Sie sind auf Seite 1von 32

CASE REPORT

PARALYTIC ILEUS ASSOCIATED


WITH USE OF DILTIAZEM
Sampaguita Wright, Mahwish Ali, Antwon Robinson,
Kodangudi Ramanathan, and Robert B. Parker
Ileus Paralitik

Gangguan gastrointestinal yang disebabkan


oleh penurunan peristaltik usus yang
menyebabkan penurunan transit isi usus
Manifestasi klinis

 Mual
 Muntah
 Abdominal pain & distensi
 Penurunan bising usus
 Bowel movements
 Tidak dapat mengeluarkan flatus
 Tidak dapat BAB
Penyebab

 Komplikasi post-  Gangguan elektrolit


operasi  Gangguan neurologi
 Infeksi  Penyakit jantung
 Trauma  Inflamasi
 Kondisi metabolik intraabdominal
Drugs associated with ileus
 Beberapa obat yang menurunkan motilitas
usus dapat dihubungkan dengan kejadian
ileus:
 Opioid
 Antidepresan trisiklik
 Phenothiazines
 Loperamide
 Kodein
 Antimuskarinik
 Antiparkinson
Drugs associated with ileus

 Meskipun belum banyak dilaporkan, obat


calcium channel blocker (CCB) seperti:
nimodipine, nifedipine, verapamil, dan
diltiazem juga dapat menyebabkan
hipomotility disorder
Case Report
April 2010, Seorang laki-laki 64 tahun (Kaukasian)
 RPS: 6 hari SMRS mengeluhkan bengkak kedua
ekstremitas atas dan bawah, sesak napas, PND,
dan orthopnea
 RPD:
 Hipertensi
 Reflux gastroesofageal
 Limfoma Hodgkin’s ( terapi radiasi 2003)
 DM tipe 2
 PPOK
 Hiperlipidemia
 Stroke (2003)
 NSTEMI (2005)
 Riwayat pengobatan
sebelumnya
 Acarbose 25 mg 3x1  Aspirin 325 mg
 Glyburide 25 mg  Clopidogrel 75 mg
 Metoprolol tartrate 50 mg  Finasteride 5 mg
 Omega-3 fatty acid 1000  HCT 12.5 mg
mg 2x1  Terazosin 5 mg
 Lisinopril 40 mg  Omeprazole 20 mg
 Simvastatin 5 mg  Spironolactone 25 mg
 Amlodipin 10 mg 1x1
 Hasil Pemeriksaan
 TD : 148/80 mmHg
 HR : 68x/ menit
 BB : 95 kg
 TB : 172.5 cm
 BMI : 31
 Ekokardiografi: ejection fraction ventrikel kiri 55%
 Diagnosis: Heart failure with preserved ejection
fraction
 Terapi
 Inj furosemide 40 mg 2x1 iv
 Oral lisinopril 40 mg
 Spironolactone 25 mg
 Metoprolol tartrate 50 mg 2x1
Follow up
Day 3: Sinus bradikaridia (HR: 45x/ menit)
 Dosis metoprolol tartrate diturunkan jadi 12.5 mg
2x1 hari 3-6
 Hari ke 7 kembali ke 25 mg 2x1

Day 10: Pulang dari RS dan konsultasi untuk coronary


artery bypass graft procedure
 Obat pulang: Omeprazole dan acarbose  stop
 Simvastatin 20 mg 1x1
 Metoprolol tartrate 25 mg 2x1
 Furosemid 40 mg 2x1
 Isosorbide mononitrate 60 mg 1x1
2 hari setelah pulang: pasien mengeluhkan
feses hitam, epistaksis, sesak napas
 Hasil pemeriksaan:
 Hb : 9.6 g/ dL
 Hct : 28.8%
 Gastroduodenoskopi: GI bleed di antrum
 Terapi: transfusi darah, iv pantoprazole
Day 2: pasien mengeluhkan nyeri dada
 Hasil pemeriksaan
 Troponin I : 27.4 ng/ mL
 EKG : tidak ada ST elevasi, terdapat
atrial fibrilasi dengan respon ventrikel cepat (104-
146 x/ menit)
 Terapi
 Metoprolol tartrate 50 mg 2x1 (untuk mengontrol
rapid heart rate)
Day 3: terdapat wheezing
 Dosis metoptolol tartrate diturunkan jadi 25
mg 2x1
 Wheezing masih ada pada metoprolol dosis
rendah  metoprolol tidak memberikan
hasil dalam mengontrol respon ventrikel
 Dosis metoprolol tartrate diturunkan jadi 12.5
mg 2x1 pada hari 6
 Pada hari 7 metoprolol dihentikan dan mulai
diberikan diltiazem untuk ventricular control
 Day 7: diltiazem 30 mg/ 6 jam + digoksin
0.125 mg 1x1
 Day 9: diltiazem 60 mg/ 6 jam + digoksin
0.125 mg 1x1
 Day 10: diltiazem dosis maksimal 120 mg/ 6
jam + digoksin 0.125 mg 1x1
Day 12: Pasien mengeluhkan mual, nyeri perut, BAB tidak teratur
 Pemeriksaan fisik
 Abdomen distensi
 nyeri tekan (+)
 peningkatan bising usus
 Terapi
 Diltiazem + digoxin
 Amox 1000 mg 2x1
 Aspirin 81 mg 1x1
 Clarithromycin 500 mg 2x1
 Docusate sodium 250 mg
 Furosemide 20 mg
 Glipizide 5 mg 2x1
 Metformin 1000 mg 2x1
 Omeprazole 40 mg 2x1
 Polyethylene glycol solution
 Pravastatin 40 mg 0-0-1
 Enema  mulai ada gerakan usus, gejala sedikit membaik
Day 13: pasien mengeluhkan muntah 2x, perut
terasa meregang, tidak bisa kentut dan BAB
 Pemeriksaan penunjang:
 Foto ginjal, ureter, dan buli: uniformly dilated
small bowel with air in the rectum
 CT scan: gas-distended small bowel loops yang
mengindikasikan obstruksi atau ileus
 Pemeriksaan lab: elektrolit, fungsi renal dan
hepar dalam batas normal
 Dipasang NGT  keluhan nyeri perut dan
mual muntah berkurang
Day 18
 Konsultasi bagian endokrinologi mengenai
thyroid-related ileus, namun jawaban dari
bagian endokrin ileus tidak berhubungan
dengan abnormalitas fungsi tiroid pada
pasien
 Pengobatan diltiazem dihentikan karena
curiga ileus disebabkan oleh diltiazem (final
dose: jam 3.45 pagi hari-18)
Day 19
 Pada jam 6 pagi, pasien dapat BAB dengan
feses yang sangat banyak dan gejala
mengilang
 Pada hari ke 20 NGT dilepas, pasien mulai
diet cair.
 Pasien mulai diet reguler pada hari ke 21
 Mengingat tingkat keparahan ileus pasien
dan perbaikan yang cepat setelah
penghentian diltiazem, maka diltiazem tidak
diberikan lagi pada pasien ini.
 Untuk mengendalikan detak jantung, dosis
digoksin ditingkatkan menjadi 0,25 mg/ hari,
dan clonidine oral 0,2 mg 3x1 diberikan
(Clonidine dapat berguna untuk
mengendalikan denyut jantung pada pasien
dengan atrial fibrilasi yang tidak membaik
dengan B-blocker atau CCB)
Discussion
 Selama kurun waktu mengalami ileus, pasien
tidak menerima opiat atau obat lain yang
dikaitkan dengan penurunan motilitas
lambung
 Acarbose telah dikaitkan dengan ileus,
namun pasien tidak menerima acarbose saat
di RS
 Hipotiroidisme biasanya menyebabkan
konstipasi, namun penyebab ini
dikesampingkan dalam kasus ini
 Kemungkinan bahwa terapi diltiazem adalah
penyebab ileus pasien yang mengindikasikan
kemungkinan reaksi merugikan dari obat
tersebut
 Bukti yang mendukung adalah kecepatan
onset ileus setelah inisiasi terapi diltiazem
dan perbaikan klinis setelah penghentian
diltiazem
 Ada ketergantungan dosis reaksi (ileus terjadi
saat pasien menerima dosis diltiazem harian
480 mg)
Fisiologi

Gerakan
kontraksi sel otot
intraselular ion motilitas usus
polos GI
kalsium
Diltiazem induced ileus paralitik
Obat CCB:
Diltiazem

Gerakan
kontraksi sel otot
intraselular ion motilitas usus
polos GI
kalsium

ILEUS
PARALITIK
Insidensi
 Frekuensi efek samping GI dengan
penggunaan diltiazem < 2%
 Penelusuran literatur PubMed (MEDLINE)
dan Ovid (EMBASE) dengan kata kunci
"diltiazem AND ileus" hanya menghasilkan 4
laporan kasus
Case report 1
 Pasien dengan rasa tidak nyaman di epigastrik,
mual, dan muntah dilaporkan terjadi dalam waktu 2
jam setelah konsumsi terptiazem hidroklorida
dengan dosis 30 mg setiap hari, menunjukkan
bahwa pasien tersebut menerima terapi diltiazem
kurang dari 24 jam
 Radiografi abdomen menunjukkan penyumbatan
pada usus kecil
 Gejala pasien terselesaikan dalam waktu 24 jam
setelah penghentian diltiazem
Case report 2

 Laporan kasus lain menggambarkan


pseudoobstruksi usus tiga hari setelah
penggunaan diltiazem dosis tinggi
Case report 3

 Pada kasus ketiga yang dilaporkan, seorang


pasien mengalami gejala ileus usus selama
penggunaan diltiazem + nifedipine
 Gejala pasien terselesaikan saat penghentian
obat CCB dan terulang lagi saat kembali
dimulainya penggunaan CCB
Case report 4
 Laporan kasus keempat menggambarkan
pseudoobstruksi usus yang terkait dengan
penggunaan highdose diltiazem
hydrochloride (480 mg per hari) pada pasien
dengan atrial fibrilasi dan acute myelogenous
leukemia
 Gejala GI dimulai sekitar 3 hari setelah
dimulainya terapi diltiazem dan tidak sembuh
sampai 3 hari setelah obat dihentikan
Pembahasan
1. Meskipun laporan kasus menunjukkan
penggunaan diltiazem terkait dengan motilitas
GI yang menurun, hubungan antara
penggunaan diltiazem dan gangguan motilitas
usus masih belum pasti
2. Hubungan antara penggunaan diltiazem dan
ileus paralitik atau pseudoobstruksi usus dapat
dipersulit oleh adanya infeksi atau neutropenia,
keduanya mungkin juga terkait dengan
gangguan motilitas
3. Karakteristik dan komorbiditas pasien yang
berbeda membuat sulit untuk menarik
kesimpulan tentang potensi ileus yang
disebabkan oleh diltiazem
Kesimpulan

Seorang laki-laki 64 tahun dengan atrial fibrilasi


yang menerima pengobatan diltiazem dosis
tinggi mengalami ileus paralitik dan sembuh
setelah pengobatan diltiazem dihentikan
TERIMA KASIH

Das könnte Ihnen auch gefallen