Sie sind auf Seite 1von 23

ASUHAN

KEPERAWATAN
APENDISITIS
KELOMPOK 3
DEFINISI
Apendiksitis atau sering kita sebut sehari-
hari dengan usus buntu merupakan
peradangan atau inflamasi yang terjadi pada
apendiks. Apendisitis merupakan penyebab
nyeri pada abdomen akut yang paling banyak
ditemukan. Penyakit usus buntu atau apendisitis
ini dapat mengenai semua umur
Apendiksitis adalah peradangan pada
mukosa apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab penyebab akut abdomen paling
sering
ETIOLOGI
 Fekalit/massa fekal padat karena
konsumsi diet rendah serat.
 Tumor apendiks.
 Cacing ascaris.
 Erosi mukosa apendiks karena parasit E.
Histolytica.
 Hiperplasia jaringan limfe.
PATOFISIOLOGI
Apendiks terinflamasi dan mengalami
edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat
kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari
faeces) atau benda asing. Proses inflamasi
meningkatkan tekanan intraluminal,
menimbulkan nyeri abdomen atas atau
menyebar hebat secara progresif, dalam
beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran
kanan bawah dari abdomen. Akhirnya
apendiks yang terinflamasi berisi pus.
ANATOMI DAN FISOLOGIS
Apendiks merupakan suatu organ kecil
yang letaknya berada di bagian bawah coloc
ascenden. Apendiks bentuknya menggelantung
seperti daging tumbuh kecik di bagian bawah
colon ascenden atau sering disebut dengan
umbai cacing.
Apendiks ini sering disebut dengan usus
buntu. Apendiks sendiri sebenarnya merupakan
saluran kecil di dalam saluran pencernaan yang
tidak ada sambungannya, kakanya disebut
dengan usus buntu.
TANDA DAN GEJALA
 Nyeri hingga kram di daerah perut kuadran kanan bawah
 Anoreksia atau hilang nafsu makan
 Mual dan muntah
 Demam ringan pada tahap awal penyakit dan dapat naik
ketika terjadi peritonotis.
 Nyeri lepas pada pemeriksaan perut
 Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
 Konstipasi atau susah buang air besar
 Diare atau mencret
 Disuria atau kencing sedikit
 Gejala berkembang dengan cepat dan kondisi dapat
didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya
gejala pertama.
KOMPLIKASI
 Perforasi.
 Peritonitis.
 Infeksi
luka.
 Abses intra abdomen.
 Obstruksi intestinum.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium biasanya
didapatkan hasil leukositosis atau leukosit
lebih dari 20.000.
 USG
Pada pemeriksaaan ultrasonografi biasanya
ditemukan massa di kuadran perut kanan
bawah tepat pada organ apendiks.
PENATALAKSANAAN
 Sebelum Operasi
 Pasang NGT harus dilakukan untuk dekompresi
 Pasang kateter urin untuk mengontrol produksi urin.
 Rehidrasi cairan perlu dilakukan
 Berikan antibiotik spectrum luas, dosis tinggi dan
diberikan secara intravena.
 berikan obat-obatan penurun panas, phenergan
sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka
pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan
setelah rehidrasi tercapai.
 Jika demam, demam harus diturunkan sebelum
diberi anestesi.
Operasi
 Dilakukan tindakan apendiktomi dan apendiks
dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,
maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis
dan antibiotika.
 Abses apendiks selanjutnya diobati dengan
antibiotika secara intravena, massanya mungkin
mengecil atau abses mungkin memerlukan
drainase dalam jangka waktu beberapa hari.
Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi
elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
Pasca Operasi
 Penatalaksanaan apendisitis setelah menjalani operasi
adalah sebagai berikut:
 Observasi tanda-tanda vital
 Angkat NGT bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah.
 Posisikan pasien dalam posisi semi fowler.
 Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan, selama pasien dipuasakan.
 Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi,
puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
 Berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan
menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring
dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
 Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak
di tempat tidur selama 2×30 menit.
 Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar
kamar.
 Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan
pulang.
SURVEI PRIMER DAN RESUSITASI
1. Airway (Jalan Nafas)
Airway diatasi terlebih dahulu, selalu ingat bahwa cedera bisa lebih dari satu are
tubuh, dan apapun yang ditemukan, harus memprioritaskan airway dan breathing
terlebih dahulu. Jaw thrust atau chin lift dapat dilakukan atau dapat juga dipakai
naso-pharingeal airway pada pasien yang masih sadar. Bila pasien tidak sadar dan
tidak ada gag reflex dapat dipakai guedel. Kontrol jalan nafas pasien dengan
airway terganggu karena faktor mekanik, atau ada gangguan ventilasi akibat
gangguan ventilasi akibat gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi
endotracheal, baik oral maupun nasal
2. Breathing (Pernafasan)
Kaji pernafasan, apakah ventilasi adekuat atau tidak. Berikan oksigen bila pasien
tampak kesulitan untuk bernafas atau terjadi pernafasan yang dangkal dan cepat
(takipnue).
Pemberian oksigen nasal : pada fase nyeri hebat skala nyeri 3 (0-4), pemberian
oksigen nasal 3 L/menit dapat meningkatkan intake oksigen sehingga akan
menurunkan nyeri.
3. Circulation
Kaji sirkulasi dengan TTV, bila terjadi mual muntah yang berlebihan sehingga intake
cairan kurang, maka penuhi cairan dengan pemasangan infus.
PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi
 Tidak ditemukan gambaran spesifik.
 Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
 Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada
masaa atau abses periapendikuler.
 Tampak perut kanan bawah tertinggal pada
pernafasan.
Auskultasi
 biasanya normal
 peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada
peritonitis generalisata akibat apendisitis
perforata.
Palpasi
 Nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai
nyeri tekan lepas.
 Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale.
Perkusi
 pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.
 Rectal Toucher
 tonus musculus sfingter ani baik
 ampula kolaps
 nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12
 terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi
 Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
Intra Operasi
 Resiko Cedera
 Hipotermia b.d proses pemajanan tubuh terhadap suhu
ruangan
 Resiko Infeksi b.d prosedur invasif
Post Operasi
 Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan.
 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
asupan cairan yang tidak adekuat.
INTERVENSI
Pre Operasi
Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
Intervensi
 Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi
lokasi, keparahan, factor presipitasinya.
 Observasi ketidaknyamanan non verbal.
 Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir
dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya
dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan
perawatan yang tidak terburu-buru.
 Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan.
 Anjurkan pasien untuk istirahat.
 Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
Intervensi
 Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi.
 Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan
asupan.
 Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan
nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
 Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual
dan muntah.
 pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah
makan.
Intra Operasi
Dx I : Resiko tinggi cedera berhubungan dengan
kesadaran pasien yang belum optimal
Intervensi
 Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan
keamanan, misal : defisit motorik/sensorik,
perubahan status fisik, tingkat kesadaran klien
 Identifikasi faktor lngkungan yang memungkinkan
resiko jatuh (posisi pasien senyaman mungkin)
 Pantau tingkat kesadaran pasien
 Pantau pergerakan abnormal dari pasien
 Pasang pengaman tangan dan fiksasi ekstremitas
 Dx II Hipotermia b.d proses pemajanan tubuh
terhadap suhu ruangan
Intervensi :
 Atur suhu ruangan senyaman mungkin
 Tutupi tubuh klien diluar area operasi dengan
kain steril
 Ganti selimut yang basah dengan yang
kering setelah operasi
 Pantau TTV terutama suhu tubuh
 Pantau pasien menggigil.
Dx III Resiko Infeksi b.d prosedur invasive
Intervensi :
 gunakan alat pelindung diri selama tindakan
 Periksa dan atur suhu ruangan 20 – 24OC
 Pastikan pasien memakai pakaian operasi
 Gunakan alat-alat steril untuk tindakan
aseptik
 Desinfeksi area operasi
 Gunakan gaun dan sarung tangan steril
Post Operasi
Dx. I. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan.
Intervensi
 Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi
lokasi, keparahan.
 Observasi ketidaknyamanan non verbal
 Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir
dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya
dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan
perawatan yang tidak terburu-buru.
 Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan.
 Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik
relaksai saat nyeri.
 Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
 Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan
dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
Intervensi
 Pertahankan catatan intake dan output yang
akurat.
 Monitor vital sign dan status hidrasi.
 Monitor status nutrisi
 Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+
albumin dan waktu pembekuan.
 Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai
terapi.
 Atur kemungkinan transfusi darah.
TERIMA KASIH

Das könnte Ihnen auch gefallen