Sie sind auf Seite 1von 18

SISTEM INFORMASI KESEHATAN NASIONAL

(SIKNAS)
1. Pengertian
Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) adalah sistem informasi yang berhubungan
dengan sistem-sistem informasi lain baik secara nasional maupun internasional dalam rangka
kerjasama yang saling mneguntungkan. SIKNAS bukanlah suatu sistem yang berdiri sendiri,
melainkan merupakan bagian dari sistem kesehatan. Oleh karena itu, SIK di tingkat pusat
merupakan bagian dari sistem kesehatan nasional, di tingkat provinsi merupakan bagian dari
sistem kesehatan provinsi, dan di tingkat kabupaten atau kota merupakan bagian dari sistem
kesehatan kabupaten atau kota. SIKNAS di bagun dari himpunan atau jaringan sistem-sistem
informasi kesehtan provinsi dan sistem informasi kesehatan provinsi di bangun dari himpunan atau
jarngan sistem-sistem informasi kesehatan kabupaten atau kota.
Jaringan SIKNAS adalah sebuah koneksi/jaringan virtual sistem informasi kesehatan elektronik
yang dikelola oleh Kementrian Kesehatan dan hanya bisa diakses bila telah dihubungkan. Jaringan
SIKNAS merupakan infrastruktur jaringan komunikasi data terintegrasi dengan menggunakan
Wide Area Network (WAN), jaringan telekomunikasi yang mencakup area yang luas serta
digunakan untuk mengirim data jarak jauh antara Local Area Network (LAN) yang berbeda, dan
arsitektur jaringan lokal komputer lainnya. Pengembangan jaringan komputer (SIKNAS) online
ditetapkan melalui keputusan Mentri Kesehatan (KEPMENKES) No. 837 Tahun 2007.
Tujuan pengembangan SIKNAS online adalah untuk menjembatani permasalahan kekurangan
data dari kabupaten/kota ke depkes pusat dan memungkinkan aliran data kesehatan dari
kabupaten/kota ke pusdatin karena dampak adanya kebijakan desentralisasi bidang kesehatan di
seluruh Indonesia.

2. Alur SIKNAS
Gambar 1. Model Sistem Informasi Kesehatan Nasional
Pada Model ini terdapat 7 komponen yang saling terhubug dan saling terkait yaitu:
1. Sumber Data Manual
2. Sumber Data Komputerisasi
3. Sisitem Informasi Dinas Kesehatan
4. Sistem Informsi Pemangku Kepentingan
5. Bank Data Kesehatan Nasional
6. Pengguna Data oleh Kementrian Kesehatan
7. Pengguna Data .
3. Tantangan SIKNAS
Pelaksanaan SIKNAS di era desentralisasi bukan menjadi lebih baik tetapi malah
berantakan. Hal ini dikarenakan belum adanya infrastruktur yang memadai di daerah dan juga
pencatatan dan pelaporan yang ada (produk sentralisasi) banya overlaps sehingga dirasaka
sebagai beba oleh daerah.

read more (www.depkes.go.id/downloads/Roadmap%20SIK_final.)

REFERENSI
Departemen Kesehatan. 2012, Roadmap Sistem Informasi dan Kesehatan tahun 2011-2014.
Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.
Zhou, Rosalina. 2012.’Hasil Diskusi SIKNAS dan SIKDA’. Dari: www.scribd.com. [14 May
2013]

Email This BlogThis! Share to Twitter Share to Facebook

Teknologi merupakan berbagai hal yang dapat membantu kegiatan atau aktivitas manusia.
Kemajuan teknologi pada saat ini sudah berkembang pesat. Kemajuan ini mencakup berbagai
bidang kehidupan manusia, termasuk pula dalam bidang kesehatan. Saat ini sudah banyak bukti
dari peranan teknologi dalam bidang kesehatan. Salah satunya adalah peran dalam meningkatkan
mutu pelayanan medis.

Peningkatan mutu pelayanan medis tidak terlepas dari ketersediaan fasilitas pelayanan
kesehatan, dalam hal ini rumah sakit, untuk menerapkan sistem informasi kesehatan (simkes).
Sistem ini digunakan untuk mempermudah dan mempercepat pengorganisasian serta pelayanan
yang didalamnya memuat berbagai jenis data klinis/medis. Apa saja sebenarnya kelebihan dan
kekurangan dalam penerapan sistem informasi kesehatan ini? Berikut penjelasannya :

 Kelebihan :

1. Hemat tempat

Penggunaan sistem informasi kesehatan pada rumah sakit dapat menghemat tempat atau ruang
lingkup kerja petugas medis. Bila biasanya petugas memerlukan banyak tempat untuk menulis
berbagai macam jenis dokumen, dengan menggunakan komputer, yang didalamnya sudah terdapat
simkes, petugas bisa langsung melakukannya dalam ruang lingkup yang kecil atau terbatas
sekalipun, hal tersebut dikarenakan sistem informasi kesehatan yang digunakan sudah
mencantumkan berbagai jenis form dokumen yang diperlukan untuk diisi petugas medis.

2. Mempercepat pelayanan kepada pasien

Sistem komputerisasi rumah sakit akan memepercepat dan mem-permudah pelayanan kepada
pasien. Petugas tidak perlu lagi repot-repot menulis identitas pasien dan dapat langsung me-input
data yang diperlukan ke komputer. Hal ini juga dapat memudahkan petugas untuk mengatur
antrian pasien dengan menggunakan tiket dan sistem pemanggilan antrian secara elektronik.
3. Data mudah diakses

Data yang tersimpan dalam sistem akan mudah diakses oleh para petugas medis di rumah sakit
tersebut. Data yang diperlukan akan mudah untuk ditelusuri dengan mengetikan keyword yang
diperlukan pada kolom pencarian pada sistem informasi yang digunakan, otomatis data akan
mudah dan cepat untuk ditemukan.

4. Mempermudah komunikasi antara petugas medis

Petugas medis di rumah sakit yang sudah menerapakan sistem in-formasi kesehatan tidak perlu
lagi kerepotan untuk menyerahkan dokumen yang diperlukan petugas lain di tempat kerja yang
saling berjauhan. Hal tersebut dikarenakan semua data yang di-input oleh tiap-tiap petugas medis
pada sistem informasi kesehatan rumah sakit bisa langsung dilihat dan diakses oleh semua petugas
medis lain dimanapun dan kapanpun, sehingga hal ini bisa mempermudah dan mempercepat
komunikasi antara petugas medis. Selain itu, hal tersebut juga menghemat waktu dan tenaga para
petugas medis.

5. Mempermudah pengecekan data

Tiap-tiap data yang di-input oleh petugas medis akan mudah untuk ditelusuri dan diperiksa. Pada
umumnya, sistem informasi kesehatan yang digunakan akan mendeteksi apabila ada kesalahan
ataupun kekurangan dalam pengisiian data yang di-input-kan oleh petugas medis, sehingga hal ini
akan meminimalisir kesalahan (human eror) yang dapat ditimbulkan. Pencarian data pun akan
mudah dan cepat, karena petugas bisa dengan mudah memasukan keyword ke kolom
pencarian/search pada sistem dan simkes akan otomatis mencari dan menampilkan data atau
dokumen yang akurat sesuai dengan keyword yang telah diisikan.

6. Mempermudah dalam mengolah data menjadi informasi

Penggunaan sistem informasi kesehatan akan mempermudah petugas medis dalam


memproses/mengolah data yang ada menjadi informasi atau laporan yang diperlukan. Petugas
akan mudah mengakses data apa saja yang diperlukan untuk membuat laporan. Petugas tidak perlu
repot-repot lagi mengaudit data satu persatu serta mengurutkannya secara manual, karena hal
tersebut sudah otomatis dilakukan oleh sistem informasi kesehatan yang sudah ter-install. Petugas
bisa langsung memproses dan menampilkan laporan yang diinginkan.

 Kekurangan :

1. Bergantung kepada sumber listrik

Komputer yang digunakan untuk melakukan pelayanan medis otomatis sangat tergantung pada
sumber tenaga listrik yang tersedia. Apabila suatu saat listrik padam dan rumah sakit tidak
memiliki sumber listrik cadangan, hal ini tentu akan sangat mengganggu proses pelayanan medis
yang sedang berjalan. Data yang belum sempat tersimpan pun memiliki kemungkinan untuk hilang
saat komputer dinyalakan kembali.
Proses pelayanan akan terganggu apabila rumah sakit tidak memiliki prosedur antisipasi terhadap
hal ter-sebut. Oleh karena itu, ada baiknya tiap-tiap rumah sakit membuat prosedur antisipasi
tertentu terhadap hal-hal yang dapat menganggu proses pelayanan di rumah sakit, hal ini
diperlukan untuk meminimalisir kerugian/dampak yang dapat ditimbulkan.

2. Bergantung kepada aplikasi yang digunakan

Pemilihan serta penggunaan aplikasi/ software simkes juga menjadi hal yang sangat penting.
Petugas akan sangat bergantung kepada sistem tersebut, sehingga apabila sistem mengalami
gangguan atau kerusakan otomatis akan mengganggu proses pelayanan yang sedang berlangsung.

Oleh karena itu , perlunya rumah sakit untuk menggunakan sistem informasi kesehatan / software
simkes yang asli/berlisensi yang berasal dari sumber atau pengembang (developer) software yang
terpercaya. Sistem tersebut juga harus senantiasa mendapatkan pembaruan dan pengembangan
terbaru dari developer yang membuat software tersebut, hal ini diperlukan agar software yang
dimiliki rumah sakit selalu up to date dan bebas dari permasalahan yang sebelumnya pernah
terjadi.

3. Perlu pelatihan khusus dalam penggunaannya

Kita perlu menyadari bahwa tidak semua petugas medis di rumah sakit akrab dan familiar
dengan sistem informasi kesehatan atau bahkan dengan komputer. Hal tersebut tentu saja akan
membuat penerapan simkes di rumah sakit menjadi sia-sia atau malah bisa menjadi halangan
karena akan menyulitkan para petugas medis yang masih belum siap dalam menerapkan simkes.

Pemberian pelatihan perlu dilakukan agar tiap petugas medis dapat menggunakan sistem
informasi kesehat-an yang ada secara efektif, efisien, dan maksimal. Petugas medis juga perlu
diberi pelatihan mengenai cara penanganan dan antisipasi apabila sistem mengalami gangguan
atau tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Selain itu petugas medis juga dapat didorong
untuk selalu memberikan kritik dan saran terhadap sistem yang digunakan agar sistem tersebut
dapat semakin berkembang dan memiliki kinerja yang maksimal yang sesuai dengan kebutuhan
rumah sakit.

Demikian penjelasan dari beberapa keuntungan dan kerugian dalam penerapan sistem informasi
kesehatan (simkes) di rumah sakit. Penerapan teknologi tersebut diperlukan untuk meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan serta untuk terus mengikuti perkembangan jaman. Hal ini dikarenakan
pada era modern seperti sekarang, kecepatan dan ketepatan menjadi hal yang utama, terutama
dalam hal pelayanan kesehatan.

Namun demikian, perlu diadakannya persiapan dan pengkajian yang ma-tang terlebih dahulu
oleh rumah sakit sebelum menerapkan sistem informasi kesehatan tersebut. Dengan demikian,
akan banyak dampak positif yang dapat diperoleh serta akan meminimalisir kemungkinan
memperoleh dampak negatif dari penerapan simkes.

Terima kasih, semoga bermanfaat dan mari hidup sehat


Sumber :

http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_informasi_rumah_sakit

Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) adalah sistem informasi yang berhubungan
dengan sistem-sistem informasi lain baik secara nasional maupun internasional dalam rangka
kerjasama yang saling mneguntungkan. SIKNAS bukanlah suatu sistem yang berdiri sendiri,
melainkan merupakan bagian dari sistem kesehatan. Oleh karena itu, SIK di tingkat pusat
merupakan bagian dari sistem kesehatan nasional, di tingkat provinsi merupakan bagian dari
sistem kesehatan provinsi, dan di tingkat kabupaten atau kota merupakan bagian dari sistem
kesehatan kabupaten atau kota. SIKNAS di bagun dari himpunan atau jaringan sistem-sistem
informasi kesehtan provinsi dan sistem informasi kesehatan provinsi di bangun dari himpunan
atau jaringan sistem-sistem informasi kesehatan kabupaten atau

kota

Jaringan SIKNAS adalah sebuah koneksi/jaringan virtual sistem informasi kesehatan


elektronik yang dikelola oleh Kementrian Kesehatan dan hanya bisa diakses bila telah
dihubungkan. Jaringan SIKNAS merupakan infrastruktur jaringan komunikasi data terintegrasi
dengan menggunakan Wide Area Network (WAN), jaringan telekomunikasi yang mencakup area
yang luas serta digunakan untuk mengirim data jarak jauh antara Local Area Network (LAN)
yang berbeda, dan arsitektur jaringan lokal komputer lainnya. Pengembangan jaringan komputer
(SIKNAS) online ditetapkan melalui keputusan Mentri Kesehatan (KEPMENKES) No. 837
Tahun 2007. Dengan Tujuan pengembangan SIKNAS online adalah untuk menjembatani
permasalahan kekurangan data dari kabupaten/kota ke depkes pusat dan memungkinkan aliran
data kesehatan dari kabupaten/kota ke pusdatin karena dampak adanya kebijakan desentralisasi
bidang kesehatan di seluruh Indonesia.

ALUR SIKNAS
Gambar 1. Model Sistem Informasi Kesehatan Nasional

Pada Model ini terdapat 7 komponen yang saling terhubug dan saling terkait yaitu:

1. Sumber Data Manual

Merupakan kegiatan pengumpulan data dari sumber data yang masih dilakukan secara manual
atau secara komputerisasi offline. Model SIK Nasional yang memanfaatkan kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi masih tetap dapat menampung SIK Manual untuk fasilitas kesehatan
yang masih mempunyai keterbatasan infrastruktur (antara lain, pasokan listrik dan peralatan
komputer serta jaringan internet). Fasilitas pelayanan kesehatan yang masih memakai sistem
manual akan melakukan pencatatan, penyimpanan dan pelaporan berbasis kertas.

Laporan dikirimkan dalam bentuk hardcopy (kertas) berupa data rekapan/agregat ke dinas
kesehatan kabupaten/ kota. Fasilitas pelayanan kesehatan dengan komputerisasi offline, laporan
dikirim dalam bentuk softcopy berupa data individual ke dinas kesehatan kabupaten/kota. Bagi
petugas kesehatan yang termasuk dalam jejaring puskesmas yang belum komputerisasi, laporan
dikirim dalam bentuk data rekapan/agregat sesuai jadwal yang telah ditentukan. Sedangkan bagi
yang sudah komputerisasi offline, laporan dikirim dalam bentuk softcopy untuk dilakukan
penggabungan data di puskesmas.

2. Sumber Data Komputerisasi

Pada sumber data komputerisasi pengumpulan data dari sumber data yang sudah dilakukan
secara komputerisasi online. Pada fasilitas pelayanan kesehatan dengan komputerisasi online,
data individual langsung dikirim ke Bank Data Kesehatan Nasional dalam format yang telah
ditentukan. Selain itu juga akan dikembangkan program mobile health (mHealth) yang dapat
langsung terhubung ke sistem informasi puskesmas (aplikasi SIKDA Generik).

3. Sisitem Informasi Dinas Kesehatan

Merupakan sistem informasi kesehatan yang dikelola oleh dinas kesehatan baik kabupaten/kota
dan provinsi. Laporan yang masuk ke dinas kesehatan kabupaten/kota dari semua fasilitas
kesehatan (kecuali milik Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat) dapat berupa laporan
softcopy dan laporan hardcopy. Laporan hardcopy dientri ke dalam aplikasi SIKDA generik.
Laporan softcopy diimpor ke dalam aplikasi SIKDA Generik, selanjutnya semua bentuk laporan
diunggah ke Bank Data Kesehatan Nasional. Dinas kesehatan provinsi melakukan hal yang sama
dengan dinas kesehatan kabupaten/kota untuk laporan dari fasilitas kesehatan milik provinsi.

4. Sistem Informsi Pemangku Kepentingan

Sistem informasi yang dikelola oleh pemangku kepentingan terkait kesehatan. Mekanisme
pertukaran data terkait kesehatan dengan pemangku kepentingan di semua tingkatan dilakukan
dengan mekanisme yang disepakati.

5. Bank Data Kesehatan Nasional

Bank Data Kesehatan Nasional selanjutnya akan mencakup semua data kesehatan dari sumber
data (fasilitas kesehatan), oleh karena itu unit-unit program tidak perlu lagi melakukan
pengumpulan data langsung ke sumber data.

6. Pengguna Data oleh Kementrian Kesehatan

Data kesehatan yang sudah diterima di Bank Data Kesehatan Nasional dapat dimanfaatkan oleh
semua unit-unit program di Kementerian Kesehatan dan UPT-nya serta dinas kesehatan dan
UPTP/D-nya.

7. Pengguna Data .

Semua pemangku kepentingan yang tidak/belum memiliki sistem informasi sendiri serta
masyarakat yang membutuhkan informasi kesehatan dapat mengakses informasi yang diperlukan
dari Bank Data Kesehatan Nasional melalui website Kementerian Kesehatan.
Namun sebesar apapun rencana pasti ada juga kelemahan dan kemerosotan yang terjadi.
Pelaksanaan SIKNAS di era desentralisasi dipandang bukan menjadi lebih baik tetapi malah
berantakan. Hal ini dikarenakan belum adanya infrastruktur yang memadai di daerah dan juga
pencatatan dan pelaporan yang ada (produk sentralisasi) banya overlaps sehingga dirasaka
sebagai beba oleh daerah.

Kemudian bergulirnya waktu sampai dengan saat ini telah banyak rumah sakit dan klinik klinik
yang menggunakan sistem informasi kesehatan sesuai yang dibutuhkan di pelayanan kesehatan
tersebut walaupun tidak menyeluruh seperti di Negara Jepang contohnya. Berkembangnya
tekhnologi informasi saat ini seharusnya bisa dimanfaatkan dalam pembentukan sistem informasi
kesehatan yang menyeluruh. Terkendala dengan penjangkauan kepada masyarakat Indonesia
yang berada di pelosok yang sulit untuk didata dan sulit untuk menerima informasi baru dari luar
yang mereka anggap asing. Masih tabu dan kentalnya budata beberapa kelompok masyarakat di
Indonesia membuat sistem informasi belum menyeluruh.

RANCANGAN KERANGKA KERJA SIK DI INDONESIA

D. URGENSI SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Telah jelas bahwasannya perkembangan tekhnologi saat ini sudah sangat pesat, berkembangnya
sistem informasi kesehatan suatu Negara dipengaruhi juga oleh perkembangan tekhnologi nya.
Sistem informasi kesehatan adalah hal yang sangat urgen yang dibutuhkan setiap Negara dalam
upaya peningkatan derajat kesehatannya. Peranan SIK dalam Sistem Kesehatan Menurut WHO,
Sistem Informasi Kesehatan merupakan salah satu dari 6 “building blocks” atau komponen
utama dalam Sistem Kesehatan di suatu negara. Keenam komponen (buliding blocks) Sistem
Kesehatan tersebut ialah :

1. Servis Delivery (Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan)


2. Medical product, vaccines, and technologies (Produk Medis, vaksin, dan Teknologi
Kesehatan)
3. Health Workforce (Tenaga Medis)
4. Health System Financing (Sistem Pembiayaan Kesehatan)
5. Health Information System (Sistem Informasi Kesehatan)
6. Leadership and Governance (Kepemimpinan dan Pemerintahan)

Sistem Informasi Kesehatan di dalam Sistem Kesehatan Nasional Indonesia Sistem


Kesehatan Nasional Indonesia terdiri dari 7 subsistem, yaitu :

1. Upaya Kesehatan
2. Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
3. Pembiayaan Kesehatan
4. Sumber Daya Mansuia (SDM) Kesehatan
5. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan
6. Manajemen, Informasi, dan Regulasi Kesehatan
7. Pemberdayaan Masyarakat

Di dalam Sistem Kesehatan Nasional, SIK merupakan bagian dari sub sistem ke 6 yaitu :
Manajemen, Informasi dan Regulasi Kesehatan. Subsistem Manajemen dan Informasi Kesehatan
merupakan subsistem yang mengelola fungsi-fungi kebijakan kesehatan, adiminstrasi kesehatan,
informasi kesehatan dan hukum kesehatan yang memadai dan mampu menunjang
penyelenggaraan upaya kesehatan nasional agar berdaya guna, berhasil gunam dan mendukung
penyelenggaraan keenam subsitem lain di dalam Sistem Kesehatan Nasional sebagai satu
kesatuan yang terpadu.

Urgensi Sistem Informasi Kesehatan dapat dilihat dari Manfaat Sistem Informasi
Kesehatan Begitu banyak manfaat Sistem Informasi Kesehatan yang dapat membantu para
pengelola program kesehatan, pengambil kebijakan dan keputusan pelaksanaan di semua jenjang
administrasi (kabupaten atau kota, propvinsi dan pusat) dan sistem dalam hal berikut :

1. Mendukung manajemen kesehatan


2. Mengidentifikasi masalah dan kebutuhan
3. Mengintervensi masalah kesehatan berdasarkan prioritas
4. Pembuatan keputusan dan pengambilan kebijakan kesehatan berdasarkan bukti
(evidence-based decision)
5. Mengalokasikan sumber daya secara optimal
6. Membantu peningkatan efektivitas dan efisiensi
7. Membantu penilaian transparansi

E. PERATURAN SIK DI INDONESIA


Di Indonesia sendiri telah ada susunan undang undang yang menjelaskan tentang informasi yaitu
Menurut UUD 1945, Pasal 28; Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Peraturan Sistem Informasi Kesehatan di
Indonesia diatur Menurut Keputusan Mentri Kesehatan dalam undang undang nomer 36 tahun
2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang
efektif dan efisien diperlukan informasi kesehatan yang dilakukan melalui sistem informasi dan
melalui lintas sector. Di dalam undang undang ini dinyatakan pula bahwa ketentuan lebih lanjut
mengenai Sistem informasi kesehatan diatur dengan peraturan pemerintah.

Peraturan menteri kesehatan nomor 1144/MENKES/PER/VII/2010 tentang Organisasi dan tata


kerja kementrian kesehatan mengamanatkan pusat data dan informasi (PUSDATIN) sebagai
pelaksana tugas kementrian kesehatan di bidang data dan informasi kesehatan, maka pusdatin
sebagai sekretariat SIK melakukan inisuatif penyusunan regulasi dan standar SIK berupa
rancangan peraturan pemerintah dan NSPK yaitu panduan ROADMAP rencana aksi penguatan
SIK.Dalam menyusunan standar dan regulasi SIK perlu dibentuk suatu Komite Ahli SIK dan
Tim Perumus SIK. Melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 805/Menkes/SK/IV/2011 telah
dibentuk Komite Ahli dan Tim Perumus Penyusunan Peraturan Pemerintah, Pedoman dan
Roadmap Sistem Informasi Kesehatan. Komite Ahli dan Tim Perumus ini merupakan para ahli
yang berasal dari berbagai institusi/sektor yang mempunyai kaitan dan peran dalam Sistem
Informasi Kesehatan. Setelah tugasnya selesai, komite ini akan dilebur menjadi Komite Ahli
SIK.

Pengorganisasian pelaksanaan SIK yang merupakan implementasi dari regulasi dan standar perlu
melibatkan berbagai sektor. Untuk itu perlu tersedia suatu Forum yang dijalankan oleh suatu
Komite Ahli untuk mengoordinasikan seluruh upaya SIK. Komite Ahli terbagi dalam tujuh divisi
yang diadaptasi dari komponen SIK, yang akan bertugas memberi rekomendasi atas hasil
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Roadmap Rencana Aksi Penguatan SIK. Dalam
pelaksanaannya masing-masing divisi Komite Ahli dapat membentuk kelompok-kelompok kerja
untuk membahas setiap masalah/isu yang timbul. Rekomendasi dari Komite Ahli akan
disampaikan kepada Menteri Kesehatan untuk dilaksanakan oleh pelaksana.
Memasuki pembahasan mengenai tugas dan tanggung jawab pemerintah Daerah
dalam pengelolaan dan pengembangan SIK merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, sebagai berikut :

1. Pemerintah mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus pengelolaan
dan pengembangan SIK skala nasional dan fasilitasi pengembangan SIK daerah.
2. Pemerintah Daerah Provinsi mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan
mengurus pengelolaan SIK skala provinsi.
3. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan
mengurus pengelolaan SIK skala kabupaten/kota.

Pemerintah daerah dapat melakukan pengembangan SIK dalam skala terbatas dan mengikuti
standar yang ditetapkan Pemerintah

F. SISTEM INFORMASI KESEHATAN DI PUSKESMAS


Dalam pelaksanaan nya Puskesmas di Indonesia sudah menganut sistem informasi kesehatan
yang di canangkan pemerintah. Sistem informasi kesehatan yang dianut puskesmas pada saat ini
masih di dominasi oleh SP2TP . seperti diketahui bahwa puskesmas adalah uung tombak
pemerintah dalam upaya pelayanan kesehatan di masyarakat. Sesuai dengan KEPMENKES RI
No 128 tahun 2004 tentang kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat nahwa puskesmas di
definisikan sebagai unit pelaksana teknis di kabupaten/kota yang bertanggungjawab
melaksanakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah. Proses penyelenggaraan, pemantauan
serta penilaian yang dilakukan Puskesmas terhadap rencana kegiatan yang telah ditetapkan baik
rencan upaya wajib maupun pengembangan dalam mengatasi masalah kesehatan yang ada di
wilayahnya. Salah satu bentuk pemantauan adalah dengan Sistem Informasi Manajemen
Puskesmas (SIMPUS).

SIMPUS merupakan pilihan bagi daerah dalam pengembangan sistem informasi kesehatan yang
lebih cepat dan akurat. Pada potensi yang dimilikinya sebenarnya SIMPUS dapat menggantikan
sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP). Karena SIMPUS merupakan hasil
dari pengolahan berbagai sumber informasi seperti SP2TP, survei lapangan, laporan lintas sector,
dan laporan sarana kesehatan swasta. Seiring kemajuan tekhnologi,SIMPUS pun dikembangkan
melalui sistem komputerisasi dalam suatu software yang bekerja dalam sebuah sistem operasi.
Tetapi kendalanya SIMPUS masih belum berjalan secara optimal di daerah.

Contoh Tampilan dalam SIMPUS

G. SIK DI RUMAH SAKIT

Sistem informasi rumah sakit tidak dapat lepas kaitannya dengan sistem informasi kesehatan
karena sistem ini merupakan aplikasi dari sistem informasi kesehatan itu sendiri. Untuk itu, perlu
kita mengetahui sedikit tentang sistem informasi rumah sakit yang ada di Indonesia, mulai dari
rancang bangun (desain) sistem informasi rumah sakit hingga pengembangannya.

1. Rancang Bangun (desain) Sistem Informasi Rumah Sakit

Rancang Bangun Rumah Sakit (SIRS), sangat bergantung kepada jenis dari rumah sakit tersebut.
Rumah sakit di Indonesia, berdasarkan kepemilikannya dibagi menjadi 2, sebagai berikut:

1. Rumah Sakit Pemerintah, yang dikelola oleh:

1) Departemen Kesehatan,

2) Departemen Dalam Negeri,

3) TNI,

4) BUMN.

Sifat rumah sakit ini adalah tidak mencari keuntungan (non profit)

2. Rumah Sakit Swasta,

yang dimiliki dan dikelola oleh sebuah yayasan, baik yang sifatnya tidak mencari keuntungan
(non profit) maupun yang memang mencari keuntungan (profit) .

Dalam melakukan pengembangan SIRS, pengembang haruslah bertumpu dalam 2 hal penting
yaitu “Kriteria dan kebijakan pengembangan SIRS” dan “sasaran pengembangan SIRS”
tersebut. Adapun kriteria dan kebijakan yang umumnya dipergunakan dalam penyusunan
spesifikasi SIRS adalah sebagai berikut:

1. SIRS harus dapat berperan sebagai subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional dalam
memberikan informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu.
2. SIRS harus mampu mengaitkan dan mengintegrasikan seluruh arus informasi dalam
jajaran Rumah Sakit dalam suatu sistem yang terpadu.
3. SIRS dapat menunjang proses pengambilan keputusan dalam proses perencanaan maupun
pengambilan keputusan operasional pada berbagai tingkatan.
4. SIRS yang dikembangkan harus dapat meningkatkan daya-guna dan hasil-guna terhadap
usaha-usaha pengembangan sistem informasi rumah sakit yang telah ada maupun yang
sedang dikembangkan.
5. SIRS yang dikembangkan harus mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap perubahan
dan perkembangan dimasa datang.
6. Usaha pengembangan sistem informasi yang menyeluruh dan terpadu dengan biaya
investasi yang tidak sedikit harus diimbangi pula dengan hasil dan manfaat yang berarti
(rate of return) dalam waktu yang relatif singkat.
7. SIRS yang dikembangkan harus mampu mengatasi kerugian sedini mungkin.
8. Pentahapan pengembangan SIRS harus disesuaikan dengan keadaan masing-masing
subsistem serta sesuai dengan kriteria dan prioritas.
9. SIRS yang dikembangkan harus mudah dipergunakan oleh petugas, bahkan bagi petugas
yang awam sekalipun terhadap teknologi komputer (user friendly).
10. SIRS yang dikembangkan sedapat mungkin menekan seminimal mungkin perubahan,
karena keterbatasan kemampuan pengguna SIRS di Indonesia, untuk melakukan adaptasi
dengan sistem yang baru.
11. Pengembangan diarahkan pada subsistem yang mempunyai dampak yang kuat terhadap
pengembangan SIRS.

Atas dasar dari penetapan kriteria dan kebijakan pengembangan SIRS di atas, selanjutnya
ditetapkan sasaran pengembangan sebagai penjabaran dari Sasaran Jangka Pendek
Pengembangan SIRS, sebagai berikut:

1. Memiliki aspek pengawasan terpadu, baik yang bersifat pemeriksaan atau pengawasan
(auditable) maupun dalam hal pertanggungjawaban penggunaan dana (accountable) oleh
unit-unit yang ada di lingkungan rumah sakit.
2. Terbentuknya sistem pelaporan yang sederhana dan mudah dilaksanakan, akan tetapi
cukup lengkap dan terpadu.
3. Terbentuknya suatu sistem informasi yang dapat memberikan dukungan akan informasi
yang relevan, akurat dan tepat waktu melalui dukungan data yang bersifat dinamis.
4. Meningkatkan daya-guna dan hasil-guna seluruh unit organisasi dengan menekan
pemborosan.
5. Terjaminnya konsistensi data.
6. Orientasi ke masa depan.
7. Pendayagunaan terhadap usaha-usaha pengembangan sistem informasi yang telah ada
maupun sedang dikembangkan, agar dapat terus dikembangkan dengan
mempertimbangkan integrasinya sesuai Rancangan Global SIRS.

SIRS merupakan suatu sistem informasi yang, cakupannya luas (terutama untuk rumah sakit tipe
A dan B) dan mempunyai kompleksitas yang cukup tinggi. Oleh karena itu penerapan sistem
yang dirancang harus dilakukan dengan memilih pentahapan yang sesuai dengan kondisi masing
masing subsistem, atas dasar kriteria dan prioritas yang ditentukan. Kesinambungan antara
tahapan yang satu dengan tahapan berikutnya harus tetap terjaga. Secara garis besar tahapan
pengembangan SIRS adalah sebagai berikut:

1. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan SIRS,


2. Penyusunan Rancangan Global SIRS,
3. Penyusunan Rancangan Detail/Rinci SIRS,
4. Pembuatan Prototipe, terutama untuk aplikasi yang sangat spesifik,
5. Implementasi, dalam arti pembuatan aplikasi, pemilihan dan pengadaan perangkat keras
maupun perangkat lunak pendukung.
6. Operasionalisasi dan Pemantapan.
Sistem Informasi Rumah Sakit yang berbasis komputer (Computer Based Hospital Information
System) memang sangat diperlukan untuk sebuah rumah sakit dalam era globalisasi, namun
untuk membangun sistem informasi yang terpadu memerlukan tenaga dan biaya yang cukup
besar. Kebutuhan akan tenaga dan biaya yang besar tidak hanya dalam pengembangannya,
namun juga dalam pemeliharaan SIRS maupun dalam melakukan migrasi dari sistem yang lama
pada sistem yang baru. Selama manajemen rumah sakit belum menganggap bahwa informasi
adalah merupakan aset dari rumah sakit tersebut, maka kebutuhan biaya dan tenaga tersebut
diatas dirasakan sebagai beban yang berat, bukan sebagai konsekuensi dari adanya kebutuhan
akan informasi.Kalau informasi telah menjadi aset rumah sakit, maka beban biaya untuk
pengembangan, pemeliharaan maupun migrasi SIRS sudah selayaknya masuk dalam kalkulasi
biaya layanan kesehatan yang dapat diberikan oleh rumah sakit itu. Perlu disadari sepenuhnya,
bahwa penggunaan teknologi informasi dapat menyebabkan ketergantungan, dalam arti sekali
mengimplementasikan dan mengoperasionalkan SIRS, maka rumah sakit tersebut selamanya
terpaksa harus menggunakan teknologi informasi.

Hal ini disebabkan karena perubahan dari sistem yang terotomasi menjadi sistem manual
merupakan kejadian yang sangat tidak menguntungkan bagi rumah sakit tersebut. Perangkat
lunak SIRS siap pakai yang tersedia di pasaran pada saat ini sebagian besar adalah perangkat
lunak SIRS yang hanya mengelola sebagian sistem atau beberapa subsistem dari SIRS. Untuk
dapat memilih perangkat lunak SIRS siap pakai dan perangkat keras yang akan digunakan, maka
rumah sakit tersebut harus sudah memiliki rancang bangun (desain) SIRS yang sesuai dengan
kondisi dan situasi rumah Sakit.

H. Permasalahan Sistem Informasi Kesehatan di Indonesia

Dalam pelaksanaan nya sistem informasi kesehatan di Indonesia memiliki permasalahan


yang cukup kompleks ,Permasalahan mendasar Sistem Informasi Kesehatan di Indonesia saat ini
antara lain :

1. Faktor Pemerintah
o Standar SIK belum ada sampai saat
o Pedoman SIK sudah ada tapi belum seragam
o Belum ada rencana kerja SIK nasional
o Pengembangan SIK di kabupaten atau kota tidak seragam
2. Fragmentasi
o Terlalu banyak sistem yang berbeda-beda di semua jenjang administasi
(kabupaten atau kota, provinsi dan pusat), sehingga terjadi duplikasi data, data
tidak lengkap, tidak valid dan tidak conect dengan pusat.
o Kesenjangan aliran data (terfragmentasi, banyak hambatan dan tidak tepat waktu)
o Hasil penelitian di NTB membuktikan bahwa : Puskesmas harus mengirim lebih
dari 300 laporan dan ada 8 macam software sehingga beban administrasi dan
beban petugas terlalu tinggi. Hal ini dianggap tidak efektif dan tidak efisien.
o Format pencatatan dan pelaporan masih berbeda-beda dan belum standar secara
nasional.
3. Sumber daya masih minim

I. Perkembangan Sistem Informasi Kesehatan di Indonesia

Setelah melihat permasalahan yang terjadi dalam sistem Informasi Kesehatan di Indonesia
maka pandangan Sistem Informasi Kesehatan di masa Depan Dalam upaya mengatasi
fragmentasi data, Pemerintah sedang mengembangkan aplikasi yang disebut Sistem Aplikasi
Daerah (Sikda) Generik. Sistem Informasi Kesehatan berbasis Generik mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut :

 Input pencatatan dan pelaporan berbasis elektronik atau computerized.


 Input data hanya dilakukan di tempat adanya pelayanan kesehatan (fasilitas kesehatan).
 Tidak ada duplikasi (hanya dilakukan 1 kali).
 Akurat, tepat, hemat sember daya (efisien) dan transfaran. Tejadi pengurangan beban
kerja sehingga petugas memiliki waktu tambahan untuk melayani pasien atau
masyarakat.
 Data yang dikirim (uploaded) ke pusat merupakan data individu yang digital di kirim ke
bank data nasional (data warehouse).
 Laporan diambil dari bank data sehingga tidak membebani petugas kesehatan di Unit
pelayanan terdepan.
 Puskesmas dan Dinas Kesehatan akan dilengkapi dengan peralatan berbasis komputer.
 Petugas akan ditingkatkan kompetensinya melalui pelatihan untuk menerapkan Sikda
Generik.
 Mudah dilakukan berbagai jenis analisis dan assesment pada data.
 Secara bertahap akan diterapkan 3 aplikasi Sikda Generik yaitu Sistem Informasi
Manajemen Kesehatan, Sistem Informasi Dinas Kesehatan dan Sistem Informasi
Manajemen Rumah Sakit.

J.KESIMPULAN

Informasi dapat menggambarkan kejadian nyata yang digunakan untuk pengambilan keputusan.
Sumber dari informasi adalah data yang dapat berbentuk huruf, simbol, alfabet dan lain
sebagainya. Pada intinya sistem informasi itu tidak lepas dari input-proses-output, data yang
diproses oleh sistem sehingga menghasilkan suatu output (informasi) yang berguna.

REFERENSI
Departemen Kesehatan. 2012

Roadmap Sistem Informasi dan Kesehatan tahun 2011-2014.

Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.

KEPMENKES

Zhou, Rosalina. 2012.’Hasil Diskusi SIKNAS dan SIKDA’. Dari: www.scribd.com.

Das könnte Ihnen auch gefallen