Sie sind auf Seite 1von 78

GANGGUAN KESADARAN

Fery Luvita Sari


Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UII
PENURUNAN
KESADARAN
Definisi
Kesadaran adalah keadaan sadar terhadap diri sendiri
dan lingkungan.
Koma adalah suatu keadaan tidak sadar total terhadap
diri sendiri dan lingkungan meskipun distimulasi
dengan kuat.
Diantara keadaan sadar dan koma terdapat berbagai
variasi keadaan/status gangguan kesadaran.
Secara klinis derajat kesadaran dapat ditentukan
dengan pemeriksaan bedside.
Anatomi Kesadaran

Terdapat 2 komponen kesadaran


formasio retikularis dan
hemisfer serebral.

Formasio retikularis terletak di rostral midpons,


midbrain (mesencephalon) dan thalamus ke korteks
serebri - ascending reticular activating system (ARAS).
ARAS
Brainstem ARAS (mid-pons rostrally) and its
projections to the hemispheres
Reticular Activating System

 Menerima input
sensoris multipel

 Mediasi kesadaran
Anatomi otak normal

Korteks serebral

Reticular
Brain Stem Activating
System
Wakefulness
Awareness
Consciousness
Etiologi Gangguan Kesadaran
1. Proses difus dan multifokal
• Metabolik (hipo atau hiperglikemia, ensefalopati akibat kegagalan
fungsi hati dan kegagalan fungsi ginjal dengan hiperuremikum,
intoksikasi (obat-obatan, barbiturat, gas karbon monoksida, alkohol)
• Infeksi  sepsis
• Konkusio cerebri
• Eklamsia
• Post ictal epilepsi
• Hiperkalsemia
• Hipertensi ensefalopati
• Henti jantung
• Ensefalopati akibat kegagalan fungsi respirasi
Etiologi Gangguan Kesadaran
1. Proses difus dan multifokal
2. Lesi Supratentorial
• Hemoragik (EDH, SDH, ICH)
• Infark (embolus, trombus).
• Tumor (primer, sekunder, abses).
3. Lesi Infratentorial.
• Hemoragik (serebelum, pons).
• Infark batang otak.
• Tumor serebelum.
• Abses serebelum.
Pendekatan diagnostik pada pasien tidak sadar

Membedakan secara cepat faktor penyebab apakah


kerusakan stuktural atau metabolik dan
penatalaksanaannya
Komponen yang harus diperiksa pada tingkat
kesadaran meliputi
Pola pernafasan,
Ukuran dan reaksi pupil
Pergerakan mata dan
Respon dari okulovestibuler
Gambaran Pola Nafas
Pernafasan Cheyne Stokes

 Pola: periode hiperpnoe diselingi periode apnoe sekitar 10-20 detik.


 Penyebab:
• Disfungsi dari hemisfer kiri dan kanan (level diensefalon).
• Proses gangguan metabolik seperti uremia, gangguan fungsi hati
berat, atau infark bilateral atau lesi karena adanya massa pada
proensefalon dengan perubahan anatomi/ pergeseran pada
diensefalon.
Hiperventilasi Neurogenik Sentral

• Pada disfungsi batang otak atau pons bagian atas.


• Pernafasan cepat antara 40-50x/mnt
• PO2 meningkat lebih dari 70-80 mmHg.
• Jika level PO2 dibawah normal  hipoksemia
• Penyakit jantung, paru, dan problem metabolik dapat juga
menyebabkan hiperventilasi.
Pernafasan Apneustik

Lokasi di lesi bagian bawah pons, didapat fase inspirasi


yang memanjang dan berhenti pada saat inspirasi
maksimal/penuh.
Pernafasan Kluster

Hanya signifikan pada kerusakan bagian bawah pons,


karakteristik kelainan ini hampir sama dengan
pernafasan mendekati proses apnoe
Pernafasan Ataksik

Kerusakan terjadi pada bagian bawah pontine atau


masalah pada pusat pernafasan di medullar.
Polanya tidak teratur dan kadang pada henti nafas 
adanya petunjuk menghembuskan nafas dan akhirnya
pernafasan dada.
Ukuran dan Besarnya Pupil

Mid posisi (2-5 mm), tidak mengecil dengan cahaya


atau irreguler  lesi fokal di midbrain.
Pinpoint, reaktif  lesi pons, intoksikasi opiat,
pilokarpin.
Unilateral dilatasi, RC (-)  herniasi uncal.
Bilateral, fix, dilatasi  herniasi sentral, iskemia dan
hipoksia global atau intoksikasi luminal, atropin,
scopolamin atau glutetimid.
Gerakan Bola Mata
Posisi istirahat:
Deviasi gaze menjauhi lesi  lesi hemisfer
kontralateral
Deviasi gaze sesuai hemisfer  lesi pons kontralateral
Deviasi ke bawah  lesi tektum otak mesensefalon
Refleks Okulosefalik (doll’s eye)
Disfungsi hemisfer serebri bilateral
Okulovestibular
Negatif  koma dalam karena lesi batang otak
Diagnosis Banding Koma

Kelainan Gambaran Klinis Diagnosis


• Onset akut • Clinical diagnosis of coma
• Defisit Neurologi and sign of severe brain
damage in focal distribution
Stroke approriate to the coma
• Imaging : infark atau
hemoragik

• Coma following episode of • History of cardiac arrest or


anoxia other cause of anoxia
• Myoclonus and/or seizure are • Clinical feature of coma with
Anoksia
often seen or without myoclonus
• Multifocal sign with unequal
region of anoxic
• Coma with lost of brainstem • Clinical feature are
reflexes without other focal sign nonspecific. Suspicion is key
Intoksikasi
• History of substance ingestion • Drug screen is critical
Diagnosis Banding Koma

Kelainan Gambaran Klinis Diagnosis


• Coma following head injury with or • Clinical feature
without focal sign • History of head injury
Head injury • Mental status fluctuate with cerebral • Imaging : normal, contusion,
edema and other factor edema, haemorrhage
• Overts sign of injury are present
• Metabolic derangements are • Lab results show
uncommon cause of coma, more abnormality : electrolytes,
Metabolic often encephalopathy etc.
derangements • Coma with preserved brainstem • Imaging and lab result do
function can be seen. Seizure can not show other cause –
occur consider another causes
• Patient imobile, on casual • Able to communicate with eye
Locked in
observation appear to be comatose movement
syndrome in
brainstem • Patient retain vertical eye movement • Brainstem infarction may see in
infarction and communication is possible with MRI or CT
(ventral pons) this condition
Diagnosis Banding Koma
Kelainan Gambaran Klinis Diagnosis
• Clinical appearance of coma with • Evidence of exam of preserved
preservation of brain function response :
• Hold arm over head and let it fall-
Pseudocoma • Patient may be unaware of the with pseudocoma the arms fall so
pseudocoma or be intentionally
unresponsiveness that the face is not hit
• Normal EEG
• State of unconsciousness with • Clinical exam
preserved reflexe responsiveness • Finding of maintained brainstem
• Differentiated from coma by the response to stimuli
ability to make elementary • Imaging and lab results show
Persistence responses to stimuli causes for the unresponsiveness
vegetative
• Patient may appear awake or a sleep,
state
but exam show that they are unable
to appreciate their environment,
commands, and situation
Penilaian
Pemeriksaan umum
Pemeriksaan Neurologi
GCS
Fungsi batang otak (pupils, gerakan
bola mata, menelan dll)
Motorik
Riwayat

Cari riwayat penyakit sistemik & riwayat


pengobatan
Kondisi neurologi sebelumnya
Seputar onset (?trauma, ?obat-obatan, ?toksin)
Setelah Penilaian…

? Koma Non-trauma
? Fokal atau tanda lateralisasi
? Tidak ada fokal atau tanda lateralisasi
? meningismus
? bukan meningismus
? Metabolic
Non-traumatic coma - focal brainstem or lateralising
cerebral signs= structural coma

Cerebral tumor
Cerebral haemorrhage
Cerebral infarct
Cerebral abscess
Non-traumatic coma - no focal or
lateralising signs
Tanda rangsang meningeal (+)

Diagnosis Banding
SAH
Meningitis
Encephalitis
Non-traumatic coma - no focal or lateralising signs
Tanda rangsang meningeal (-) = Koma Metabolik

Diagnosis Banding
Kondisi anoksia-iskemia
Gangguan metabolik
Intoksikasi
Infeksi sistemik
Hipo/hipertermia
Epilepsi
Gangguan behavior
Toksin atau obat-obatan

Sedatif
Narkotika
Alkohol
Racun
Obat-obat psikotropik
Karbon monoksida (CO)
Overdosis (disengaja & kecelakaan)
Status withdrawal
Manajemen Pasien tidak sadar

Resusitasi, memakai ABC neurologi

N – Neck E – Epilepsy
A – Airway
F - Fever
B - Breathing
C - Circulation
G – GCS
D - Diabetes H – Herniation
Drug I – Investigate
Investigasi

Glukose, Test fungsi hati, ginjal, analisa gas darah,


hematologi dan koagulasi
EKG, Ro foto thoraks
CT scan (+/- kontras)
Lainnya: skrening infeksi, alcohol darah, toksikologi,
lumbal punksi (jarang), EEG, MRI
Mati Batang Otak
Anatomi Otak Normal

Korteks serebri

Reticular
Brain Stem Activating
System
Definisi Mati

Mati Klasik = Asistol + Apnea

Berhenti secara total dan pasti fungsi napas dan


jantung, hal ini diketahui setelah dilakukan tindakan
resusitasi emergensi.

43
Definisi Mati

Mati otak = Mati Batang Otak

Kehilangan menetap kemampuan untuk sadar


bersama-sama dengan kehilangan menetap fungsi
batang otak termasuk kemampuan untuk
bernapas.

44
Mekanisme Mati Otak

Cedera
Neuronal

Menurunnya ICP>MAP is
Blood Flow incompatible with Edema
Intrakranial life Neuronal

TIK
Pernyataan IDI No. 336/PB/A.4/88

Seseorang dinyatakan mati bila


a) Fungsi spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara
pasti atau
b) Telah terbukti terjadi MBO (mati batang otak)

 Penentuan diagnosis mati batang otak ???


Tiga komponen dalam menegakkan diagnosis mati batang
otak

1. Memenuhi prasyarat untuk dilakukan tes diagnosis


MBO
2. Pemeriksaan (tes) MBO
3. Tes konfirmasi

47
Prasyarat

Secara klinis atau neuroimaging terbukti adanya


kerusakan SSP yang berperan dalam diagnosis mati
batang otak.
Disingkirkan adanya kondisi komplikasi medis yang
dapat meragukan penilaian klinis (Gangguan elektrolit
dan asam basa berat, atau gangguan endokrin)
Bukan intoksikasi obat atau keracunan atau bisa
Temperatur tubuh (core) ≥ 32°C.

48
Beberapa faktor yang dapat menjadi pitfalls atau kesukaran dalam
menentukan diagnosis MBO

Hasil pemeriksaan Kemungkinan kausa


1. Pupil terfiksasi  obat anti kolinergik
 obat pelumpuh otot
 penyakit sebelumnya
2.Refleks okulo vestibuler  vestibuler supressan
 ototoksik agents
 penyakit sebelumnya
3. Tidak ada nafas  henti nafas pasca hiperventilasi
 obat pelumpuh otot
4. Tidak ada aktivitasmotorik  obat pelumpuh otot
 locked in state
 obat sedativa
5. EEG isolelektrik  obat sedativa
 anoksia
 hipotermi
 ensefalitis
 trauma
Beberapa macam obat yang dapat mengacaukan pemeriksaan
mati batang otak

Drugs T½ (hr) Therapeutic range


Lorazepam 10-20 0.1-0.3 mcg/ml
Midazolam 2-5 50-150 ng/ml
Diazepam 40 0.2-0.8 mcg/ml
Carbamazepine 10-60 2-10 mcg/ml
Phenobabitone 100 20-40 mcg/ml
Pentobarbitone 10 1-5 mcg/ml
Thiopentone 10 6-35 mcg/ml
Morphine 2-3 70-450 ng/ml
Amitriptyline 10-24 75-200 ng/ml
Alcohol 10 ml/h 800-1500 mg/l
50
Tes Klinis MBO

1. Koma atau tidak ada respon


2. Tidak ditemukan refleks-refleks batang otak.
3. Apneu komplit yang dikonfirmasi dengan tes apnea

51
Koma atau tidak ada respon

Tidak ada respon motorik !!


52
Refleks Batang Otak

Pupil
Kornea
Okulosefalik
Respon motorik
pd distribusi
saraf kranialis
Okulo-Vestibular
Gag reflexes

53
Penilaian hilangnya reflek batang otak

Pupil
Tidak ada respon cahaya. Posisi pupil di tengah dan
dilatasi pupil (4 – 6 mm)
Pergerakan bola mata
Menilai ada tidaknya doll’s eye movement. Penilaian
reflek vestibulo-ocular (tes kalori) dilakukan dengan
irigasi air dingin (7 derajat dibawah suhu tubuh) 50 ml
pada tiap telinga (interval 5 menit).
Refleks Pupil

Pupil melebar tanpa konstriksi bila disinari


Pergerakan bola mata

Respons okulosefalik
“Doll’s Eyes Maneuver”
Pergerakan bola mata

Respons Okulovestibular Cold Caloric Testing


Respons Fasial Sensomotor

 Respons Kornea

 Refleks kornea
 Menyeringai pada penekanan supraorbital dan
temporomandibular
Brain Stem

Mesensefalon
Nervus III
 funksi pupil
 pergerakan
mata
Brain Stem

Pons
Syaraf kranial IV, V, VI
 pergerakan mata
konyugate
 refleks kornea
PERGERAKAN MATA KONJUGATE TRAKTUS
Rektus Rektus Rektus lateral CORTICOBULBAR
lateral medial

KIRI KANAN

Pusat
Gaze
vertikal

Nukleus
III III Okulomotor
Mesensefalon FRONTAL
EYE
FIELD
(Brodmann’s Area 8-
MLF

(Girus frontal media)

Nukleus
Pons Abdusen
VI VI
Caudal Volunter, Pergerakan
PPRF

Pusat Pusat mata konyugat ; cepat,


= LMN Gaze Gaze Pergerakan Saccadik
lateral lateral
Pada perintah sisi
MLF = Medial Longitudinal Fasciculus kontralateral
PPRF = Paramedian Pontine Reticular Formation
Brain Stem

Medulla
Syaraf kranial IX, X
 Gag Reflex faringeal
 Reflex tracheal (batuk)
Pernafasan
Penyebab mati otak

Normal Anoksia Serebral


Penyebab mati otak

Normal Perdarahan Cerebral


Penyebab mati otak

Normal Perdarahan Subarakhnoid


Penyebab mati otak

Normal Trauma
Penyebab mati otak

Normal Meningitis
Penilaian respon motorik dan sensoris

Respon terhadap beberapa rangsangan tidak ada: reflek


kornea, jaw reflex, dan penilaian gerakan otot wajah pada
saat diberikan rangsang nyeri di kuku, supraorbita, dan
temporomandibular.
Reflek muntah dan batuk tidak ada: hilangnya reflek
faring dan trakea. Reflek muntah timbul dengan stimulasi
bagian posterior faring dengan spatel lidah. Suction
trakeal/ bronchial akan menstimulasi reflek batuk.
Tes Apnea

69
Penilaian tes apnea

Sebelum dilakukan tes apneu perhatikan syarat yang


harus dipenuhi.
Menurut Widjick (1995) tes apnea dapat dilakukan bila:
Temperatur sentral >36,5˚C.
Tekanan sistolik >90 mmHg
Euvolemia
pCO2 normal (optional pCO2 arterial >40mmHg)
pO2 normal (optional pO2 >200mmHg)
Hipotermia

• Kondisi hipotermia harus segera dikoreksi. Bila


temperatur sentral (rektal) di bawah 36,5˚C pasien
harus diselimuti, namun di beberapa literatur kondisi
hipotermi dapat diatasi dengan pemberian cairan
dekstrose 5%.
Hipotensi

Pada keadaan hipotensi dapat diberikan maintance


dopamin sampai tekanan sistolik > 90 mmHg.
Untuk dapat memperoleh nilai pCO2 dan pO2
normal maka dilakukan preoksigenasi dengan
oksigen 100% selama 10-20 menit
Pasang pulse oksimetri dan diskoneksi ventilator
Pada pasien tetap diberikan oksigen 6L/menit ke
dalam trakea (optional tempatkan kanul setinggi
karina)
Pernafasan

Perhatikan gerakan napas (abdominal dan dada) selama


diskoneksi 8-10 menit, ukur pula pO2 dan pCO2
arterial. Kemudian pasang kembali ventilator.
Bila tidak terdapat gerakan napas dan pCO2 arterial >60
mmHg, tes apnea dinyatakan positif.
Bila terdapat gerakan napas maka tes apnea dinyatakan
negatif dan tes harus di ulang
Pertimbangan ventilator

Pemasangan kembali ventilator selama tes dilakukan bila TS<90


mmHg atau pulse oksimetri menunjukkan desaturasi oksigen yang
signifikan dan aritmia jantung.
Segera lakukan analisa gas darah.
Bila pCO2 > 60 mmHg atau kenaikkan pCO2 > 20 mmHg dari nilai
awal, maka tes apnea dinyatakan positif. Bila pCO2 < 60 mmHg
atau kenaikkan pCO2 < 20 mmHg nilai awal yang normal maka
hasil tes indeterminat sehingga tes konfirmasi perlu dilakukan.
Pengulangan tes

Tes ulang perlu dilakukan untuk mencegah kesalahan


pengamat dan perubahan tanda-tanda. Interval waktu
berkisar 12 - 24 jam, bergantung rumah sakit atau
rekomendasi yang dianut
Setelah tes apnea dilakukan dan ventilator dipasang
kembali, keluarga pasien, dipanggil untuk mendapat
penjelasan
Keputusan akhir diserahkan kembali kepada keluarga
apakah bantuan ventilator tetap akan dilanjutkan
TES KONFIRMASI MATI BATANG OTAK

Meliputi EEG, SSEP, TCD, angiografi serebral, MR


angiografi dan scintigrafi serebral
Di Indonesia tidak memerlukan tes-tes konfirmasi
Algorithm of Brain Death Determination

Comatose patient
Yes Exclude Reexamine
- Metabolic disorders - Drugs screening
- Drug Intoxication - Laboratory results
No
- Residual Effect from drug Therapy
Yes
Clinical Brain Death? Reexamine
- Normothermia ? -Areactive coma ? Consider baseline EEG
- Normotension ? -Absent brain stem reflexes?
- Apnea ? No
Yes
Change in
Observation period
exam
- Neonates – 2 mo : 48 h - >1 yr : 12 – 24 hrs
- 2 mos – 1 yr : 24 h - Adults : 6 – 12 hrs
Unchange
dExam Consider confirmatory testing
- Patients < 1 yr
- Brain pathology not consistent with clinical
course or neurologic exam
77
Brain Death From Christoper N et el. Textbook of Neurointensive Care.2004; 647

Das könnte Ihnen auch gefallen