Sie sind auf Seite 1von 50

REFERAT

Pembimbing : dr Pujo Hendriyanto, Sp. PD

Vivian Angelina
406138150
 penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah
berkurang) dari otot jantung, biasanya karena
penyakit arteri koroner (aterosklerosis dari arteri
koroner).
 Adanya aterosklerosis dari pembuluh darah epicardial
yang mengarah ke penyakit jantung koroner.
 Penyakit jantung iskemik mungkin hadir sebagai
penyakit koroner akut (penyakit koroner akut
termasuk unstable angina, infark miokard dengan
kenaikan segmen non-ST atau infark miokard dengan
kenaikan segmen ST), angina pektoris kronis stabil,
dan iskemik tanpa gejala klinis.
 terjadi akibat penyempitan pembuluh darah arteri
menuju jantung atau terjadi penyumbatan pembuluh
darah arteri jantung yang disebut pembuluh darah
koroner.
 Penyumbatan akan berakibat pada terhambatnya
suplai zat makanan terutama oksigen yang diperlukan
agar jantung tetap dapat memompa darah ke seluruh
tubuh tanpa henti sehingga akan terjadi
ketidakseimbangan antara masukan dan kebutuhan
oksigen otot jantung yang mengakibatkan kerusakan
pada daerah yang terkena dan fungsinya akan
terganggu.
 Ditandai dengan adanya endapan lemak yang terkumpul di dalam sel
yang melapisi dinding suatu arteri koroner dan menyumbat aliran
darah.
 Endapan lemak (plak atau ateroma) terbentuk secara bertahap dan
tersebar dipercabangan besar dari kedua arteri koroner utama, yang
mengelilingi jantung dan menyediakan darah bagi jantung.
 Proses pembentukan ateroma disebut aterosklerosis.
 Ateroma bisa menonjol ke dalam arteri dan menyebabkan arteri
menjadi sempit.
 Jika ateroma terus membesar, bagian dari ateroma bisa pecah dan
masuk kedalam aliran darah di permukaan ateroma tersebut.
 Penyebab utama dari iskemik miokard adalah penyakit arteri koroner
yaitu angina (nyeri dada) dan serangan jantung (infark miokard).
 Gejala yang sering timbul pada IHD yaitu angina,
merupakan rasa tidak nyaman atau rasa sakit pada
dada.
 Rasa sakit ini timbul akibat berkurangnya suplai O2 ke
jantung.
 Kadang IHD tidak menimbulkan gejala (silent
ischemia).
 Gejala penyerta seperti keringat dingin dan timbulnya
rasa mual, sesak napas, perasaan melayang dan
pingsan (sinkop).
 Ciri-ciri Angina:
 Dada terasa tertekan oleh suatu benda berat atau seperti
diremas. Hal ini terasa hingga ke leher, lengan, perut,
punggung atas.
 Rasa sakit biasanya timbul jika sedang melakukan
aktivitas atau sedang dalam keadaan emosi tidak stabil.
Rasa sakit ini dapat hilang dengan beristirahat atau
dengan pemberian Nitroglycerin.
 Bila dilakukan pemeriksaan fisik dapat ditemukan
hipertensi, pembesaran jantung dan kelainan bunyi
jantung dan bising jantung.
 Merokok, berapapun jumlahnya
 Kadar kolesterol total dan kolesterol LDL yang tinggi
 Hipertensi
 Kadar kolesterol HDL yang rendah
 Diabetes Mellitus
 Usia lanjut
 Minuman alkohol
 Obesitas (IMT > 25 mg/m2)
 Obesitas abdominal (lingkar pinggang > 94 cm untuk
pria, dan > 80 cm untuk wanita; waist hip ratio> 0,9
untuk pria, dan 0,8 untuk wanita)
 Kebiasaan kurang bergerak/aktivitas fisik kurang
 Riwayat keluarga menderita IHD pada usia muda ( <
55 tahun untuk pria dan < 65 tahun untuk wanita)
 Etnik tertentu
 Faktor psikososial
 Kadar trigliserida serum yang tinggi
 Kadar homosistein serum yang tinggi
 Kadar lipoprotein yang tinggi
 Faktor protrombotik
 Penanda inflamasi (peradangan)
 IHD atau sering dikenal dengan angina pektoris adalah
suatu kelainan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
supply dengan kebutuhan oksigen. Oksigen dibutuhkan
untuk proses sebagai berikut :
 Utama :
 Frekuensi jantung
 Kontraktilitas
 Tekanan dinding intramiokardial selama sistol, dipengaruhi :
 Tekanan darah arteri (after load)
 Volume ventrikel (preload)
 Minor :
 Energi aktivasi
 Metabolisme waktu istirahat
 Suplai tergantung dari:
 Jumlah aliran koroner/Coronary blood flow penentu
 Ekstraksi oksigen oleh otot jantung hampir maksimal
pada keadaan istirahat
 Suplai menurun disebabkan oleh :
 Penyempitan (spasme koroner)
 Hambatan pembuluh darah arteri coroner (penyebab
umum aterosklerosis)
 sindrom klinik yang ditandai dengan rasa tidak enak
di dada, rahang, bahu, punggung ataupun lengan,
yang biasanya dicetuskan oleh kerja fisik atau stres
emosional dan keluhan ini dapat berkurang bila
istirahat atau oleh obat nitrogliserin.
 nyeri dada disebabkan oleh spasme arteri koronaria,
sering timbul pada waktu istirahat, tidak berkaitan
dengan kegiatan jasmani dan kadang – kadang siklik
(pada waktu yang sama tiap harinya).
 sindrom klinik yang mempunyai dasar patofisiologi yang
sama yaitu adanya erosi, fisur, ataupun robeknya plak
ateroma sehingga menyebabkan trombosis intravaskular
yang menimbulkan ketidakseimbangan pasokan dan
kebutuhan oksigen miokard.
 Yang termasuk dalam SKA adalah :
 Angina pektoris tidak stabil (APTS, unstable angina) :
ditandai dengan nyeri dada mendadak dan lebih berat, yang
serangannya lebih lama (lebih dari 20 menit) dan lebih
sering. Angina yang baru timbul (kurang dari satu bulan),
angina yang timbul dalam satu bulan setelah serangan infark
juga digolongkan dalam angina tak stabil.
 Infark Miokard Akut (IMA) : nyeri angina pada infark jantung
akut umumnya lebih berat dan lebih lama (30 menit atau
lebih). Walau demikian infark jantung dapat terjadi tanpa
nyeri dada (20 sampai 25%). IMA terdiri dari 2 jenis : NSTEMI
dan STEMI.
 Lapisan endotel pembuluh darah koroner yang normal
akan mengalami kerusakan oleh adanya faktor risiko
antara lain : faktor hemodinamik seperti hipertensi,
zat – zat vasokonstriktor, mediator (sitokin) dari sel
darah, asap rokok, diet aterogenik, peningkatan kadar
gula darah, dan oksidasi dari LDL-C.
 Diantara faktor – faktor risiko PJK, diabetes melitus,
hipertensi, hiperkolesterolemia, obesitas, merokok,
dan genetik merupakan faktor – faktor penting yang
harus diketahui.
Faktor risiko Jantung Koroner

Yang tidak dapat dirubah Yang dapat dirubah

Usia Merokok

Jenis kelamin laki-laki Hipertensi

Etnis Dislipidemia

Diabetes melitus

Obesitas dan sindrom metabolik

Stres

Diet lemak yang tinggi kalori

Inaktifitas fisik
Faktor risiko baru

Inflamasi

Fibrinogen

Homosistein

Stres Oksidatif
Cara – cara diagnostik
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Laboratorium
Foto dada
Pemeriksaan jantung non-invasif
 EKG istirahat
 Uji latihan jasmani (treadmill)
 Uji latih jasmani kombinasi pencitraan
 Ekokardiografi (Stress Eko)
 Skintigrafi Perfusi Miokard
 Farmakologik Kombinasi Teknik Imaging
 Ekokardiografi istirahat
 Monitoring EKG ambulatoar
 Teknik non-invasif penentuan klasifikasi koroner dan anatomi koroner :
 Computed tomography
 Magnetic Resonance Arteriography
Pemeriksaan invasif menentukan anatomi koroner
 Arteriografi koroner
 Ultrasound Intra Vaskular (IVUS)
 mengurangi progresif plak
 menstabilkan plak, dengan mengurangi inflamasi dan
memperbaiki fungsi endotel,
 mencegah trombosis bila terjadi disfungsi endotel atau
pecahnya plak.
 Obat penurun kolesterol
 Statin selain sebagai penurun kolesterol, juga
mempunyai mekanisme lain (pleiotropic effect) yang
dapat berperan sebagai anti inflamasi, anti trombotik
dll.
 Target penurunan LDL kolesterol adalah <100 mg/dL
dan pada pasien risiko tinggi, DM, penderita PJK
dianjurkan menurunkan LDL kolesterol <70 mg/dL.
 Ada dua cara revaskularisasi miokard yang telah
terbukti baik pada PJK stabil yang disebabkan
aterosklerotik koroner yaitu tindakan revaskularisasi
pembedahan, bedah pintas koroner (CBAG) dan
tindakan intervensi per kutan (PCI).
 Tujuan revaskularisasi adalah meningkatkan survival
ataupun mencegah infark ataupun untuk
menghilangkan gejala. Tindakan mana yang dipilih,
tergantung pada risiko dan keluhan pasien.
 Pengobatan tidak berhasil mengontrol keluhan pasien
 Hasil uji non-invasif menunjukkan adanya risiko miokard
 Dijumpai risiko tinggi untuk kejadian dan kematian
 Pasien lebih memilih tindakan intervensi dibanding dengan
pengobatan biasa dan sepenuhnya mengerti akan risiko dari
pengobatan yang diberikan kepada mereka
 Stenosis yang signifikan (≥ 50%) di daerah left main
(LM)
 Stenosis yang signifikan (≥ 70%) di daerah proximal
pada 3 arteri koroner utama)
 Stenosis yang signifikan pada 2 daerah arteri koroner
utama termasuk stenosis yang cukup tinggi
tingkatannya pada daerah proximal dari left anterior
descending arteri koroner.
 Pada pasien dengan PJK stabil dengan anatomi
koroner yang sesuai maka PCI dapat dilakukan pada
satu atau lebih pembuluh darah (multi-vessel) dengan
baik (PCI sukses).
 Risiko kematian oleh tindakan ini berkisar 0.3-1%.
 Tindakan PCI pada pasien PJK stabil dibandingkan
dengan obat medis, tidaklah menambah survival dan
hal ini berbeda dibanding CABG.
 Pemasangan stent dapat mengurangi restenosis dan
ulangan PCI dibandingkan tindakan balloon angioplasty.
Saat ini telah tersedia stent dilapisi obat (drug-eluting
stent/DES) seperti serolimus, paclitaxel dll.
 Dibandingkan dengan bare-metal stents, pemakaian DES
dapat mengurangi restenosis. Studi RAVEL menunjukkan
restenosis dapat dikurangi sampai 0%.
 Direct stenting (pemasangan stent tanpa predilatasi
dengan balon lebih dulu) merupakan tindakan yang
feasible pada penderita dengan stenosis arteri koroner
tertentu yaitu tanpa perkapuran, lesi tunggal, tanpa
angulasi atau turtoasitas berat.
 tindakan intervensi koroner per kutan primer
(primary PCI) yaitu suatu teknik untuk
menghilangkan trombus dan melebarkan pembuluh
darah koroner yang menyempit dengan memakai
kateter balon dan seringkali dilakukan pemasangan
stent.
 Tindakan ini dapat menghilangkan penyumbatan
dengan segera, sehingga aliran darah dapat menjadi
normal kembali, sehingga kerusakan otot jantung
dapat dihindari.
 Pasien dengan PJK, penyakit arteri perifer, dan aterosklerosis
cerebrovaskular
 Pasien yang tanpa gejala namun tergolong risiko tinggi karena :
 Banyak faktor risiko dan besarnya risiko dalam 10 tahun ≥ 5% (atau
dengan usia lebih dari 60 tahun) untuk mendapat penyakit
kardiovaskular yang fatal.
 Peningkatan salah satu komponen faktor risiko : cholesterol ≥ 8
mmol/L (320 mg/dl), low density lipoprotein (LDL) cholesterol ≥ 6
mmol/L (240 mg/dl), TD ≥ 180/110 mmHg.
 Pasien diabetes tipe 2 dan 1 dengan mikroalbuminuria
 Keluarga dekat dari :
 Pasien dengan penyakit kardiovaskular aterosklerotik yang lebih
awal
 Pasien dengan risiko tinggi namun tanpa gejala
 Orang – orang yang secara rutin melakukan pemeriksaan klinis.
Panduan Pencegahan Primer Penyakit Kardiovaskular dan Stroke Berdasarkan Faktor Risiko

Faktor risiko Rekomendasi


Pencarian faktor risiko Pemeriksaan faktor risiko harus dimulai sejak umur 20
Tujuan: orang dewasa harus tahun. Riwayat keluarga dengan PJK harus secara rutin
mengetahui tingkatan dan dipantau. Merokok, diet, alkohol, aktivitas fisik harus
pentingnya faktor risiko yang dievaluasi secara rutin. Tekanan darah, indeks masa
diperiksa secara rutin. tubuh, lingkar pinggang, harus diperiksa selang 2 tahun.
Pemeriksaan kolesterol dan kadar gula darah harus tetap
dipantau juga.
Estimasi faktor risiko secara Setiap 5 tahun (atau lebih jika ada perubahan faktor
umum risiko), khususnya orang dengan usia ≥ 40 tahun atau
Seluruh orang dewasa dengan seseorang dengan faktor risiko lebih dari 2, harus dapat
usia di atas 40 tahun harus menentukan faktor risiko berdasar hitungan 10 tahun
mengetahui faktor risiko faktor risiko. Faktor risiko yang dilihat adalah merokok,
mereka untuk menderita tekanan darah, pemeriksaan kolesterol, kadar gula
penyakit PJK. Tujuan: darah, usia, jenis kelamin, dan diabetes. Pasien
menurunkan faktor risiko diabetes atau risiko 10 tahun > 20% dianggap sama
sebesar-besarnya. pasien PJK (risiko PJK equivalen).
Intervensi Faktor Risiko
Faktor Risiko dan Perubahan yang diharapkan
Merokok : Berhenti total. Tidak terpapar pada lingkungan perokok.
Kontrol Tekanan Darah : Tujuan TD < 140/90 mm Hg; < 130/80 pada gangguan ginjal atau gagal jantung, atau < 130/80 mm Hg pada
diabetes.
Diet : Mengkonsumsi makanan yang menyehatkan.
Pemberian Aspirin
Aspirin dosis rendah pada penderita dengan risiko tinggi kardiovaskular (khususnya penderita dengan risiko 10 tahun kejadian kardiovaskuler
≥ 10%).
Pengaturan Lipid di dalam Tubuh
Tujuan primer : LDL – C <160 mg/dl jika faktor risiko ≤ 1, LDL-C <130 mg/dl jika memiliki ≥ 2 faktor risiko dan risiko CHD 20%, atau
LDL-C <100 mg/dl jika ≥ 2 faktor risiko dimiliki dan memiliki 10% risiko CHD ≥ 20% atau jika pasien juga terkena diabetes.
Tujuan Sekunder (jika LDL-C adalah target utama): jika trigliserid > 200 mg/dl, kemudian digunakan non-HDL-C sebagai tujuan kedua; non
HDL-C <190 mg/dl untuk faktor risiko ≤ 1; non-HDL-C <160 mg/dl untuk faktor risiko ≤ 2 dan memiliki risiko CHD 10 tahun sebesar ≤
20%; non-HDL-C < 130 mg/dl untuk diabetes atau dengan faktor risiko ≥ 2 dan risiko 10 tahun CHD > 20%.
Target terapi yang lain: trigliserid > 150 mg/dl; HDL-C < 40mg/dl pada pria dan <50 mg/dl pada wanita.
Aktivitas Fisik : aktivitas fisik minimal 30 menit atau aktivitas fisik dengan intensitas sedang setiap hari dalam 1 minggu.
Pengaturan Berat Badan : Mencapai dan mempertahankan berat (BMI 18,5-24,9 kg/m2). Bila BMI ≥ 25 kg/m2, lingkar pinggang ≤ 40 inci
pada pria dan ≤ 35 inci pada wanita.
Pengelolaan Diabetes :KGD puasa (<110 mg/dl) dan HbA1c (<7%).
Atrial Fibrilasi Kronik : Mencapai sinus ritme atau jika muncul atrial fibrilasi kronik, antikoagulan dengan INR 2,0-3,0 (target 2,5).
 Jangka pendek
mengurangi atau mencegah gejala yang membatasi
aktivitas dan mempengaruhi kualitas hidup.
 Jangka panjang
mencegah kejadian CHD seperti infark miocard,
aritmia dan gagal jantung dan meningkatkan harapan
hidup pasien.
Mekanisme kerja
 Pemberian nitrat akan meningkatkan kadar nitrat dalam
tubuh naik, kemudian akan diubah menjadi nitrit oxida.
 Adanya nitrit oxida menyebabkan pembentukan cGMP
meningkat.
 cGMP memfasilitasi terjadinya defosforilasi miosit light
chain (serabut terang sel otot).
 Hal inilah yang menyebabkan relaksasi otot polos pembuluh
darah yang berefek pada vasodilitasi pembuluh darah.
 Vasodilatasi pembuluh darah dapat menurunkan workload
jantung sehingga kebutuhan oksigen turun.
 Nitrat efektif digunakan pada angina stabil dan varian.
 Obat-obatan golongan nitrat :
 Gliseril trinitrate (nitrogliserin) : iv atau tablet
 Isosorbid dinitrat : spray atau tablet
 memperlambat denyut jantung (bradycardia, efek
kronotop negatif), sehingga mengurangi kebutuhan
oksigen myocard.
 juga dapat meningkatkan peredaran (perfusion) darah
dari bagian yang kekurangan darah karena penurunan
frekuensi denyut jantung (heart rate),
memperpanjang waktu diastole dan demikian waktu
yang dibutuhkan bagi penyaluran darah koroner.
 Blokade reseptor beta 1 menurunkan frekuensi
jantung (efek kronotop negatif), daya kontraksi
(efek inotrop negatif) dan volume menit jantung.
Kecepatan penyaluran AV diperlambat dan TD
diturunkan.
 Blokade reseptor beta 2 dapat menimbulkan
bronchokonstriksi dan meniadakan efek vasodilatasi
dari katecholamin terhadap pembuluh perifer.
 Penggunaan -blocker pada:
 Ischemic Heart Disease
 Angina stabil kronis
 Gangguan ritme
Angina stabil kronis
Bila hipertensi disertai : Obat yang dianjurkan:

Diabetes tipe-II ACE I +  bloker

Gagal jantung Diuretik, -blocker atau ACEi

Angina pectoris -blocker atau Ca Antagonis

Retinopati diabetes ACEi atau ATII-reseptor blocker

Post Miocard Infark -blocker atau ACEi

Lansia dengan TD sistolis Terapi standard sama, tetapi dengan dosis awal lebih rendah
tinggi (menghindari efek samping)
 Mekanisme Kerja:
 Menghambat masuknya ion kalsium ke dalam ”slow
channel” atau daerah sensitif tegangan pada pembuluh
darah otot polos dan miokardium pada saat depolarisasi
 Menghasilkan relaksasi otot polos pembuluh darah
koroner dan vasodilatasi koroner
 Meningkatkan oksigenasi miokardial pada pasien
dengan angina vasospastik
 Memperlambat otomatisitas dan konduksi nodus AV.
 Kontraindikasi :
 Hipersensitif terhadap verapamil atau komponen lain
dalam sediaan,
 disfungsi ventrikular kiri parah,
 hipotensi (tekanan sistolik < 90 mmHg),
 syok kardiogenik,
 AV blok derajat II dan III,
 SA block,
 riwayat gagal jantung atau gangguan fungsi ventrikel
kiri, fibrilasi atrium
 Efek samping :
 Kardiovaskular : bradikardia; AV blok derajat I, II dan
III; gagal jantung kongestif, hipotensi, oedema perifer,
hipotensi simptomatik
 SSP : pusing / nyeri kepala ringan, fatique
 Gastrointestinal : konstipasi, mual
 Mekanisme antiplatelet:
 Trombosit/platelet memainkan peran utama dalam
patofisiologi ACS.
 Secara khusus, platelet mempengaruhi siklus
aterosklerosis pada tahap pemecahan plak pecah
dimana platelet menjadi aktif, membentuk agregat, dan
merangsang pembentukan trombus yang kemudian
mengakibatkan ACS.
 Tromboksan adalah aktivator platelet yang paling
baik. Dan, aspirin bekerja dalam menghambat
siklooksigenase (enzim yang bertanggung jawab
untuk memproduksi tromboksan) sehingga dapat
menghambat aktivasi dan agregasi trombosit.
 Pada pasien dengan angina stabil atau angina tidak
stabil, aspirin telah secara konsisten terbukti
mengurangi risiko mayor pada kejadian
kardiovaskular, terutama MI.
 Durasi terapi kombinasi (aspirin dan clopidogrel)
untuk PCI terisolasi yang direkomendasikan adalah
sebagai berikut :
 Setidaknya 2 minggu untuk penempatan stent bare
metal
 Setidaknya 2 sampai 3 bulan untuk sirolimus-eluting
penempatan stent
 Setidaknya 6 bulan setelah paclitaxel-eluting
penempatan stent

Das könnte Ihnen auch gefallen