Sie sind auf Seite 1von 18

Pengelolaan nyeri

pada geriatrik

Hj. Sri Sulami S. Kep.


Definisi nyeri

 Menurut The International Association for the Study of Pain (IASP),


nyeri merupakan pengalaman sensoris dan emosional tidak
menyenangkan yang disertai oleh kerusakan jaringan secara
potensial dan aktual
Manifestasi klinis nyeri

 Nyeri menyebabkan meningkatnya respon simpatis, yaitu


meningkatnya frekuensi nadi kerja janutung dan pemakaian
oksigen,
 Nyeri dapat mempengaruhi motilitas usus dan traktus urinarius yang
bisa mengakibatkan ileus postoperative, nausea, muntah dan
retensi urin, hal ini mengakibatkan pasien tidak nyaman.
Klafsifikasi nyeri

 Nyeri dapat digolongkan berdasarkan sifat, kronologik dan pathofisiologisnya


 Nyeri berdasarkan sifat :
1. nyeri tajam
2. nyeri tumpul
 Nyeri berdasarkan kronologis :
1. nyeri akut
2. nyeri kronil
 Nyeri berdasarkan pathofisiologis :
1. Nyeri nosi – septic
2. Nyeri neuropatik
3.Nyeri campuran atau pathofisiologi yang tak bisa ditentukan
4. Nyeri psikologi
Mekanisme nyeri

 Nyeri timbul akibat adanya rangsangan oleh zat – zat aigesic pada
reseptor nyeri yang banyak dijumpai pada lapisan superfisial kulit
dan beberapa jaringan didalam tubuh seperti periosteum.
 Ada 4 proses yang terjadi mengikuti suatu proses elektrofisiologik
nisisep yakni :
 a. tranduksi
 b. transmisi
 c. modulasi
 d. persepsi
Penilaian dan pengukuran nyeri

 Penilaian nyeri meliputi


a. Anamnesa umum
b. Pemeriksaan fisik
c. Anamnesis spesifik nyeri dan evaluasi ketidakmampuan yang
ditimbulkan nyeri : lokasi nyeri, keadaan yang berhubungan
dengan timbulnya nyeri, karakter nyeri, intensitas nyeri, gejala yang
menyertai, dan efek nyeri terhadapa aktivitas.
- Dengan penilaian nyeri yang lengkap dapat dibedakan antar nyeri
nosiseptik ( nyeri somatic dan visera) dan nyeri neuropatik
- Pengukuran derajat nyeri sebaiknya dilakukan dnegan tepat karna
sangat dipengaruhi oleh factor subjektif seperti factor fisiologis,
psikkologis, lingkungan, rasa sakit,rasa takut dan ansietas
 Pengukuran derajat nyeri
 A. skala kategori sdv ( scala deskripsi verbal )

no pain mild pain noderate severe very severe worst


pain pain pain possible pain
B. Skala numeric
Terdiri dari 2 bentuk yaitu verbal dan tertulis
 C. pengukuran nyeri multidimensi
 D. skala rating nyeri wajah wong baker

 Semua skala tersebut dapat secara efektif membedakan tingkatan


nyeri yang berbeda – beda pada lanjut usia walaupun VDS menduduki
peringkat ke-2 setelah NRS, namun VDS merupakan skala yang paling
sensitive dan dapat dipercaya sehingga dijadikan sebagai pilihan
utama dalam penilaian nyeeri pada alnsia
Pengelolaan nyeri pada geriatrik

 Bila dibandingkan orang dewasa muda pada kondisi klinis yang


sama , maka lansia melaporkan nyeri yang lebih ringan, tidak
merasakan nyeri sama sekali atau melaporkan nyeri setelah
beberapa saat. Pasien lansia yang layak menjalani prosedur
operasi dilaporkan mengalami nyeri pasca bedah yang lebih
ringan, intensitas nyeri menurun 10 % -20 % tiap decade setelah usia
60, penilaian nyeri dan evaluasi dari terapi untuk mengurangi nyeri
pada lansia dapat menimbulkan masalah karana adanya
perbedaan dalam pelaporan, gangguan kognitif dan kesulitan
dalam pengukuran
Modalitas farmako terapi

 Garis besar strategi terapi farmakologi mengikuti WHO three step


analgesic lader ‘’ tiga langkah menurut who untuk pengobatan
nyeri yanitu ‘’:
 1. hendaknya menggunkaan obat analgetik non opioid
 2. apabila masih nyeri maka tambahkan obat opioid lemah mislnya
kodein
 3. apabila masih belum reda maka disarankan untuk menggnakan
opioi keras seperti morfin
 Pada dasarnya prinsip three step analgesic ladder dapat
diterapkan untuk nyeri kronik dan nyeri akut
 Pada nyeri kronik mengikuti langkah tangga ke atas 1- 2- 3
 Pada nyeri akut, sebaliknya mengikuti langkah tangga kebawah 3 – 2- 1

 Pada setiap langkah apabila dianggap perlu dapat ditambahkan adjuvant atau obat pembantu seperti :
 A. kortikosteroid
 B. anti konvusal
 C. anti depresan
 D. neuroleptic
 E. psikostimulan
Terapi aktif

 Pendekatan farmakologi :
1. obat anti inflamasi non –steroid dan paracetamol
 Penggunaan AINS dan penghambat COX-2 pada lansia harus dengan
perhatian lebih, paracetamol adalah analgesic non opioid yang lebih
disukai, tidak ada bukti yang konsisten mengenai pengaruh penuaan
terhadap klirens paracetamol, namun demiakian mungkin tidak perlu
menurunkan dosisnya pd lansia
 Pasien lansia sering menderita efek samping penggunaan AINS seperti
gangguan ginjal, sirosis dan mencetus terjadinya disfungsi kognitif
2. opioid dan tramadol
 Pada Lansia membutuhkan dosis opioid yang lebih rendah
dibandingkan pasien yang lebih muda, pada paien usia lebih dari 75
tahun waktu paruh tramadol akan sedikit memanjang, sehingga
penurunan dosis harian mungkin dibutuhakan
Penggunaan obat –obatan untuk mengobati rasa nyeri pada
geriatric menurut tangga analgetik WHO
Obat – obatan dosis
Tangga analgetik 1
asetaminofen 650 mg setiap 4 -6 jam
Aspirin 650 mg setiap 4 -6 jam
OAINS
-Ibuprofen 400 mg setiap 4 -6 jam
-Ketoprofen 25 – 50 mg setiap fi- 8 jam
-Diclofenac 50 mg setiap 8 jam
20 mg sekali sehari
COX-2 inhibitor
-celecocib 500 – 600 mg perhari
Tangga analgetik II
Kombinasi analgetik opioid
kodein,/asetaminofen 60 mg setiap 3 – 4jam
Hidrokodon/asetaminofen 10 mg setiap 3 – 4 jam
Oksikodon/asetaminofen 10 mg setiap 3 – 4 jam
Lanjut
Tangga Analgetik III
Golongan Opioid
Morfin IV 2-1 mg
Per oral 0-30 mg setiap 4 jam
hidromorfon IV 1 -4 mg
Peroral 2-6 mg setiap 4 jam
Oksikodon Peroral 10-30 mg setiap 4 jam
patient-controlled analgesia

 PCA merupakan metode yang efektif untuk menangani nyeri pada


lansia. Agar penanganan tersebut berhasil maka pasien sebaiknya
memiliki fungsi kognitif yang baik , pasien yang pada pemeriksaan
prabedah memiliki gejala dimensia atau yang menderita
akebingungan pasca bedah ebih sering pada pasien lansia
mungkin bukan kandidat yang baok untuk diberikan PCA.
 PCA memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan
analgesia morpfin IM, yaitu rasa nyeri yang lebih ringan
berkurangnya kejadian cemas dan sedikitnya komplikasi pulmonar
Analgesia epidural

 Analgesia epidural dapat memberikan hasil yang efektif untuk


mengurangi nyeri pascabedah daripada terapi analgesia
lainnya.pasien lansia yang menggunakan PCA (campuran antara
bupivacaine denagn sunfenatnyl ) memiliki skor nyeri yang lebih
rendah baik pada saat istirahat maupun saat aktivitas serta angka
kepuasanaa yang tinggi dan fungsi saluran cerna menjadi lebih
baik dibandingkan PCA secara iv
 Pada lansia rentan terhadap efek samping dari analgesia epidural
seperti hipotensi sehubungan dengan menurunnya kemampuan
kompensasi terhadap hypovolemia.
Pendekatan non farmakologi

 Walaupun pendekatan non farmakologi lebih banyak digunakan


dalam penatalaksanaan nyeri , intervensi secara non farmakologi
merupakan strategi yang harus dimasukan pada penalaksanaan
rasa nyeri pada geriatrik, pendekatan non farmakologi merupakan
pengobatan yang efektif untuk rasa nyeri yang ringan dan sedikit
efek samping.

Das könnte Ihnen auch gefallen