Sie sind auf Seite 1von 7

Alberto, Dwiki, Nadia, Nadra, Viena.

ASIDOSIS RESPIRATORIK

A. PENGERTIAN.
Asidosis Respiratorik (Kelebihan Asam Karbonat) adalah gangguan klinis dimana PH
kurang dari 7,35 dan tekanan parsial karbondioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 42 mmHg.
Gangguan asam basa respiratori terjadi akibat perubahan pada CO2. Pada individu normal,
tekanan arteri parsial untuk karbon dioksida (pCO2) adalah sekitar 40 mmHg. Konsistensi dari
pCO2 dipertahankan oleh ventilasi alveolar. Paru-paru adalah satu-satunya organ yang
mengeliminasi CO2. Terdapat beberapa mekanisme fisiologis yang berfungsi mengatur
keseimbangan CO2, yaitu:
 Produksi CO2
CO2 diproduksi melalui metabolism karbohidrat dan lemak. Diperkirakan 15.000 mmol
CO2 diproduksi setiap harinya.
 Transport CO2
CO2 yang telah diproduksi melalui metabolisme, ditransportasi melaui darah (plasma dan
sel darah merah) menuju paru-paru melalui arteri pulmonal. Perbedaan/gradient pCO2
antara jaringan dengan alveoli hanya 6 mmHg. Di sel darah merah, CO2 diubah menjadi
asam karbonat (H2CO3) oleh carbonic anhydrase, kemudian H2CO3 akan pecah menjadi
H+ dan HCO3, dimana HCO3 yang akan berdifusi ke plasma melalui pertukaran
CL/HCO3 dan dibawa ke paru-paru, yang kemudian diubah kembali menjadi CO2.
 Ekskresi CO2
Ventilasi alveolar adalah penentu terbesar dalam ekskresi CO2. Penurunan ventilasi
alveolar menyebabkan retensi CO2, yang menyebabkan peningkatan CO2 dalam tubuh.
Faktor lainnya yaitu perfusi darah menuju paru, dan difusi CO2 dari kapiler ke alveolar.
 Kontrol ventilasi oleh sistem saraf pusat.
Pada indvidu normal, pCO2, pO2, dan pH diatur oleh:
o Sensor (kemoreseptor). Kemoreseptor sentral, lokasi di medulla, dikelilingi oleh
cairan serebrospinal dan interstitial, yang merespon terhadap perubahan H+ atau
pCO2. Sebagai contoh, peningkatan H+, seperti pada penurunan pH, stimulasi
respirasi, dan menurunnya pCO2, menyebabkan respon peningkatan pH.
Sebaliknya, penurunan H+ atau peningkatan pH menekan ventilasi alveolar dan
menyebabkan retensi pCO2, sehingga pH dapat kembali normal. Peningkatan
pCO2 menstimulasi ventilasi, dan penurunan menyebabkan depresi ventilasi.
o Medullary center. Medulla dan pons mengatur inspirasi dan ekspirasi.
o Effector (otot pernapasan)
Gangguan pada salah satu mekanisme di atas dapat menyebabkan terjadinya retensi (hypercapnia
atau peningkatan pCO2) atau eliminasi berlebihan (hypocapnia atau penurunan pCO2) dari CO2.

B. KLASIFIKASI.
Respiratori asidosis, dikenal juga sebagai hypercapnia primer, diinisiasi oleh peningkatan
pCO2 pada arteri. Respiratori asidosis dibagi menjadi 2 yaitu akut dan kronik.
1. Asidosis Respiratori Akut. Terjadi jika komponen ginjal belum berjalan dan HCO3-
masih dalam keadaan normal. Seperti pada edema pulmonal akut, aspirasi benda asing,
atelektasis, pneumutorak, syndrome tidur apnea, pemberian oksigen pada pasien
hiperkapnea kronis (kelebihan CO2 dalam darah), ARSP.
2. Asidosis Respiratorik Kronis. Jika kompensasi ginjal telah berjalan dan HCO3- telah
meningkat. Terjadi pada penyakit pulmunari seperti emfisema kronis dan bronchitis,
apnea tidur obstruktif.

C. ETIOLOGI.
Acute Respiratory Acidosis
Chronic Respiratory Acidosis
Hypercapnia yang stabil terjadi pada hari ke-3 sampai hari ke-5 akibat kompensasi renal
yang meningkatkan serum HCO3 sebanyak 0,4 mEq/L untuk setiap mmHg peningkatan pCO2
diatas nilai normal.
D. MANIFESTASI KLINIS.
Asidosis respiratori akut menimbulkan hypoxemia, yang dapat menyebabkan disfungsi
beberapa organ, dengan gejala seperti:
 Mual, muntah, lelah, sakit kepala, kebingungan, kejang dan koma
 Peningkatan tekanan darah dan heart rate, kadang dapat dijumpai aritmia
 Peningkatan hormone antidiuretic
Peningkatan asam lambung
Asidosis respiratori kronik:
 Tidak terlalu parah dibanding acidosis respiratori akut karena pH yang mendekati normal
 Hypoxemia
 Gejala klinis gangguan SSP meliputi tremor, ataxia, dan nafsu makan menurun.
 Efek kardiovascular yaitu pulmonary hypertension (cor pulmonale), peripheral
 edema, dan supraventricular serta ventricular aritmia. Cardiac output mendekati aatau
bahkan normal.
 Glomerular filtration rate (GFR) normal
E. PATOFISIOLOGI.

15.000 – 20.000 Metabolisme Keluar


Normal mmol CO2 Ekskresi mml Paru-Paru
per Hari

Sebagian Besar
Dibawa Ke Paru-Paru
Dalam Bentuk HCO8-
Darah

Seimbang Peningkatan Peningkatan Ion H+


PaCO2 – PH Ventilasi Alveolar Darah

Obstruksi Hipoventilasi
Peningkatan
Hipoksemia Keracunan Peningkatan
HCO3- Darah
. Obat PaCO2

Penurunan Asedosis Kompensasi PH


PaO2 Respiratori Ginjal Menurun
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC.
Asidosis respiratori akut :
 Riwayat batuk, sesak napas, demam, asma, chronic heart failure, trauma kepala atau
spina;, penggunaan obat
 Pemeriksaan fisik mencakup vital signs, pola napas, pemeriksaan bentuk dada dan
penggunaan otot pernapasan, auskultasi paru, auskultasi jantung, ekstremitas bawah
untuk edema, ekstremitas atas untuk clubbing dan pemeriksaan neurologis.
 Pemeriksaan laboratorium
1. Analisa gas darah : pH rendah (<7.25), serum HCO3 sedikit meningkat (< 30
mEq/L), pCO2 meningkat (>60 mmHg)
2. Serum chemistry, termasuk Ca2+, Mg2+, phosphate, dan hemoglobin
3. Tidak ada perubahan pada serum Na+, K+, and Cl−
4. Normal anion gap
5. Acidic urine pH (< 5.5)
6. Chest x-ray and electrocardiogram (EKG)
7. Perhitungan gradien alveolar–arterial (A–a)
Asidosis respiratori kronik:
 Body habitus, deformed chest, dan clubbing sering ditemukan
 Pemeriksaan laboratorium:
1. ABG: pH near normal (> 7.30), elevated HCO3− (> 32 mmHg), and elevated
pCO2 (> 60 mmHg) usually characterize chronic respiratory acidosis
2. Serum Na+ and K+ normal
3. Penurunan Cl sebanding dengan meningkatnya HCO3
4. Urine pH is < 5.5
5. Secondary polycythemia
G. PENATALAKSANAAN.
Asidosis respiratory akut:
Tangani penyebabnya. Berikan penanganan darurat secepatnya, meliputi :

1. Amankan jalur napas (airway) pada pasien sadar maupun yang kesadarannya menurun.
2. Berikan O2 untuk menangani hypoxemia. Hal ini lebih penting daripada menurunkan
pCO2 dan meningkatkan pH. Bantuan ventilasi segera dilakukan pada pasien yang
mengalami penurunan kesadaran berat, coma, atau pasien dengan pH < 7.10. Jika pasien
sadar dan hemodinamiknya stabil, O2 dengan nasal kanul atau masker Venturi sudah
cukup. Tujuan dari terapi oksigen adalah untuk mencapai pO2 60-70 mmH atau saturasi
oksigen > 88 %.
3. Ventilasi dengan mesin diindikasikan untuk pasien yang apneu, penurunan kesadaran,
hemodinamik tidak stabil dengan pH < 7.10 dan pCO2 > 80 mmHg.
4. Diuretik loop diperlukan pada pasien dengan crackles
5. Antibiotik, agonis B2, dan bronkodilator lainnya, serta kortikosteroid, boleh diberikan
pada pasien dengan infeksi dan wheezing untuk meningkatkan ventilasi.
6. Konsumsi karbohidrat pada pasien ventilator-dependent harus diminimalisir untuk
mencegah produksi CO2 berlebihan.

Asidosis respiratori kronik:

 Cari penyebab dan tangani


 Oksigenasi berlebihan harus dihindari
 Jangan tangani pH asam. Pasien dengan cor pulmonal dan edema pada ekstremitas bawah
diobati dengan diuretik dan pH dapat naik sedikit dengan sendirinya.
 Antibiotik jika ada indikasi infeksi
 Terapi bronkodilator
 Jika hypoxemia berat (pO2 < 50 mmHg) menetap, berikan O2 dalam jumlah rendah.
 Tujuan terapi O2 adaalah mempertahankan pO2 antara 60-70 mmHg dan saturasi O2 88-
93%.
 terapy is to maintain pO2 between 60 and 70 mmHg and O2
 saturation of 88–93 %.

Das könnte Ihnen auch gefallen