Sie sind auf Seite 1von 36

ASUHAN KEPERAWATAN

PSIKOSOSIAL PADA BENCANA


DEPARTEMEN KEPERAWATAN JIWA
PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UMJ
Pengertian Bencana
• Gangguan serius dari berfungsinya suatu
komunitas atau masyarakat yang menyebabkan
kerugian manusia, material, kerugian ekonomi
atau lingkungan yang melampaui kemampuan
komunitas atau masyarakat (WHO)
• Situasi atau peristiwa yang melampaui kapasitas
local sehingga memerlukan bantuan eksternal
pada tingkat nasional maupun internasional
Jenis-Jenis Bencana (UU N0 24 Tahun 2007)
1. Bencana Alam
• 2. Bencana Non Alam
• 3. Bencana Sosial
KRISIS
Pengertian
Gangguan internal yang diakibatkan oleh peristiwa yang
menegangkan atau ancaman yang dirasakan pada diri individu.
a. Mekanisme koping yang digunakan individu sudah tidak efektif lagi
untuk mengatasi ancaman individu tersebut mengalami suatu
keadaan tidak seimbang disertai dengan peningkatan ansietas
Jenis krisis
1. Krisis Maturasi
merupakan kejadian dalam tugas perkembangan yang
membutuhkan perubahan peran.
2. Krisis Situasional
Suatu kejadian dalam kehidupan menganggu keseimbangan
psikologis seseorang atau kelompok.
Penyebab Terjadinya Bencana
• Perubahan alam

• Buatan manusia
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERENTANAN PSIKOLOGIS

1. Tingkat keparahan
2. Jenis bencana
3. Jenis kelamin dan usia
4. Kepribadian
5. Ketersediaan jaringan dan dukungan social
6. Pengalaman sebelumnya
PROSES TERJADINYA BENCANA

Non Bencana Pasca


Bencana Bencana

Pra Trauma Emerg


bencana
Stabil

bencana Krisis Rekonst


ESTIMASI
MASALAH KESEHATAN JIWA

TERDUGA •PREVALENSI

TAK
TERDUGA •BENCANA
4/6/2019 13
MASALAH KESEHATAN JIWA NASIONAL
MENTAL EMOSIONAL/OMDJ
(Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 & 2013)

TAHUN 2007 TAHUN 2013


1. JAWA BARAT : 20.0% 1. SULTENG : 11.6 %
2. GORONTALO : 16.5% 2. DI JOGJAKARTA : 8.1 %
3. SULTENG : 16.0% 3. JAWA BARAT : 9.3 %

4/6/2019 14
DAMPAK PSIKOSOSIAL
DAMPAK PSIOKOLOGIS BENCANA
INDIVIDU
1. Tahap Tanggap Darurat ( beberapa jam atau hari setelah bencana)
 penyelamatan penyintas untuk menstabilkan situasi

 penyintas harus ditempatkan pada lokasi yang aman dan


terlindung, pakaian yang pantas, bantuan dan perhatian medis
serta makanan dan air yang cukup
1. Tahap Tanggap Darurat ( beberapa jam atau hari setelah bencana)

 Pada fase ini penyintas mengalami numbing akan terlihat


tertegun, linglung, bingung, apatis dan tatapan mata kosong
akan mengisolasi diri, menolak realitas dan mudah marah

 Takut berlebihan disertai dengan rangsangan fisiologis : jantung


berdebar-debar, ketegangan otot, nyeri otot, gangguan
gastrointestinal dan depresif

 Diagnosa keperawatan : Kecemasan, RPK, Koping Individu tidak


efektif
2. Tahap Pemulihan
Situasi telah stabil, beralih ke jangka panjang
Bantuan sudah mulai menurun
Para penyintas mulai menghadapi realita
Fase bulan madu
 Kekecewaan dan kemarahan sering menjadi gejala dominan yang
sangat terasa
Pada tahap ini berbagai gejala pasca-trauma muncul, misalnya "Pasca
Trauma Stress Disorder," "Disorder Kecemasan Generalized,"
"Abnormal Dukacita, " dan " Post Traumatic Depresi "-
GEJALA PASCA-TRAUMA MUNCUL
1. Akut Stress Paska Trauma.

(1) Emosi.
Mudah menangis ataupun kebalikkannya yakni mudah marah, emosinya labil, mati
rasa dan kehilangan minat untuk melakukan aktivitas, gelisah, perasaan
ketidakefektifan, malu dan putus asa.
(2) Pikiran. Mimpi buruk, mengalami halusinasi ataupun disasosiasi, mudah curiga
(pada penyintas kasus bencana karena manusia), sulit konsentrasi, menghindari
pikiran tentang bencana dan menghindari tempat, gambar, suara mengingatkan
penyintas bencana, menghindari pembicaraan tentang hal itu
(3) Tubuh. Sakit kepala, perubahan siklus mensruasi, sakit punggung, sariawan atau
sakit magh yang terus menerus sakit kepala, berkeringat dan menggigil, tremor,
kelelahan, rambut rontok, perubahan pada siklus haid, hilangnya gairah seksual,
perubahan pendengaran atau penglihatan, nyeri otot
(4) Perilaku. Menarik diri, sulit tidur, putus asa, ketergantungan, perilaku lekat yang
berlebihan atau penarikan social, sikap permusuhan, kemarahan, merusak diri
sendiri, perilaku impulsif dan mencoba bunuh diri
2. Post Trauma Stress Disorder (PTSD)
Gangguan psikiatri yang terjadi setalah dialaminya peristiwa yang mengancam seperti
menyaksikan kejadian-kejadian bencana Jika setelah lebih dari dua bulan gejala gejala di atas
(ASPT) masih ada maka, maka dapat diduga mengalami PTSD, jika memunjukkan gejala ini
selepas 2 bulan dari kejadian bencana:
(1) Reecperience atau mengalami kembali.
Penyintas seakan mengalami kembali peristiwa traumatic yang mengganggu; misalnya
melalui mimpi buruk setiap tidur, merasa mendengar, melihat kembali kejadian yang
berhubungan dengan bencana, dalam pikirannya kejadian bencana terus menerus sangat
hidup, apapun yang dilakukan tidak mampu mengalihkan pikirannya dari bencana. Pada
anak-anak korhan konflik senjata, mereka bermain perang-perangan berulang-ulang.
(2) Avoidance, atau menghindar hal-hal yang berkaitan dengan ingatan akan bencana
misalnya menghindari pikiran atau perasaan atau percakapan tentang bencana; menghindari
aktivitas, tempat, atau orang yang mengingatkan penyintas dari trauma, ketidakmampuan
untuk mengingat bagian penting dari bencana, termenung terus dengan tatapan dan pikiran
yang kosong
(3) Hyperarusal, atau rangsangan yang berlebihan.
Misalnya kesulitan tidur; sangat mudah marah atau kesulitan berkonsentrasi; jantung mudah
berdebar-debar, keringat dingin, panik dan nafas terengah-engah saat teringat kejadian,
kesulitan konsentrasi dan mudah terkejut.
3. Generalized Anxiety Disorder:
Kecemasan yang berlebihan dan khawatir tentang berbagai peristiwa ataupun kegiatan
(tidak terbatas bencana). Cemas berlebihan saat air tidak mengalir, seseorang tidak
muncul tepat waktu

4. Dukacita Eksrim:
Biasanya, setelah kematian orang yang dicintai. Seringkali respon pertama adalah
penyangkalan. Kemudian, mati rasa dan kadang kemarahan

5. Post Trauma Depresi


Depresi berkepanjangan adalah salah satu temuan yang paling umum dalam penelitan
terhadap penyintas trauma. Gangguan ini sering terjadi dalam kombinasi dengan Post
Traumatic Stress Disorder. Gejala umum depresi termasuk kesedihan, gerakan yang
lambat, insomnia (ataupun kebalikannya hipersomnia), kelelahan atau kehilangan energi,
nafsu makan berkurang (atau berlebihan nafsu makan), kesulitan dengan konsentrasi,
apatis dan perasaan tak berdaya, anhedonia (tidak menunjukkan minat atau kesenangan
dalam aktivitas hidup), penarikan sosial, pikiran negatif, perasaan putus asa,
ditinggalkan, dan mengubah hidup tidak dapat dibatalkan, dan lekas marah.
Faktor Psikodinamika PTSD
1. Peristiwa Troumatik
2. Ketidakmampuan untuk meregulasi pengaruh yang disebabkan oleh
trouma
3. Somatisasi dan alexithymia
4. Kurang kemampuan mekanisme koping
5. Keterhubungan/kedekatan dengan korban
Perubahan – perubahan yang terjadi
1. Cognitif Behavioral factor
 tidak dapat memproses atau merasionalisasikan kejadian trouma
yang dialami
 Dari segi perilaku menekankan kedua fase:
 Classic conditioning
dimana trouma/peristiwa troumatis menimbulkan respons
ketakutan yang berpasangan dengan stimulus (pandangan,
bau,suara tempat) yang berkaitan dengan peristiwa tersebut
 Biological Faktro
Terjadi hyperaktivitas dari noradrenic, endogenous apiate system
adanya peningkatan aktivitas dab respons dari system sarf
otonom misalnya terjadi peningktan denyut jantung dll
Faktor resiko terjadinya PTSD :
1. Adanya trouma waktu kecil
2. Seseorang yang memiliki gangguan kepribadian
3. Sistem dukungan keluarga (-)
Tahap Rekonstruksi

Satu tahun atau lebih setelah bencana.


Selama fase ini banyak penyintas telah sembuh
Ada yang tidak mendapatkan pertolongan dengan tepat
 Menunjukkan gejala kepribadian yang serius dan dapat bersifat permanen.
 Pada tahap ini risiko bunuh diri dapat meningkatkan
 kelelahan kronis
 ketidakmampuan untuk bekerja
kehilangan minat dalam kegiatan sehari-hari
 kesulitan berpikir dengan logis
pelecehan seksual, menjadi pribadi yangg penuh kebencian, pemarah dan anti sosial.
AKTIVITAS PSIKOSOSIAL PADA SETIAP TAHAPAN PASKA BENCANA
Tahap Tanggap Darurat : Pasca dampak-langsung
• Menyediakan pelayanan intervensi krisis untuk pekerja bantuan,
misalnya defusing dan debriefing untuk mencegah secondary trauma
• Memberikan pertolongan emosional pertama (emotional first aid),
misalnya berbagai macam teknik relaksasi dan terapi praktis
• Berusahalah untuk menyatukan kembali keluarga dan masyarakat.
• Menghidupkan kembali aktivitas rutin bagi anak
• Menyediakan informasi, kenyamanan, dan bantuan praktis.
Tahap Pemulihan: Bulan pertama

• Lanjutkan tahap tanggap darurat


• Mendidik profesional lokal, relawan, dan masyarakat sehubungan
dengan efek trauma
• Melatih konselor bencana tambahan
• Memberikan bantuan praktis jangka pendek dan dukungan kepada
penyintas
• Menghidupkan kembali aktivitas sosial dan ritual masyarakat
Tahap Pemulihan akhir: Bulan kedua

• Lanjutkan tugas tanggap bencana.


• Memberikan pendidikan dan pelatihan masyarakat tentang reseliensi
atau ketangguhan.
• Mengembangkan jangkauan layanan untuk mengidentifikasi mereka
yang masih membutuhkan pertolongan psikologis.
• Menyediakan "debriefing" dan layanan lainnya untuk penyintas
bencana yang membutuhkan.
• Mengembangkan layanan berbasis sekolah dan layanan komunitas
lainnya berbasis lembaga.
Fase Rekonstruksi

• Melanjutkan memberikan layanan psikologis dan pembekalan bagi


pekerja kemanusiaan dan penyintas bencana.
• Melanjutkan program reseliensi untuk antisipasi datangnya bencana
lagi.
• Pertahankan "hot line" atau cara lain dimana penyintas bisa
menghubungi konselor jika mereka membutuhkannya.
• Memberikan pelatihan bagi profesional dan relawan lokal tentang
pendampingan psikososial agar mereka mampu mandiri.

Das könnte Ihnen auch gefallen