Sie sind auf Seite 1von 60

HUSNIAH R TH-AKIB

2 APRIL 2016
SISTEMATIKA
• Peraturan perundang-undangan terkait
gratifikasi
• Pengertian gratifikasi
• Pengertian Pegawai Negeri (PN)/Aparatur
Sipil Negara (ASN)
• Hubungan dokter dg mitranya
Dokter dan Promosi obat
Dokter dan kewajiban untuk melakukan
pendidikan dan pelatihan kedokteran
berkelanjutan
• Kesimpulan
PERATURAN YANG TERKAIT DENGAN
KORUPSI & GRATIFIKASI
• Undang – Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
• Undang – Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang
Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 31
tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
• Undang – Undang No. 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
• PerMenKes No 14 tahun 2014 Tentang
Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan
Kementerian Kesehatan
UU No.31 tahun 1999 ttg TIPIKOR
Pasal 13 perihal pemberian hadiah atau janji :
• “Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada
pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji
dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan
tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama
3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).”
• Penekanan obyek dari gratifikasi pada UU di atas
adalah “Pegawai Negeri” atau “Penyelenggara
Negara”. Dengan mengacu kepada hitam putih
substansi hukum maka penerima gratifikasi selain
pegawai negeri dan penyelenggara Negara tidak
dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan UU
tersebut.
GRATIFIKASI

UU No. 20 Th 2001 Pasal 12B ayat (1)


Gratifikasi diartikan sebagai pemberian
dalam arti luas, yakni meliputi pemberian
uang, barang, rabat (discount), komisi,
pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang
diterima di dalam negeri maupun di luar
negeri dan yang dilakukan dengan
menggunakan sarana elektronik atau tanpa
sarana elektronik.
• Gratifikasi dapat dikategorikan menjadi
gratifikasi yang dianggap suap, menurut
UU 31 Th 1999 juncto UU No 20 Th 2001,
telah adanya 3 unsur :

• Subyek hukum : pegawai negeri atau


penyelenggara negara
• Pemberian tersebut ada kaitannya dengan
jabatan
• Bertentangan dengan tugas / kewajiban
UU 31 th 1999 TTG TIPIKOR

PEGAWAI NEGERI adalah:


1. PN sebagaimana dl UU ttg Kepegawaian
2. PN sebagaimana dl Kitab UU Hukum
Pidana
3. Orang yg menerima gaji atau upah dr
keuangan negara atau daerah
4. Orang yg menerima gaji atau upah dr suatu
korporasi yg menerima bantuan dr
keuangan negara atau daerah
5. Orang yg menerima gaji atau upah dr
korporasi lain yg mempergunakan modal
atau fasilitas dr negara atau masyarakat
“PEGAWAI NEGERI”
UU No 5 th 2014 ttg Aparatur Sipil Negara

• Definisi pd pasal 1(2)


“ Pegawai Aparatur Sipil Negara “ yang
selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah
pegawai negeri sipil dan pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja yang
diangkat oleh pejabat pembina
kepegawaian dan diserahi tugas dalam
suatu jabatan pemerintahan atau diserahi
tugas negara lainnya dan digaji
berdasarkan peraturan perundang-
undangan.” Dengan pengertian ini maka
pengawai honorer atau kontrak di instansi
pemerintah masuk dalam kategori ASN.
“PENYELENGGARA NEGARA”
UU No 28 th 1999 ttg Penyelenggara Negara
Yg Bersih dan Bebas dr Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

• Pada pasal 1(1)


“Penyelenggara Negara adalah Pejabat
Negara yang menjalankan fungsi
eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan
pejabat lain yang fungsi dan tugas
pokoknya berkaitan dengan
penyelenggaraan negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.”
UU No 7 th 2006 ttg ratifikasi UNCAC
United Nations Convention Against Corruption
Pejabat publik:
a. Setiap orang yg memegang jabatan legislatif,
eksekutif, administaatif atau judikatif dr suatu negara,
baik diangkat atau dipilih, baik tetap atau sementara,
baik dibayar atau tidak dibayar tanpa memperhatikan
senioritas
b. Setiap orang yg melaksanakan fungsi publik, termasuk
untuk suatu instansi publik atau perusahaan publik
atau memberikan layanan umum, sebagaimana
dimaksud dlm UU
c. Setiap orang yg dimaksud sebagai pejabat publik dlm
UU yi mempunyai tujuan upaya-upaya tertentu,
melaksanakan fungsi publik atau menyediakan
layanan umum sebagimana dimaksud dlm UU
UU No 7 th 2006 ttg ratifikasi UNCAC

Profesi Dr/Drg, baik yg berstatus


PNS maupun dokter swasta (non-
PNS) dapat dikualifikasikan sebagai
pegawai negeri
PERMENKES NO 14 TAHUN 2014 TTG
PENGENDALIAN GRATIFIKASI DI
LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

Dalam Permenkes No 14 gratifikasi dibagi


menjadi dua kategori, yaitu :

• Gratifikasi yang Dianggap Suap


• Gratifikasi yang Tidak Dianggap Suap.
• Pada pasal 4 disebutkan Gratifikasi yang
Dianggap Suap meliputi penerimaan namun
tidak terbatas pada :
• Marketing fee atau imbalan yang bersifat
transaksional yang terkait dengan pemasaran
suatu produk.
• Cashback yang diterima instansi yang
digunakan untuk kepentingan pribadi.
• Gratifikasi yang terkait dengan pengadaan
barang dan jasa, pelayanan publik, atau
proses lainnya.
• Sponsorship yang terkait dengan pemasaran
atau penelitian suatu produk.
KRITERIA Dr/Drg
hasil FGD KPK
dg KEMENKES, KKI, IDI, GP FARMASI, IPMG
• Dokter PNS yaitu Dr/Drg yang bekerja di
Institusi/RS Pemerintah sesuai kriteria
Pegawai Negeri UU No. 31/1999.

• Dokter Swasta yaitu Dr/Drg yg bekerja di


RS Swasta, Dr/Drg praktik mandiri, dan
Dr/Drg PNS yang bekerja di RS
Swasta/praktik mandiri di luar jam kerja
PNS.
HUBUNGAN DOKTER dg MITRANYA

• Gratifikasi secara umum dikaitkan dengan


hubungan Dr/Drg dengan mitranya
(industri farmasi, alkes, alat kedokteran)

• Hubungan antara Dr/Drg dan mitranya


dapat terjadi:
a. untuk kepentingan P2KB
b. untuk kepentingan promosi obat
3 PERUNTUKAN DANA BAGI DOKTER

• Dana bagi individu untuk P2KB

• Donasi, kepada institusi/organisasi profesi


yang menyelenggarakan P2KB

• Donasi untuk kepentingan pelayanan dan


penelitian kedokteran

• “Sponsorship”, untuk kepentingan promosi


Industri Farmasi yg melibatkan dokter
untuk
P2KB
DEFINISI

UU No 29 th 2004 pasal 28 (1)


Program Pendidikan dan Pelatihan
Berkelanjutan adalah program pendidikan
dan pelatihan yang diselenggarakan oleh
Organisasi Profesi dan lembaga lain yang
diakreditasi oleh Organisasi Profesi dalam
rangka penyerapan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran /
kedokteran gigi.
Hubungan Dr/Drg dg mitranya untuk
kepentingan Pendidikan dan Pelatihan
Kedokteran Berkelanjutan

Pendidikan dan pelatihan kedokteran


berkelanjutan (P2KB) wajib dilakukan:
• Untuk memenuhi perintah dan kewajiban
terhadap Undang-Undang
• Untuk memenuhi persyaratan untuk
mendapatkan Sertifikat Kompetensi
Dr/Drg
• Untuk meningkatkan mutu pelayanan
kedokteran kepada masyarakat
KEWAJIBAN P2KB

• Kode Etik Kedokteran (KODEKI)


• UU Kesehatan No 36 th 2009
• UU Praktik Kedokteran No 29 th
2004
• Perkonsil No 6 th 2012 ttg
Registrasi Dokter dan Dokter Gigi.
KODEKI
Dalam menjalankan profesi dan pekerjaannya
seorang dokter diwajibkan meningkatkan
pendidikan dan ilmu pengetahuan secara
berkelanjutan yang di landasi dengan Kode
Etik Kedokteran (KODEKI) dan di atur oleh
peraturan perundang–undangan yaitu :

1.(KODEKI) pasal 21:


Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran/kesehatan.
Pada penjelasan pasal 21 khususnya
cakupan pasal (5) bahwa setiap dokter wajib
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi kedokteran / kesehatan
sebagaimana dimaksud pada cakupan pasal
(1) dilakukan dengan:
a. Membaca berbagai literatur dalam buku,
majalah ilmiah , kepustakaan elektronik,
brosur dan sebagainya
b. Mengikuti kegiatan seminar, simposium,
workshops/ lokakarya, kursus – kursus,
pelatihan dan lain sebagainya, agar ilmu
dan ketrampilan tetap diakui dan dipercaya.
c. Secara aktif melakukan penelitian
kedokteran dan kesehatan.
2. UU Praktik Kedokteran No 29 th 2004
pasal 28 ayat (1) :
Setiap dokter yang berpraktik wajib
mengikuti pendidikan dan pelatihan
kedokteran berkelanjutan yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi
dan lembaga lain yang diakreditasi oleh
organisasi profesi dalam rangka
penyerapan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran.
3. Pasal 51 huruf e:
dokter dalam melaksanakan praktik
kedokteran mempunyai kewajiban
menambah ilmu pengetahuan dan
mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran
P2KB untuk STR dan SIP

• Dengan P2KB setiap dokter akan


menerima Sertifikat Kompetensi (Serkom)
oleh Organisasi Profesi (pasal 27 UU No
29 th 2004 ttg Praktik Kedokteran).
• Sertifikat Kompetensi ( Serkom )
merupakan salah satu persyaratan untuk
mendapatkan STR dari Konsil Kedokteran
Indonesia ( KKI ) sehingga dapat di
gunakan untuk mendapatkan SIP dari
Dinas Kesehatan Kota / Kabupaten (pasal
29 butir 3 huruf d dan butir 4 ).
PERKONSIL NOMOR 6 TAHUN 2012

Perkonsil Nomor 6 tahun 2012 tentang


Registrasi Dokter dan Dokter Gigi. pasal
3(1)

Setiap Dokter dan Dokter Gigi yang akan


melakukan Praktik Kedokteran di
Indonesia wajib melakukan Registrasi.
SUMBER DANA P2KB

UU No 36 th 2009, pasal 25:


(1) Pengadaan dan peningkatan mutu tenaga kesehatan
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat melalui pendidikan
dan/atau pelatihan.
(2) Penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi
tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.

Bila dana dari pemerintah belum mencukupi, Organisasi


Profesi dapat memanfaatkan dukungan bantuan dari
mitra terkait atau masyarakat sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
MEKANISME PEMBERIAN DANA

• P2KB diwajibkan kepada individu tenaga


medis,
karena merupakan kepentingan individu
dokter, pengajuan permintaannya dapat
dilakukan oleh individu dokter atau organisasi
profesi/institusi.

• Permintaan narasumber untuk P2KB


diajukan oleh institusi/organisasi
profesi/individu
MEKANISME PEMBERIAN DANA

• Dana dapat diberikan melalui Institusi atau


Organisasi Profesi
• Dalam hal individu dokter memerlukan
dana untuk P2KB; yang bersangkutan
wajib memberitahukannya kepada
Organisasi Profesi
• Individu yang bersangkutan wajib
melaporkan kegiatan P2KB dimaksud
pada butir di atas segera setelah
pelaksanaan.
• Donasi untuk kepentingan pelayanan dan
penelitian sebagaimana pada pasal 3(b)
mengikuti ketentuan dalam KODEKI, Kode
Etik GP Farmasi serta Kode Etik IPMG.

• Penerimaan dana tidak diperkenankan


terjadi pembiayaan ganda.
PERUNTUKAN DANA P2KB

• biaya kepersertaan (registrasi peserta);


• tiket perjalanan;
• akomodasi;
• uang harian; dan
• honorarium pembicara /narasumber /
moderator

Dana diberikan tidak dalam bentuk tunai,


kecuali untuk uang harian dan honorarium
pembicara / nara sumber / moderator
SPONSORSHIP UNTUK
PROMOSI OBAT
“SPONSORSHIP” UNTUK PROMOSI OBAT

Menaati peraturan per UU yg berlaku:

• UU No 36 th 2009 ttg KESEHATAN, Bagian ke-15


ttg Pengamanan dan Penggunaan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan, Pasal 98(2)(3)(4)
• PP 72 th 1998 ttg Pengamanan Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan Pasal 32 dan 33
• Keputusan Kepala, Badan Pengawas Obat dan
Makanan No HK.00.05.3.02706 tahun 2002
tentang PROMOSI OBAT. Pasal 1(2), 3(2), 7, 8, 9
dan 10
HUBUNGAN DOKTER dg IF
untuk PROMOSI OBAT

• Merupakan kepentingan Industri,


• bahwa
obat tidak dapat dipromosikan di
media umum tetapi hanya di
majalah ilmiah Kedokteran dan
dalam acara-acara ilmiah.
UU No 36 Th 2009 TTG KESEHATAN
Pasal 98
(2) Setiap orang yang tidak memiliki keahlian
dan kewenangan dilarang
mempromosikan, obat dan bahan yang
berkhasiat obat.

Industri Farmasi memerlukan Dr/Drg


sebagai orang yg memiliki keahlian dan
kewenangan untuk menyampaikan
informasi ttg obat dikaitkan dg kepentingan
pelayanan kesehatan.
PP NOMOR 72 TAHUN 1998
PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI
DAN ALAT KESEHATAN

Pasal 32
Sediaan farmasi yang berupa obat
untuk pelayanan kesehatan yang
penyerahannya dilakukan
berdasarkan resep Dr/Drg hanya
dapat diiklankan pada media cetak
ilmiah kedokteran atau media cetak
ilmiah farmasi.
KEPUTUSAN KEPALA, BADAN PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN No HK.00.05.302706 tahun 2002
tentang PROMOSI OBAT.
Pasal 1(2)
Promosi Obat adalah semua kegiatan
pemberian informasi dan himbauan mengenai
obat jadi yang memiliki izin edar yang dilakukan
oleh Industri Farmasi dan Pedagang Besar
Farmasi, dengan tujuan meningkatkan
peresepan, distribusi, penjualan dan atau
penggunaan obat.
Pasal 3(2)
obat yang penyerahannya harus dengan resep
dokter tidak dapat dipromosikan kepada
masyarakat umum.
KEPUTUSAN KEPALA, BADAN PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN No HK.00.05.3.02706 tahun 2002
tentang PROMOSI OBAT.

Pasal 7 KEGIATAN ILMIAH.


(1) Promosi obat berupa sponsor kegiatan
untuk penyebar luasan informasi obat hanya
dibenarkan sebagai kegiatan ilmiah.
(2) Pemberian sponsor kegiatan oleh Industri
Farmasi dan/atau pedagang Besar Farmasi
harus jelas dinyatakan sejak awal kegiatan
ilmiah dan proceeding
(3) Proceeding sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus berisi' hal-hal yang
dipresentasikan dan didiskusikan dalam
kegiatan, ilmiah, tersebut.
KEPUTUSAN KEPALA, BADAN PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN No HK.00.05.3.02706 tahun 2002
tentang PROMOSI OBAT.

Pasal 8 PEMBERIAN DAN DONASI


(1) pemberian dan donasi tidak dikaitkan
dengan penulisan resep atau anjuran
penggunaan obat yang bersangkutan.
(2) pemberian dan donasi hanya
diperbolehkan untuk diberikan kepada
institusi, tidak kepada pribadi profesi
kesehatan.
SPONSORSHIP UNTUK PROMOSI

• Undangan untuk promosi obat diajukan oleh


Industri Farmasi kepada individu dokter atau
organisasi profesi atau institusi

• Permintaan narasumber untuk promosi obat


diajukan oleh Industri Farmasi kepada individu
dan atau Organisasi Profesi/institusi; sesuai
kompetensi dan substansi acara ilmiah dimaksud.

• Undangan peserta untuk promosi obat/ kegiatan


ilmiah lainnya diajukan oleh industri Farmasi
kepada individu, organisasi profesi /institusi
SPONSORSHIP UNTUK PROMOSI

• Pemberian sponsorship dibatasi sesuai


kewajaran dan dinyatakan dengan jelas
tujuan, jenis peruntukan, waktu dan tempat
pelaksanaan kegiatan ilmiah tersebut serta
kejelasan peruntukan dimaksud

• Batas kewajaran sponsorship akan diatur


lebih lanjut dalam pedoman yg disusun
bersama oleh IDI, GP Farmasi, IPMG..
KEPUTUSAN KEPALA, BADAN PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN No HK.00.05.302706 tahun 2002
tentang PROMOSI OBAT.
Pasal 9 KEGIATAN YANG DILARANG
Industri Farmasi dan/atau Pedagang Besar Farmasi
dilarang :
a. Kerjasama dengan Apotik dan Penulis Resep.
b. Kerjasama dalam peresepan obat dengan Apotik
dan/atau Penulis Resep dalam suatu program
khusus untuk meningkatkan penjualan obat
tertentu.
c. Memberikan bonus/hadiah berupa uang (tunai,
bank-draft, pinjaman, voucher, ticket), dan/atau
barang kepada Penulis Resep yang meresepkan
obat produksinya dan/atau yang
didistribusikannya.
KEPUTUSAN KEPALA, BADAN PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN No HK.00.05.302706 tahun 2002
tentang PROMOSI OBAT.

d. Membentuk kelompok khusus untuk


meningkatkan penggunaan produk obat
yang mengarah kepada tujuan
pemasaran.
e. Melakukan promosi berhadiah untuk
penjualan obat bebas, obat bebas
terbatas dengan Pengembalian kemasan
bekas dan/atau menyelenggarakan quiz
atau yang sejenisnya
SANKSI Pasal 10
Selain dapat dikenakan sanksi pidana sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan
yang berlaku, terhadap Industri Farmasi dan/atau
Pedagang Besar Farmasii yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 dapat dikenakan sanksi
administratif berupa :
a. peringatan tertulis,
b. penghentian sementara kegiatan,
c. pembekuan dari/atau pencabutan izin edar obat
yang bersangkutan,
d. dan sanksi adiministratif lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
INDUSTRI FARMASI DAN SANKSI
Johnson & Johnson
Awal Oktober lalu, Departemen Kehakiman
Amerika Serikat (AS) menetapkan produsen obat
Johnson & Johnson (J & J) asal New Jersey AS
untuk membayar denda US$ 2,2 miliar atau setara
Rp 22 triliun.
J&J menjual obat yang tidak disetujui dan menyuap
para dokter agar menulis resep produksi pabrikan
itu. Denda ini adalah salah satu yang terbesar
dalam penyelesaian kasus terkait industri obat-
obatan.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/choiruliskak/johnson-
johnson-tipu-konsumen_552a8893f17e618c1ad623ce
• Perusahaan farmasi raksasa asal Inggris, Glaxo
Smith Kline Plc, didenda 3 miliar yuan atau sekitar
US$ 488,8 juta.
• Denda ini adalah sanksi setelah Pengadilan
Menengah Rakyat Changsha, Provinsi Hunan,
memvonis GSK bersalah dalam perkara suap.
Polisi Cina menyatakan perusahaan farmasi ini
telah menyalurkan sekitar 3 miliar yuan ke agen-
agen perjalanan untuk memfasilitasi suap kepada
dokter dan pejabat. Pengadilan di Changsa juga
menghukum mantan Kepala GSK di Cina Mark
Reily dan seorang eksekutif lainnya dengan
penjara 2-4 tahun. Selengkapnya :
http://www.kompasiana.com/choiruliskak/johnson-
johnson-tipu-
konsumen_552a8893f17e618c1ad623ce
“SPONSORSHIP” BAGI DOKTER
mengikuti ketentuan dalam KODEKI
KODEKI
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya,
seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
sesuatu yg mengakibatkan hilangnya
kebebasan dan kemandirian profesi

Cakupan pasal (1)


Setiap dokter memiliki moral & tanggung jawab
untuk mencegah keinginan pasien atau
pihak manapun yg sengaja bermaksud
menyimpangi atau melanggar hukum
dan/atau etika melalui praktek/pekerjaan
kedokteran
Cakupan pasal (5)
Dalam kehadirannya pd temu ilmiah, setiap
dokter dilarang mengikatkan diri untuk
mempromosikan/meresepkan barang/produk
dan jasa tertentu, apapun bentuk bantuan
sponsorshipnya.

Cakupan pasal (6)


Dokter dapat menerima bantuan dari pihak
sponsor untuk keperluan keikutsertaan dalam
temu ilmiah mencakup pendaftaran, akomodasi
dan transportasi sewajarnya sesuai kode etik
masing2
Cakupan pasal (11)
Pemberian sponsor kepada seorang dokter haruslah
dibatasi pd kewajaran dan dinyatakan jelas tujuan,
jenis, waktu dan tempat kegiatan ilmiah tersebut
serta kejelasan peruntukan pemberian dimaksud
dan secara berkala dilaporkan kepada pimpinan
Organisasi Profesi untuk diteruskan ke PB IDI
Donasi & pemberian dibatasi hanya untuk
organisasi profesi dan bukan individu.

Cakupan pasal (12)


Seorang dokter dilarang menerima pembayaran
untuk kompensasi praktek atau biaya tambahan
lainnya sehubungan partisipasinya dalam temu
ilmiah
Cakupan pasal (13)
Pemberian beasiswa/bantuan finansial dari
sponsor untuk peserta didik kedokteran
wajib disalurkan melalui institusi pendidikan
kedokterannya dan pimpinan institusi
pendidikan kedokteran tersebut
seyogyanyamelaporkan nama pemberi dan
penerima kepada Organisasi Profesi

Cakupan pasal (15)


.Setiap dokter wajib mendukung program anti
korupsi, kolusi dan nepotisme dari
pemerintah,organisasi profesi atau pihak
manapun juga
KESIMPULAN
• Bahwa seorang dokter dalam menjalankan
profesi kedokterannya di landasi oleh Kode
Etik Kedokteran (KODEKI) dan peraturan
perUU.

• P2KB wajib dilakukan untuk memenuhi


perintah dan kewajiban terhadap UU,
memenuhi persyaratan untuk mendapatkan
STR, SIP, serta meningkatkan mutu
pelayanan kedokteran kepada masyarakat
KESIMPULAN
• Bahwa bila Negara mewajibkan
dokter untuk mengikuti pendidikan
ilmu kedokteran berkelanjutan,
seharusnya Negara menyediakan
dana untuk itu.
• Dokter dapat menerima pendanaan dr
mitranya untuk P2KB
• Pemberian dana kepada seorang
dokter haruslah dibatasi pd kewajaran
KESIMPULAN
• Bahwa pemberian dana P2KB dapat
melalui Organisasi Profesi atau institusi

• Bahwa pemberian dana berupa donasi


hanya diperbolehkan untuk diberikan
kepada institusi, tidak kepada pribadi
profesi kesehatan.
KESIMPULAN
• Dalam hal individu dokter memerlukan
dukungan bantuan untuk P2KB; yang
bersangkutan wajib memberitahukannya
kepada Organisasi Profesi

• Individu yang bersangkutan wajib


melaporkan kegiatan P2KB dimaksud
segera setelah pelaksanaan.
KESIMPULAN
• Bahwa dalam melakukan pekerjaan
kedokterannya, seorang Dr/Drg tidak boleh
dipengaruhi oleh sesuatu yg
mengakibatkan hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi

• Bahwa anggota IDI (baik PNS atau Non


PNS) yg menerima dana P2KB wajib
melaporkannya kepada OP untuk
kemudian dilaporkan kepada PB IDI
KESIMPULAN
• Bahwa selama ini pelanggaran
terhadap peraturan yg dilakukan
Industri Farmasi dlm melakukan
promosi ditimpakan kepada dokter.

• Bahwa Pemerintah harus melakukan


law enforcement terhadap
pelanggaran tsb sehingga tidak
terjadi kriminalisasi dokter
KESIMPULAN
• Bahwa pada FGD dengan KPK pd tg 2
Februari 2016, KPK menyerahkan
masalah gratifikasi beserta tindaklanjutnya
untuk diselesaikan oleh Kemkes, IDI dan
KKI serta mitra terkait dan dg tidak perlu
melibatkan KPK untuk urusan ini.
• Bahwa KODEKI tahun 2012, yg
merupakan norma etika Praktik
Kedokteran yg dibakukan dan berfungsi
sebagai pedoman dokter dalam bersikap,
bertindak dan berperilaku profesional.

Das könnte Ihnen auch gefallen