Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Fitriani
1
Mahasiswi Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, ULM
JL. A. Yani Km 36, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 70714, Indonesia
E-mail: fitriani.vthree11@gmail.com
ABSTRAK
Penggunaan lahan untuk perkebunan salah satunya perkebunan karet dapat menurunkan sifat fisik-
kimia tanah. Sehingga perlu dilakukan konservasi tanah untuk meningkatkan kualitas tanah di
bawah vegetasi karet. Salah satu upayanya yaitu dengan membuat lubang resapan biopori yang
diisi bahan organik. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian bahan organik
campuran pada lubang resapan biopori modifikasi terhadap perubahan beberapa sifat fisik-kimia
tanah sebagai teknik konservasi tanah di perkebunan karet. Bahan organik yang digunakan berupa
pupuk kompos dan daun kering. Penelitian ini dilakukan di lapangan menggunakan Rancangan
Acak Kelompok (RAK) dengan 6 pemberian bahan organik variasi komposisi campuran dari bahan
organiknya dan masing-masing 4 kali ulangan B0(kontrol), B1(0:1), B2(1:0), B3(1:3), B4(1:1), dan
B5(3:1), dan variasi lama inkubasi bahan organik terdiri atas 20 hari dan 30 hari. Hasil penelitian
menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata dan pengaruh nyata namun tidak signifikan pada
peningkatan atau penurunan variabel tanah meliputi distribusi partikel tanah, kadar air,
kemantapan agregat tanah, C-organik dan KTK. Kemudian, tidak terdapat perbedaan nilai yang
nyata antara lama inkubasi 20 hari dan 30 hari pada variabel distribusi partikel tanah, dan
terdapat perbedaan nilai yang nyata antara lama inkubasi 20 hari dan 30 hari pada peningkatan
atau penurunan variabel kadar air, kemantapan agregat tanah, C-organik dan KTK.
Kata Kunci : konservasi tanah, biopori, bahan organik, sifat fisik-kimia tanah.
ABSTRACT
The use of land for plantations, one of which is rubber plantation can reduce the physical-chemical
characteristic of the soil. So, we need to conserve the soil to improve the quality of soil under
rubber vegetation. One of the efforts is to make biopori absorption holes and filled with organic
material. The purpose of this research was to determine the effect of organic matter mixed in
modified of biopori absorption holes to the changes of some physical-chemical characteristic in the
soil as soil conservation techniques in the rubber plantations. The organic materials used in the
form of compost and dry leaves. This research was conducted in the field using a Randomized Block
Design (RBD) with 6 treatments composition varieties of the mixture of the organic materials and
each of 4 replications of B0(control), B1(0:1), B2(1:0), B3(1:3), B4(1:1), and B5(3:1), and the
variations of organic materials long incubation is 20 days and 30 days. The results showed a no
real effect and real effect but not significant on the increase or decrease in variable soil is the
distribution of soil particles, soil water content, stability of soil aggregates, C-organic and Cation
Exchange Capacity (CEC). Then, no differences significant value between the long incubation of 20
days and 30 days in the variable of the distribution of soil particles, and there are differences of
significant value between the long incubation of 20 days and 30 days on the increase or a decrease
in variable soil water content, stability of soil aggregates, C-organic and CEC.
I. PENDAHULUAN
Peningkatan jumlah penduduk yang sangat cepat menyebabkan peningkatkan kebutuhan hidup baik
secara kuantitas maupun kualitas. Oleh sebab itu, upaya pemenuhan kebutuhan hidup yang banyak
sekali ditemukan yaitu pemanfaatan lahan sebagai lahan produksi. Salah satunya pemanfaatan lahan
sebagai lahan pertanian. Berdasarkan data statistik tahun 2014, luas lahan pertanian di Indonesia
sebanyak 47.587.797,00 Ha yang terdiri dari sawah irigasi, sawah non irigasi, kebun atau tegal,
hutan atau ladang, dan lahan yang sementara tidak diusahakan (BPS, 2014).
Penggunaan lahan untuk perkebunan seperti tanaman karet, salah satu perkebunan monokultur
dapat menyebabkan timbulnya berbagai dampak negatif, salah satunya terganggunya ekosistem
tanah dengan hilangnya biodiversitas di lahan tersebut. Hal tersebut ditunjukkan dengan hilangnya
spesies lain di lahan tersebut. Penggunaan lahan untuk perkebunan ini juga menyebabkan
berubahnya sifat fisik tanah seperti rusaknya struktur tanah, penurunan porositas tanah, kemudian
diikuti penurunan laju infiltrasi dan peningkatan limpasan permukaan yang menyebabkan terjadinya
erosi (Junedi, 2010). Selanjutnya, terjadinya erosi dapat menyebabkan penurunan kualitas tanah
dengan menipisnya lapisan tanah atasan yang subur, berkurangnya kadar bahan organik tanah dan
minimnya kandungan hara-hara makro dan mikro (Tolohula, 2014).
Salah satu upaya konservasi tanah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas tanah adalah
sistem lubang resapan biopori. Brata (2008) pada penelitian Victorianto (2014) mengungkapkan
bahwa pembuatan lubang resapan biopori memiliki manfaat yaitu meresapkan air dari aliran
permukaan sehingga dapat mencegah banjir, menambah cadangan air tanah, mengatasi kekeringan
dengan menyimpan air di bawah tanah, mempermudah penanganan sampah organik sehingga
menjadi alternatif pemanfaatan limbah untuk menjaga kebersihan, mengatasi masalah karena
genangan dan memperbaiki ekosistem tanah. Lubang resapan biopori juga berperan sebagai media
yang dapat mempercepat proses penyebaran bahan organik ke dalam tanah dengan bantuan
organisme. Pemberian bahan organik ke dalam tanah dapat menjaga dan meningkatkan unsur hara
pada tanah.
Berdasarkan hasil penelitian Bappeda Kabupaten Jombang (2011), lahan menggunakan lubang
resapan biopori memiliki kadar air sebesar 0.44%. Adapun tanah tanpa menggunaan lubang resapan
biopori memiliki kadar air yang lebih kecil yaitu 0,28%. Hal tersebut menunjukkan bahwa lubang
resapan biopori meningkatkan kemampuan tanah dalam meresapkan air lebih besar jika
dibandingkan dengan tidak menggunakan lubang biopori.
Hasil penelitian Muchron (2010) menunjukkan nilai agregat tanah pada tanah di sekitar lubang
resapan biopori lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanpa lubang resapan biopori. Nilai rata-rata
agregat tanah disekitar lubang resapan biopori yaitu 80,4 mm. Adapun nilai rata-rata tanah tanpa
lubang resapan biopori yatu 77,3 mm. Hasil penelitian Maharany (2011) juga menunjukkan adanya
pengaruh biopori berisi bahan organik serasah terhadap peningkatan kapasitas tukar kation (KTK)
dan C-organik tanah. Nilai KTK tanah disekitar biopori dan tanpa biopori menunjukkan angka yang
nyata, yaitu di sekitar biopori sebesar 6,08 me/ 100 gr dan tanpa biopori sebesar 4,11 me/ 100 g.
Begitu pula pada C-organik, nilai C-organik tanah dengan biopori sebesar 3,49% dan tanpa biopori
sebesar 0,65 %.
Penelitian ini dilakukan pembuatan lubang resapan biopori yang dimodifikasi sistem keranjang dan
diisi bahan organik campuran untuk mengetahui pengaruh pemberian bahan organik dan lama
inkubasinya terhadap perubahan kualitas fisik-kimia tanah yang meliputi variabel distribusi partikel
tanah, kadar air, kemantapan agregat tanah, C-organik dan kapasitas tukar kation (KTK) pada tanah
di bawah vegetasi karet. Keranjang pada lubang resapan biopori ini berfungsi untuk meningkatkan
tangkapan air, sehingga memperbesar daya resap air. Selain itu, sistem ini dimaksudkan untuk
mengurangi aliran permukaan dan erosi dengan pembentukan ruang pori hayati (biopori) untuk
perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Razie, 2015 (A)). Bahan organik yang digunakan
adalah pupuk kompos dan daun kering yang dikombinasikan dengan berbagai perbandingan jumlah.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan informasi tentang teknik konservasi tanah
yang mudah, ekonomis dan ramah lingkungan menggunakan teknik biopori dengan pemberian
bahan organik sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas fisik-kimia tanah.
Variasi komposisi bahan organik daun kering dan pupuk kompos yaitu :
1) Tanpa pemberian bahan organik sebagai kontrol (disingkat B0)
2) Penambahan daun kering saja(disingkat B1)
3) Penambahan pupuk kompos saja (disingkat B2)
4) Penambahan pupuk kompos dan daun kering, perbandingan berat 1:3 (disingkat B3)
5) Penambahan pupuk kompos dan daun kering, perbandingan berat 1:1 (disingkat B4)
6) Penambahan pupuk kompos dan daun kering, perbandingan berat 3:1 (disingkat B5)
Variasi lama inkubasi ditentukan berdasarkan penelitian oleh Widyastuti (2013) yang menyatakan
bahwa lubang resapan biopori modifikasi yang diisi sampah daun akan membutuhkan waktu 1
bulan (30 hari) untuk terdekomposisi. Oleh sebab itu, penelitian kali ini dilakukan dengan pengisian
bahan organik daun kering yang ditambah pupuk kompos. Variasi lama inkubasinya adalah :
1) 20 hari (dilakukan pengamatan setelah lama inkubasi 20 hari)
2) 30 hari (dilakukan pengamatan setelah lama inkubasi 30 hari)
Pelaksanaan penelitian meliputi persiapan sistem resapan biopori modifikasi, pemberian bahan
organik ke lubang resapan biopori modifikasi, inkubasi dan pemeliharaan lubang resapan biopori
modifikasi, pengambilan sampel tanah serta analisis laboratorium. Metode prosedur analisis
laboratorium untuk sampel tanah seperti pada tabel 2.1. Analisis data dilakukan secara statistik
dengan analisis ragam (analysis of variance = anova) dan Uji T. Bila terjadi pengaruh yang nyata
pada analisis ragam dengan taraf kepercayaan 95%, maka analisis dilanjutkan dengan Uji LSD
(Least Significant Different) pada taraf kesalahan 5%. Uji T digunakan untuk melihat perbedaan
pengaruh antara lama inkubasi 20 hari dan 30 hari.
Air yang tertahan di dalam tanah mempengaruhi tekstur tanahnya. Tekstur tanah yang halus
menunjukkan partikel tanah ≤ 2 mm tinggi. Adapun substansi dari partikel tanah ≤ 2 mm yaitu
pasir, debu dan liat. Distribusi partikel tanah ≤ 2 mm mempengaruhi keberadaan ruang pori makro
dan mikro. Distribusi partikel tanah ≤ mm yang meningkat menyebabkan lapisan bawah
permukaan tanah semakin padat dan ruang pori makro semakin banyak (Razie, 2015 (B)).
Keberadaan ruang pori makro tersebut sangat efektif dalam menyalurkan air ke dalam tanah,
sehingga dapat mempengaruhi kadar air tanah. Peningkatan kadar air tanah menghasilkan tekstur
liat tanah meningkat, sehingga luas permukaan tanah juga meningkat. Peningkatan luas permukaan
tanah menyebabkan C-organik dan KTK tanah juga meningkat, sehingga berpengaruh
meningkatkan kemantapan agregat tanahnya juga, dan seterusnya mempengaruhi variabel sifat
fisik-kimia tanah.
3.2 Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah di Sekitar Lubang resapan biopori modifikasi
Modifikasi
3.2.1 C-Organik
Hasil uji LSD seperti yang disajikan pada tabel 3.1, menunjukkan bahwa pada lama inkubasi 20
hari, hasil uji LSD taraf kesalahan 5% pengaruh pemberian bahan organik pupuk kompos dan daun
kering pada lubang resapan biopori modifikasi terhadap C-organik dapat dikatakan bahwa variasi
pemberian bahan organik menunjukkan nilai C-organik tidak berbeda nyata. Begitupun pada lama
inkubasi 30 hari, pemberian bahan organik menunjukkan nilai C-organik tidak berbeda nyata.
Adapun hasil analisis uji T perbandingan rata-rata C-organik lama inkubasi 20 hari dan 30 hari
menunjukkan berbeda nyata antara hasil C-organik lama inkubasi 20 hari dan lama inkubasi 30 hari.
C-organik pada lama inkubasi 20 hari cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan pada lama
inkubasi 30 hari.
Seperti pada tabel 3.1, pada lama inkubasi 20 hari, nilai C-organik di sekitar lubang resapan biopori
modifikasi pada pemberian bahan organik dapat meningkat maupun menurun dibandingkan dengan
tanpa pemberian bahan organik. Pada lama inkubasi 20 hari ini, pemberian bahan organik pupuk
kompos dan daun kering 3:1 dapat dengan baik meningkatkan nilai C-organik jika dibandingkan
dengan tanpa pemberian bahan organik. Kemudian, pada lama inkubasi 30 hari, nilai C-organik
pada pemberian bahan organik menunjukkan nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan tanpa
pemberian bahan organik. Hal itu dapat disebabkan karena bahan organik yang didekomposisi dan
disebarkan telah berkurang pada lama inkubasi 30 hari. Dahlan (2008) juga mengungkapkan bahwa
penurunan C-organik akibat lama inkubasi disebabkan oleh aktivitas organisme tanah yang
menggunakan senyawa karbon untuk pembentukan sel-sel tubuhnya dan sebagian lagi dibebaskan
dalam bentuk CO2 selama proses dekomposisi sehingga kadar C-organik menjadi berkurang. Selain
itu, Yeni (2014) menyatakan bahwa semakin lamanya waktu inkubasi, kandungan C-organik
semakin rendah.
Pada lama inkubasi 20 hari, nilai KTK di sekitar lubang resapan biopori modifikasi pada pemberian
bahan organik dapat lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian bahan organik. Hal itu diduga
terjadi karena pada lama inkubasi 20 hari ini, penguraian bahan organik dapat dengan baik dalam
mempengaruhi nilai KTK tanah, sehingga menunjukkan bahwa pemberian bahan organik mampu
meningkatkan nilai KTK tanah. Pada lama inkubasi 30 hari, nilai KTK disekitar lubang resapan
biopori yang ditambahkan bahan organik dapat meningkat maupun menurun dibandingkan dengan
tanpa penambahan bahan organik. Meskipun demikiaan, seperti pada lama inkubasi 20 hari, pada
lama inkubasi 30 hari ini, pemberian bahan organik daun kering saja dan pemberian bahan organik
pupuk kompos dan daun kering 1:1 relatif dapat dengan baik meningkatkan nilai KTK tanah jika
dibandingkan dengan tanpa pemberian bahan organik. Hal itu diduga terjadi akibat pengaruh
dekomposisi bahan organik serta aktivitas makrofauna yang dapat menyebarkan bahan organik
sehingga dapat menghasilkan nilai KTK yang berbeda-beda akibat sebaran bahan organik.
Mustoyo (2013) menyebutkan bahwa peningkatan nilai KTK akibat pemberian bahan organik
terjadi karena bahan organik yang terdekomposisi dapat menghasilkan asam organik yang
meningkatkan gugus karboksil –COOH dan fenolik sehingga muatan negatif ikut meningat pula.
Peningkatan muatan negatif pada koloid tanah dapat menyebabkan peningkatan KTK tanah.
Rahardjo (2010) mengungkapkan bahwa peningkatan atau perbedaan pola kenaikan KTK
dipengaruhi oleh kecepatan dekomposisi masing-masing bahan organik, dimana bahan organik
yang mudah melapuk akan cepat menghasilkan humus. Karena bermuatan negatif, humus dapat
meningkatkan kation-kation serta mengadakan pertukaran ion-ion di dalam tanah.
3.3 Perubahan Beberapa Sifat Fisik Tanah di Sekitar Lubang resapan biopori modifikasi
Modifikasi
3.3.1 Kemantapan Agregat Tanah
Hasil uji LSD menunjukkan bahwa pada lama inkubasi 20 hari, hasil uji LSD taraf kesalahan 5 %
pengaruh pemberian bahan organik pupuk kompos dan daun kering pada lubang resapan biopori
modifikasi terhadap kemantapan agregat tanah di sekitar lubang resapan biopori modifikasi
menunjukkan nilai kemantapan agregat tanah tidak berbeda nyata. Sedangkan pada lama inkubasi
30 hari, tanpa pemberian bahan organik, pemberian bahan organik daun kering saja, penambahan
bahana organik pupuk kompos saja dan penambahan campuran bahan organik pupuk kompos dan
daun kering 1:3 menunjukkan nilai kemantapan agregat berbeda nyata namun tidak signifikan jika
dibandingkan dengan perlakuan lain dimana nilai kemantapan agregat tanahnya cenderung lebih
tinggi. Adapun hasil analisis uji T perbandingan rata-rata kemantapan agregat tanah lama inkubasi
20 hari dan 30 hari menunjukkan bahwa berbeda nyata antara hasil kemantapan agregat tanah lama
inkubasi 20 hari dan lama inkubasi 30 hari yaitu kemantapan agregat tanah pada lama inkubasi 20
hari cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan pada lama inkubasi 30 hari.
Seperti pada tabel 3.3, lama inkubasi 20 hari, nilai kemantapan agregat tanah di sekitar lubang
resapan biopori modifikasi pada pemberian bahan organik sebagian besar meningkat dibandingkan
dengan tanpa pemberian bahan organik. Hanya pada pemberian pupuk kompos dan daun kering 3:1
yang menurun. Kemudian, pada lama inkubasi 30 hari, nilai kemantapan agregat tanah juga dapat
meningkat maupun menurun pada pemberian bahan organik. Meskipun demikian, pemberian bahan
organik pupuk daun kering saja dapat dengan baik meningkatkan kemantapan agregat tanah jika
dibandingkan dengan tanpa pemberian bahan organik. Hal itu terjadi karena proses cementing
agent, dimana bahan organik tersebar ke dalam tanah dan berfungsi merekatkan partikel-pertikel
tanah, sehingga kemantapan agregat tanah semakin mantap. Zulkarnain (2013) mengungkapkan
bahwa bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah mengalami proses dekomposisi dan
menghasilkan substansi organik yang berperan sebagai perekat dalam proses agregasi tanah. Humus
mempunyai gugus fungsional yang bermuatan negatif dan dapat berikatan dengan partikel tanah
yang bermuatan positif membentuk agregat tanah dan menjadikan agregat tanah menjadi semakin
mantap. Adi (2014) mengungkapkan bahwa kurang berpengaruhnya pemberian bahan organik
terhadap kemantapan agregat tanah diduga terjadi akibat pengolahan tanah yang dilakukan untuk
perbaikan tanah tersebut menyebabkan stabilitas agregat yang telah terbentuk menjadi hancur.
Mustoyo (2013) mengungkapkan bahwa kemantapan agregat tanah dipengaruhi oleh kandungan C-
organik, KTK, kandungan liat dalam tanah, ruang pori total dan air tersedia. Dengan menurunnya
nilai C-organik, KTK dan kandungan liat dalam tanah pada lama inkubasi 20 hari ke 30 hari, maka
stabilitas agregat tanah juga akan menurun kemantapannya. Stabilitas agregat merupakan indikator
kestabilan atau ketahanan suatu tanah terhadap pengaruh dari luar.
Pada lama inkubasi 20 hari, nilai kadar air di sekitar lubang resapan biopori modifikasi pada
pemberian bahan organik sebagian besar dapat menurun dibandingkan dengan tanpa pemberian
bahan organik.. Kemudian, pada lama inkubasi 30 hari, nilai kadar air pada pemberian bahan
organik juga dapat meningkat maupun menurun dibandingkan dengan tanpa pemberian bahan
organik. Namun, pada pemberian bahan organik pupuk kompos dan daun kering 1:1 dapat dengan
baik meningkatkan kadar air. Hal itu dapat terjadi akibat proses dekomposisi bahan organik dan
aktivitas makrofauna tanah dalam membentuk lubang-lubang biopori. Dengan keberadaan bahan
organik di dalam tanah akan membantu daya pegang tanah terhadap air, sehingga akan mengurangi
laju evaporasi yang terjadi di dalam tanah. Putra (2013) mengungkapkan bahwa pembentukan pori-
pori tanah sangat dipengaruhi oleh aktifitas akar tanaman dan makrofauna tanah. Pori-pori mikro
biasanya cenderung diisi oleh air, sehingga dapat mempengaruhi tingkat kadar air tanah tersebut.
10
0
100 partikel
> 2 mmdistribusi
dan liat yang dapat dilihat pada lampiran B. Hasil sebaran 90 tanah
80 dapat
70 dilihat
60 50 4
pada gambar 3.1.
C-Organik
0
100
Keterangan :
10
90 B-0 (20 Hari) B-0 (30 Hari)
20
B-1 (20 Hari) B-1 (30 Hari)
80
B-2 (20 Hari) B-2 (30 Hari)
30
70 B-3 (20 Hari) B-3 (30 Hari)
40
B-4 (20 Hari) B-4 (30 Hari)
60
B-5 (20 Hari) B-5 (30 Hari)
50
50
60
40
70
30
80
20
90
10
100
0
< 2 mm 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 > 2 mm
> 2 mm
Gambar 3.1 Sebaran Distribusi Partikel Tanah
Pada gambar 3.1 dapat dilihat perubahan partikel berukuran ≤ 2 mm dan partikel berukuran > 2
mm. Secara garis besar, persen distribusi partikel tanah ≤ 2 mm mengalami peningkatan dengan
semakin lamanya waktu inkubasi. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya proses translokasi partikel
akibat pergerakan air dan makrofauna di dalam tanah. Keadaan ini dapat menghasilkan lapisan
bawah permukaan tanah semakin padat (Razie, 2015 (B)).
Menurut Jaco (2015), pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas
makrofauna tanah karena bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi
makrofauna yang hidup di dalam tanah. Kemudian, Putra (2013) mengungkapkan bahwa
pembentukan pori-pori tanah sangat dipengaruhi oleh aktifitas akar tanaman dan makrofauna tanah.
Selain itu, menurut Brata (2008), bentuk biopori menyerupai terowongan kecil di dalam tanah,
bercabang-cabang dan sangat efektif untuk menyalurkan air dan udara ke dalam tanah. Sehingga,
hal itu dapat mempengaruhi pergerakan partikel-partikel tanah.
Tabel 3.6 Hasil uji LSD 5% Untuk Distribusi Partikel Tanah > 2 mm
Pada dasarnya, nilai distribusi partikel tanah > 2 mm merupakan kebalikan dari nilai distribusi
partikel tanah ≤ 2 mm, sebab partikel tanah > 2 mm dan partikel tanah ≤ 2 mm merupakan satu
kesatuan sampel tanah yang terbagi ke dalam persentase partikel tanah. Seperti pada tabel 3.2, lama
inkubasi 20 hari, nilai distribusi partikel tanah > 2 mm di sekitar lubang resapan pada pemberian
bahan organik dapat meningkat dan menurun dibandingkan dengan tanpa pemberian bahan organik.
Begitupun pada lama inkubasi 30 hari, nilai distribusi partikel tanah > 2 mm dapat meningkat dan
menurun dibandingkan dengan tanpa pemberian bahan organik. Pada lama inkubasi 30 hari ini,
penambahan pupuk kompos saja mengakibatkan nilai distribusi partikel tanah > 2 mm menjadi
70
40
60
50
50
60
40
lebih besar. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh pemberian bahan organik yang dapat memicu
pergerakan makrofauna di dalam tanah sehingga mempengaruhi distribusi tanah.
30
4 5
8. Debu
70
6 30
9. Lempung berdebu
80
7
20 10. Lempung berpasir
90 9
10 10
11. Pasir berlempung
100
8
11 12
12. Pasir
0
% Debu 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 % Pasir
Persen Pasir
Gambar 3.2 Sebaran Tekstur Tanah Lama Inkubasi 20 Hari dan 30 Hari
Tekstur di sekitar lubang resapan biopori modifikasi pada lama inkubasi 20 hari ke 30 hari
mengalami pergeseran dari liat menuju kearah debu, namun masih dalam kelas lempung berliat,
hanya pada pemberian bahan organik pupuk kompos dan daun kering 3:1 lama inkubasi 30 hari
memiliki pergeseran tekstur dari lempung berliat menjadi lempung berdebu. Hal itu dapat terjadi
akibat translokasi partikel karena aktivitas makrofauna tanah maupun aliran air. Kemudian,
perubahan ini diduga dapat terjadi karena pemberian bahan organik pada lubang resapan biopori
modifikasi dapat mempengaruhi aktivitas makrofauna tanah, sehingga aktivitas makrofauna tanah
menghasilkan pori makro dan mikro, kemudian membentuk biopori yang dapat mempengaruhi
pergeseran tekstur tanah. Jaco (2015) mengungkapkan bahwa pemberian bahan organik dapat
meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas makrofauna tanah karena bahan organik merupakan
sumber energi dan bahan makanan bagi makrofauna yang hidup di dalam tanah.
Jenis tanah di Kebun UNLAM Puspitek Agripeka tergolong kedalam jenis tanah Ultisol. Tekstur
tanah Ultisol bervariasi dan dipengaruhi oleh bahan induk tanahnya (Prasetyo, 2006). Junedi (2010)
menyatakan bahwa kelas tekstur pada suatu lahan yang tidak berbeda disebabkan oleh lahan
tersebut mempunyai bahan induk yang sama, dalam hal ini lahan penelitian yang digunakan
merupakan lahan di satu tempat dibawah vegetasi karet. Zurhalena (2010) juga mengungkapkan
bahwa tekstur tanah merupakan satu-satunya sifat fisik tanah yang tetap dan tidak mudah diubah
oleh tangan manusia jika tidak ditambah datri tempat lain.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Variasi komposisi bahan organik pada lubang resapan biopori modifikasi tidak memberikan
pengaruh yang nyata pada variabel tanah meliputi distribusi partikel tanah, kadar air, C-organik
dan KTK, dan memberikan pengaruh yang nyata namun tidak signifikan pada variabel
kemantapan agregat tanah.
2. Variasi lama inkubasi yaitu 20 hari dan 30 hari bahan organik menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang nyata pada variabel distribusi partikel tanah, dan terdapat perbedaan yang nyata
pada variabel kadar air, kemantapan agregat tanah, C-organik dan KTK.
4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan yaitu perlu ditingkatkan dosis atau berat bahan organik hingga
memenuhi lubang resapan biopori modifikasi agar penyebaran bahan organik semakin banyak
sehingga pengaruhnya terhadap sifat fisik tanah dapat terlihat nyata. Kemudian, perlu dilakukan
penelitian lanjutan menggunakan bahan organik lain untuk dapat meningkatkan kualitas tanah
secara nyata. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan membandingkan pengaruh lubang
resapan biopori modifikasi biasa dan lubang resapan biopori modifikasi terhadap kualitas tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Prasetyo, dkk. 2014. Hubungan Sifat Fisik Tanah, Perakaran dan Hasil Ubi Kayu Tahun Kedua
Pada Alfisol Jatikerto Akibat Pemberian Pupuk Organik dan Anorganik (NPK). Jurnal
Tanah dan Sumberdaya Vol. 1 No.1.
Bappeda Jombang dan Fakultas Pertanian Universitas Darul’ulum. 2011. Kajian Teknis Pembuatan
Lubang Barokah (Biopori) pada Lahan di Kawasan Kecamatan Wonosalam. Laporan Akhir.
BPS. 2014. Statistik Lahan Pertanian Tahun 2009-20013 (Statistik Lahan Pertanian 2014). Jakarta:
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.
Brata, R. Kamir. 2008. Lubang resapan biopori modifikasi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Dahlan, M., dkk. 2008. Studi Aplikasi Pupuk Organik dan Anorganik Terhadap Perubahan
Beberapa Sifat Tanah Entisol. Agroteksos Vol. i8. No. 1-3.
Jaco, Santus Hendra,dkk. 2015. Makrofauna Tanah Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis
Jacq.) Di Lahan Gambut Dengan Pemberian Bahan Organik Pada Tinggi Muka Air Tanah
Berbeda. JOM Faperta Vol. 2 No.2.
Junedi, Heri. 2010. Perubahan Sifat Fisika Ultisols Akibat Konversi Hujan Menjadi Lahan
Pertanian. Jurnal Hidrolitan 1:2: 10-14
Maharany, Rina, dkk. 2011. Perubahan Sifat Fisika Ultisols Akibat Konversi Hujan Menjadi Lahan
Pertanian. Jurnal Ilmu Pertanian KULTIVAR Vol. 5 No. 2.
Muchron, Aditya. 2010. Hubungan Eksistensi Lubang Resapan Bioporidengan Sifat Fisik Tanah di
Sekitarnya ( Studi Kasus Kecamatan Pancoran Mas, Limo dan Cinere Kota Depok). Skripsi.
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Mustoyo, dkk. 2013. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Terhadap Stabilitas Agregat Tanah Pada
Sistem Pertanian Organik. Jurnal AGRIG Vol. 25 No.1.
Prasetyo, B.H dan D.A Suriadikarta. 2006. Karakteristik, Potensi, dan Teknologi Pengelolaan
Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di Indonesia. Jurnal Litbang
Pertanian Vol. 25 No.2.
Putra, Muhammad, dkk. 2013. Makrofauna Tanah Pada Ultisols Di Bawah Tegakan Berbagai Umur
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.).
http://repository.unri.ac.id:80/handle/ 123456789/4429 diakses tanggal 14 September 2016
Rahardjo. 2000. Pengaruh Macam Sumber Bahan Organik dan Pupuk Urea Tablet Terhadap
Karakteristik Kimiawi Tanah. Jurnal Mapeta Vol. 2 No. 5.
Rahmi, Abdul dan Maya Preva Biantary. 2014. Karakteristik Sifat Kimia Tanah dan Status
Kesuburan Tanah Lahan Pekarangan dan Lahan Usaha Tani Beberapa Kampung
DiKabupeten Kutai Barat. Jiraa’ah Vol. 39 No.1.
Razie, Fakhrur, dkk. 2015 (A). Sistem Resapan Biopori Modifikasi (Agroekoteknologi di Lahan
Kering Sub Optimal). Bahan Ajar, Fakultas Pertanian,Universitas Lambung Mangkurat.
________________. 2015 (B). Pola Penyediaan Air dan Hara pada Sistem Resapan Biopori
Modifikasi di Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Proceeding Himpunan Ilmu Tanah Indonesia
Universitas Brawijaya.
Toluhula, Nurain, dkk. 2014. Pengaruh Kadar Hara Fosfor dari Berbagai Jenis Bahan Organik Pada
Lubang resapan biopori modifikasi Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kakao (Thebroma
Cacao L. ) Di Kabupaten Boalemo. Jurnal. Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNG.
Victorianto, Edho. 2014. Pengaruh Lubang resapan biopori modifikasi Terhadap Limpasan
Permukaan. E-Jurnal MATRIKS TEKNIK SIPIL Hal. 423-430.
Widyastuti, Sri. 2013. Perbandingan Jenis Sampah Terhadap Lama Waktu Pengomposan Dalam
Lubang resapan biopori modifikasi. Jurnal Teknik WAKTU Vol. 11 No. 01.
Yeni, Yulia. 2014. Dinamika Beberapa Sifat Fisika dan Kimia Limbah Padat Sawit Pada Sistem
Resapan Biopori Modifikasi di Lahan Perkebunan Kelapa Sawit. Skripsi. Fakultas Pertanian
Universitas Lambung Mangkurat.
Zurhalena dan Yulfitra Farni. 2010. Distribusi Ukuran Pori dan Permeabilitas Ultisol pada Beberapa
Umur Pertanaman. Jurnal Hidrolitan Vol. 1 No. 1.
Zulkarnain, Maulana, dkk. 2013. Pengaruh Kompos, Pupuk Kandang dan Costom-Bio Terhadap
Sifat Tanah. Indonesian Green Technology Journal Vol. 2 No. 1.
LAMPIRAN
a. UJI T C-Organik
Lama Inkubasi b. UJI T Kapasitas Tukar Kation
Perlakuan
20 Hari 30 Hari Lama Inkubasi
Perlakuan
B-0 0.78 0.50 20 Hari 30 Hari
B-1 0.52 0.36 B-0 55.86 32.22
B-2 0.68 0.47 B-1 66.09 33.14
B-3 0.58 0.43 B-2 56.39 31.31
B-4 0.88 0.47 B-3 56.87 29.61
B-5 1.05 0.29 B-4 65.38 33.41
Rata-rata 0.74 0.42 B-5 56.87 34.10
Rata-rata 59.58 32.30
t-Test: Paired Two Sample for Means t-Test: Paired Two Sample for Means
Variable 1 Variable 2 Variable 1 Variable 2
Mean 0.744583 0.418333333 Mean 59.57666667 32.29583333
Variance 0.038866 0.006506667 Variance 22.93409667 2.682626667
Observations 6 6 Observations 6 6
Pearson Correlation -0.24907 Pearson Correlation 0.452176891
Hypothesized Mean Hypothesized Mean
Difference 0 Difference 0
Df 5 Df 5
t Stat 3.461668 t Stat 15.52654162
P(T<=t) one-tail 0.009005 P(T<=t) one-tail 1.00644E-05
t Critical one-tail 2.015048 t Critical one-tail 2.015048373
P(T<=t) two-tail 0.01801 P(T<=t) two-tail 2.01289E-05
t Critical two-tail 2.570582 t Critical two-tail 2.570581836
Diketahui t hitung = 3.4617, t tabel = 2.5706, sehingga |t hitung| Diketahui t hitung = 15.5265, t tabel = 2.5706, sehingga |t hitung|
> t tabel. Sehingga dapat disimpulkan : H0 ditolak, yaitu terdapat > t tabel. Sehingga dapat disimpulkan : H0 ditolak, yaitu terdapat
perbedaan yang nyata antara hasil C-organik lama inkubasi 20 perbedaan yang nyata antara hasil kapasitas tukar kation lama
hari dan lama inkubasi 30 hari. inkubasi 20 hari dan lama inkubasi 30 hari.
c. UJI T Kemantapan Agregat Tanah d. UJI T Kadar Air
Lama Inkubasi Lama Inkubasi
Perlakuan Perlakuan
20 Hari 30 Hari 20 Hari 30 Hari
B-0 16.31 15.13 B-0 14.57 16.74
B-1 19.12 16.18 B-1 12.21 15.31
B-2 19.84 14.91 B-2 12.11 17.21
B-3 18.20 13.58 B-3 14.10 16.13
B-4 17.70 1.78 B-4 15.27 17.35
B-5 15.21 8.31 B-5 9.39 18.44
Rata-rata 17.73 11.65 Rata-rata 12.94 16.86
t-Test: Paired Two Sample for Means t-Test: Paired Two Sample for Means
Variable 1 Variable 2 Variable 1 Variable 2
Mean 17.72708 11.6475 Mean 12.9425 16.86125
Variance 2.995314 31.1203175 Variance 4.657347 1.159251875
Observations 6 6 Observations 6 6
Pearson Correlation 0.370223 Pearson Correlation -0.40039
Hypothesized Mean Hypothesized Mean
Difference 0 Difference 0
Df 5 Df 5
t Stat 2.867708 t Stat -3.46434
P(T<=t) one-tail 0.017544 P(T<=t) one-tail 0.008979
t Critical one-tail 2.015048 t Critical one-tail 2.015048
P(T<=t) two-tail 0.035089 P(T<=t) two-tail 0.017958
t Critical two-tail 2.570582 t Critical two-tail 2.570582
Diketahui t hitung = 2.8677, t tabel = 2.5706, sehingga |t hitung| Diketahui t hitung = -3.4643, t tabel = 2.5706, sehingga |t hitung|
> t tabel. Sehingga dapat disimpulkan : H0 ditolak, yaitu terdapat > t tabel. Sehingga dapat disimpulkan : H0 ditolak, yaitu terdapat
perbedaan yang nyata antara hasil kemantapan agregat tanah lama perbedaan yang nyata antara hasil kadar air lama inkubasi 20 hari
inkubasi 20 hari dan lama inkubasi 30 hari. dan lama inkubasi 30 hari.
e. UJI T Distribusi Partikel Tanah
1) Distribusi Ukuran Partikel ≤ 2 mm 2) Distribusi Ukuran Partikel > 2 mm
Lama Inkubasi Lama Inkubasi
Perlakuan Perlakuan
20 Hari 30 Hari 20 Hari 30 Hari
B-0 61.40 66.05 B-0 37.83 33.45
B-1 69.05 68.63 B-1 30.44 31.02
B-2 66.82 56.86 B-2 32.51 42.67
B-3 68.80 69.89 B-3 30.62 29.69
B-4 68.29 72.31 B-4 30.84 27.22
B-5 60.11 66.82 B-5 38.84 32.89
Rata-rata 65.74 66.76 Rata-rata 33.51 32.82
t-Test: Paired Two Sample for Means t-Test: Paired Two Sample for Means
Variable 1 Variable 2 Variable 1 Variable 2
Mean 65.74375 66.76041667 Mean 33.51167 32.82125
Variance 15.70064438 28.52835104 Variance 14.60279 28.37970937
Observations 6 6 Observations 6 6
Pearson Correlation 0.207638915 Pearson Correlation 0.223837
Hypothesized Mean Hypothesized Mean
Difference 0 Difference 0
df 5 Df 5
t Stat -0.418318363 t Stat 0.290593
P(T<=t) one-tail 0.346537055 P(T<=t) one-tail 0.391515
t Critical one-tail 2.015048373 t Critical one-tail 2.015048
P(T<=t) two-tail 0.69307411 P(T<=t) two-tail 0.78303
t Critical two-tail 2.570581836 t Critical two-tail 2.570582
Diketahui t hitung = -0.4183, t tabel = 2.5706, sehingga |t hitung| Diketahui t hitung = 0.2906, t tabel = 2.5706, sehingga |t hitung|
< t tabel. Sehingga dapat disimpulkan : H0 diterima, yaitu tidak < t tabel. Sehingga dapat disimpulkan : H0 diterima, yaitu tidak
terdapat perbedaan yang nyata antara hasil distribusi partikel terdapat perbedaan yang nyata antara hasil distribusi partikel
tanah ≤ 2 mm lama inkubasi 20 hari dan lama inkubasi 30 hari. tanah > 2 mm lama inkubasi 20 hari dan lama inkubasi 30 hari.