Sie sind auf Seite 1von 20

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

ANTRAKS
Oleh:
Riska Aulia
6411416065/Rombel 2
SEJARAH PENYAKIT ANTRAKS
Penyakit antraks paling sering terjadi pada binatang herbivora akibat
tertelan spora dari tanah. Spora dapat bertahan hidup dalam jangka waktu
yang lama di dalam tanah. Burung gagak dikatakan dapat berperan dalam
penyebaran mikroorganisme ini. Kejadian luar biasa epizootik pada
herbivora pernah terjadi pada tahun 1945 di Iran yang mengakibatkan 1
juta domba mati.
Penyakit ini tergolong penyakit kuno, sejak tahun 1850 Davaine dan Rayer
serta Pollander pada tahun 1855 telah menemukan bakteri Bacillus
anthracis dari jaringan hewan yang mati akibat penyakit anthrax. Pada
tahun 1857 Brauell telah dapat memindahkan bakteri ini dengan cara
menginokulasikan darah dari hewan yang terinfeksi pada percobaan. Pada
tahun 1877 Robert Koch berhasil mengisolasi bakteri ini di laboratorium.
Penyakit anthrax juga semakin dibicarakan dan dianggap penting karena
selain berpengaruh terhadap kesehatan manusia maupun ternak, juga
berdampak negatif terhadap perekonomian serta perdangangan khususnya
ternak secara nasional maupun internasional.
DEFINISI PENYAKIT ANTRAKS
Anthrax merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
bakteri Bacillus anthracis. Bakteri ini mampu membentuk
endospora yang tahan hingga puluhan tahun di dalam tanah
sehingga menjadi sumber infeksi (daerah endemis) dan berakibat
sulitnya eradikasi penyakit ini di Indonesia. Penyakit ini terutama
menyerang ternak seperti sapi, kambing dan kuda, kadang
kadang babi dan dapat menular ke manusia melalui tiga jalan yaitu
per cutan, per oral atau per inhalasi. Di Indonesia Anthraks
menyebabkan banyak kematian pada ternak, kehilangan tenaga
kerja di sawah dan tenaga tarik, serta kehilangan daging dan kulit
karena ternak tidak boleh dipotong. Kerugian ditaksir sebesar dua
milyar rupiah pertahun (1980).
ETIOLOGI
Penyebab anthraks adalah bakteri Basil anthraks bersifat aerob,
Bacillus anthracis. Bacillus anthracis membentuk spora yang letaknya
berbentuk batang lurus, dengan sentral bila cukup oksigen. Oleh
ujung-ujung siku-siku. Dalam karena tidak cukup terdapat
biakan membentuk rantai panjang. oksigen, spora tidak pernah
Dalam jaringan tubuh tidak pernah dijumpai dalam tubuh penderita
terlihat rantai panjang, biasanya atau didalam bangkai yang tidak
tersusun secara tunggal atau dalam dibuka (diseksi), baik dalam darah
rantai pendek dari 2-6 organisme. maupun dalam jeroan. Kuman
Dalam jaringan tubuh selalu bersifat Gram-positif, dan mudah
berselubung (berkapsul), kadang- diwarnai dengan zat-zat warna biasa.
kadang satu selubung melingkupi
beberapa organisme. Selubung
tersebut tampak jelas batas-
batasnya dan dengan pewarnaan
biasa tidak berwarna atau berwarna
lebih pucat dari tubuhnya.
KLASIFIKASI ILMIAH

Kingdom : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas: Bacilli
Ordo : Bacillales
Famili : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Spesies : B. anthracis
PATOGENESIS PENYAKIT ANTRAKS
Pada hewan, yang menjadi tempat masuknya kuman adalah mulut dan saluran
cerna. Adapun pada manusia, masuknya spora lewat kulit yang luka (antraks
kulit), membran mukosa (antraks gastrointestinal), atau lewat inhalasi ke
paru-paru (antraks pernafasan). Spora tumbuh pada jaringan tempat
masuknya mengakibatkan edema gelatinosa dan kongesti. Basil menyebar
melalui saluran getah bening ke dalam aliran darah, kemudian menuju ke
jaringan, terjadilah sepsis yang dapat berakibat kematian (Pohan, 2005).

Spora dari Bacillus anthracis masuk ke dalam tubuh penderitanya melalui 3


cara, yaitu :
1. Cutaneus antrax
Spora akan masuk melalui kulit yang luka, di jaringan akan berubah
bentuk menjadi vegetative, bermultiplikasi dan mengeluarkan eksotoksin dan
material kapsul antifagositik (px02). Akan terjadi oedema dan nekrosis
jaringan. Selanjutnya bakteri akan difagosit oleh makrofag dan menyebar ke
kelenjar getah bening setempat, dimana toksin akan meyebabkan perdarahan,
oedema, dan nekrosis (limfadenitis), lalu masuk ke dalam peredaran darah
dan mampu menyebabkan pneumonia, meningitis dan sepasis (Anonim A,
2009).
2. Inhalation anthrax
Umumnya hal ini jarang terjadi, apabila melalui tahap ini spora akan
terhirup saat inhalasi dimana spora akan sampai di alveoli, difagosit oleh
makrofag dan selanjutnya akan dibawa ke kelenjar limfe mediastinum, lalu
akan berkembang biak dan akan terjadi pembentukan toksin sehingga akan
terjadi limfadenitis dan mediatinitis yang hemoragis. Kapiler paru juga bisa
terkena dan akanmneyebabkan gagal nafas karena thrombosis, bisa juga
terjadi efusi pleura. Pneumonia merupakan infeksi sekunder oleh basil
anthraks, meningitis hemoragis bisa terjadi karena keadaan ini (Anonim A,
2009).

3. Intestinal anthraks
Spora masuk ke dalam mulut setelah hewan memakan rumput yang
mana di situ telah terkontaminasi. Pada oropharyngeal bisa terjadi
pembengkakan pharynx, dan bisa menyebabkan obstruksi trakea atau
limfadenopati servikal dengan oedema. Sedangkan pada intestinal anthraks
terjadi oedema, nekrosis, dan perdarahan mukosa usus besar dan usus kecil,
acites hemoraghi, dan sepsis (Anonim A, 2009).
EPIDEMIOLOGI ANTRAKS
1. Spesies Rentan atau Populasi Rentan
Menurut penelitian, kerentanan hewan terhadap antraks dapat dibagi dalam
beberapa kelompok sebagai berikut:
a. Hewan-hewan pemamah biak, terutama sapi dan domba, kemudian kuda, rusa,
kerbau dan pemamah biak liar lain, juga marmut dan mencit (mouse) sangat rentan.
b. Babi tidak begitu rentan.
c. Anjing, kucing, tikus (rat) dan sebagian besar bangsa burung, relatif tidak rentan
tetapi dapat diinfeksi secara buatan.
d. Hewan-hewan berdarah dingin sama sekali tidak rentan (not affected).
Anthrax terutama menyerang hewan ternak sapi,kambing, domba / biri-biri,
kuda. Endospora dari Bacillus anthracis yang mencemari tanah kemungkinan akan
menempel pada rerumputan atau tanaman lainnya dan termakan oleh ternak.
Manusia umumnya terinfeksi oleh endospora bakteri ini melalui lesi di kulit, inhalasi
atau per oral. Menghirup spora dari hewan yang sakit, spora antraks yang ada di
tanah/rumput dan lingkungan yang tercemar spora antraks maupun bahan-bahan
yang berasal dari hewan yang sakit, seperti kulit, daging, tulang, dan darah.
Mengkonsumsi daging hewan yang sakit/mati dan produknya karena antraks dan
Pernah dilaporkan melalui gigitan serangga Afrika yang telah memakan bangkai
hewan yang tertular kuman Antraks, serta Penularan dari manusia ke manusia jarang
terjadi.
2. Pengaruh Lingkungan
Anthraks banyak terdapat di daerah-daerah pertanian, daerah
tertentu yang basah dan lembab, dan juga daerah banjir. Di daerah-
daerah tersebut anthraks timbul secara enzootik hampir setiap
tahun dengan derajat yang berbeda-beda. Daerah yang terserang
anthraks biasanya memiliki tanah berkapur dan kaya akan bahan-
bahan organik.
Di daerah iklim panas lalat pengisap darah antara lain jenis
Tabanus dapat bertindak sebagai pemindah penyakit. Wabah
anthraks pada umumnya ada hubungannya dengan tanah netral atau
berkapur yang alkalis yang rnenjadi daerah inkubator kuman
tersebut. Di daerah-daerah tersebut spora tumbuh rnenjadi bentuk
vegetatif bila keadaan lingkungan serasi bagi perturnbuhannya.
3. Sifat Penyakit
Enzootik hampir setiap tahun dengan derajat yang
berbeda-beda di daerah-daerah tertentu. Derajat sakit
(morbidity rate) tiap 100.000 populasi hewan dalam
ancaman, tiap propinsi dalam tahun 1975 menunjukan derajat
yang paling tinggi di Jambi (530 tiap 100.000) dan terendah
di Jawa Barat (0,1 tiap 100.000). Dari laporan itupun dapat
diketahui bahwa 5 (lima) daerah mempunyai derajat sakit
lebih rendah dari 5 tiap 100.000 populasi dalam ancaman dan
hanya Jambi yang mempunyai angka ekstrim.
MEKANISME PENULARAN
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis Anthrax pada hewan diawali dengan suhu
tubuh tinggi sekitar 41 - 42 C, kehilangan nafsu makan yang
mengarah kepada terhentinya produksi susu pada sapi perah,
edema di sekitar leher, hidung, kepala dan scrotum, selain itu
penderita terlihat sempoyongan, gemetar dan dengan segera
timbul kematian. Penderita yang lemah biasanya mati dalam
waktu 1 - 3 hari. Pada babi dan kuda umumnya lebih tahan,
gejala penyakit berjalan secara kronis dan menyebabkan
pembengkakan pada daerah tenggorokan.
Manusia dapat terinfeksi melalui salah satu dari ketiga
kemungkinan yaitu melalui kulit, melalui inhalasi atau melalui
ingesti.Manifestasi klinis pada manusia tergantung dari jalan
masuknya endospora Bacillus anthracis ke dalam tubuh host.
Cutaneous anthrax merupakan manifestasi klinis terbanyak pada
manusia, dinyatakan sekitar 95% dari kejadian anthrax. Pada
manusia, cutaneous anthrax bermula dari infeksi oleh endospora
bakteri ini melalui lesi kulit. Dalam waktu 12 -36 jam setelah
infeksi akan timbul papula yang akan berubah segera menjadi
vesicular yang berisi cairan berwarna biru gelap. Ruptur dari
vesicular akan meninggalkan bekas berupa eschar kehitaman pada
bagian pusat lesi dan dikelilingi oleh daerah menonjol yang
merupakan reaksi keradangan. Ulcus necrotic inilah yang sering
disebut sebagai malignant pustule yang sering terjadi di kulit
tangan,lengan, atau kulit kepaladan tidak terasa sakit.
Pada cutaneous anthrax, umumnya penderita mengeluh demam
subfebris dan sakit kepala. Pada pemeriksaan, umumnya di daerah terbuka
seperti muka, leher, lengan dan tangan ditemukan kelainan berupa papula,
vesicula yang berisi cairan dan jaringan nekrotik berbentuk ulsera yang
ditutupi oleh kerak berwarna hitam, kering yang disebut eschar
(pathognomonik) disekitar ulkus, sering didapatkan eritema dan edema.

Pada perabaan edema tersebut tidak lunak dan tidak lekuk ( non
pitting ) bila ditekan, disebut juga malignant pustule.Infeksi oleh endospora
bakteri ini melalui inhalasi akan menimbulkan mediastinitis, demam, malaise,
myalgia, batuk non produktif, kemudian dapat menjadi parah dengan adanya
edema paru, pneumonia haemorrhagic sehingga terjadi respiratory distress
dan cyanosis serta dalam beberapa kasus dapat terjadi kematian dalam waktu
24 jam. Pada anthrax bentuk pernapasan ini, biasanya terjadi pada orang
orang yang menangani produk produk hewan misalnya pada penyortir bulu
domba, sehingga sering disebut sebagai wool-sorters disease. Pada anthrax
bentuk pernapasan keluhan penderita umumnya demam subfebris, batuk non
produktif, lesu, lemah dan dalam 2 - 4 hari kemudian terjadi gangguan
pernafasan hebat disertai suhu yang meningkat, cyanosis dyspneu, keringat
berlebihan, dan detak jantung menjadi lebih cepat. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan edema subkutan di daerah dada dan leher.
Pada anthrax bentuk pencernaan, infeksi endospora didapatkan
melalui oral karena makanan yang tercemar dan ditandai dengan gejala
sakit perut, nausea, vomit dan diare , bahkan dapat terjadi
haematemesis dan diare berdarah akibat ulcerasi pada mucosa
gastrointestinal. Walaupun dapat mengakibatkan kehilangan banyak
cairan darah sehingga terjadi shock dan kematian tetapi pada manusia
bentuk ini merupakan yang paling jarang terjadi. Pada anthrax saluran
pencernaan keluhan penderita biasanya adalah rasa sakit perut yang
hebat, mual, muntah, tidak nafsu makan, suhu badan meningkat dan
hematemesis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perut membesar dan
keras serta dapat berkembang menjadi ascites dan edema scrotum.
Ketiga bentuk anthrax tersebut di atas memungkinkan terjadinya gejala
lebih lanjut berupa meningitis yang fatal akibat septicemia. Anthrax
meningitis merupakan akibat dari komplikasi bentuk anthrax yang lain.
Gejala klinisnya seperti radang otak maupun selaput otak yaitu
demam, sakit kepala hebat, kejang, penurunan kesadaran dan kaku
kuduk.
PENCEGAHAN
Pencegahan dapat di lakukan dengan mencuci tangan sebelum makan,
hindari kontak dengan hewan atau manusia yang sudah terjangkit anthraks,
belilah daging dari rumah potong hewan yang resmi, masak daging dengan
sempurna, hindari menyentuh cairan dari luka anthrax, melaporkan secepat
mungkin bila ada masyarakat yang terjangkit anthrax. Bagi peternak atau
pemilik hewan ternak, upayakan untuk menvaksinkan hewan ternaknya.
Dengan Pemberian SC ,untuk hewan besar 1 ml dan untuk hewan kecil 0,5
ml.Vaksin ini memiliki daya pengebalannya tinggi berlangsung selama satu
tahun.
Vaksinasi merupakan salah satu cara yang dipergunakan untuk
pencegahan penyakit Anthrax. Vaksin pertama kali dibuat oleh PASTEUR
(1879). Pasteur menemukan bahwa inkubasi bakteri pada suhu 420C akan
menyebabkan penurunan sifat virulensi bakteri ini. Vaksin ini tidak digunakan
lagi setelah ditemukan vaksin spora (spore live vaccine) oleh karena dapat
disimpan lebih lama. Vaksin spora ini berasal dari varian yang tidak berkapsel
dan tidak virulen (LAY, 1988). Penambahan saponin dalam vaksin akan
menghambat penyebaran yang cepat dari spora ke dalam jaringan sehingga
akan dihasilkan efek adjuvan (vaksin carbozoo).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam vaksinasi Anthrax
antara lain:
a. Penyimpanan vaksin tidak boleh di frezzer tetapi di
refrigeratornya.
b. Hewan-hewan yang sedang dalam pengobatan antibiotika tidak
diijinkan untuk divaksin Anthrax misalnya sapi perah dalam
pengobatan karena mastitis.
c. Hewan yang akan dipotong dalam waktu minimal 6
minggu sebelumnya tidak boleh divaksin
Perlakuan terhadap hewan yang dinyatakan berpenyakit anthraks
dilarang keras untuk dipotong. Bagi daerah bebas anthraks, tindakan
pencegahan di dasarkan pada pengaturan yang ketat terhadap
pemasukan hewan kedaerah tersebut. Anthraks pada hewan ternak
dapat dicegah dengan vaksinasi. Vaksinasi dilakukan pada semua
hewan ternak di daerah enzootik anthraks setiap tahun sekali, disertai
cara-cara pengawasan dan pengendalian yang ketat.
PENGENDALIAN
Disamping pencegahan, perlu cara-cara pengendalian khusus untuk penahan penyakit
dan mencegah perluasannya.Tindakan-tindakan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Hewan-hewan yang menderita anthraks harus diasingkan sedemikian rupa sehingga
tidak dapat kontak dengan hewan-hewan lain.
2. Pengasingan tersebut sedapat mungkin dikandang atau ditempat dimana hewan
tersebut didapati sakit. Didekat tempat itu digali lubang sedalam 2 -2,5 meter, untuk
menampung sisa makanan dan feses dari kandang hewan yang sakit.
3. Setelah penderita mati, sembuh atau setelah lubang itu terisi sampai 60 cm, lubang
itu di penuhi dengan tanah yang segar.
4. Dilarang menyembelih hewan-hewan yang tersangka dalam waktu 14 hari tidak ada
yang sakit, hewan-hewan tersebut dibebaskan kembali.
5. Hewan-hewan tersangka tidak boleh meninggalkan halaman dimana ia berdiam
sedangkan hewan-hewan yang lain tidak boleh dibawa ketempat itu.
6. Jika diantara hewan-hewan yang tersangka tersebut timbul gejala-gejala penyakit,
maka hewan-hewan yang sakit tersebut diasingkan menurut cara seperti ditentukan
dalam a.
7. Jika diantara hewan-hewan yang tersangka dalam waktu 14 hari tidak ada yang sakit,
hewan-hewan tersebut dibebaskan kembali.
8. Di pintu-pintu yang menuju halaman, dimana hewan-hewan yang sakit atau
tersangka sakit diasingkan dipasang papan bertuliskan "Penyakit Hewan
Menular Anthraks" disertai nama penyakit yang dimengerti didaerah itu.
9. Bangkai hewan yang mati karena anthraks harus segera dibinasakan dengan
dibakar habis atau dikubur dalam-dalam.
10. Setelah penderita mati atau sembuh, kandang dan semua perlengkapan
yang tercemar harus dihapus hamakan.
11. Kandang dari bambu atau alang-alang dan semua alat-alat yang tidak
dapat diidentifikasi, harus dibakar.
12. Dalam satu daerah, penyakit dianggap telah berlalu setelah lewat masa
14 hari sejak matinya atau sembuhnya penderita terakhir.
13. Untuk mencegah perluasan penyakit melalui serangga, dipakai obat-
obat pembunuh serangga.
14. Hewan yang mati karena anthraks dicegah agar tidak dimakan oleh
hewan pemakan bangkai.
15. Tindakan sanitasi umum terhadap manusia yang kontak dengan hewan
penderita penyakit dan untuk mencegah perluasan penyakit.
TERIMA KASIH

Das könnte Ihnen auch gefallen