Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Henti Takiaritmi
Bradikardi
jantung a
Sinus
VF/VT PEA Asistole AV blok
bradikardi
Derajat I
Artial Ventrikel Derajat
II.1
Takiaritmia Derajat II
Takiaritmi SVT
ventrikuler
Derajat II.2
Sinus Ventrikel
takikard takikardi Derajat III
i monomorfik
Atrial Ventrikel
fibrilasi takikardi
polimorfik
Atrial
flutter Biasa
SVT
takikardi Torsa de pointes
Mengenal irama henti jantung pd
EKG
• Fibrilasi ventrikel (VT)/takikardi ventrikel
(VT) tanpa denyut
• Aktivitas listrik tanpa nadi (pulseless
electric activity/PEA)
• Asistol
Fibrilasi ventrikel (VF)
• Terjadi pd ventrikel yg memiliki bbrp daerah miokard
normal yg diantaranya ada miokard yg
iskemik,cedera/infark kacau depolarisasi dan
repolarisasi ventrikel
• Kriteria :
– QRS = tdk dpt ditentukan,tidak ada gel P,QRS/T yg
dikenali
– Irama = tidak dapat ditentukan
– Amplitudo =ukur dari puncak ke palung
• Halus (puncak palung 2-5 mm)
• Sedang/medium (5-10 mm)
• Kasar (10-15mm)
• Sangat kasar (>15 mm)
PENYEBAB
Penyebab Fibrilasi ventrikular sama seperti penyebab terhentinya
jantung.
Yang sering : Penyakit arteri koroner atau serangan
jantung kurangnya aliran darah ke otot jantung.
Penyebab lain : Shock dan sangat rendahnya kadar potasium
di dalam darah (hipokalemia).
GEJALA
Ketidaksadaran sementaratidak diobati biasanya mengalami
konvulsi berkembang menjadi rusaknya otak setelah 5 menit
karena oksigen tidak lagi mencapai otak Kematian
DIAGNOSA
Pertimbangkan jika pasien tiba2 kolaps
Pada pemeriksaan :
Tidak ada denyut atau detak jantung yang dideteksi dan
Tekanan darah tidak dapat diukur.
Diagnosa dipastikan dengan elektrokardiogram (ECG).
Aritmia yg mengancam
kehidupan
Ventrikel fibrilasi
– Frekuensi = > 250 x/mnt dpt jg >350 x/mnt
– Irama = sgt tidak teratur
– QRS kompleks = susah ditentukan
– Bentuk VF = kasar,sedang sampai halus
Pertolongan pertama henti jantung &
Harrison‘s Principle of Internal Medicine17th ed. Fauci, Longo, et al. McGraw Hill 2008.
henti nafas
Pertolongan pertama henti jantung &
Harrison‘s Principle of Internal Medicine17th ed. Fauci, Longo, et al. McGraw Hill 2008.
henti nafas
Fibrilasi ventrikel (VT)
Manifes Etiologi
• Denyut nadi hilang dgn • Sindrom koroner akut
dimulai VF,denyut dpt jg • VT stabil hingga tidak stabil
menghilang sblm dimulai dan tidak diobati
VF • Kompleks ventrikel prematur
• Bbrp obat, imbalans elektrolit /
• Jatuh pingsan,tdk ada tidak normal as-basa
respon perpanjang periode refrakter
• Mengap-mengap,sulit relatif
nafas,berhenti nafas • Perpanjangan QT
primer/sekunder
• Mulai terjd kematian yg • Kematian krn listrik,
tidak dpt balik hipoksia,dll
Tatalaksana Jk henti jantung tdk qt
saksikan =intubasi trakea bs
ditunda
ABCDRJP (sambil tggu alat kejut Jk disaksikan intubasi
listrik dtg)alat kejut listrik dtg (rjp segera lakukan
dihentikan tidak > 10dtk)
Atau vasopresin 40 mg
IV/IOhanya diberi 1 x Survei sekunder intubasi(bs ditunda jk
sampai RJP selesai oksigenasinya baik)
PULSE ELECTRICAL ACTIVITY (PEA)
• Patofisiologis
– Bukan suatu gambaran irama ,melainkan
suatu keadaan klinis TIDAK ADA NADI
,sedangkan impuls konduksi jantung masih
ada. Seharusnya dpt menghasilkan nadi.
– Disebabkan :
Aktivitas listrik jantung tidak mengasilkan
kontraksi miokardium/ pengisian ventrikel
tidak memadai saat diastole/ kontraksi tdk
efektif.
Kriteria penentu berdasarkan
EKG
Irama menunjukan aktivitas listrik/ depolarisasi ventrikel
(tp bukan VF/VT tanpa denyut )
Tidak seteratur irama sinus normal
Dapat:
Sempit QRS : <0.10 mm E/ non jantung
Lebar QRS : > 0,12 detik E/jantung
Cepat >100x/menit E/ non jantung
Lambat <60 x/menit E/jantung
Kriteria : ada aktvitas listrik jantung tetapi
tidak terdeteksi pada saat pemeriksaan
arteri (nadi tidak teraba)
Bradikardi PEA
Idioventrikular rythm
Takikardia PEA
PEA
Manifes etiologi
• Hipovolemi
• Jatuh pingsan, tdk ada
respon • Hipoksia
• Hidrogen ion / asidosis
• Mengap-mengap,sgt sulit
nafas,lalu berhenti nafas • Hipo/hiperkalemia
• Hipotermia
• Tdk ada denyut yg dpt
dideteksi mll palpasi(bs • Toksin
pseudo-PEA =ada TD sgt • Tamponade jantung
rendah) • Tension pneumotoraks
• Trombosis (sind.koroner
akut)/paru (emboli paru)
• trauma
tatalaksana
Monitor EKG irama 30 Mnt tidak ada
idioventrikular (QRS lebar perubahan evaluasi
dgn frek rendah) kembali
3. Ventikel asistole
ATRIUM : VENTRIKEL :
• SINUS TAKIKARDI • VT MONOMORFIK
• ATRIAL FIBRILASI • VT POLIMORFIK
• ATRIAL FLUTTER
• SVT
2 A.1 SINUS TAKIKARDI
Etiologi :
PATFIS : Aktivitas fisik
Tidak ada (manifes Demam
klinis,bkn aritmia) Hipovolemik
Pembentukan & Stimulasi adrenergik
konduksi impuls normal (ansietas)
Kriteria EKG : Hipertiroidisme
Kecepatan >100 /menit
Irama sinus
PR : < 0,2 detik
P untuk setiap kompleks
QRS
Kompleks QRS : normal
- Atrial takikardi
Kriteria :
Kriteria :
Irama : atrial flutter
Heart Rate : bervariasi
Gelombang P : banyak bentuk seperti
gergaji,perbandingan dengan komplek QRS
bisa 3 atau 4 atau 5 dan seterusnya : 1
Interval PR : tidak dapat dihitung
Gelombang QRS : 0,04-0,08 detik
- Atrial fibrilasi
• Kriteria :
• Irama : tidak teratur
• Heart Rate : bervariasi, dapat dibagi respon ventrikel
cepat (HR > 100),, respon ventrikel normal (HR 60 –
100), respon ventrikel lambat (< 60)
• Gelombang P : tidak dapat diidentifikasikan
• Interval PR : tidak dapat dihitung
• Gelombang QRS : 0,04- 0,08 detik
QRS lebar, gambaran EKG-nya
bisa berupa :
Ventrikel Takikardi atau Atrial
Fibrilasi dengan aberan.
Tampak pola gigi gergaji, kecepatan atrium > 250, disertai garis
Flutter atrium dasar tidak rata antar gelompang P
61
Etiologi Epidemiologi
Infark miokardium ini • Infark miokard disebakan
hampir selalu (98- oleh umur penduduk
yang semakin lanjut.
99%) disebabkan
Pada pria ditemukan 2x
aterosklerosis lebih banyak kematian
koroner, walaupun daripada wanita, yaitu
berbagai sebab karena insidens tinggi
insufisiensi koroner pada pria berumur 35-55
lain dapat pula tahun. Pada usia ini
perbandingan kematian
menyebabkan infark
pria : wanita = 6 : 1
miokardium.
Nyeri dada iskemik
dan infark miokard akut
Etiologi : ketidakseimbangan antara kebutuhan O2 o/
miokardium dan suplai darah arterialnya.
Pada angina pektoris, iskemia menghilang tanpa tjd
nekrosis miokardium.
Pd infark miokard akut, nekrosis miokardium
disebabkan o/ sumbatan arteri koroner yg mengalami
arteriosklerosis o/ trombus
Faktor resiko:
a.Riwayat kematian AMI di dlm anggota keluarga pd usia
yg relatif muda
b.Gangguan2 spesifik spt DM dan hiperlipidemia
c.Obesitas yg jelas
d.Merokok berat
e.hipertensi 63
Patofisiologi
• Trombosis koroner
– Oklusi trombus pada arteri penyebab
• Robekan plak
– Robekan plak pada titik shear-stress yg rendah
– Rangsang agregasi trombosit trombus
• Spasme arteri koroner
– Perubahan tonus p.d. o.k. NO
– Hipoksi, katekolamin dan zat vasoaktif
65
Gejala klinik
Prodromal:
• terasa 24 jam sampai beberapa minggu
sebelum penyumbatan, berupa angina
pektoris, palpitasi, lelah dan nyeri kepala.
Serangan infark lebih sering terjadi pd
angina pektoris yang:
• Lebih lama dan frekuensinya lebih sering
• Juga timbul ketika istirahat
• Telah lama
66
Gejala pada saat serangan
• Nyeri substernal, dapat juga prekordial atau
epigastrial, bersifat tekan benda berat, ditusuk2,
diiris2, atau rasa panas. Dapat menjalar ke lengan kiri
dan leher. Rasa nyeri timbul mendadak wkt istirahat
dan kerja
• Dpt disertai muntah
• Pd pemeriksaan di dapatkan:
– Penderita kesakitan, keringat dingin
– Tekanan darah menurun
– Nadi mula2 lambat, kemudian cepat
– Sering tdpt aritmi
– Bunyi jtg terdengar jauh dan lemah, sering tdpt
protodiastolic gallop atau presystolic gallop
67
68
GAMBARAN KLINIS
• Keluhan utama klasik : Nyeri dada sentral yang
berat seperti tertekan yang berlangsung ≥ 20
menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat,
disertai keringat, pucat dan mual.
• Kelainan lain: aritmia, henti jantung atau gagal
jantung akut.
– Bisa atipik
• Pada manula : kolaps atau bingung
• Pada penderita diabetes : perburukan status metabolik atau
gagal jantung. Bisa tanpa disertai nyeri dada.
– Sebagian besar pasien memiliki faktor resiko atau
penyakit jantung koroner yang diketahui; 50% tanpa
didahului angina
MI death
Myocardial dysfunction
Systolic Diastolic
↓ CO ↑ LVEDP
↓ stroke output Pulmonary congestion
↓ systemic
perfusion Hypotension
Hypoxemia
Compensatory ↓ coronary
vasoconstriction perfusion pressure Ischemia
Progressive myocardial
Death dysfunction
KLASIFIKASI INFARK MIOKARD
AKUT
• Secara morfologi, dibagi menjadi:
– IMA subendokardial
• Terjadi akibat aliran darah subendokardial relatif menurun
dalam waktu lama sebagai akibat perubahan derajat
penyempitan arteri koroner atau saat kondisi hipotensi,
perdarahan, dan hipoksia
• Nekrosis hanya mengenai bagian dalam dinding ventrikel dan
umumnya berupa bercak - bercak dan tidak konfluens seperti
IMA transmural
• Derajat nekrosis dapat ber + bila disertai peningkatan
kebutuhan O2
– IMA transmural
• Mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi pada daerah
distribusi suatu arteri koroner
• 90% pasien IMA ini berkaitan dengan trombosis koroner
• Trombosis ini sering terjadi di daerah yang mengalami
penyempitan arteriosklerotik
PEMERIKSAAN FISIK
• Dapat dilihat pada fungsi ventrikular
adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama, dan split
paradoksikal bunyi jantung kedua.
• murmur midsistolik atau late sistolik apikal
yang bersifat sementara karena disfungsi
aparatus katup mitral dan pericarardial
friction rub.
Pemeriksaan Laboratorium
• CKMB : meningkat 3 jam setelah ada AMI
• cTn : meningkat 2 jam setelah ada AMI
• Mioglobin : dapat dideteksi 1 jam setelah AMI
• CK : meningkat 3-8 jam setelah ada AMI
• Lactic dehydrogenase : meningkat setelah 24-
48 jam bila infark miokard
CREATINE KINASE
• Ditemukan pada otot dan jaringan otak, ginjal,
paru, dan GIT.
• Memiliki sensitifitas dan spesifitas yang rendah
untuk kerusakan jantung.
• Kadar CK juga meningkat pada kondisi-kondisi
non-kardiak
• Serum CK meningkat dalam 3-8 jam setelah
kerusakan miokardium, puncaknya pada 12-24
jam, dan menurun dalam 3-4 hari.
CK-MB
• CK-MB lebih spesifik daripada CK saja, dan
berguna dalam diagnosis awal dari infark
miokard akut
• Dideteksi pada 4-6 jam setelah onset
iskemia, berpuncak dalam 12-24 jam, dan
kembali ke normal dalam 2-3 hari
• Seperti CK, puncak kadar CK-MB tidak
memprediksi ukuran infark; akan tetapi,
dapat digunakan untuk mendeteksi reinfarksi
awal.
CARDIAC TROPONIN
• Pasien dengan CK-MB normal, tetapi
memiliki peningkatan troponin
diperkirakan mengalami kerusakan
myokardial minor, atau mikroinfark.
• Pasien dengan peningkatan CK-MB dan
troponin diperkirakan memiliki infark
myokardial akut
• Peningkatan troponin dapat terjadi
hingga 2 minggu setelah onset gejala
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
• Pada EKG terdapat elevasi segmen ST
diikuti dengan perubahan sampai inversi
gelombang T; kemudian muncul peningkatan
gelombang Q minimal di 2 sadapan.
• Peningkatan kadar enzim atau isoenzim
merupakan indikator spesifik infark miokard
akut yaitu kreatinin fosfoskinase (CPK/CK),
SGOT, LDH, alfa hidroksi butirat
dehidrogenase, dan isoenzim CK-MB.
• Yang paling awal meningkat adalah CPK
tetapi paling cepat turun juga.
Diagnosis Infark Miokard Akut
• Diagnosis didasarkan pada karakter, lokasi, dan
lamanya sakit dada
• Sakit dada >20 menit & tidak terdapat hubungan dengan
aktifitasmembedakan dgn angina pectoris
ANTI TROMBOTIK
• Oklusi trombus sub total pada koroner mempunyai peran
utama patogenesis NSTEMI dan keduanya mulai dari agregasi
platelet dan pembentukan thrombin-activated fibrin
bertanggung jawab atas perkembangan klot
• Oleh karena itu, terapi antiplatelet dan anti trombin
menjadi komponen kunci dalam perawatan
Menghilangkan nyeri dada
• Morfin: • Aspirin:
– Analgesik pilihan – Tatalaksana dasar
pertama nyeri dada
STEMI pd pasien yg
– Dosis: 2-4 mg & dpt dicurigai STEMI &
diulang dgn interval 5- efektif pd sindrom
15 menit sampai dosis
total 20 mg. koroner akut.
– ESO: – Aspirin bukkal dosis
• Kontriksi vena &
arteriolar (-) curah 160-325 mg,
jantung & tekanan selanjutnya oral dgn
arteri.
• Efek vatogonik dosis 75-162 mg.
bradikardia, t.u d
pasien dgn infark
posterior.
• Ruang gawat darurat:
– Segera berikan oksigen 4L/menit lewat nasal, pertahankan
saturasi O₂ >90%
– Berikan aspirin 160-325 mg
– NTG sublingual a/ semprot a/ IV
– Morfin IV jk nyeri dada tdk berkurang
– Monitoring tanda vital & evaluasi saturasi oksigen
– pasang jalur IV
– Kaji EKG 12 sadapan
– Lakukan anamnesis & PF
– Lakukan chek-list terapi fibrinolisis: lihat jika ada KI
– Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit, & evaluasi
sistem pembekuan darah.
– Foto toraks
Komplikasi Infark Miokard Akut
• Aritmia • Gagal Jantung
• Bradikardia sinus • Renjatan kardiogenik
• Irama nodal • Trombo-embolisme
• Gangguan hantaran • Perikarditis
Atrioventrikular
• Gangguan hantaran • Aneurisma ventrikel
Intraventrikel • Regurgitasi mitral akut
• Asistolik • Ruptur jantung dan septum
• Takikardia sinus • Kontraksi prematur ventrikel
• Kontraksi atrium prematur • Takikardia ventrikel
• Takikardia supraventrikel • Takikardia idioventrikel
• Fluter atrium • Flutter dan fibrilasi ventrikel
• Fibrilasi atrium
• Takikardia atrium multifokal
PROGNOSIS INFARK MIOKARD
AKUT
• Tergantung pada besar tidaknya infark, umur
penderita, dan cadangan tenaga myocardium
• 15 – 25 % meninggal dalam waktu 6 minggu,
biasanya meninggal dalam waktu 48 jam setelah
serangan
• Kematian biasa disebabkan:
– Fibrilasi ventrikel
– Shock akibat kerusakan myocardium keras ( 9 % )
– Payah jantung ( 40 % )
– Ruptur jantung ( 5 – 10 % )
– Embolisasi trombus mural sangat berbahaya bila
tersangkut pada organ vital , seperti otak dan ginjal
REHABILITASI SESUDAH INFARK
MIOKARD AKUT
• Tujuan untuk mencapai kembalinya keadaan
fisis, mental , dan sosial secara optimal
• Keuntungan rehabilitasi :
– Mengurangi resiko infark miokard berulang,
komplikasi infark miokard akut, dengan
pencegahan sekunder
– Mengurangi beban ekonomi pada pasien dan
keluarganya dengan mengurangi jumlah
perawatan RS
– Bekerja kembali dengan perasaan aman
– Memperbaiki gaya hidup ( quality of life ) sesudah
infark miokard akut
Infark Miokard Akut :
Pembagian Fase Rehabilitasi
Ialah:
• Fase IA di intensive cardiac care unit ( ICCU )
dengan mobilisasi pada hari ke 2
• Fase IB di ruangan intermediate zone, pada akhir
minggu ke-2 dilaksanakan naik tangga dengan
telemetri, lalu dipulangkan
• Fase II ( dirumah ) pada akhir minggu ke-3
dilakukan low intensity exercise test, pada akhir
minggu ke 6 atau ke 8 pasien sudah dapat bekerja
kembali.
• Fase III rehabilitation maintenance melalui klub
jantung yang sudah ada
Terapi antitrombotik
• Oklusi trombus sub total pada koroner
mempunyai peran utama patogenesis
NSTEMI dan keduanya mulai dari
agregasi platelet dan pembentukan
thrombin-activated fibrin bertanggung
jawab atas perkembangan klot
• Oleh karena itu, terapi antiplatelet dan anti
trombin menjadi komponen kunci dalam
perawatan
Agent Mekanisme Contoh
Antiplatelet Menghambat sistem siklooksigenase,, Aspirin
agents mengurangi kadar TXA2, yang merupakan
aktivator platelet yang kuat.
Nitrates Melawan spasme arteri koroner dan Nitroglycerin
mengurangi permintaan oksigen miokardial (Nitro-Bid)
dengan mengunagi preload dan afterload
Benda
cairan asing
keluarkan
Suctioning
• Pipa endotrakhea (ETT/endotracheal tube)
• Krikotirotomi (jarum/piasu) : bila pemasangan pipa
endotrakhea tidak mungkin dilakukan
Cek paling
lama 10 detik
VT/VF tanpa
nadi
200 J 360 J
bifasik monofasik
E : EXPOSURE
• Penderita harus dibuka pakaiannya
• Penderita tidak boleh kedinginan
• Selimut, ruang cukup hangat
• Cairan infus yang sudah dihangatkan
Tinjauan Survei Primer BHD
• Menekankan tindakan RJP dini dan
defibrilasi dini, tanpa melakukan bantuan
ventilasi tingkat lanjut dan pemberian obat
• Tujuan : membantu atau mengembalikan
oksigenasi, ventilasi, dan sirkulasi yang
efektif sampai kembalinya sirkulasi
spontan atau hingga intervensi BHJL
dapat dimulai
Tinjauan Survei Primer BHD
4. Defibrilation (defibrilasi)
Cari,temukan dan tangani penyebab yang
reversibel dan faktor-faktor pendukung
• Setelah BHJL cari dan atasi penyebab
reversibel :
1.6H :
- Hypovolemia, Hypoxia, Hydrogen ion,
Hypo/Hyperkalemia, Hypoglycemia,
Hypothermia.
2. 6T :
- Toxins, Temponade jantung, T ension
pneumothorax, Thrombosis coronary,
Thrombosis pulmonary, Trauma
RESUSITASI JANTUNG PARU
Resusitasi Jantung Paru
• Upaya pertolongan pertama pada org tdk sadar yg
mengalami henti jantung atau henti napas.
A = Airway
B = Breathing
C = Circulation
D = Defibrillation
A = Airway
• Upaya utk mempertahankan jalan napas
yg dpt dilakukan secara non invasif
maupun invasif.
B = Breathing
• Upaya memberikan pernapasan atau ventilasi.
• Penilaian dgn memantau atau observasi ddg pd ps
dgn cara:
– Look melihat naik turunnya dinding dada.
– Listen mendengar udara yg keluar saat exhale.
– Feel merasakan aliran udara yg menghembus di pipi
penolong.
• Jk ps bernapasposisikan ps dlm posisi pemulihan.
• Jk ps tdk bernapas atau pernapasan tdk
adekuatberikan napas buatan 2x.
• Setiap napas diberikan 1 detik dan terlihat
menaikkan ddg dada.
C = Circulation
• Upaya mempertahankan sirkulasi darah baik dgn
obat-obatan maupun dgn kompresi dada (jantung).
• Pembukaan jalan napas dgn teknik non invasif
dilakukan dgn cara mengekstensikan kepala (head
tilt ) serta mengangkat dagu (chin lift ).
Hypovolemia Toxins
Hypoxia Tamponade jantung
Hydrogen ion (asidosis) Tension pneumothorax
Hypo/hyperkalemia Thrombosis coronary
Hypoglycemia Thrombosis pulmonary
Hypothermia Trauma
Algoritma
Bantuan Lanjut
Dasar (AHA 2005)
Kesimpulan dan Saran
• Kemungkinan pasien ini mengalami
ventrikel fibrilasi (EKG) Et causa IM
• Penanganannya adalah survei primer dan
skunder (BHD)
REFERENSI
• Zucker BS, Peitzman AB, Biliar TR. Shock. Dalam : Brunicardi FC,
Andersen DK, Biliar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB, dkk.
Editor. Schwartz’s Principles of Surgery. Edisi 9. Amerika Serikat: Mc
Graw Hill, 2010.
• Cheek DJ, Martin LL, Morris SE. Shock, Multiple Organ Dysfunction
Syndrome, and Burn in Adult. Dalam : McCance KL, Huether SE,
Brashers VL, Rote NS, editor. Pathophysiology The Biologic Basis for
Disease in Adults and Children. Edisi 6. Kanada: Mosby Elsevier,
2010.
• Humphries RL. Head Injuries. Dalam : Stone KC, Humphries RL,
editor. Current Diagnosis & Treatment Emergency Medicine. Edisi 6.
Amerika Serikat: Mc Graw Hill Lange, 2008.
• Soegijanto S. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue di Era Tahun 2005.
Dalam : Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue. Edisi 2. Surabaya:
Airlangga University Press, 2006
• Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di
Rumah Sakit. Edisi 1. Jakarta: WHO Indonesia, 2009.