Sie sind auf Seite 1von 23

Referat

Tetanus

Widya azhar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Tetanus adalah gangguan neurologis yang


ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan
spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin,
suatu toksin protein yang dihasilkan oleh bakteri
Clostridium tetani. Bakteri ini merupakan basil
gram positif anaerob, bersifat nonencapsulated
dan berbentuk spora, yang tahan panas,
pengeringan dan desinfektan.
Epidemiologi

Di negara yang telah maju seperti Amerika Serikat kejadian tetanus yang
dilaporkan telah menurun secara substansial sejak pertengahan 1940 karena
meluasnya penggunaan imunisasi terhadap tetanus. Selain itu sanitasi
lingkungan yang bersih.

Di negara berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka kematian akibat


tetanus masih cukup tinggi, hal ini disebabkan karena tingkat kebersihan
masih sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi, perawatan luka yang kurang
diperhatikan, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan
dan kekebalan terhadap tetanus
ETIOLOGI

Clostridium tetani termasuk kuman anaerob, kuman gram


positif, dan membentuk spora. Kuman yang berbentuk
batang ini sering terdapat dalam kotoran hewan dan
manusia, dan bisa menyebar lewat debu atau tanah yang
kotor, dan mengenai luka.
PATOGENESIS

Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif


anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah
inokulasi bentuk spora ke dalam tubuh yang mengalami cedera atau luka (masa
inkubasi).
Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel vegetatif
bila dalam lingkungan yang anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah
Toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh melalui peredaran
darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan beraktivitas pada tempat-tempat
tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk otak.
– Toksin dari tempat luka menyebar ke motor endplate dan setelah masuk lewat
ganglioside dijalarkan secara intraaxonal ke dalam sel saraf tepi, kemudian ke
kornu anterior sumsum tulang belakang. Akhirnya menyebar ke Sistem Saraf
Pusat (SSP). Gejala klinis yang ditimbulakan dari eksotoksin terhadap susunan
saraf tepi dan pusat tersebut adalah dengan memblok pelepasan dari
neurotransmiter sehingga terjadi kontraksi otot yang tidak terkontrol atau
eksitasi terus menerus dan spasme
Manifestasi Klinis

– Tahap awal
Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak
nyaman di seluruh tubuh
– Tahap kedua
kejang yang disertai nyeri otot pengunyah
(Trismus), wajah penderita akan terlihat
menyeringai (Risus Sardonisus), Kekakuan
semakin meningkat hingga kepala
penderita akan tertarik ke belakang
(Ophistotonus)
– Tahap ketiga
Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang
refleks. Pada awalnya, kejang ini hanya berlangsung singkat, tapi semakin lama
akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi yang lebih sering.
patah tulang belakang dapat terjadi akibat adanya kejang otot hebat. Pernafasan
pun juga dapat terhenti karena kejang otot ini, sehingga beresiko kematian
Klasifikasi tetanus

 Tetanus lokal
Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah
tempat dimana luka terjadi. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan
dalam beberapa bulan tanpa progresif dan biasanya menghilang secara bertahap.
 Tetanus umum
Merupakan bentuk tetanus yang paling banyak dijumpai, dapat timbul mendadak,
trismus merupakan gejala awal yang paling sering dijumpai, risus sardonicus,
opistotonus. Selama periode ini penderita berada dalam kesadaran penuh.
 Tetanus sefalik
Jenis ini jarang dijumpai; masa inkubasi 1-2 hari, biasanya setelah luka di kepala,
wajah atau otitis media, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung.
Banyak kasus berkembang menjadi tipe umum.
Diagnosis
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu
istirahat berupa :
 Gejala klinik
 Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus (sardonic smile)
 Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.
 Kultur: C. tetani (+).
 Lab : DL
Diagnosis banding

– Meningitis bakterial
– Poliomyelitis
– Rabies
– Tetani
Pentalaksanaan

 Umum
– Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya
– Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan
membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan
personde atau parenteral.
– Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara, cahaya dan tindakan
terhadap penderita.
– Oksigen
– Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
 Khusus
 Antibiotik
Diberikan parenteral Peniciline 1,2 juta unit/ hari selama 10 hari, IM. Sedangkan
tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit/ kgBB/ 12 jam
secara IM diberikan selama 7-10 hari.
– Tertasiklin : 30-50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis
– Eritromisin : 50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.
– Metronidazole loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6
jam
 Anti Tetanus Toksin
Berhrmann (1987) dan Grossman (1987) menganjurkan dosis 50.000-100.000 u
yang diberikan setengah lewat i.v. dan setengahnya i.m. pemberian lewat i.v.
diberikan selama 1-2 jam.
 Antitoksin lainnya
Human Tetanus Immunoglobulin (TIG) dengan dosis 3000-6000 U, satu kali
pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG
mengandung "anti complementary aggregates of globulin", yang mana ini dapat
mencetuskan reaksi alergi yang serius.
– Tetanus toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama, dilakukan bersamaan dengan
pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang
berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M.
 Antikonvulsan

Jenis Obat Dosis Efek Samping

Diazepam 0,5 – 1,0 mg/kg Berat badan / 4 jam Stupor, Koma


(IM)
Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM) Tidak Ada
Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM) Hipotensi
Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM) Depresi pernafasan
Komplikasi

Pada saluran pernapasan


Oleh karena spasme dapat terjadi pada otot-otot pernapasan dan
spasme otot laring dan seringnya kejang menyebabkan terjadinya
asfiksia. Karena akumulasi sekresi saliva serta sukar menelan air liur
dan makanan dan minuman sehingga sering terjadi pneumonia
aspirasi, atelektasis akibat obstruksi oleh secret.
 Pada kardiovaskular
Komplikasi berupa aktivitas simpatis meningkat antara lain berupa takikardia,
hipertensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium.
 Pada tulang dan otot
Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam otot.
Pada tulang dapat terjadi fraktur columna vertebralis akibat kejang yang terus
menerus.
 Komplikasi yang lain :
– Laserasi lidah akibat kejang
– Dekubitus karena penderita berbaring satu posisi saja
– Demam yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan
mengganggu pusat pengatur suhu.
– Kematian yang dapat terjadi akibat komplikasi, yaitu: bronkopneumonia,
cardiac arrest, septikemia dan pneumothoraks.
Pencegahan

Pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan satu-satunya
cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan dengan pemberian
imunisasi telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian
imunisasi aktif (DPT atau DT). Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh
lebih baik daripada mengobatinya. Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan
sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus) Bagi yang sudah dewasa
sebaiknya menerima booster. Selain itu perawatan luka yang benar dan anti
tetanus serum untuk profilaksis.
Kesimpulan

– Angka kejadian penyakit tetanus sudah mulai berkurang di negara maju, namun
berbeda dengan yang terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, insiden dan
angka kematian akibat tetanus masih cukup tinggi, hal ini disebabkan karena tingkat
kebersihan masih sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi, perawatan luka yang
kurang diperhatikan, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan
– Tetanus adalah penyakit yang gejalanya adalah kekakuan dari otot, terutama otot
wajah dan leher. Hal ini disebabkan oleh masuknya spora dari kuman Clostridium
tetani yang masuk melalui luka pada tubuh walaupun luka itu kecil. Berat ringannya
penyakit ini tergantung dari masa inkubasi, onset, kejang lokal atau umum dan ada
atau tidaknya gangguan autonomik karena hal ini yang menyebabkan kematian pada
tetanus.
Thank you

Das könnte Ihnen auch gefallen