Sie sind auf Seite 1von 48

Fraktur adalah hilang atau putusnya kontinuitas

jaringan keras tubuh.

Fraktur maksilofasial adalah fraktur yang


terjadi pada tulang-tulang wajah yaitu tulang
frontal, temporal, orbitozigomatikus, nasal,
maksila dan mandibula.
 Kecelakaan lalu lintas (60%)
 Perkelahian (24%)
 Jatuh (9%)
 Kecelakaan kerja (4%)
 Olah raga (2%)
 Luka tembakan (2%)
 Kejadian cedera bersamaan dengan trauma
kepala (50%)
 Cedera servikal (10%)
 Cedera abdominal (15%)
 Cedera skeletal (30%)
Fraktur meliputi batas lateral
dari sinus piriform di dinding
antral bagian lateral, distal
dari tuberositas maksilaris,
dan sampai di pterygoid
junction

Open bite
Garis fraktur berada di sepanjang
sutura nasofrontal, diteruskan ke
tulang lacrimal, tepi infraorbital
di region sutura
zygomaticomaxillary,
selanjutnya sepanjang dinding
antral bagian lateral pada
pertemuan pterygoid palatine.

Pada fraktur ini, nasal septum


dapat bergeser dan tulang
hidung bisa berpindah tempat
Garis frakturnya melewati sutura
zygomaticotemporal dan sutura
zygomaticofrontal, dinding orbital
bagian lateral, dan berlanjut ke
sutura nasofrontal. Fraktur
berakhir di fissure pterygomaksilar

Craniofacial disjunction
 Anamnesa
 Pemeriksaan klinis
 Radiografi
 Bagaimana kecelakaan terjadi?
 Kapan kecelakaan terjadi?
 Spesifik terjadinya kecelakaan: objek yang
membentur, arah benturan?
 Apakah disertai kehilangan kesadaran?
 Gejala yang dialami pasien: rasa sakit, altered
sensation, maloklusi, perubahan visual?
Le Fort II

Pemeriksaan Fisik

A . Palpasi rahang atas:


- tangan kiri melakukan fiksasi
kepala
-tangan kanan membuat
pemeriksaan: apakah
gerakan abnormal
Le Fort II

Pemeriksaan Fisik
B. Palpasi bimanual pada kedua
pinggir orbita utk
membandingkan kanan dan
kiri
C. Palpasi dahi, nasal, dan
zigoma dengan palpasi
bidigital.
D. Palpasi kompleks zigoma:
palpasi dengan telunjuk yang
dimasukkan ke vestibulum
bukalis
 Anterior open bite
 Racoon eyes
 Diplopia
 Kadang-kadang disetrai CSF rhinorrhea dan
Ortorrhea
 Tampilan Asimetris wajah
 Pada Le Fort II, tanda dan gejala
 Oedem pada wajah
 Retrusi mid facial yang menyebabkan wajah
terlihat datar (dish face/pan face)
 Haemoragi subkonjunctiva
 Diplopia
 Parestesi daerah pipi
 Hematom pada sulkus bukalis
 Pada Le Fort III
 Keremukan pada wajah
 Mobility dari komplek zigomatikomaksilari
yang disertai oleh adanya kebocoran cairan
cerebrospinal, edema, dan periorbital
PERAWATAN
FRAKTUR
MAKSILA
Fraktur mid-face Fraktur
melibatkan mandibula dan
oklusi maksila

Mengembalikan
oklusi
Le Fort I
 Reduksi pada fraktur yang terimpaksi dapat
digunakan dengan Rowe’s disimpaction forcep
atau Hayton-William forcep
Le Fort II
 dapat dilakukan dengan menggunakan Rowe’s
disimpaction forcep
 perawatan harus dilakukan karena fraktur ini
seringkali melibatkan basis kranial yang dapat
terganggu
 Apabila fraktur disertai Le Fort I, dapat ditemukan
kesulitan memobilisasi fragmen yang tertinggal →
mobilisasi fragmen dilakukan dengan
menggunakan Asch’s atau Walsham’s forcep
Le Fort III
 Fraktur Le Fort III umumnya bersamaan dengan
fraktur naso-ethmoidal, zygomatic, orbital, dan Le
Fort tipe I.
 Ketika fraktur Le Fort III terjadi dan menyebabkan
terjadinya displacement, reduksi dapat dilakukan
dengan mengekspos sutura frontozygomatic
DIRECT OSTEOSYNTHESIS
 Fraktur kominusi yang tidak parah pada bagian
sepertiga tengah
 Dapat direkonstruksi dengan bantuan fiksasi
internal seperti kawat transosseus dan
miniatur plat dan skrup
TRANSFIXATION
 kawat Kirshner atau pin Steinmann dilewatkan
secara eksternal dari satu zygoma ke daerah yang
lain, sehingga men-transfiksasi fraktur bagian
sepertiga tengah
SUSPENSION WIRES
 Rahang bawah dihubungkan ke skeleton facial
diatas garis fraktur dengan kawat stainless steel
diameter 0,5mm, sehingga mengapit bagian
fraktur dan bagian yang tidak fraktur pada facial
skeleton.
 Keuntungannya, metode ini hanya memerlukan
minimum armanmetarium.
 Craniomandibular fixation
mandibula difiksasi ke kranial vault dan bagian fraktur
pada sepertiga tengah diapit diantaranya
 Craniomaxillary fixation
maksila ditempelkan ke cranial vault.
metode ini berguna karena fraktur dapat direduksi
sehingga terjadi displacement yang minimal
 Suspension from the cranium
bagian yang fraktur disuspensikan ke cranial vault
dengan menggunakan Paris head cap dengan skrup
pada bagian pipi
Miniplate
and screw
 mengeliminasi pergerakkan tulang dan
memungkinkan terjadinya primary healing.
 Miniatur plate didesign untuk memproduksi
imobilisasi secara cepat.
 Plat dan skrup ini menyediakan stabilitas secara
tiga dimensi
 penempatan plat dengan ketentuan dua skrup
pada tiap sisi fraktur mencegah pergerakkan
anteroposterior dan memutar pada segmen fraktur
Transosseus
wiring
 murah, mudah digunakan, dan ditoleransi dengan
baik oleh pasien.
 salah satu jenis
fiksasi semirigid.
 seringkali disertai
dengan IMF bila
terdapat diskrepansi
oklusal
Transosseus
wiring
 Pada fraktur bagian tengah wajah, pengawatan
dilakukan pada sutura frontonasal, sutura
zygomatico-frontal, lingkaran orbital, sutura
zygomatico-maxillary, tulang zygomatic, dan tulang
alveolar.
 Dua lubang dibor pada tiap sisi dari garis fraktur untuk
stabilitas dan mencegah kawat terpotong karena
terputar atau tertarik.
 Kerugian → tidak menyediakan stabilitas tiga dimensi
dan pergerakan kecil pada tempat fraktur
menyebabkan penyembuhan yang tertunda
Frontal
Suspension
 prosesus zygomaticum pada tulang frontal
diekspos dengan insisi yang dibuat pada bagian
lateral alis dibawah sutura frontozyomatic.
 Lubang dibor 5mm diatas sutura frontozygomatic
dari arah posterior ke arah infratemporal.
 Kawat stainless steel dengan diameter 0,5mm
melewati lubang ini.
 Dengan menggunakan jarum penusuk, kawat
dimasukkan menembus arkus zygomatic untuk
memasuki sulkus bukalis secara intraoral.
Circumzygomatic
incision
 jarum penusuk dimasukkan ekstraoral pada
perbatasan tulang zygomatic dan temporal di bagian
medial dari arkus zygomatic dengan arah ke bawah
dan ke atas sehingga memasuki sulkus bukal secara
intraoral pada bagian molar kedua.
 Kawat stainless steel dengan diameter 0,5mm
dikaitkan pada ujung jarum penusuk, dan instrumen
ditarik dan terletak di atas arkus zygomatic tanpa
menembus keluar kulit.
 Dan instrumen dilewatkan pada bagian lateral arkus
zygomatic dengan arah yang sama seperti
sebelumnya.
Zygomatic
suspension
 Insisi sebesar 3cm dibuat pada regio premolar dan
molar pada kedalaman sulkus vestibular.
 Dengan menggunakan bor, sebuang lubang dibor
pada arkus zygomatic dan kawat stainless steel
dengan diameter 0,5mm dilewatkan pada lubang
tersebut
Infraorbital

 Insisi 3cm pada bagian vestibular dibuat pada


bagian kaninus dan dipotong dari subperiosteal
untuk mengekspos bagian margin inferior orbital
pada bagian lateral dari foramen infraorbital.
 Sebuah lubang dibuat dengan menggunakan bor.
Stainless steel dengan diameter 0,5mm dilewatkan
pada lubang ini, ditarik ke mulut dan secara tepat
menempel pada bagian loop arch bar.
Pyriform
Aperture
 Insisi transversal sebesar 2cm dibuat pada bagian
sulkus labial atas diatas gigi insisivus laeral dan
pyriform aperture pada bagian hidung diekspos
dengan mengangkat periosteum.
 Sebuah lubang dibor sekitar 1cm dari free margin
pada pyriform aperture dari sisi medial ke lateral.
 Kawat stainless steel dengan diameter 0,5mm
dilewatkan pada lubang ini; kedua akhir ditarik dan
ditari ke loop yang sesuai pada IMF.
Pin Fixation

 dikembangkan sebagai alternatif dari plaster of


Paris head cap
 fiksasi pin umum digunakan untuk imobilisasi
bagian sepertiga tengah fraktur.
 Insisi kulit ditempatkan pada perbatasan dua
pertiga medial dan sepertiga lateral alis, 1cm diatas
arkus supraorbital.
 Sebuah lubang dibor pada bagian ini menuju bola
mata sampai menuju cortical plate.
 Pin diinsersikan di daerah ini dengan kedalaman
tidak melebihi 5mm
Haloframe
 Haloframe digunakan untuk fraktur supraorbital
dimana dibutuhkan fiksasi yang lebih tinggi
terhadap kranium.
 Haloframe meliputi circular frame yang melingkari
kepala dan dilekatkan pada tulang tengkorak
dengan 4 pin.
Plaster of Paris
Head Cap

 berguna apabila ditemukan adanya perluasan


fraktur pada bagian cranial vault yang tidak dapat
ditangani oleh haloframe atau pin.
 alat ini digunakan pada pasien dengan fraktur
sepertiga bagian tengah yang juga mengalami
fraktur pada bagian cranial vault dan haloframe
tidak dapat digunakan
Box Frame
 Box frame merupakan bentuk yang rigid dari
fiksasi craniomandibular.
 Dua pin diselipkan di supraorbital dan dua pin
diselipkan pada bagian mandibula dibawah regio
kaninus.
 Reduksi awal pada fraktur yang mobile dapat
dilakukan dengan cukup mudah
 Pada kasus delayed repair atau fraktur yang
terimpaksi, reduksi dilakukan dengan forcep
disimpaksi
 Rowe’s disimpaction forcep diaplikasikan pada
bagian dasar nasal dan palatum keras, sedangkan
Hayton-William forcep diletakkan dibagian
belakang tuberositas maksila secara intraoral
 Fraktur non-kominusi dapat dirawat dengan MMF
selama 4 minggu tanpa kawat suspensi
 Intraosseus wiring dapat digunakan sebagai alternatif
tanpa MMF, tapi soft diet diindikasikan untuk
beberapa minggu
 Keuntungan dari rigid plat adalah dengan reduksi dan
plat yang sempurna, fungsi dapat kembali kesemula
lebih cepat.
 Fraktur kominusi yang tidak dapat menggunakan plat
dapat dirawat dengan MMF dan suspensi
 Arch bar pada maksila disuspensi dari pyriform,
zygomatic arch, lengkung orbital, atau secara
ekstraskeletal dengan haloform pada pasien dengan
kominusi yang luas
 Perbaikan dimulai dengan MMF atau IMF untuk
mendapatkan kembali oklusi
 Dapat digunakan Rowe forcep untuk disimpaksi
 Ketika oklusi telah didapatkan, pasien dapat
dirawat dengan suspensi dari maksila arch bar ke
zygomatic arch, lingkaran orbital laterat atau
lingkarang orbital superior dengan kawat 24-gauge
 Perawatan terbuka dapat digunakan dengan
mengekspos, mereduksi, dan mengawatkan, atau
memplat bagian fraktur lingkaran orbital inferior.
 Insisi medial canthal dapat dilakukan untuk mengakses
tendon medial canthal dan atau reduksi-fiksasi area
nasofrontal dapat dilakukan dengan kawat atau plat
 Insisi labiobukal atau lingkaran inferior dapat menyediakan
paparan dari sutura zygomatico-maxilla untuk fiksasi dengan
kawat atau plat
 Apabila dilakukan fiksasi rigid, MMF/IMF dapat dilepaskan
pada akhir prosedur
 Apabila semua prosedur selesai dilakukan, oklusi perlu dicek
kembali
 Prisnsip manajemen Le Fort III ini sama dengan
fraktur Le fort yang lain dimana beberapa
pendekatan diperlukan.
 Bicoronal flap biasanya dilakukan.
 Gangguan jalan nafas
 Aspirasi
 Jaringan parut
 Kelainan bentuk wajah yang permanen karena perawatan
tidak sesuai
 Kerusakan syaraf menghasilkan hilangnya sensai,
pergerakan wajah, bau, rasa, atau penglihatan
 Sinusitis kronis
 Infeksi
 Kekurangan gizi
 Kehilangan berat badan
 Fraktur non union atau malunion
 Maloklusi
 Perdarahan

Das könnte Ihnen auch gefallen