pemegang hak gadai. Hak menumpang dimasukkan dalamhak-hak atas tanah dengan eksistensi yang bersifat sementara dan akan dihapuskan karena UUPA menganggap hak menumpang mengandung unsur feodal yang bertentangan dengan asas dari hukum agraria Indonesia. Dalam hak menumpang terdapat hubungan antara pemilik tanah dengan orang lain yang menumpang di tanah si A, sehingga ada hubungan tuan dan budaknya. Feodalisme masih mengakar kuat sampai sekarang diIndonesia yang oleh karena Indonesia masih dikuasai oleh berbagai rezim.Sehingga rakyat hanya menunngu perintah dari penguasa tertinggi. Sultan syahrir dalam diskusinya dengan Josh Mc. Tunner, pengamat Amerika(1948) mengatakan bahwa feodalisme itu merupakan warisan budayamasyarakat Indonesia yang masih rentan dengan pemerintahan diktatorial. Kemerdekaan Indonesia dari Belanda merupakan tujuan jangka pendek. Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah membebaskan Indonesia dari pemerintahan yang sewenang-wenang dan mencapai kesejahteraan masyarakat. Pada saat itu, Indonesia baru saja selesai dengan pemberontakan G 30 S/PKI. Walaupun PKI sudah bisa dieliminir pada tahun1948 tapi ancaman bahaya totaliter tidak bisa dihilangkan dari Indonesia. Pasal 16 UUPA tidak menyebutkan hak pengelolaan yang sebetulnya hakatas tanah karena pemegang hak pengelolaan itu mempunyai hak untuk mempergunakan tanah yang menjadi haknya. Dalam UUPA, hak-hak atas tanah dikelompokkan sebagai berikut : 1.Hak atas tanah yang bersifat tetap, terdiri dari : 1. Hak Milik. 2. Hak Guna Usaha. 3. Hak Guna Bangunan. 4. Hak Pakai. 5. Hak Sewa Tanah Bangunan. 6. Hak Pengelolaan.

2.Hak atas tanah yang bersifat sementara, terdiri dari : 1. Hak Gadai. 2. Hak Usaha Bagi Hasil. 3. Hak Menumpang. 4. Hak Sewa Tanah Pertanian.

[Type text]

2. PENCABUTAN HAK ATAS TANAH Maksud dari pencabutan hak atas tanah adalah pengambilan tanah secara paksa oleh negara yang mengakibatkan hak atas tanah itu hapus tanpa yang bersangkutan melakukan pelanggaran atau lalai dalam memenuhi kewajiban hukum tertentu dari pemilik hak atas tanah tersebut. MenurutUndang-undang nomor 20 tahun 1961 tentang pencabutan hak atas tanahdan benda-benda diatasnya hanya dilakukan untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama milik rakyat merupakan wewenang Presiden RI setelah mendengar pertimbangan apakah benar kepentingan umum mengharuskan hak atas tanah itu harus dicabut, pertimbangan ini disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri, MenteriHukum dan HAM, serta menteri lain yang bersangkutan. Setelah Presiden mendengar pertimbangan tersebut, maka Presiden akan mengeluarkan Keputusan Presiden yang didalamnya terdapat besarnya ganti rugi untuk pemilik tanah yang haknya dicabut tadi. Kemudian jika pemilik tanah tidak setuju dengan besarnya ganti rugi, maka ia bisa mengajukan keberatan dengan naik banding pada pengadilan tinggi.

[Type text]

Page 9

BAB III ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN KONFLIK DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SENGKETA PERTANAHAN

B. PENGERTIAN-PENGERTIAN

1. Hak milik Hak milik diatur didalam pasal 20-27 UUPA. Hak milik bersifat turun-temurun,terkuat, dan terpenuh, berfungsi sosial. Maksudnya adalah, turun temuruncontohnya dapat diwariskan, terkuat maksudnya dapat dipertahankan,terpenuh maksudnya adalah tidak mengenal jangka waktu, dan berfungsisosial yaitu harus sesuai dengan sifat dan tujuannya (pasal 6 UUPA). Hak milik dapat dialihkan kepada siapa saja, dapat didirikan Hak gunabangunan diatasnya. Subjek hak milik : a. Warga Negara Indonesia. b. Badan hukum tertentu ( PP No. 38 tahun 1963) yaitu, badan hukumperbankan negara, koperasi pertanian, dan usahasosial/keagamaan. Luas kepemilikan hak atas tanah dibatasi oleh CEILING yang dibatasisecara maksimum dan minimum. Berakhirnya suatu hak milik atas tanah yaitu dapat dengan cara : a. Pencabutan hak. b. Melanggar prisip nasionalitas. c. Terlantar. d. Penyerahan secara sukarela. e. Tanahnya musnah misalnya karena bencana alam longsor. Dasar hak milik : a. Konversi dari tanah-tanah eks-BW dan dari tanah eks-tanah adat. b. Dari hasil pengelolaan yang teruang dalam perjanjian pendirian hak tersebut/ c. SK pemberhentian hak oleh pemerintah BPN. 2. Hak guna usaha Hak guna usaha diatur didalam pasal 28-34 UUPA, dan PP No. 40 tahun1996. Hak guna usaha merupakan hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasaioleh negara. Obyeknya merupakan tanah negara.

[Type text]

Subyek hak guna usaha : 1. Warga Negara Indonesia. 2. Badan HukumIndonesia. Hak guna usaha dapat dapat dialihkan asal kepada WNI. Hal ini berdasarkanprinsip asas nasionalitas. Penggunaan hak guna usaha dapat digunakan untuk pertanian(perkebunan), perikanan, peternakan. Dan dapat dijadikan objek haktanggunangan atau dapat dijaminkan. Jangkau waktunya : Didalam UUPA 25 tahun, diperpanjang maksimal 35tahun dengan perpanjangan waktu 25 tahun, perpanjangan ataupembaharuan dapat diberikan sekaligus (pasal 11 PP 40 Tahun 1996) 30tahun diperbaharui.

Berakhirnya hak : waktunya berakhir melanggar syarat pemberian, dilepashaknya, dicabut haknya untuk kepentingan umum, tanahnya musnah,melanggar prinsip nasionalitas. Dasar hak : PMDN No 6 Tahun 1972 jo. Peraturan kepala BPN No 16 Tahun1990 sampai dengan 100 HA asal tidak dengan fasilitas penanaman modaloleh Kanwil BPN ; diatas 100 HA oleh Kepala BPN (Pasal 2 s.d 18 PP No 40Tahun 1996). 3. Hak guna bangunan Hak untuk mengusahakan dan mempunyai bangunan atas tanah bukanmilik sendiri Subyeknya : 1. WNI. 2. Badan Hukum Indonesia.

Hak guna Bangunan dapat dialihkan asal kepada WNI, berdasarkan asasnasionalitas Dapat sebagai objek hak tanggungan Jangka waktu hak guna bangunan : paling lama 30 tahun dapatdiperpanjang 20 tahun, perpanjangan/ pembaharuan dapat diberikansekaligus Berakhirnya hak guna bangunan: Jangka waktunya berakhir, dihentikan sebelum jangka waktu berakhir,dilepas oleh pemegang hak, dicabut untuk kepentingan umum,ditelantarkan, tanah musnah, bukan WNI lagi (pasal 30 ayat 2 jo pasal 20PP 40/ 1996. Alas/ dasar hak guna bangunan 1. PMDN 6/1972 sampai 2000m2 oleh kepala BPN ps 22 PP 40/1996. 2. Hak pengelolaan Vide PMDN 1/77 jo PMDN 6/1972 jo ps 22 ayat (2) PP40/1996. 3. Konversi tanah ex adat. 4. Kinversi tanah ex BW : hak eigendom, hak opstal, hak erfacht. 5. Karena perjanjian, pemilik HM dan seseorang untuk menimbulkan hakguna bangunan.
[Type text] Page 11

4. HAK PAKAI 1) Hak pakai keperdataan Hak untuk menggunakan dan memungut hasil dari tanah yang dikuasainegara/ tanah yang dikuasai seseorang dengan hak milik.

Subjeknya : WNI, Badan Hukum Indonesia, orang asing penduduk Indonesia( pasal 39 PP 40/ 1996), badan hukum asing yang mempunyai manfaat bagipenduduk Indonesia dan badan hukum asing yang ada ijin operasional

Dapat dialihkan ; dapat menjadi objek tanggungan Berakhirnya hak : jangka waktu berakhir, tanah musnah, dicabut untukkepentingan umum, ditelantarkan Jangka waktu : Tidak jelas ( pasal 41-43 UUPA) PMDN 6/1972 = 10 tahun Pasal 45 PP 40/ 1996 -25 tahun dengan perpanjangan 20 tahun Hak pakai di atas hak milik = 25 tahun dengan pembaharuan 25 tahun

2) Hak pakai khusus: Hak milik mempergunakan tanh untuk pelaksanaan tugas yang berasal daritanah yang dikuasai negara. Subjeknya ialah departemen, LPND, PEMDA, perwakilan negara asing,lembaga keagamaan, dan lembaga sosial (Lembaga pemerintah nondepartemen). Tidak dapat dialihkan : 1.Tidak dapat dijadikan objek hak tanggungan 2.Berakhirnya hak: 3.Jika tidak dapat dipergunakan lagi kembali kepada negara. 4.Jangka waktu : 5.Tidak terbatas selama masih dipergunakan (pasal 45 ayat 1 PP. 40 tahun1996).

[Type text]

Hak-hak sementara a. Pengertian Hak-hak yang bersifat sementara dikatakan sementara karena mengandungsifat-sifat yang bertentangan dengan UUPA (mengandung unsur pemerasan). Maka hal-hal tersebut diusahakan agar dapat dihapus dalamwaktu singkat, sebelum ada peraturan-peraturan yang baru, sementaraketentuan yang sudah ada dianggap masih berlaku.

Hak-hak tersebut adalah: 1. Hak Usaha Bagi Hasil, berasal dari hukum adat hak menggarap, yaituhak seseorang untuk mengusahakan pertanian diatas tanah milik oranglain dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi bagi kedua belah pihak berdasarkan perjanjian. Diatur dalam UndangUndang No.2 tahun 1960tentang perjanjian bagi hasil, Permenag No. 8 tahun 1964, Inpres No.13tahun 1980. 2. Hak Gadai, berasal dari hukum adat Jual Gadai, yaitu penyerahansebidang tanah oleh pemilik kepada pihak lain dengan membayar uangkepada pemilik tanah dengan perjanjian, bahwa tanah itu akandikemalikan apabila pemilik mengembalikan uang kepada pemegangtanah. Hal itu diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang No.56/ Prp/ 1960tentang penetapan luas tanah pertanian, pasal 7 : Barangsiapamenguasai tanah pertanian dengan hak gadai, sudah berlangsung 7 tahunatau lebih, wajjib mengembalikan tanah itu kepada pemiliknya dalamwaktu sebulan stelah tanaman selesai dipanen. Dengan tidak ada hakuntuk menuntut pembayaran uang tebusan.

3. Hak Menumpang, yaitu hak yang mengizinkan seseorang untukmendirikan serta untuk menempati rumah diatas tanah pekarangan oranglain dengan tidak membayar kepada pemilik pekarangan tersebut, sepertihak pakai, tetapi sifatnya sangat lemah, karena setiap saat pemilik dapatmengambil kembali tanahnya.

4. Hak Sewa Tanah Pertanian, bersifat sementara karena berkaitan denganpasal 10 ayat 1 UUPA yang menghendaki setiap orang atau badan hukumyang mempunyai suatu hak atas tanah pertanian. Pada asasnyadiwajibkan mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif dengancara mencegah cara pemerasan. Tujuan dari reformasi agraria yang hendak dicapai oleh UUPA dapat dilihat di dalam konsidern UUPA yang merumuskan tujuannya sebagai berikut:

[Type text]

Page 13

1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat adil dan makmur; 2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan hukum pertanahan; 3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.Dalam pembangunan, peranan tanah untuk pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Sehubungan dengan itu akan meningkat pula kebutuhan mengenai jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Pendaftaran tanah, sebagai pelaksanaan Pasal 19 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memberikan jaminan kepastian hukum. Jaminan kepastian hukum tersebut meliputi : jaminan kepastian hukum mengenai orang atau badan hukum yang menjadi pemegang hak (subyek hak atas tanah); jaminan kepastian hukum mengenai letak, batas, dan luas suatu bidang tanah(obyek hak atas tanah); dan jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanahnya.Jaminan kepastian hukum mengenai obyek hak atas tanah sangat erat kaitannya dengan kegiatan pengukuran dan pemetaan tanah yang menghasilkan datafisik. Data fisik yang dihasilkan dari pengukuran bidang-bidang tanah tersebut kemudian dipetakan ke dalam Peta Dasar Pendaftaran ataupun Peta Pendaftaran. Olehkarena itu, peta-peta yang dihasilkan harus dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai letak bidang-bidang tanah yang tergambar didalamnya terhadap bidang bidang tanah yang ada dalam satu wilayah. Bahwa pemetaan hasil pengukuran pada peta pendaftaran bertujuan untuk mendapatkan kepastian letak bidang tanah terhadap bidang-bidang tanah yang ada disekitarnya. Hal ini untuk menghindari terjadinya tumpang tindih batas-batas bidang tanah baik sebagian maupun seluruhnya terhadap bidang tanah yang lain yang sudah terlebih dahulu diukur dan dipetakan.

Selama ini, masalah pertanahan khususnya yang terkait dengan kegiatan pengukuran dan pemetaan tanah sangat mudah terjadi. Salah satu penyebab permasalahan tersebut adalah banyaknya peta yang digunakan oleh suatu kantor pertanahan untuk memetakan bidang-bidang tanah yang terdaftar sehingga kepastian letak suatu persil atau bidang tanah menjadi tidak terjamin. Permasalahan tersebut dapat diatasi apabila ada kepastian data mengenai bidang-bidang tanah yang terdaftar pada kantor pertanahan. Untuk menciptakan kepastian mengenai bidang-bidang tanah yang terdaftar tersebut harus dibangun satu sistem peta pendaftaran secara tunggal. Dengan peta tunggal, setiap bidang tanah yang terdaftar hanya akan dipetakan pada satu peta untuk satu wilayah dalam lokasi yang bersangkutan. Eko Budi Wahyono mengemukakan bahwa sudah saatnya dalam satu kantor pertanahan mempunyai Peta

[Type text]

Pendaftaran dalam satu sistem dan semua kegiatan pengukuran dan pemetaannya mengacu pada satu peta (Peta Pendaftaran Sistem Tunggal) tersebut. Azwan Pangihutan Tarigan, dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa sejak penggunaan peta tunggal, sengketa-sengketa pertanahan yang terjadi tidak terkait dengan ketidakpastian letak. Hal ini terjadi karena peta tunggal dapat memberikan jaminan kepastian mengenai letak bidang-bidang tanah yang terdaftar. 6 Berikut, dalam rangka melaksanakan ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Agraria atau yang lebih kita kenal dengan singkatan UUPA, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 direvisi dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 yang dalam masyarakat lebih dikenal dengan singkatan PP 24/1997 yang mempunyai kedudukan sangat strategis dan menentukan, bukan hanya sekedar sebagai pelaksana ketentuan Pasal 19Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), tetapi lebih dari itu ia menjadi tulang punggung yang mendukung berjalannya administrasi pertanahan dan hukum pertanahan. Ketentuan ini sebenarnya sudah cukup jauh menjabarkan berbagai prinsip politik hukum pertanahan, sehingga melalui peraturan tersebut diharapkan akan dapat terwujud adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Namun, semenjak ditetapkan pada tanggal 25 Maret 1961 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan direvisi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah hingga saat ini masih belum berjalan efektif untuk seluruh wilayah Indonesia. Penetapan berlakunya yang dibuat secara bertahap untuk berbagai daerah di Indonesia kelihatannya lebih banyak bersifat formal, sedangkan dalam realita ternyata tidak semulus yang dibayangkan orang, masih terdapat banyak persoalan problematik kepastian hukum kepemilikan atas tanah yang telah bersertifikat hak milik.

Apakah problematik tersebut memang disebabkan oleh substansi peraturan yang banyak tidak sesuai lagi dengan kondisi dan situasi masa kini, ataukah termasuk Administrasi pertanahannya. Hal ini penting untuk diperhatikan, karena bagaimanapun baiknya ketentuan penyempurnaan dibuat, akan tetapi belum ada dukungan positif, katakanlah dalam sistem administrasi pertanahan misalnya, peraturan ini juga akan mengalami nasib yang sama dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang ingin direvisi sekarang.

Analisis kasus Perspektif legal Kasus Meruya sebenarnya adalah persoalan pidana antara PT Porta Nigradengan Juhri CS. PT Porta Nigra yang dalam hal ini dirugikan denganpenipuan yg dilakukan Juhri CS dalam proses pengambilalihan lahan diMeruya. Secara legal, tanah yang dibeli Porta Nigra dari Juhri CS belumberalih karena dasar hukum atas tanah tersebut, dalam hal ini girikdinyatakan palsu oleh pengadilan pidana dan berdasarkan putusanpengadilan negeri dimusnahkan.

[Type text]

Page 15

Selain itu, dalam proses peralihan hak atas tanah, PT.Portanigra sebagaiperusahaan developer melakukan kesalahan karena tidakmelakukantransaksi beli tanah sesuai aturan dan tidak mengurus sertifikat pascatransaksi maka Porta Nigra belum dapat disebut sebagai pemilik secarayuridis atas tanah tersebut. Perspektif yurisdiksi Putusan Mahkamah Agung untuk melakukan eksekusi tanah di Meruyamemang patut dipertanyakan karena penerbitan sertifikat tanah adalahputusan dari BPN (pejabat negara). jadi, yang dapat mempertanyakansertifikat tersebut adalah peradilan Tata Usaha Negara. Seharusnya putusandari MA adalah memaksa Juhri CS untuk mengganti kerugian akibatpenipuan yang dilakukannnya dan bukan menyerahkan tanah yg menjadiobjek jual beli pada awalnya. terlebih secara hukum proses peralihan hakatas tanah tersebut belum terjadi. Atau setidaknya tidak ada dokumen hukumyang menunjukkan hal tersebut.

[Type text]

BAB.IV KESIMPULAN

Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yangmempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanahtersebut. Di dalam pelaksanaannya banyak terdapat masalah-masalah akibat ketidaktahuan atau ketidakmengertian masyarakat tanah. Masalah tanah bagi manusia seperti tidak ada habisnya karena tanahmempunyai arti yang sangat penting dalam penghidupan manusia Oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk mengetahui dan mengertimengenai hak-hak atas tanah agar kejadian-kejadian persengketaan tanah.

Kesimpulan Sengketa tanah dan sumber-sumber agraria pada umumnya sepertinya merupakan konflik laten dan pihak-pihak yang bersengketa pun sebagian besar kalaupun tidak bisa disebut, hampir seluruhnya bukan hanya individual, namun melibatkan tataran komunal maka boleh dibayangkan bagaimana hebatnya bom waktu yang akan meledak jika kasus-kasus sengketa tanah tersebut tidak segera mendapatkan penanganan dan penyelesaian yang layak dan yang berpihak pada kepentingan rakyat. Ada 3 (tiga) faktor penyebab sering munculnya masalah sengketa tanah, diantaranya yaitu sistem administrasi pertanahan terutama dalam hal sertifikasi tanah yang tidak beres, distribusi kepemilikan tanah yang tidak merata dan legalitas kepemilikan tanah yang sematamata didasarkan pada bukti formal (sertifikat) tanpa memperhatikan produktivitas tanah.

Berdasarkan Ketetapan MPR No. IX/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan Keppres No.34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan, pada dasarnya memberi kewenangan untuk menjalankan reforma agraria yang besar kepada pemerintah daerah untuk menuntaskan masalah-masalah agraria secara serius.

[Type text]

Page 17

Rekomendasi Banyaknya permasalahan pertanahan yang melibatkan masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan perusahaan maupun masyarakat dengan pemerintah yang kerap berujung pada dirugikannya salah satu pihak dirasakan perlu dilakukan penyelesaian sengketa alternatif (PSA). Saat ini di Indonesia belum ada langkah PSA, selama ini permasalahan sengketa pertanahan selalu di selesaikan di pengadilan dimana biasanya dalam proses pengadilan tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama, biaya cukup mahal dan tidak bisa langsung di eksekusi. Sehingga sebelum berkas perkara masuk ke pengadilan perlu dibuat mekanisme PSA. Diantaranya membuat lembaga mediasi dan membuat arbitrase pertanahan, dimana lembaga mediasi bertugas mempertemukan pihak-pihak bersengketa, sedangkan arbitrase mempunyai tugas untuk melakukan penyelesaian di luar pengadilan tetapi berkas berada di pengadilan

[Type text]

Daftar Pustaka

Harsono,Boedi,2008 , Hukum Agraria Indonesia ,HimpunanPeraturan-peraturan Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta Catatan kuliah Hukum Agraria Harsono, Boedi, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Sejarahpembentukan Undang-undang Pokok Agraria, isi danpelaksanaannya, Djambatan, Jakarta Perangin, Effendi, 1986, 401 Pertanyaan dan JawabanTentang Hukum Agraria , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta www.google.com/kasushakatastanah www.google.com/hakatastanah http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_atas_tanah

[Type text]

Page 19

Das könnte Ihnen auch gefallen