Sie sind auf Seite 1von 15

AL - ISLAM

IJTIHAD
PENDAHULUAN

Semua umat Islam sepakat bahwa sumber hukum Islam yang pertama
adalah Al-Quran. Adapun sumber hukum yang kedua adalah As-Sunnah
yang merupakan penjelasan yang tersurat ataupun tersirat dari kehidupan
Rasulullah. Kedua dasar dan sumber hukum ini saling kait dan terikat. Apa
yang ada di dalam Al-Quran adalah sumber awal yang melegitimasi segala
hukum sesudahnya.
Dalam perjalanan sejarahnya yang awal, hukum Islam menjadi suatu
kekuatan yang dinamis dan kreatif. Hal ini dapat dilihat dari instruksi Nabi
kepada para sahabat dalam menghadapi realitas sosiologis umat pada
waktu itu. Dalam melakukan ijtihad, para sahabat waktu itu tidak mengalami
problem metodologis apa pun karena bila mendapatkan kesulitan dalam
menyimpulkan hukum, mereka dapat langsung berkonsultasi dengan Nabi.
Pada masa ini ijtihad masih sangat terbatas terutama pada masalah-
masalah keperdataan.
Keadaan demikian tiba-tiba berubah setelah Rasulullah wafat. Sejak itu para
sahabat mulai dihadapkan pada masalah-masalah baru dan krusial
terutama tentang siapa yang pantas menggantikan Nabi untuk memimpin
umat dan kasus-kasus lain yang belum mendapatkan legalitas syara. Satu-
satunya pilihan bagi para sahabat adalah melakukan ijtihad dengan
berpedoman kepada Al-Quran, hadis, dan tindakan-tindakan normatif Nabi
yang pernah mereka saksikan.
PENGERTIAN IJTIHAD

Ijtihad adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa


dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk
memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al-Quran ataupun
hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang.
Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad
sebaiknya hanya dilakukan oleh para ahli agama Islam.
Secara bahasa, kata ijtihad memiliki beberapa makna. Menurut Louis
Makhluf, ijtihad berasal dari kata kerja (fiil) jahada, yajhadu, dan bentuk
mashdarnya jahdan yang berarti pengerahan segala kasanggupan untuk
mengerjakan sesuatu yang sulit. Atau bisa juga bermakna bersungguh-
sungguh dalam bekerja dengan segenap kemampuan.
Ada juga yang berpendapat bahwa ijtihad berakar dari kata al-juhd, yang
berarti thaqah (daya, kemampuan, kekuatan) atau dari kata al-jahd yang
berarti al-masyaqqah (kesulitan, kesukaran). Dari situ, ijtihad menurut
pengertian kebahasaannya bermakna pengerahan daya dan kekuatan atau
pengerahan segala daya dan kemampuan dalam suatu aktivitas-aktivitas
yang berat dan sukar.
NEXT!
Adapun ijtihad secara istilah, sebagaimana yang dikemukakan oleh ahli
ushul fikih adalah pengerahan segenap kemampuan oleh seorang ahli fikih
atau mujtahid untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum-hukum
syara. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi ijtihad ialah untuk mengeluarkan
hukum syara dan ia tidak berlaku dalam bidang teologi dan akhlak.
Asy-Syaukani merumuskan bahwa ijtihad adalah mengerahkan segenap
kemampuan dalam mendapatkan hukum syara yang praktis dengan
menggunakan metode istinbath.
Menurut Abdul Wahhab Khallaf, ijtihad ialah mencurahkan daya kekuatan
untuk menghasilkan hukum syara dari dalil-dalil syara secara terperinci.
Adapun pengertian ijtihad menurut istilah hukum Islam ialah mencurahkan
tenaga (memeras fikiran) untuk menemukan hukum agama (syara) melalui
salah satu dalil syara, dan dengan cara-cara tertentu.
Walaupun definisi ijtihad di atas redaksinya berbeda-beda, namun pada
prinsipnya mereka sepakat bahwa ijtihad adalah suatu pekerjaan yang
membutuhkan energi yang banyak. Sejak terkodifikasinya ilmu ushul fikih
oleh Asy-Syafii, pengertian ijtihad hanya digunakan pada disiplin ilmu fikih
dan ushul fikih, padahal istilah ijtihad pada masa Rasulullah dan
sahabatnya, dipergunakan pada hampir semua aspek ilmu pengetahuan.
Meskipun pada masa itu istilah ijtihad belum dipahami sebagai sumber
hukum yang ketiga, namun pada masa tabiin, ijtihad disejajarkan dengan
rayu yang terdiri dari qiyas, istishlah, istihsan, maslahah mursalah dan
sebagainya.
DASAR HUKUM IJTIHAD
1.Dari AL-QURAN
Dasar hukum ijtihad banyak ditemukan dalam ayat-ayat Al-
Quran dan hadis Nabi yang nash-nashnya memerintahkn
untuk menggunakan pikiran dan akal serta mengambil
pelajaran. Di antaranya ialah:
1.Dari Al-Quran
Dasar hukum ijtihad dalam Al-Quran antara lain:
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-
tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS.
Ar-Rad: 3; Ar-Rum: 21; Az-Zumar: 42).
Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai
orang-orang yang mempunyai pandangan. (QS. Al-Hasyr:
2)
Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan kepada manusia agar
menggunakan pikiran dan akal serta mengambil itibar
(pelajaran).
2.Dari HADIST

Dasar hukum ijtihad dalam hadits, antara lain:








Apabila seorang hakim memutuskan perkara,
lalu ia berijtihad, kemudian ternyata ijtihadnya itu
benar, maka baginya mendapat dua pahala.
Dan apabila ia memutuskan suatu perkara, lalu
ia berijtihad kemudian ternyata ijtihadnya keliru,
maka ia mendapat satu pahala. (HR. Muslim).
NEXT.!
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa
Rasulullah mengakui ijtihad dijadikan
sebagai salah satu sumber hukum Islam,
bila tidak ditemukan di dalam Al-Quran
dan Sunnah dalil-dalil yang secara tegas
digunakan untuk menerapkan hukum
masalah yang aktual, walaupun
kemungkinan ijtihad yang dilakukan itu
keliru menurut pandangan Allah.
Ruang Lingkup Ijithad
Tidak semua hukum Islam bisa menjadi lapangan ijtihad,
kecuali beberapa lapangan tertentu. Lapangan yang tidak
boleh menjadi obyek ijtihad ialah:

1.Hukum yang dibawa oleh nash qathi baik kedudukannya


maupun pengertiaannya, atau dibawa oleh hadits mutawatir,
seperti kewajiban shalat, puasa, zakat, haji, haramnya riba, dan
sebagainya. Demikian pula penentuan bilangan-bilangan
tertentu dari syara yang dibawa oleh hadits mutawatir juga
tidak menjadi obyek ijtihad, seperti bilangan rakaat shalat,
waktu-waktu shalat, cara-cara melakukan haji, dan sebagainya.

2.Hukum-hukum yang tidak dibawa oleh sesuatu nash dan


tidak pula diketahui dengan pasti dari agama, melainkan telah
disepakati (diijmakan) oleh para mujtahidin dari suatu masa,
seperti pemberian warisan sebesar seperenam harta warisan
untuk nenek perempuan dan tidak sahnya perkawinan yang
dilakukan antara muslimah dengan lelaki kafir.
Next!
Adapun ruang lingkup ijtihad adalah sebagai berikut:

1.Hukum yang dibawa oleh nash-nash yang zhanny, baik dari


segi wurud-nya maupun dari segi pengertiannya (dalalah)
yaitu hadis ahad. Sasaran ijtihad ini adalah dari segi sanad
dan penshahihannya serta hubungannya dengan hukum yang
akan dicari.

2.Hukum yang dibawa oleh nash qathi, tetapi dalalahnya


zhanny, maka obyek ijtihadnya hanya dari segi dalalahnya
saja.

3.Nash yang wurudnya zhanny, tetapi dalalahnya qathi, maka


obyek ijtihadnya adalah pada sanad, kesahihan serta
kesinambungannya.
4.Tidak ada nash dan ijma, maka di sini ijtihadnya hanya
dilakukan dengan segenap metode dan cara.
Syarat-Syarat Ijtihad
Dibukanya pintu ijtihad dalam hukum Islam tidak berarti bahwa setiap oang
bisa melakukan ijtihad, melainkan orang yang memiliki syarat-syarat
tertentu, baik yang berhubungan dengan kelengkapan diri mujtahid maupun
sikap ketika menghadapi nash-nash yang berlawanan. Syarat-syarat
tersebut ialah:

1.Mengetahui bahasa Arab dengan segala seginya sehingga memungkinkan


dia untuk menguasai pengertian susunan kata-katanya karena obyek
pertama bagi mujtahid ialah pemahaman terhadap nash-nasah Al-Quran
dan hadis yang berbahasa Arab.

2.Mengetahui Al-Quran dan hadis terlebih yang berkaitan dengan hukum-


hukum syara.

3.Mengetahui segi-segi pemakaina qiyas, seperti illat dan hikmah penetapan


hukum, di samping fakta-fakta yang ada nashnya dan yang tidak ada
nashnya.

4.Pandai menghadapi nash-nash yang berlawanan.


5.Mengetahui ilmu ushul fikih.
Jenis - Jenis Ijtihad
1.Ijmak
Yaitu kesepakatan para mujtahid dari kalangan umat
Muhammad, setelah beliau wafat, pada suatau masa
atas hukum suatau masalah 5. Sad Adz-Dzariah
Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah
menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat.

2. Istishab
Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu
ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya.

3. Urf
Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu
adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat
selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan
aturan-aturan prinsip dalam Al-Quran dan Hadis
Next!
4.Qiys

Di antara definisi qiys' (analogi) ialah:


a.Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya,
berdasarkan titik persamaan di antara keduanya.

b.Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu


persamaan di antaranya.

c.Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam Al-


Quran atau hadis dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (illat).

Untuk melakukan ijtihad diperlukan empat unsur yang dalam ushul fikih
disebut rukun-rukun qiyas. Keempat rukun tersebut ialah al-ashl (pokok),
yaitu pokok yang telah disebutkan di dalam nash, yang menjadi pangkal
qiyas; al-far (cabang), yaitu hal yang dicari hukumnya, yang tidak disebut
dalam nash; hukm al-ashl (hukum atas pokok); dan illat hukm al-ashl
(sebab hukum atas pokok).
5.Istihsn
Di antara definisi istihsn ialah:

a.Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fqih (ahli fikih), hanya karena dia
merasa hal itu adalah benar.

b.Argumentasi dalam pikiran seorang fqih tanpa bisa diekspresikan secara


lisan olehnya.
c.Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat
orang banyak.

d.Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.


Misal, dalil khusus sunnah menentukan bahwa harta wakaf tidak boleh
dipindahtangankan dengan cara dijual, diwariskan atau dihibahkan. Jika
suatu harta wakaf tidak memenuhi fungsi yang sesuai dengan tujuan wakaf,
maka ia boleh dipindahtangankan untuk memenuhi fungsi yang sesuai
dengan tujuan wakaf dan sekaligus menghindari larangan memubazirkan
harta.
6.Mashalat murshalah

Yaitu tindakan memutuskan masalah yang tidak ada


nashnya dengan pertimbangan kepentingan hidup
manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan
menghindari kemudharatan.
Misal, mengenai mengharuskan agar pernikahan dicatat,
tidak ada satu nash pun yang membenarkan dan
membatalkannya. Pencatatan perkawinan bertujuan
untuk melindungi hak masing-masing suami istri. Tanpa
pencatatan, negara tidak mempunyai dokumen otentik
atas terjadinya perkawinan.
7. Sad Adz-Dzariah
Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah
menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat.

Das könnte Ihnen auch gefallen