Sie sind auf Seite 1von 35

Tahapan penemuan obat

&screening obat
• Proses penemuan obat baru merupakan langkah yang sangat
panjang dan melibatkan berbagai disiplin ilmu. Secara garis besar,
penelitian dan pengembangan suatu obat dibagi menjadi beberapa
tahapan sbb:
1. Sintesis dan screening molekul
2. Studi pada hewan percobaan
– Uji farmakologi
– Uji ketoksikan akut&subkronis
– Uji teratogenik
– Uji mutagenik
– Uji fertilitas
3. Studi pada manusia yang sehat (healthy volunteers) (tahap 1)
4. Studi pada manusia yang sakit (pasien) (tahap 2)
5. Studi pada manusia yang sakit dengan populasi diperbesar
(tahap 3)
6. Studi lanjutan (post marketing surveillance) (tahap 4)
Target selection & Discovery Development
validation

Target Drug Candidate


Studies of -receptor; -ion channel; -transporter; safety testing
-enzyme; - signalling molecule
Disease Mechanisms

The Drug Discovery Process


Lead Search
-Develop assays (use of automation) Human Studies
-Chemical diversity Phases I,II, III
Molecular Studies -Highly iterative process

Animal Studies
- relevant species Drug Approval
- t mice Lead optimization and Registration
-selectivity
-efficacy in animal models
- agonists/antagonists
-tolerability: AEs mechanism-
- antibodies based or structure-based?
- antisense -pharmacokinetics
- RNAi -highly iterative process
Development
Pre-Clinical
Process R&D
Pharmacology Chem Eng. R&D
Safety Assessment Manufacturing
Toxicology
Drug Metabolism
(ADME)

Pharmaceutical R&D
Formulation Bio Process R&D

Clinical Investigator
& patient
Regulatory Affairs
Clinical Pharmacology Project Planning & Management
Clinical Research Marketing

Statistics & Epidemiology


Data Coordination
Research Information Systems
Information Services
Clinical
Phase I
Investigational
20 - 100 healthy volunteers take
New Drug drug for about one month
application Information Learned

IND 1. Absorption and metabolism


2. Effects on organs and tissue
3. Side effects as dosage is increased

Remote data entry

Clinical Phase II
Trials Several hundred health-impaired patients Information Learned
1. Effectiveness in treating disease
Treatment Group Control Group
2. Short-term side effects in health -impaired patients
3. Dose range

Phase III Information Learned

Hundreds or thousands of health- 1. Benefit/risk relationship of drug


2. Less common and longer term side effects
impaired patients
3. Labeling information

Compassionate Use
Clinical Advisory
Committee Regulatory
Trials Review Team

Continued
APPROVAL
Reviews,
PROCESS comments, and
(Ex. FDA)
discussions
Submit to
Regulatory Agencies
Drug Co./Regulatory
liaison activities
New Drug
Application
(NDA)
APPROVAL

Worldwide Marketing Authorization (WMA) in other countries


Drug Discovery—Convergence of Disciplines
Synthetic
Combinatorial Patent
Chemistry
Chemistry Law
Modelling
Novel
Intellectual
Molecule Physiology
Property
Information Design Structural Biochemist
Technology Activity ry

Physiology
Pharmaco Physiology
Metabolism Safety
-
Pharmacology
Safety dynamics
Assessment Immunolo
In Vivo activity Pharmacokinetic gy
Properties

Pharmacology Behavior
Pathology
Physiology Physical Physiology Enzymology
Chemistry
• Sintesis dan screening molekul, merupakan tahap
awal dari rangkaian penemuan suatu obat.
• Di tahap ini berbagai molekul atau senyawa yang
berpotensi sebagai obat disintesis, dimodifikasi atau
bahkan direkayasa untuk mendapatkan senyawa atau
molekul obat yang diinginkan.
• penelitian obat biasanya ditargetkan untuk suatu
daerah tertapetik yang khas, potensi relatif pada
produk saingan dan bentuk sediaan untuk manusia
bisa diketahui.
• Serupa dengan hal tersebut, ahli kimia medisinal
mungkin mendalami kelemahan molekul tersebut
sebagai hasil usaha untuk mensintesis senyawa
tersebut.
• Dua paradigma teknologi baru yang berpengaruh
radikal terhadap industri farmasi yaitu
– teknologi informasi dan komunikasi (information
and communication technologies/ICT)
– bioteknologi.
Dalam hal R&D, ICTmemungkinkan mekanisasi dan
automatisasi penemuan obat dan proses
pengembangannya. Dengan Combinatorial
Chemistry dapat dilakuakn sintesis molekul yang
lebih masal yang dikontrol oleh robot komputer.
Dengan menggunakan teknologi ini permutasi dan
kombinasi building block kimia dapat dilakukan
secra cepat, mencapai ratusan ribu senyawa tiap
minggu.
Dengan metode yang lama hanya
mengasilkan beberapa ratus senyawa
kimiaKombinasi dariCombinatorial
Chemsitry dan High Throuhput
Screening (HTS) dapat
meningkatakan 7 kali lipat dalam
pengujian (test) senyawa kimia untuk
dikembankan lebih lanjut sebagai
obat penemuan baru.
Saat ini juga telah dikembangkan program
komputer yang dapat menunjukkan (display)
tiga dimensi images of molecule ketika dirotasi
dan juga memberikan representasi dinamik
dari potensi reaksi antara obat dengan enzim
tertent
Komputer juga dapat menunjukkan manipulasi
dari sites of biochemical action dan prediksi
tentang toksisitas dan khasiat (efficacy) dari
struktur kimia termaskud serta efek
biologisnya (baca: Bionformatika Docking).
• penelusuran literatur juga harus dilakukan untuk
memberikan pengertian tentang mekanisme pelapukan yang
mungkin terjadi dan kondisi-kondisi yang dapat
meningkatkan peruraian obat.
• Informasi ini dapat menyarankan suatu cara stabilisasi, kunci
uji stabilitas atau senyawa acuan stabilitas. Informasi tentang
cara atau metode yang diusulkan dari pemberian obat,
seperti juga melihat kembali literatur tentang formulasi,
bioavaibilitas, dan farmakokinetika dari obat-obat yang
serupa, seringkali berguna bila menentukan bagaimana
mengoptimumkan bioavaibilitas suatu kandidat obat baru.
• Jika suatu senyawa atau molekul aktif telah dibuktikan
secara farmakologis, maka senyawa tersebut selanjutnya
memasuki tahap pengembangan dalam bentuk molekul
optimumnya
• Setelah disintesis, suatu senyawa melalui proses
screening, yang melibatkan pengujian awal obat
pada sejumlah kecil hewan dari jenis yang berbeda
(biasanya 3 jenis hewan) ditambah uji mikrobiologi
untuk menemukan adanya efek senyawa kimia yang
menguntungkan. Meskipun ada
faktor lucky (kebetulan) dalam upaya ini, umumnya
pendekatannya cukup terkontrol berdasarkan
struktur senyawa yang telah diketahui. Pada tahap ini
sering kali dilakukan pengujian yang melibatkan
teratogenitas, mutagenesis dan karsinogenitas, di
samping pemeriksaan LD50, toksisitas akut dan
kronik.
• Uji praklinik merupakan persyaratan uji untuk calon obat.
Dari uji ini diperoleh informasi tentang:
– efikasi (efek farmakologi),
– profil farmakokinetik dan
– toksisitas calon obat.
Pada mulanya yang dilakukan pada uji praklinik adalah
pengujian ikatan obat pada reseptor dengan kultur sel
terisolasi atau organ terisolasi, selanjutnya dipandang
perlu menguji pada hewan utuh. Hewan yang baku
digunakan adalah galur tertentu dari mencit, tikus,
kelinci, marmot, hamster, anjing atau beberapa uji
menggunakan primata.
Dengan menggunakan hewan utuh dapat diketahui apakah
obat menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan
atau tidak.
Penelitian toksistas merupakan cara
potesial untuk mengevaluasi:
• a. Toksisitas yang berhubungan dengan
pemberian obat akut atau kronis
• b. Kerusakan genetik (genotoksisitas atau
mutagensis)
• c. Pertumbuhan tumor (onkogenesis atau
karsinogenesis)
• d. Kejadian cacat waktu lahir
(teratogenik)
• Di samping uji pada hewan untuk mengurangi
penggunaan hewan percobaan telah dikembangkan pula
berbagai uji in vitro untuk menentukan khasiat obat
contohnya:
– uji aktivitas enzim,
– uji antikanker menggunakan cell line,
– uji antimikroba pada pembenihan mikroba,
– uji antioksidan dengan DPPH,
– uji antiinflamasi, dll untuk menggantikan uji khasiat
pada hewan.
Belum semua uji dapat dilakukan secara in vitro. Uji
toksistas sampai saat ini masih tetap dilakukan pada
hewan percobaan, belum ada metode lain yang
menjamin hasil yang dapat menggambarkan toksisitas
pada manusia.
• Uji pada hewan percobaan ini juga dirancang dengan
perhatian khusus pada kemungkinan pengujian obat
itu lebih lanjut pada manusia atau uji klinis. Oleh
karenanya, pada uji pra-klnis ini dirancang dengan
pertimbangan:
– a. Lamanya pemberian obat itu menurut dugaan
kepada manusia
– b. Kelompok umur dan kondisi fisik manusia yang
dituju dengan pertimbangan khusus untuk anak-
anak, wanita hamil atau orang usia lanjut.
– c. Efek obat menurut dugaan pada manusia.
• Setelah melewati uji pra klinis, maka senyawa atau
molekul kandidat calon obat tersebut menjadi IND
(Investigasional New Drug) atau obat baru dalam
penelitian. Setelah calon obat dinaytakan
mempunyai kemanfaatan dan aman pada hewan
percobaan maka selanjutnya diji pada manusia (uji
klinik). Uji pada manusia Uji klinis pada manusia
harus diteliti dulu kelayakannya oleh komite etik
mengikuti Deklarasi Helsinki.
Uji klinik

• Fase I, calon obat diuji pada


sukarelawan sehat untuk mengetahui
apakah sifat yang diamati pada hewan
percobaan juga terlihat pada manusia.
Pada fase ini ditentukan hubungan
dosis dengan efek yang ditimbulkannya
dan profil farmakokinetik obat pada
manusia.
• Fase II, calon obat diuji pada pasien
tertentu diamati efikasi pada
penyakit yang diobati. Yang
diharapkan dari obat adalah
mempunyai efek yang potensial
dengan efek samping rendah atau
tidak toksik. Pada fase ini mulai
dilakukan pengembangan dan uji
stabilitas bentuk sediaan obat.
• Fase III, melibatkan kelompok besar pasien. Di sini obat
baru dibandingkan efek dan keamanannya terhadap obat
pembanding yang sudah diketahui. Semula uji klinik banyak
senyawa calon obat dinyatakan tidak dapat digunakan.
Akhirnya obat baru hanya lolos satu atau lebih kurang
10.000 seyawa yang disintesis karena risikonya lebih besar
dari manfaatnya atau kemanfaatnnya lebih kecil dari obat
yang sudah ada. Keputusan untuk mengakui obat baru
dilakukan oleh badan pengatur nasional di Indonesia oleh
BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), di AS adalah
FDA (Food and Drug Administration), di Kanada oleh Health
Canada, di Inggris oleh MHRA (Medicine and Healthcare
Product Regulatory Agency), di negara Eropa lain oleh
EMEA (European Agency for the Evaluation of Medicinal
Product) dan di Australia oleh TGA (Therapeutics Good
Administration).
• Untuk dapat dinilai oleh badan tersebut,
industri pengusul harus menyerahkan data
dokumen uji praklinik dan klinik yang sesuai
dengan indikasi yang diajukan, efikasi dan
keamanannya harus sudah ditentukan dari
bentuk produknya (tablet, kapsul, dll) yang
telah memenuhi persyaratan produk melalui
kontrol kualitas. Pengembangan obat tidak
terbatas pada pembuatan produk dengan zat
baru, tetapi dapat juga dengan memodifikasi
bentuk sediaan yang sudah ada atau meneliti
indikasi baru sebagai tambahan dari indikasi
yang suda ada.
• Baik bentuk sediaan baru maupun tambahan indikasi atau
perubahan dosis dalam sediaan harus didaftarkan ke Badan
POM dan dinilai oleh Komisi Nasional Penilai Obat Jadi.
Pengembangan ilmu teknologi farmai dan biofarmasi
melahirkan new drug delivery system terutama bentuk
sediaan seperti tablet lepas lambat, sediaan liposom, tablet
salut enterik,mikro-enkapsulasi, dll. Kemajuan dalam teknik
rekombinasi DNA, kultur sel dan kultur jaringan telah memicu
kemajuan dalam produksi bahan baku obat seperti produksi
insulin dll. (Baca lebih lengkap : Perkembangan Produk
Bioteknologi di Dunia) Setelah calon dapat dibuktikan
berkhasiat sekurang-kurangnya sama dengan obat yang sudah
ada dan menunjukkan keamanan bagi si pemakai maka obat
baru diizinkan untuk diproduksi oleh industri sebagai legal
drug dan dipasarkan dengan nama dagang tertentu serta
dapat diresepkan oleh dokter.
• Fase IV, setelah obat dipasarkan masih dilakukan studi pasca
pemasaran (post marketing surveillance) yang diamati pada pasien
dengan berbagai kondisi, berbagai usia dan ras. Studi ini dilakukan
dalam jangka panjang untuk melihat terapetik dan pengalaman
jangka panjang dalam menggunakan obat. Setelah hasil studi IV
dievaluasi masih memungkinkan obat ditarik dari perdagangan jika
membahayakan. Sebagai contoh cerivastatin (suatu
antihiperkolesterolemia yag dapat merusak ginjal), entero-vioform
(kliokuinol suatu anti-disentri amuba yang pada orang Jepang bisa
menyebabkan kelumpuhan pada otot mata/SMON disesase), fenil
pranol amin/PPA yang sering terdapat pada obat flu harus
diturunkan dosisnya dari 25 mg menjadi tidak lebih dari 15 mg
karena dapat meningkatkan tekanan darah dan kontraksi jantung,
triglitazon (antidiabetes yang bisa merusak hati), dan Viox
(rofecoxib) yang bisa merusak jantung.
Plant Based Drugs and Medicines

Drug/Chemical Action/Clinical Use Plant Source


Acetyldigoxin Cardiotonic Digitalis lanata
Adoniside Cardiotonic Adonis vernalis
Aescin Anti-inflammatory Aesculus hippocastanum
Aesculetin Anti-dysentery Frazinus rhychophylla
Agrimophol Anthelmintic Agrimonia supatoria
Ajmalicine Circulatory Disorders Rauvolfia sepentina
Allantoin Vulnerary Several plants
Allyl isothiocyanate Rubefacient Brassica nigra
Anabesine Skeletal muscle relaxant Anabasis sphylla
Andrographolide Baccillary dysentery Andrographis paniculata
Anisodamine Anticholinergic Anisodus tanguticus

Dept. of Pharmaceutics 25
Plant Based Drugs and Medicines

Drug/Chemical Action/Clinical Use Plant Source


Anisodine Anticholinergic Anisodus tanguticus
Arecoline Anthelmintic Areca catechu
Asiaticoside Vulnerary Centella asiatica
Atropine Anticholinergic Atropa belladonna
Benzyl benzoate Scabicide Several plants
Berberine Bacillary dysentery Berberis vulgaris
Bergenin Antitussive Ardisia japonica
Betulinic acid Anticancerous Betula alba
Borneol Antipyretic, analgesic, Several plants
antiinflammatory
Bromelain Anti-inflammatory, Ananas comosus
proteolytic
Caffeine CNS stimulant Camellia sinensis
09/07/2007 Dept. of Pharmaceutics 26
Plant Based Drugs and Medicines
Drug/Chemical Action/Clinical Use Plant Source
Camphor Rubefacient Cinnamomum camphora
Camptothecin Anticancerous Camptotheca acuminat
a
(+)-Catechin Haemostatic Potentilla fragarioides
Chymopapain Proteolytic, mucolytic Carica papaya
Cissampeline Skeletal muscle relaxant Cissampelos pareira
Cocaine Local anaesthetic Erythroxylum coca
Codeine Analgesic, antitussive Papaver somniferum
Colchiceine amide Antitumor agent Colchicum autumnale
Colchicine Antitumor agent, anti- Colchicum autumnale
gout
Convallatoxin Cardiotonic Convallaria majalis
Curcumin Choleretic Curcuma longa
09/07/2007 Dept. of Pharmaceutics 27
Plant Based Drugs and Medicines

Drug/Chemical Action/Clinical Use Plant Source


Cynarin Choleretic Cynara scolymus
Danthron Laxative Cassia species
Demecolcine Antitumor agent Colchicum autumnale
Deserpidine Antihypertensive, Rauvolfia canescens
tranquillizer
Deslanoside Cardiotonic Digitalis lanata
L-Dopa Anti-parkinsonism Mucuna sp
Digitalin Cardiotonic Digitalis purpurea
Digitoxin Cardiotonic Digitalis purpurea
Digoxin Cardiotonic Digitalis purpurea
Emetine Amoebicide, emetic Cephaelis ipecacuanha
Ephedrine
09/07/2007 Dept. of Pharmaceutics 28
Plant Based Drugs and Medicines

Drug/Chemical Action/Clinical Use Plant Source


Etoposide Antitumor agent Podophyllum peltatum
Galanthamine Cholinesterase inhibitor Lycoris squamigera
Gitalin Cardiotonic Digitalis purpurea
Glaucarubin Amoebicide Simarouba glauca
Glaucine Antitussive Glaucium flavum
Glasiovine Antidepressant Octea glaziovii
Glycyrrhizin Sweetener, Addison's Glycyrrhiza glabra
disease
Gossypol Male contraceptive Gossypium species
Hemsleyadin Bacillary dysentery Hemsleya amabilis
Hesperidin Capillary fragility Citrus species

09/07/2007 Dept. of Pharmaceutics 29


Plant Based Drugs and Medicines

Drug/Chemical Action/Clinical Use Plant Source


Hyoscyamine Anticholinergic Hyoscyamus niger
Irinotecan Anticancer, antitumor Camptotheca acuminat
agent a
Kaibic acud Ascaricide Digenea simplex
Kawain Tranquillizer Piper methysticum
Kheltin Bronchodilator Ammi visaga
Lanatosides A, B, C Cardiotonic Digitalis lanata
Lapachol Anticancer, antitumor Tabebuia sp.
a-Lobeline Smoking deterrant, Lobelia inflata
respiratory stimulant
Menthol Rubefacient Mentha species
Methyl salicylate Rubefacient Gaultheria procumbens

09/07/2007 Dept. of Pharmaceutics 30


Plant Based Drugs and Medicines

Drug/Chemical Action/Clinical Use Plant Source


Monocrotaline Antitumor agent Crotalaria sessiliflora
(topical)
Morphine Analgesic Papaver somniferum
Neoandrographolide Dysentery Andrographis paniculata
Nicotine Insecticide Nicotiana tabacum
Nordihydroguaiaretic Antioxidant Larrea divaricata
acid
Noscapine Antitussive Papaver somniferum
Ouabain Cardiotonic Strophanthus gratus
Pachycarpine Oxytocic Sophora pschycarpa
Palmatine Antipyretic, detoxicant Coptis japonica
Papain Proteolytic, mucolytic Carica papaya

09/07/2007 Dept. of Pharmaceutics 31


Plant Based Drugs and Medicines

Drug/Chemical Action/Clinical Use Plant Source


Phyllodulcin Sweetner Hydrangea macrophylla
Physostigmine Cholinesterase Inhibitor Physostigma venenosum
Picrotoxin Analeptic Anamirta cocculus
Pilocarpine Parasympathomimetic Pilocarpus jaborandi
Pinitol Expectorant Several plants
Podophyllotoxin Antitumor anticancer Podophyllum peltatum
agent
Protoveratrines A, B Antihypertensives Veratrum album
Pseudoephredrine* Sympathomimetic Ephedra sinica
Pseudoephedrine, nor- Sympathomimetic Ephedra sinica
Quinidine Antiarrhythmic Cinchona ledgeriana

09/07/2007 Dept. of Pharmaceutics 32


Plant Based Drugs and Medicines

Drug/Chemical Action/Clinical Use Plant Source


Qulsqualic acid Anthelmintic Quisqualis indica
Rescinnamine Antihypertensive, Rauvolfia serpentina
tranquillizer
Reserpine Antihypertensive, Rauvolfia serpentina
tranquillizer
Rhomitoxin Antihypertensive, Rhododendron molle
tranquillizer
Rorifone Antitussive Rorippa indica
Rotenone Piscicide, Insecticide Lonchocarpus nicou
Rotundine Analagesic, sedative, Stephania sinica
traquillizer
Rutin Capillary fragility Citrus species
Dept. of Pharmaceutics 33
Plant Based Drugs and Medicines

Drug/Chemical Action/Clinical Use Plant Source


Salicin Analgesic Salix alba
Sanguinarine Dental plaque inhibitor Sanguinaria canadensis
Santonin Ascaricide Artemisia maritma
Scillarin A Cardiotonic Urginea maritima
Scopolamine Sedative Datura species
Sennosides A, B Laxative Cassia species
Silymarin Antihepatotoxic Silybum marianum
Sparteine Oxytocic Cytisus scoparius
Stevioside Sweetner Stevia rebaudiana
Strychnine CNS stimulant Strychnos nux-vomica

Dept. of Pharmaceutics 34
pustaka
• Bambang Priyambodo, 2007, Dalam
Manajemen Farmasi Industri, Global Pustaka
Utama Yogyakarta
• Sampurno, 2007, Peran aset nirwujud pada
kinerja perusahaan: studi Industri farmasi
Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 61-
73

Das könnte Ihnen auch gefallen