Sie sind auf Seite 1von 36

Laporan

kasus
Pembimbing:
Dr. Jhony Asril, Sp.S
Dr. Ratna Karmila, Sp.PD
Perempuan 53 tahun datang diantar oleh
keluarganya dengan keluhan hemiparese dextra dan
afasia motorik yang dialami 4 jam SMRS. bibir sebelah
kanan mencong dan tidak merespon saat diajak
berbicara. Keluarga mengaku hal ini terjadi secara
tiba-tiba setelah os bangun tidur dan kemudian jatuh
terduduk. Setelah terjatuh os hanya diam saja saat
ditanya oleh keluarga. Kejang dan mual muntah
disangkal.
Dari Riwayat Penyakit Terdahulu pasien di dapatkan
pasien menderita Hipertensi dan 5 hari yang lalu
keluarga mengatakan bahwa os mengeluhkan sakit
kepala, anggota gerak tangan kanan terasa kebas
sampai jari-jari sehingga mengganggu aktifitas dan
berbicara juga sudah mulai pelo. Keluarga membawa
os ke IGD RSUD SELASIH untuk dilakukan pemeriksaan.
Sampai di IGD dilakukan pemeriksaan Kesadaran
komposmentis, tekanan darah 170/90mmhg, HR: 72x/i,
RR: 22 x/i, kekuatan motorik kanan 5555 dan kiri 5555.
os diberikan obat antihipertensi kemudian
diperbolehkan untuk pulang. Os disarankan untuk
kontrol ke poli syaraf. Sesampainya di rumah,
keluarga mengatakan Os meminum obat amlodipin
1x 10mg dan captopril 2x25mg sebagai obat untuk
hipertensi, eperison dan neurodex
Keluarga os mengaku bahwa obat tersebut diminum
secara teratur. Namun pada hari keenam os tiba-tiba
mengalami kelemahan anggota gerak seperti saat
ini, dan di bawa berobat lagi ke IGD RSUD SELASIH.
Dilakukan pemeriksaan fisik di dapatkan Kesadaran :
Compos Mentis. GCS E4 V5 ( afasia motorik) M6., TD :
190/100 mmHg, Nadi : 85 x/ i, RR : 22x/i, T : 36, 4 0C.
Berdasarkan pemeriksaan neurologis kekuatan
motorik kanan 0000, kiri 5555 dan refleks babinski
didapatkan hasil negatif. Pemeriksaan nervus kranialis
didapatkan gangguan pada nervus 7 fascialis.
Lipatan nasolabial kanan menghilang, sudut mulut
jatuh ke kanan dan tertarik ke kiri.
Dari hasil laboratorium didapatkan hasil yang tidak
normal yaitu leukosit : 11.500/mm3 menunjukan ada
tanda-tanda inflamasi. Gula Darah Sewaktu : 215
mg/dl dan dari hasil gula darah sewaktu
menunjukkan keadaan pasien hiperglikemia. Dan
dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya berupa CT
Scan dan didapatkan Kesimpulan : Infark di
periventrikel kiri.
Berdasarkan dari anamnesa dan pemeriksaan
didapakan diagnosa sementara pasien ini adalah
Hemiparesis dextra ec Infark Serebri +DM tipe 2.
Diferensial Diagnosa :Stroke hemorragic, dan TIA. Dan
diberikan terapi berupa IVFD RL 20 tpm, Inj.
Citicolin/12 jam, Inj. Mecobalamin 1 ampul/hari, Inj.
Neurobion 5000 1 ampul/hari.
Follow up
Pada tanggal 17/7/2018 belum ada perubahan
keadaan pasien. Tekanan darah 160/90mmhg. Gula
darah puasa 212 mg/dl. Pada tanggal 18/7/2018
tekanan darah 160/80mmhg dan gula darah puasa
207mg/dl. Pada tanggal 19/7/2018 ku mulai
membaik, tekanan darah 140/80mmhg, gula darah
puasa 203 mg/dl, Refleks patologis babinski (+/-) dan
dilakukan konsul ke dokter spesialis penyakit dalam
untuk terapi lanjutan.
Terapi tambahan diberikan injeksi lantus 1x6 iu pada
malam hari. Pada tanggal 20/7/2018 ku membaik,
tekanan darah 150/90mmhg, kadar gula darah puasa
183 gr/dl. Pada tanggal 21/7/2018 os diperbolehkan
pulang dan kontrol ke poli syaraf.
Diskusi kasus Pembahasan

 Awalnya os mengalami Hal ini merupakan salah


kebas pada jari-jari satu tanda-tanda dari
tangan kanan awal gejala stroke akut.
 Pelo Dimana pada pasien ini
 Nyeri pada tengkuk
didapatkan gejala defisit
neurologis yaitu
 Tekanan darah :
penurunan rasa raba
170/90mmhg sensoris, pelo dan
 Rpt : hipertensi (+) didukung oleh tekanan
darah yang tinggi.
Diskusi kasus pembahasan
Stroke non hemoragik erat
 Kemudian os datang hubungannya dengan plak
lagi ke igd selasih arterosklerosis yang dapat
dalam keadaan mengaktifkan mekanisme
pembekuan darah sehingga
hemiparese dextra terbentuk trombus yang dapat
 Afasia motorik disebabkan karena hipertensi.
Trombus dapat pecah dari
 TD : 190/100 mmHg dinding pembuluh darah dan
akan terbawa sebagai emboli
 Refleks patologis dalam aliran darah
babinski (-) mengakibatkan terjadinya
iskemia jaringan otak dan
 Gangguan nervus VII menyebabkan hilangnya fungsi
 GDS: 215mg/dl otak secara akut atau
permanen pada area yang
 Leukosit 11.500/mm3 teralokasi
Iskemia pada otak akan merusak jalur motorik pada
serebrum. Iskemia pada otak juga mengakibatkan
batang otak yang mengandung nuclei sensorik dan
motorik yang membawa fungsi motorik dan sensorik
mengalami gangguan sehingga pengaturan gerak
seluruh tubuh dan keseimbangan terganggu.

Area di otak yang membutuhkan sinyal untuk


pergerakkan dan koordinasi otot tidak
ditrasmisikan ke spinal cord, saraf dan otot
sehingga serabut motorik pada sistem saraf
mengalami gangguan untuk mengontrol kekuatan
dan pergerakan serta dapat mengakibatkan
terjadinya kecacatan pada pasien stroke.
Defisit neurologi pada stroke
antara lain:
Defisit motorik
 Disfungsi motorik paling umum adalah paralisis
pada salah satu sisi atauhemiplegia karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Diawal tahapan
stroke, gambaran klinis yang muncul adalah
paralisis dan hilang atau menurunnya refleks
tendon dalam atau penurunan kekuatan otot
untuk melakukan pergerakkan, apabila refleks
tendon dalam ini muncul kembali biasanya dalam
waktu 48 jam, peningkatan tonus disertai dengan
spastisitas atau peningkatantonus otot abnormal
pada ekstremitas yang terkena dapat dilihat
Defisit komunikasi
 Kesulitan dalam membentuk kata (disartria),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti
yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
 Bicara defektif atau kehilangan bicara (disfasia
atau afasia), yang terutama ekspresif atau
reseptif
 Ketidakmampuan untuk melakukan tindakan
yang dipelajari sebelumnya(apraksia) seperti
terlihat ketika penderita mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya
Defisit persepsi
sensori
 Disfungsi persepsi visual,
karena gangguan jaras
sensori primer diantara
mata dan korteks visual.
Kehilangan setengah
lapang pandang terjadi  Gangguan hubungan
sementara atau visual-spasial yaitu
permanen (homonimus mendapatkan
hemianopsia). Sisi visual hubungan dua atau
yang terkena berkaitan lebih objek dalam
dengan sisi tubuh yang area spasial sering
paralisis terlihat pada
penderita dengan
hemiplegia kiri
 Kehilangan sensori, karena stroke dapat
berupa kerusakan sentuhan ringan atau
berat dengan kehilangan propriosepsi
yaitu kemampuan untuk merasakan
posisi dan gerakan bagian tubuh serta
kesulitan dalam menginterpretasikan
stimuli visual, taktil, dan auditorius.
Defisit fungsi kognitif Defisit kandung
dan efek psikologi kemih

 Disfungsi ini ditunjukkan  Kerusakan kontrol


dalam lapang pandang motorik dan postural
terbatas, kesulitan dalam menyebabkan penderita
pemahaman, lupa, dan pasca stroke mengalami
kurang motivasi yang ketidakmampuan
menyebabkan penderita menggunakan urinal,
mengalami inkontinensia
ini menghadapi masalah urinarius sementara
stress dalam program karena konfusi.
rehabilitasi.
Diskusi kasus

 os
mendapatkan terapi
obat anti hipertensi
amlodipin 1x 10mg dan
captopril 2x25mg
Berdasarkan guidline
hipertensi

 Terapi farmakologi  Terdapat beberapa variasi


hipertensi diawali dalam pemilihan terapi
dengan pemakaian awal pada hipertensi
obat tunggal. primer.
Tergantung level TD o Sebelumnya guideline JNC
awal, rata-rata VII merekomendasikan
thiazide dosis rendah. JNC
monoterapi
VIII saat ini
menurunkan TD sistole
merekomendasikan ACE-
sekitar 7-13 mm Hg dan inhibitor, ARB, diuretic
diastole sekitar 4-8 thiazide dosis rendah, atau
mmHg. CCB untuk pasien yang
bukan ras kulit hitam.
Sebagian besar penderita hipertensi diobati secara medis
dengan pemberian obat antihipertensi. Beberapa
kelompok obat antihipertensi yaitu diuretic, obat
antiadrenergic, vasodilatator antihipertensi, sistem bloker
renin-angiotensin-aldosteron, dan antagonis reseptor
angiotensin II. Perspektif baru dalam pengobatan
hipertensi arterial yaitu dengan mengkombinasikan
inhibitor vasodilatasi angiotensin converting enzyme (ACE)
dan neutral endopeptidase (NEP) (Kostova, et al. 2005).
Mekanisme aksi ACE-inhibitor (enalapril, lisinopril,
captopril dan sebagainya) yaitu dengan menghambat
konversi angiotensin I inaktif menjadi angiotensin II yang
aktif (vasokonstriktor poten). Selanjutnya mengubah
aktivitas RAAS dan menghambat efek biologis
angiotensin II (seperti meningkatkan tekanan darah dan
sekresi aldosteron, menurunkan sekresi renin dan
natriuresis, meningkatkan aktivitas saraf simpatetis,
proliferasi sel-sel dan hypertropi
Peranan RAAS
Rangkaian dari seluruh sistem renin sampai menjadi
angiotensin II dikenal dengan Renin Angiotensin
Aldosteron System (RAAS). Sistem tersebut memegang
peranan penting dalam patogenesis hipertensi baik
sebagai salah satu penyebab timbulnya hipertensi,
maupun dalam perjalanan penyakitnya RAAS
merupakan sistem hormonal yang kompleks berperan
dalam mengontrol sism kardiovaskular, ginjal, kelenjar
andrenal, dan regulasi tekanan darah.
(Ismahun, 2001).
Namun berdasarkan Penatalaksanaan Hipertensi
pada Stroke akut berdasarkan Guideline Stroke
Tahun 2011 perhimpunan dokter spesialis saraf
Indonesia. Penurunan tekanan darah yang tinggi
pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak di
anjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk
keluaran neurologik. Pada sebagian besar pasien,
tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam
24 jam pertama setelah awitan serangan stroke.
Guideline stroke tahun 2011 merekomendasikan
penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke
akut agar dilakukan secara hati-hati dengan
memperhatikan beberapa kondisi dibawah ini :
1. Pada pasien stroke
iskemia akut, tekanan
darah diturunkan sekitar
15% (sistolik maupun  2. Pada pasien stroke
diastolik) dalam 24 jam perdarahan
pertama setelah awitan intraserebral akut,
apabila tekanan darah apabila tekanan darah
sistolik > 220 mmHg atau
tekanan darah diastolik > sistolik > 200 mmHg
120 mmHg. Pada pasien atau mean Arterial
stroke iskemik akut yang Pressure (MAP) > 150
diberi terapi trombolitik mmHg, tekanan darah
(rTPA), tekanan darah diturunkan dengan
sistolik diturunkan hingga < menggunakan obat
185 mmHg dan tekanan antihipertensi intravena
darah diastolik < 110 secara kontinyu
mmHg. Obat antihipertensi
yang digunakan adalah dengan pemantauan
Labetolol, Nitropruside, tekanan darah setiap 5
Nikardipin atau Diltiazem menit.
intravena.
3. Pada pasien stroke
iskemia akut, tekanan
darah diturunkan sekitar
15% (sistolik maupun
diastolik) dalam 24 jam
pertama setelah awitan
apabila tekanan darah
sistolik > 220 mmHg atau
tekanan darah diastolik > 4. Pada pasien stroke
120 mmHg. Pada pasien perdarahan intraserebral
stroke iskemik akut yang akut, apabila tekanan
diberi terapi trombolitik darah sistolik > 200 mmHg
(rTPA), tekanan darah atau mean Arterial
sistolik diturunkan hingga < Pressure (MAP) > 150
185 mmHg dan tekanan mmHg, tekanan darah
darah diastolik < 110 diturunkan dengan
mmHg. Obat antihipertensi menggunakan obat
yang digunakan adalah antihipertensi intravena
Labetolol, Nitropruside, secara kontinyu dengan
Nikardipin atau Diltiazem pemantauan tekanan
intravena. darah setiap 5 menit.
5. Pada perdarahan subaraknoid
(PSA) aneurismal, tekanan darah
harus dipantau dan dikendalikan
bersama pemantauan tekanan
perfusi serebral untuk mencegah
resiko terjadinya stroke iskemik
sesudah PSA serta perdarahan
ulang. Untuk mencegah Penurunan tekanan darah
terjadinya perdarahan pada stroke akut dapat
subaraknoid berulang, pada dipertimbangkan hingga lebih
pasien stroke perdarahan rendah dari target diatas
subaraknoid akut, tekanan darah pada kondisi tertentu yang
diturunkan hingga tekanan darah mengancam target organ
sistole 140 – 160 mmHg. lainnya, misalnya diseksi aorta,
Sedangkan tekanan darah sistole infark miokard akut, edema
160 – 180 mmHg sering digunakan paru, gagal ginjal akut dan
sebagai target tekanan darah ensefalopati hipertensif. Target
sistole dalam mencegah resiko penurunan tersebut adalah 15
terjadinya vasospasme, namun – 25% pada jam pertama dan
hal ini bersifat individual, tekanan darah sistolik 160/90
tergantung pada usia pasien, mmHg dalam 6 jam pertama.
berat ringannya kemungkinan
vasospasme dan komorbiditas
kardiovaskuler.
Diskusi kasus Pembahasan

 Osmengalami  Hiperglikemia pada stroke


hiperglikemia dapat merupakan tanda
diabetes melitus, tetapi dapat
pula merupakan tanda respon
neuroendokrin terhadap stres.
Pada awal iskemia,
hiperglikemia dapat bersifat
neuroprotektif, yaitu
mengurangi depolarisasi iskemik
dengan cara memperlambat
kerusakan gradien ion
transmembran melalui glikolisis
anaerob.
Bila iskemia berlanjut, hiperglikemia menghasilkan
asidosis selular karena substrat glukosa yang
berlebihan untuk glikolisis anaerob pada jaringan
iskemik. Bila nilai batas asidosis tercapai, kondisi
hiperglikemia menjadi merugikan. Asidosis selular
akan menyebabkan disfungsi enzim, peningkatan
produksi radikal bebas (lipid peroksidase) dan
induksi endonuklease yang mengawali
programmed cell death dan edema selular.
Bruno et al. berpendapat bahwa hiperglikemia
meningkatkan ukuran infark pada jaringan otak
iskemik yang mengalami reperfusi, tetapi tidak pada
lesi tanpa reperfusi (infark lakunar). Pada lesi infark
tanpa reperfusi, glukosa yang mencapai sel. kurang
sehingga tidak menambah akumulasi laktat dan
asidosis. Jadi daerah iskemik dengan sirkulasi kolateral
lebih rentan terhadap efek hiperglikemia dari pada
daerah distribusi end-artery (infark lakunar). Pada
perdarahan intraserebral, hiperglikemia juga
memperburuk keadaan dengan mekanisme yang
sama yaitu produksi laktat berlebihan pada daerah
iskemik disekitar lokasi perdarahan.
(Kawai N, Keep RF, Betz AL. Hyperglycemia and the
vascular effects of cerebral ischemia. Stroke 1997; 28:
149-54.)
Diskusi kasus pembahasan
 Pasien diabetes melitus yang
 Osmendapatkan terkontrol dengan diet dan obat
hipoglikemik oral, pada fase akut
terapi injeksi insulin stroke memerlukan terapi insulin.
Demikian pula pada pasien diabetes
lantus 1x6 iu (malam) melitus yang biasanya mendapatkan
terapi insulin akan memerlukan
dan injeksi novorapid penambahan dosis insulin selama
fase akut stroke. Tujuannya adalah
3x6 iu kadar glukosa darah tidak kurang
dari 100 mg/dL dan tidak lebih dari
200 mg/dL. Dosis insulin yang
diberikan tergantung sensitivitas
pasien terhadap insulin. Pasien usia
muda, kurus dan tidak stres lebih
sensitif terhadap insulin sehingga
memerlukan dosis insulin lebih sedikit.

Kashyap SR, Levin SR. The subacute stroke


patient: glucose management. In: Cohen
SN,editor. Management of ischemic
stroke. McGraw- Hill. New York; 2000. p.
111-7.
Insulin diperlukan pada keadaan :

 HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik


 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
 Krisis Hiperglikemia
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard
akut, stroke)
 Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional
yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
 Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi

Das könnte Ihnen auch gefallen