Sie sind auf Seite 1von 56

Curriculum Vitae

Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, DFM., S.H., M.Si.Sp.F(K)


 Guru besar I.K. Forensik & Medikolegal FKUI/RSCM
 1979: Faculty of Medicine University of Indonesia
 1997: Faculty of Law University of Indonesia
 2002: Diplome of Forensic Med -Groningen Univ Belanda
 2003: PhD Faculty of Humanities University of Indonesia
 2009: Magister in Sociocriminology Faculty of Social & Political Science UI
 Wakil Ketua Komisi Bioetika Nasional
 Perintis/dosen S3 Kekhususan Bioetika FKUI
 Pengusul pilar Humaniora Kes/Bioetika UU Dikdok No. 20/13
 Ex Ketua PDFI & Ketua Kolegium IK Forensik Indonesia
 Ex Anggota WHO Global Vaccine Safety Committee
 Ex Anggota UNESCO Global Ethics Observatory Law
Between Time and Law
Ethical and Medicolegal Aspects in Emergency

Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, DFM, SH, M.Si, SpF(K)


Ketua Dewan Pertimbangan Klinik
Ketua APKESI
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI/RSCM
Kasus
 Furosemide : kosong stock di RS –
 Ventilator : rebutan di suatu ICU
 Penggunaan obat mahal belum EBM di ICU
 SC di atas brankar bumil dgn DOA
 Paranoid di IGD mau bunuh orang lain, wajib lapor ?
 Nurse/DU kerja di ICU lakukan intubasi sukses, mereka
dimarahi intensivist
 Spesialisasi kedokteran emergensi – ditolak PDSp 4 besar
Batasan :
 Gawat = ancaman kehidupan
 darurat = ancaman kesehatan/kondisi pasien
(cacat, kehilangan bagian tubuh, gangguan
fungsi pribadi atau sosial dll)
Kegawatdaruratan
 Kondisi adanya ancaman mendadak terhadap
kehidupan, pribadi seseorang, kesehatan
pasien(cacat, hilang bagian tubuh, perawatan
> lama) dan akan memberat atau bertambah
bila tidak dilakukan tindakan segera.
GOD MADE DISASTER
MAN MADE DISASTERS
INTERHUMAN VIOLENCE

TERRORISTIC VIOLENCE
CRIMINAL VIOLENCE
INTERHUMAN VIOLENCE IN INSTITUTIONS

Rape Hostage taking War


Ill-treatment Hijacking Torture
Assault Murder Persecution
Raid Bomb-attack Oppression
Bomb-attack Violence of minority groups Ill-treatment
Murder Raid
Hostage-taking Murder
Hijacking Interrogation
Violence in the street Isolation
Solitary confinement
Agus Purwadianto - 2008

BENCANA SPGDT
&KE-GADAR-AN HIRARKI
Gawat NAKES &
ETHICO-MEDICO- Darurat SPM
LEGAL PROBLEM

MUSIBAH SEHARI-HARI

KORBAN SAKIT/ MEDICAL


MATI PROBLEM
MUSIBAH MASSAL / Community Problem
KONDISI MATRA/
BENCANA PUBLIC
PENGUNGSI HEALTH
POK RENTAN PROBLEM
DVI PHEIC-IHR
Kontinuum Tujuan Manajemen
Kegawatdaruratan Medik
LEVEL MIKRO – MACRO :
 Penyelamatan nyawa korban/pasien

 Pencegahan kecacatan korban sesuai dengan kualitas


hidupnya
 Upaya maksimal pengobatan korban hingga tak ada
indikasi mediknya lagi
 Rehab, & prognosis (kepent terbaik ybs)

 Pemeriksaan forensik & medikolegal


Kontinuum Tujuan Manajemen
Kegawatdaruratan Medik (2)
LEVEL MESO
 Sistem Triage

 Perlindungan kesehatan & pencegahan kesakitan


korban selamat (survivor/penyintas) & pengungsi
 K3 : Perlindungan kes & >< kesakitan nakes/brigade
siaga bencana/SPGDT (agen fasyankes),
relawan/petugas P3K
 Pelayanan forensik & medikolegal
Kontinuum Tujuan MKM (3)
LAIN-LAIN:
 Ikut dalam pencarian korban/orang hilang – tak ada
keluarga/kerabatnya
 ASURANSI kes : JKN & non JKN
 Komunikasi risiko
 Interaksi dengan pers/medsos, LSM, filantrop, masyarakat,
penyidik
 Penguatan SPGDT, sistem rujukan, telemedicine
 Pelayanan VeR dan saksi ahli & pembelaan thd isu
malpraktek/kelalaian medik/asuransi profesi
Tanggung Jawab Etik
 Taja professional mencakup :
 Moral : azas-azas utama baik/buruk
 Etika : filsafat moral (penalaran luas & kokoh-
mendalam (radikal)
 Etika terapan : KODEKI 2012 – kesepakatan profesi
utk jaga keluhuran/kemuliaan pengabdian
 Model pengambilan keputusan: pengaruh
situasi-kondisi perubahan eksosbud, iptek
Tanggung Jawab Hukum
 RL praktik: kisaran kewajiban & ketrampilan yg
diijinkan utk dipertunjukkan
 Standar asuhan: kriteria perluasan & mutu asuhan
 Kewajiban bertindak: wajib tanggap gadar
 Kompetensi: paham anamnesis gadar & implikasi
keputusan medik
 Good Samaritan laws
Ethico-legal System
Agus Purwadianto, 2005

MEDICAL INDICATION CONTEXTUALITY BALLANCING


CONFLICT OF INTERE
Health
Health Personnel
Personnel Law
Law as
as
Health
Health Facilities
Facilities social
social engineering
engineering Value of
Health
Health system
system
Health (Micro

Medical
PROFESSIONALISM
Goals

Responsibility Accountability
Patients’
Ethics Discipline Liability Safety

Professional
Dignity
SOCIAL CONTRACT

Patient/Client
PUBLIC
Community
Family TRUST
BEST INTEREST, QUALITY OF LIFE
PREFERENCES,
Agus Purwadianto, 2008

ETHICOLEGAL OF MASS EMERGENCIES


Resources Allocation
Global Obligation Informed Consent (IC)
Ballancing rights Individual IC
interests & Beneficence Autonomy Public health IC
values Priority access
Evidence-based Public engange-
PH measures ment
Social mobilization
Non Justice
Mitigating risk
Maleficence Actual SR
Preventing risk
Potential SR
of other workers
Resources cons-
traint
Health Worker Shortage of resources (SR)
Obligation
Agus Purwadianto, 2008

ETHICOLEGAL OF MASS EMERGENCIES (2)


Priority Setting
Utility = “saving most lives” Protect Confidentiality
Democratic process No discrimination
SOP/protocols Beneficence Autonomy Specific communi-
EB/scientific-based cation (community)
action of Info Mngmt Security + disclosure
of personal info

Timely & accurate Non Justice Distribution of


information benefit or burden
PHE criterion of
Maleficence Promoting equitable
authority access
Risk/disease
burden
Vulnerables/Disabled EQUITY = THE WORST-OFF
SEVERITY OF ILLNESS
/High risk person
Kesadaran etik = moralitas profesional
dlm bencana
 Perilaku profesional
 Noble profession – altruism & l’esprit de
corpse  Good Samaritan Law
 Ethics of the continuum/contingent:
 Life saving & emergency vs stable
 Macro/macho/meso vs micro
 Multi & interprofessional consensus
 Human sufferings
Etika Kepedulian  Tahap
Pertolongan/Tanggap Darurat/ Cito

 Virtue ethics (etika keutamaan) : sejak semula berpihak &


empati pada korban
 Korban = langsung; tak langsung = si rentan (perempuan,
lansia, bayi/anak)
 > dp hak dan kewajiban, “bottom line ethics”, procedural
ethics
 Inti : jaga/hormati kehidupan (vitalisme) & pahami makna
penderitaan / kesengsaraan korban
  ahimsa (tanpa kekerasan)
  Do No harm
Team Actions Among Ethical Guidelines
 Obligatory = fardhu
 Life saving
 Permissible-neutral = "mubah”
 No consent, not always comply to SOP
 Permissible-optional = "sunah”
 Preventing infirmity

Team Actions Among Ethical Guidelines

 Unpermissible-optional = "makruh”
 Lazy, “waiting for up line decision”
 Wrong = haram
 Bussiness
 Torture
 Deceit, misrepresentation (fraud)
Gathering information
 Pragmatic issues complicate the case :
 physician emotions (frustration, anger, fear of
being sued, perceive to be cruel/wasteful),
 family-emotions (feeling overwhelmed,
guilty);
 Others : interpersonal conflict, poor
communication, time pressure, "supra-
structures factor" : hospital bylaw, state law,
insurance barriers.
Public Trust:
Prima Facie’s of Ethical Principlism

 People (majority)  govt official (minority) 


beneficence
 Life saving, disability prevention  un-autonomous
person  non maleficence
 Acute/rapid action  professionalism
 The least advantage/ anautonomous people 
justice
Dual Obligation = clinical forensic
medicine, certifying doctor
 Impartiality : justice through truth
 Specific calling for justice : treating as well as
assessing doctors
 Medicolegal objectivity
 Professionalism & interprofessional ethics :
truthfullness, dialogue
Kasus di TKP  isu
Persetujuan/Penolakan asuhan
 Penjelasan diri ke pasien
 Nyatakan batas kompetensi/pengalaman
 Bertanya apakah anda boleh menolong
 Jelaskan hasil pengamatan/WD anda
 Jelaskan apa rencana/tinjut anda
Penelantaran Pasien Gadar
Ps 531 KUHP
 Barang siapa ketika menyaksikan bhw ada orang
yg sdg menghadapi maut tdk memberikan
pertolongan yg dpt diberikan padanya, tanpa
selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atau
orang lain, diancam jika orang itu meninggal, dgn
pidana kurungan maks 3 bln atau pidana denda
maks 4500 rp
Di FKTP/daerah terpencil
Kewajiban melayani : Pasal 32 UU Kes
 (1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah
maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan
nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
 (2) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah
maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.
Menangani kasus gadar  Dr berhak menyimpan &
menyerahkan obat life saving (ps 35 UU Pradok butir I & j)
Pidana Tidak Menyediakan Obat
Life Saving
Pasal 190 UU Kes No. 36/2009
 (1) Pimpinan fasyankes dan/atau nakes yg lakukan praktik atau pekerjaan pada
fasyankes dgn sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien
dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2)
atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
 (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasyankes dan/atau nakes tsb
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Ketuntasan Menolong
 Zaakwarneming (pasal 1354 KUH Perdata)
 sukarela urus orang lain sejak awal = wajib libatkan diri
sepenuhnya, baru berhenti s/d orang yang diganti
urusannya tadi dapat mandiri
Good Samaritan Doctrine
 'The principle that a person who is injured while
attempting to aid another in imminent danger and
who then sues the one whose negligence created
the danger, will not be charged with contributory
negligence unless the rescue attempt is an
unreasonable one or the rescuer acts unreasonably
in performing the attempted rescue.‘
 Black's Law 7th edition
Good Samaritan Law
 Ga-dar  penegasan kewajiban pertolongan
dan penyelamatan setiap korban kepada
setiap orang, khususnya tenaga kesehatan
(aplikasi Good Samaritan Law-1)
 To overcome reluctancy to help e.c. DR not
under a duty to treat anyone with whom no
relationship exists
Good Samaritan Law Ga-dar(2)
 Penegasan perlindungan hukum tenaga
kesehatan yang bertugas dari
gugatan/tuntutan hukum terhadap kelalaian
biasa sepanjang terdapat itikad baik dan tidak
didasarkan pada harapan akan adanya
imbalan/bayaran (Good Samaritan Law-2)
Good Samaritan law (3)
 Pemerintah hanya akan menghukum nakes
(aplikasi Good Samaritan Law-3) yg:

 terbukti melanggar ketentuan berlaku


 bersedia ikut ambil tanggungjawab hukum
 ada kelalaian berat
Persetujuan Tindakan Medik
 Kondisi Gadar : tidak diperlukan (perkecualian:
Permenkes No. 290/2008 jo ps 45 UU Pradok
 Segera menolong (non maleficence) s/d kondisi
stabil
 Bertahap diupayakan : setelah kondisi pasien
stabil/sudah melalui masa kritisnya
 Pasien kompeten langsung mengungkapkan
(verbal; gestur); ortu/wali pd pasien anak
Dasar: Etika kepedulian, PRIMUM NON NOCERE
KDB : NON MALEFICENCE
Landasan hukum
 Fasyankes :
 UU RS No. 44/2009
 Permenkes ttg Klinik
 Permenkes ttg Puskesmas
 Dokter  UU Praktik Kedokteran No. 29/2004
yakni psl 45 (1) : kewajiban persetujuan tindik
tetapi dalam keadaan gawat darurat TIDAK
DIPERLUKAN.
INFORMED CONSENT SITUASIONAL

Penjelasan ps 45 UU PRADOK
 Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa
pasien tidak diperlukan persetujuan. Namun, setelah pasien
sadar atau dalam kondisi yang sudah memungkinkan, segera
diberikan penjelasan dan dibuat persetujuan.
 Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak
sadar, maka penjelasan diberikan kepada keluarganya atau
yang mengantar. Apabila tidak ada yang mengantar dan tidak
ada keluarganya sedangkan tindakan medis harus dilakukan
maka penjelasan diberikan kepada anak yang bersangkutan
atau pada kesempatan pertama pasien sudah sadar.

REKAM MEDIK SITUASIONAL & “LATE ENTRY’


Implied consent
 P (Pasien) datang sendiri secara berbondong-bondong
 P nir-sadar (luka/sakit parah), yg tanpa keluarga saat dilayani
 P tidak mampu memutuskan kondisi terbaik bagi dirinya sendiri,
mis : bingung, gangguan mental
 datang di IGD fasyankes yg bagian depan ada papan ”Gadar” atau ”klinik
korban bencana X....”
 Consent hanya berlaku utk semua tindakan medik rasional-
proporsional life saving oleh DPJP/tim DR setempat – asumsi
bhw ybs akan acc bila ybs kompeten
Kondisi Khusus Pasien
 P terminal, sadar, jernih berpikir  nakes wajib
simpan testamen/waris  beritahu/serahkan ke ahli
waris yg berhak (dgn/tanpa tanpa notaris)
 P sadar + mampu memutuskan bagi dirinya sendiri
 berhak tolak tindakan diagnostik/ terapeti pasca
penjelasan
 Penolakan tak ”hitam putih” – perlu dikritisi
 Catat semua; P berhak panggil kembali Dr
Alasan Tolak Pasien
 Keyakinan agama/kepercayaan
 Demi kepentingan umum yang lebih besar
 Dibuat penuh pertimbangan dan bertanggung-
jawab, tanpa tekanan atau bujukan lainnya
 Kesia-siaan medik (medical futility)
 Ditetapkan sbg kebijakan tertulis fasyankes terdepan
/rujukan, cara pengambilan keputusannya dilakukan oleh
tim (bukan perorangan) cq Komite Etik & Hukum RS > dp
Komdik
Wasiat (Advance Directives)
 DNR – do not resuscitate
 Living will – catatan wasiat bila ybs tak kompeten lagi
menyatakannya
 Kuasa tetap ybs – pembuat keputusan pengganti :
 Wali asuhan kes, kuasa hukum, agen, penasehat pasien,
keluarga terdekat
 Hidup bermartabat (mis lansia)  mati bermartabat
Kerahasiaan Medik
 Penjagaan informasi pribadi : jenis penyakit, kondisi
fisik dan mental dan jenis obat/alkes yg diberikan
 Perkecualian :
 Terbatas : Proses perujukan & second opinion atau bayar
asuransi kes ybs, riset kes ttt
 Pelaporan mutlak mis : wabah, PHEIC, KDRT, CSA & akibat
kejahatan – bukti hukum
 Persetujuan pasien (sebaiknya tertulis)
 Terbatas le : MPK, petugas donor organ
Rujukan pasien
 Perhatikan konteks kebutuhan medik pasien & rantai
tgjwb hub Dr – Pasien
 hrs o/ DPJP treating DR di fasyankes perujuk; tidak
boleh oleh non-dokter
 Dasar : kepentingan terbaik pasien (tidak makin
merugikan dia) = INDIKASI MEDIK paripurna
 Bukan sekedar kebutuhan medik (pilihan rasional pasien
sesuai haknya)
 (bukan indikasi ekonomis, sosial, psikologis, politis, dll)
Doktrin : ketentuan hukum administratif < kewajiban menolong pasien

Permenkes 2052/11 ps 7 (1) d & e


Dr/drg yg telah memiliki SIP yg memberikan pelayanan
medis atau memberikan konsultasi keahlian dalam
rangka hal sebagai berikut:
 melakukan penanganan bencana atau pertolongan
darurat lainnya;
 memberikan pertolongan yanmed kpd keluarga,
tetangga, teman, pelayanan kunjungan rumah dan
pertolongan masy tdk mampu yg sifatnya insidentil;
 tidak memerlukan SIP di tempat tersebut
 Butir d  memberitahu Dinkes setempat o/
insititusi penyelenggaranya
IMPLIKASI KEMUDAHAN “MUBAH”/KEBOLEHAN

Permenkes 2052/11, ps 22 (2)


 (2) Dokter dan dokter gigi, dalam rangka
memberikan pertolongan pada keadaan gawat
darurat guna penyelamatan jiwa atau pencegahan
kecacatan, dapat melakukan tindakan kedokteran
dan kedokteran gigi diluar kewenangannya sesuai
dengan kebutuhan medis.
 (3) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus
dilakukan sesuai dengan standar profesi.

BEDA DG ORANG AWAM/MEDICAL FIRST RESPONDER


Pasal 51 (d) UU Pradok
 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan
praktik kedokteran mempunyai kewajiban :
 d. melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang
lain yang bertugas dan mampu melakukannya;

NON MALEFICENCE SBG DOKTRIN ETIKA HIPPOCRATESIAN


IMPLIKASI : ADA ETIKA SOSIAL & ETIKET DALAM
MENYIKAPI ADANYA HIRARKI KOMPETENSI ANTAR NAKES
Pindah :
 Hanya dlm kondisi stabil
 Dipertimbangkan dapat distabilkan selama
perjalanan rujukan
 SERTA MAMPU MENAHAN PERUBAHAN
KONDISI PERJALANAN PENYAKIT sesuai
PROGNOSIS yang ditentukan perujuk
Pertimbangan Rujukan
 Risiko P blm stabil memburuk/mati di lokasi perujuk
> kemungkinan membaik di lokasi terujuk
 Kesatuan sistem mengungkap intangible WD/ &
prognosis (hub komunikasi memadai DR/fasyankes
perujuk – terujuk)
 Isi RM rujukan memuat SEMUA DATA MEDIK penting
 salinannya dibawa serta pasien (itikad baik)/dikirim
per fax/kurir/sms/email/cara lain sesegera &
sehemat mungkin
Dokter Perujuk
 Yg berhak > klinisi ”kapten kapal” > CEO
fasyankes > anggota tim
 Taja thd setiap perintah medik (standing
order) = masa berlakunya persiapan perujukan
thd pasien
Dokter Terujuk
 Yg berhak > klinisi ”kapten kapal” awal dgn
kemampuan sama/> perujuk (fasyankes >
tinggi)
 Bila standing order lisan ke DR perujuk : ikut
taja (dlm tahap persiapan rujukan dan
perjalanan pasien)
 Taja kelengkapan RM yang memuat semua
data medik penting terbaru
Implikasi Etika Dalam Sistem Rujukan
Dr Perujuk Dr Terujuk
Tanggung Patuhi SOP merujuk Patuhi SOP terujuk
Jawab
 Jauhi “pulang paksa” Memacu ilmu
Hormati Mencari akses & Membuka akses &
HAM ketersediaan Dr menyediakan diri di
Terujuk kontak Dr Perujuk
Altruisme Mengantar pasien Menjemput pasien
Splitting fee (-) Honorarium
terjangkau
L’esprit de Mengirim srt Membalas srt sbg
corpse komunikatif, berani pendidik, berani
mendidik, jaga martabat
bertanya
Teori & Landasan Hukum UU RS, UU
Kes & UU SJSN & UUBPJS
 RS wajib yan gawat darurat 24 jam/hari = non-
delegeable duty via DR/nakes petugas &
IGD prasyarat ijin RS
 RS tidak boleh menolak pasien gadar (&
korban bencana), apalagi bagi peserta JKN (cq
RS yang terikat kerjasama dgn BPJS)
4 Syarat Rujukan Berbasis Biaya
 RS terujuk punya tempat & SDM mampu &
telah acc
 RS perujuk sediakan RM memadai
 Diantar nakes yg mampu & peralatan pindah
yg memadai
 Dianggap perlu oleh pihak berwenang
Proses Rujukan
 Perjalanan rujukan minimal harus dikawal
nakes (perawat) : >< death on arrival
 P anak/uzur hrs didampingi oleh
keluarga/wali/relawan LSM pengampu yg
berhak
 Rujukan antar fasyankes cukup sering dan
ditentukan pem  hrs legal (melembaga)
KEBOLEHAN DLM GADAR, HRS TETAP : TELITI, HATI2,
PERHATIKAN ASAS KEPATUTAN, SESUAI STANDAR

ANCAMAN : PASAL “KARET”


 Pidana : kelalaian menyebabkan mati (359
KUHP), cacat (360), hukuman + 1/3 (361)
 Perdata : perugi (1365) KUHPer, kelalaiannya
(1366), majikan (respondeat superior = 1367).
 Administratif : terkait ijin fasyankes & DR
Pelanggaran
 Melakukan kelalaian berat : tindik dg berbuat atau
tidak berbuat secara tidak teliti/hati-hati, berbuat di
luar batas kemampuannya yang secara langsung
mengakibatkan kematian atau cacatnya korban
(iatrogenik)
 Rebut P demi alasan komersial, publikasi buruk atau
keberpihakan kpd sponsor
 alasan Perbuatan melanggar hukum (PMH) lainnya
Pelanggaran (2)
 Merujuk P bukan atas indikasi medik
 Jelekkan TS/tim didpn umum -> timbulkan ketidak-
percayaan publik thd kinerja tim/pem
 sengaja merusak sistem kes yg telah dibangun
bersama
 lalai sediakan DR jaga 24 jam/hari
 menarik jasa medik korban bencana yang gakin
 Narik biaya perawatan di luar dari yang telah
ditetapkan pemerintah.
Kesimpulan :
 Gawat darurat merupakan sisi khusus yandok/yankes yg
sarat dimensi etiko-medikolegal dan beragam konteks
(katastropik, dilema etik, konflik etikolegal, dll) krn
terancamnya eksistensi kemanusiaan (pasien/korban) &
memerlukan eksistensi dokter sbg penolong yg mahir dgn
dalil etika universal.
 Kendati upaya menolong penderitaan pasien dgn norma
ideal spt good samaritan law namun tak menjamin
digugatnya DR/RS krn kelalaian berat atau pelanggaran
etik dan hukum lainnya.
Terima Kasih
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Agus Purwadianto

Das könnte Ihnen auch gefallen