Sie sind auf Seite 1von 7

APLIKASI PENANGANAN KLIEN DENGAN AGRESI/PERILAKU KEKERASAN

ICNP® : Violence risk, violence actual


NANDA: Risk for other-directed violence
Risk factors: - Body language - History of violent antisocial behavior - Cognitive impairment
(NANDA) - History of violence against other - History of violence, indirect - History of childhood abuse
- History of threats of violence - Neurological impairment - History of witnessing family violence
- Cruelty to animal - Fire setting - Pre/perinatal complications/abnormalities
- History of drug/alcohol abuse

Setting situasi 1: Pada saat klien dan keluarga baru datang fase: TRIGERRING INCIDENT
Setting situasi 2: Pada situasi dimana kondisi klien pada fase : ESCALATION PHASE (Diagnosa keperawatan: Risk for other directed violence – NANDA, 2007, atau Risk Violence, ICNP®, 2005)
Setting situasi 3: Pada saat klien dalam fase: CRISIS POINT – klien sedang melakukan perilaku kekerasan (Diagnosa keperawatan: Actual violence - ICNP®, 2005 )
Setting situasi 4: Pada saat klien dalam fase: SETTLING PHASE – fase dimana restraint (fisik) dilepas dari klien (Diagnosa keperawatan: Risk for other directed violence – NANDA, 2007,atau Risk Violence ICNP®, 2005 )
Setting situasi 5: Pada saat klien dalam fase: POST CRISIS DEPRESSION proses peningkatan pengetahuan berkaitan dengan perilaku kekerasan (Diagnosa keperawatan: Knowledge deficit (NANDA, 2007),
atau Lack of Knowledge (ICNP ®, 2005)

Setting situasi 1: Setting situasi 2: Setting situasi 3: Setting situasi 4: Setting situasi 5:

Aktifitas utama yang dilakukan Aktifitas ke klien saat risk violence: Interaksi 1
Admission care/Ac: 1 Active listening/Al: 5 Patient contracting/Pc: 25 Learning facilitation/Lf: 4, 5, 7, 16
Admission care/Ac: 2 Physical restraint/Psr: 6 Physical restraint/Psr: 26 Anger control assistance/Aca: 3,
Saat klien melakukan kekerasan
Admission care/Ac: 6 Decision making support/Dms: 10 16
Admission care/Ac: 16
Aktifitas utama -- ke keluarga Env.management violence Physical restraint/Psr: 29, 27, 28 Learning facilitation/Lf: 2, 3
Physical restrain/Psr: 32
Admission care/Ac: 5 prevention/Emvp: 6 Self care assistance/Sca: 1, 2, 3, 4 Anger control assistance/Aca: 15
Physical restrain/Psr: 3
Teaching disease process/Tdp: 5 Physical restraint/Psr: 12) Calming technique/Ct: 15, 17, 8 Learning facilitation/Lf: 6, 8, 9
Anger control asistance/Aca: 2
Admission care/Ac: 7 Presence/Pr: 10 Anger control assistance/Aca: 1 Anger control assistance/Aca: 19
Cognitive restructuring/Cr: 4
Admission care/Ac: 8 Admission care/Ac: 16 Self awareness enhancement/Sae: 1 Learning facilitation/Lf: 11, 12, 20
Physical restraint/Psr: 7
Admission care/Ac: 9 Anger control assistance/Aca: 6 Admission care/Ac: 5 Anger control assistance/Aca:
Anger control assistance/Aca: 7, 10
Admission care/Ac: 10 Physical restraint: 1 -- COLLABORATION Anger control assistance/Aca: 11 21, 17, 14
Physical restraint/Psr: 5, 10, 11,
Admission care/Ac: 12 Mutual goal setting/Mgs: 3 Decision making support/Dsm: 2
19, 13, 15
Admission care/Ac: 13 Admission care/Ac: 16 Anger control assistance/Aca: 12 Patient contracting/Pc: 7
Physical restraint/Psr: 12
Decision making support/Dms: 6 Env.management violence prevention/ Teaching disease process/Tdp: 5
Health system guidance/Hsg: 7 Emvp: 14 – Seclusion Anger control assistance/Aca: 13, 4,
Physical restraint/Psr: 6 Anger control assistance/Aca: 6 – De-escalation 5, 9
Environmental Management Learning readiness enhancement/
violence prevention/Emvp: 3 Lre: 23 Interaksi 2:
DE-ESCALATION TECHNIQUE: Anger control assistance/Aca: 20
Anger control assistance/Aca: 2 Admission care/Ac: 6, 7, 8, 9, 10
Complex relationship building/Crb: 9 Learning facilitation/Lf: 34, 27
Admission care/Ac: 14
Active listening/Al: 2 Coping enhancement/Ce: 26
Aktifitas terkait manajemen:
Cognitive restructuring/Cr: 4 Calming technique/Ct: 10
Admission care/Ac: 11, 14, 17
Anger control assistance/Aca: 18, 11 Anger control assistance/Aca: 8,
Risk identification/Ri: 1
Assertif training/At: 13 22
Crisis intervention/Ci: 4 Saat klien dilakukan restraint Complex relationship building
Aktifitas kolaborasi: Limit setting/Ls: 6,2, 4, 9, 7 Physical restraint/Psr: 2, 4, 8, 9, 12,13, 16, 17 /Crb: 16
Admission care/Ac: 18, 19 Anger control assistance/Aca: 14 Physical restraint/Psr: 18, 19, 20, 21, 23, 24, 8 Anger control assistance/Aca: 4
Value clarification/Vc: 9 Risk identification/Ri: 1 Learning facilitation/Lf: 29
Anger control assistance/Aca: 21, 12 Admission care/Ac: 15 jika memungkinkan Patient contracting/Pt: 22
Triggering Presence/Pr: 10
Aktifitas jika memungkinkan: Presence/Pr: 2
incidents Crisis intervention/Ci: 6
Admission care/Ac: 3, 4 atau
lakukan di setting selanjutnya Value clarification/Vc: 8
Mood management/Mm: 15, 2
NIC berkaitan dengan rutinitas
NIC berkaitan dengan rutinitas Vital sign monitoring (Blood pressure, Nadi, Pernafasan, suhu)
Risk identification:1 (Bisa menggunakan patient categorization system) Mood management: 23, 24, 26, 27 (Jika dilakukan ECT)
Documentation: Lakukan pencatatan sesuai dengan kebijakan rumah sakit
Risk identification: 4 Identifikasi kebutuhan perawatan klien yang berkelanjutan (misalnya menentukan
tingkat observasi klien) Shift reporting: Dilakukan pada saat pergantian jaga
Medication administration (Memberikan pengobatan yang telah ditentukan)-jika diberikan Learning readiness enhancement: 5 (Memenuhi kebutuhan dasar klien misalnya lapar, haus,
tranquilizer, antianxiety, antidepressant, hypnotic - lakukan NIC Fall prevention , selimut, oksigen, seprei, dll)
Bed side laboratory testing (jika perlu analisis data lab) Physician support
Examination assistance (jika dilakukan pemeriksaan penunjang misalnya dilakukan EKG/pemeriksaan lain)
ISBN 9799888964
1
APLIKASI
Setting situasi 1: Pada saat PENANGANAN
klien baru KLIEN
datang, interaksi DENGAN
yang HALUSINASI
dilakukan ditujukan terutama pada keluarga klien

ICNP® : Actual Hallucination


NANDA: Disturbed Sensory Perception (Specify, Visual, Auditory, Kinestethic, Gustatory, Tactile, Olfactory)
Kegiatan utama yang dilakukan
Setting
1. Kenalkan diri perawat: “Nama saya .. Saya adalah perawat situasi
yang 1 : PadaMas
merawat saat X…”
klien baru datang,care/Ac:
(Admission interaksi 1)
yang dilakukan ditujukan terutama pada keluarga klien
2. Sediakan privasi untuk klien, keluarga atau SO dengan cara yang tepat (Admission care/Ac: 2)

Kegiatan utama ditujukan pada keluarga:


1. Lakukan pengkajian riwayat (bisa dilakukan pada klien/keluarga): “Apa yang menjadi alasan klien di bawa ke rumah sakit?” (Admission care/Ac: 5)
2. Mengkaji alasan masuk dengan merujuk pada NANDA (melihat faktor resiko): “Perilaku mas X seperti apa yang menyebabkan mas X dibawa ke rumah sakit?” (Teaching disease process/Tdp: 5)
3. Lakukan pengkajian keuangan awal: “Siapa yang akan membiayai klien di rawat di rumah sakit, apakah klien memerlukan rujukan untuk pembiayaan di rumah sakit” (Admission care/Ac: 7)
4. Lakukan pengkajian psikososial awal, dengan cara yang tepat: ”Apakah klien diterima di lingkungan sosial, apakah klien punya cukup dukungan sosial, bagaimana kondisi psikologi klien”
(Admission care/Ac: 8)
5. Lakukan pengkajian relijius awal, dengan cara yang tepat: “Bagaimana klien sehari-hari menjalankan agamanya, adakah ketidakpuasan berkenaan dengan relijius?” (Admission care/Ac: 9)
6. Sediakan hak-hak klien: Tunjukkan hak-hak klien sesuai peraturan rumah sakit (Admission care/Ac: 10)
7. Pelihara kerahasiaan klien: “Saya dan tim kesehatan yang merawat Tn X di sini akan menjaga kerahasiaan data yang disampaikan dan data tersebut hanya akan digunakan untuk proses perawatan”
(Admission care/Ac: 12)
8. Identifikasi resiko klien untuk masuk kembali ke unit perawatan: “Apakah sebelumnya pernah dirawat dan bagaimana hasil perawatan tersebut?” (Admission care/Ac: 13)
9. Dapatkan informed consent dari keluarga apabila perlu dilakukan intervensi khusus (misalnya limit setting, seclusion, atau restraint) (Decision making support/Dms: 6)
10. Informasikan pada klien/keluarga arti dari menandatangani informed consent: “Dengan menandatangani informed consent berarti bapak/ibu memberikan ijin untuk dilakukan penanganan
…./prosedur tertentu pada mas X….” (Health system guidance/Hsg: 7)
11. Identifikasi klien dan SO (dengan observasi) yang tingkah lakunya perlu dilakukan intervensi (Physical restraint/Psr: 6)
12. Cek bahwa klien tidak memiliki senjata atau barang yang potensial sebagai senjata pada saat klien masuk (Environmental Management violence prevention/Emvp:3) – lihat lokasi pencarian dalam buku
13. Gunakan pendekatan kalem dan meyakinkan (Anger control assistance/Aca: 2) – Fase Triggering incident (sebelum klien berada pada fase escalation phase) ---LIHAT FASE TRIGGERING INCIDENTS

Fase triggering incident, Pemicu (Queensland Health, 2003) :


Kegiatan berkaitan dengan manajemen: 1. Frustration – misalnya klien menunggu lama, pelayanan yang buruk
1. Dokumentasikan informasi yang didapatkan (Admission care/Ac: 11) 2. Komunikasi buruk – karena kurang kejelasan komunikasi antara petugas dan klien/keluarga klien
2. Buatlah diagnosa keperawatan (Admission care/Ac: 14) 3. Provokasi: bisa dengan serangan verbal
3. Berikan label pada papan klien, ruangan, pintu atau di atas tempat 4. Pelanggaran jarak personal (pribadi): pembicaraan nyaman adalah sekitar satu meter, pada klien yang belum terbina ‘tust’
tidur jika diindikasikan (Admission care/Ac: 17) 5. Kegagalan untuk menyelesaikan tugas: berikan tugas yang sederhana pada klien yang klien pasti dapat melaksanakan
4. Lakukan pengkajian risk violence, risk suicide, risk absconding 6. Harapan yang tidak terpenuhi: bila staff berbohong atau melanggar janji
and risk for sexual safety (Risk identification: 1) – selengkapnya lihat buku 7. Inkonsistensi: semua staff konsisten satu dengan yang lain dalam melakukan tindakan atau menentukan kebijakan
8. Perilaku agressif oleh staff, beberapa perilaku staff yang mungkin akan memicu seseorang untuk menjadi agresif adalah:
a. Verbal agressif: - Mengkritik orang lain
Kegiatan berkaitan dengan kolaborasi: - Menyalahkan dan menghakimi: “Kok bisa sih mas X jadi seperti ini?”
1. Beritahukan dokter tentang klien dan status klien - Mengasumsikan bahwa orang lain mempunyai motif yang buruk
(Admission care/Ac: 18) - Masalah ditegakkan terlalu cepat
2. Dapatkan order dari dokter untuk perawatan klien - Tidak bersedia untuk mendengarkan
(Admission care/Ac: 19) - Menolak untuk negoisasi atau kompromi
- Menggunakan kata yang membebani misalnya ‘bodoh’, ‘tidak berguna, ‘malas’
- Menggunakan kata ‘kamu’ dengan kata-kata yang keras
- Menjadi absolute – menggunakan kata ‘selalu’ dan ‘tidak pernah’
- Menggunakan kata tanya ‘KENAPA’
b. Non verbal tanda dari agressif: - Sarkastik atau suara overbearing (bersifat menguasai)
Kegiatan jika memungkinkan: - Menginterupsi yang lain
1. Orientasikan klien, keluaga atau SO pada lingkungan sekitar - Melihat melalui orang lain
(Admission care/Ac: 3) - Mempunyai ketegangan dan posture yang tidak sabar
2. Orientasikan klien, keluarga atau SO pada agensi fasilitas yang lain c. Perilaku Non-assertive oleh staff
(Admission care/Ac: 4) atau lakukan di setting situasi selanjutnya - Tanda verbal: - Menggunakan kata yang meminimalkan: ‘hanya’, atau kata yang tidak pasti ‘mungkin’
- Memaafkan pada saat tidak diperlukan
- Bicara tidak langsung ke tujuan
- Tidak mengekspresikan perasaan
- Mengeluhkan pada orang yang tidak tepat (ngomong di belakang)
- Tidak mengatasi masalah dengan segera
- Tidak bertahan – menyerah terlalu cepat
- Tanda non-verbal dari non-assertive meliputi: - Nada pembelaan/permohonan/pertanyaan
- Keraguan
- Kurang kontak mata
- Postur yang merosot
- Tersenyum pada saat marah
ISBN 9799888964
Setting situasi 2: Pada situasi dimana kondisi klien pada fase : ESCALATION PHASE
2a (Diagnosa keperawatan: Risk for other directed violence – NANDA, 2007, atau Risk Violence, ICNP®, 2005)

Kaji kemungkinan penyebab risk violence dan Implementasikan pencegahan keamanan dengan cara yang tepat
(Admission care/Ac: 16), beberapa kemungkinan penyebab perilaku kekerasan:
1. Halusinasi
Kegiatan yang ditujukan pada klien dengan resiko perilaku kekerasan a. Apabila tingkat halusinasi 3 tetapi klien masih dapat mengontrol maka pada klien ini tidak perlu seclusion atau
1. Berhati-hati terhadap kondisi fisik yang menunjukkan pesan nonverbal physical restraint, bantu dengan chemical restraint, temani klien (Calming technique/Ct: 15)
kemarahan dan keinginan untuk melakukan sesuatu yang merusak / b. Apabila tingkat halusinasi 2-3 tetapi klien belum bisa mengontrol maka pada klien ini perlu dilakukan seclusion –
membahayakan orang lain dan lingkungan (Active listening/Al: 5) Tempatkan klien pada lingkungan yang restriktif untuk meningkatkan kebutuhan observasi
2. Identifikasi klien dan SO (dengan observasi) yang tingkah lakunya perlu (Env. Management violence pervention: 14) atau physical restraint dan chemical restraint sampai dengan
dilakukan intervensi (Physical restraint/Psr: 6) – prediksikan penyebab kondisi tidak membahayakan orang lain – LIHAT NIC SECLUSION dan Setting situasi 2b KLIEN DENGAN
klien resiko kekerasan HALUSINASI
3. Lakukan pengkajian fisik awal, dengan cara yang tepat: Lakukan pemeriksaan dasar c. Apabila tingkat halusinasi 4 klien memerlukan physical restraint-chemical restraint sampai dengan klien
tanda-tanda vital (Admission care/Ac: 6) – jika memungkinkan tidak membahayakan orang lain – LIHAT SETTING SITUASI 2c KLIEN DENGAN HALUSINASI
4. Batasi klien untuk menggunakan barang yang potensial menjadi senjata 2. Drug/alcohol abuse – panduan intervensi lihat di NIC:
(Environmental management violence prevention/Emvp: 6) a. Controlled subtance checking
5. Sediakan tingkat pengawasan untuk memonitor klien dan untuk mengijinkan b. Patient contracting
tindakan terapeutik jika diperlukan “Baiklah saya akan melakukan pengawasan c. Substance use prevention
bergantian dengan perawat lain untuk memonitor kondisi mas X” d. Substance use treatment
(Physical restraint/Psr: 12) e. Substance use treatment: drug withdrawal,
6. Berikan kesempatan klien dan keluarga untuk berinteraksi pada waktu f. Substance use treatment: overdose
yang tepat sesuai dengan kebutuhan klien (Presence/Pr: 10) g. Health beliefs: perceived ability to perform
3. Kerusakan neurologi/kognitif – panduan intervensi lihat di NIC:
a. Behavior management: overactivity/inattention
b. Impulse control training
c. Learning facilitation
d. Learning readiness enhancement
4. Bunuh diri – panduan intervensi lihat NIC suicide prevention
5. Koping – panduan intervensi - NIC Anger control assistance/Aca: 6 – DE-ESCALATION

Seclusion
(1) Dapatkan order dari dokter, jika diperlukan, sesuai kebijakan institusi untuk menggunakan seclusion
(2) Rancang satu staf perawat untuk berkomunikasi dengan klien dan staf
(3) Identifikasi tingkah laku klien dan SO yang perlu diintervensii
(4) Jelaskan prosedur, tujuan dan lama dari intervensi seclusion pada klien dengan SO dengan bahasa yang dapat dimengerti dan tidak menghukum
(5) Jelaskan pada klien dan SO mengenai tingkah laku yang diperlukan untuk menghentikan intervensi
(6) Kontrak dengan klien (jika klien dapat melakukan) untuk memelihara kontrol tingkah laku
(7) Instruksikan metode mengontrol diri, dengan cara yang tepat
(8) Bantu memakai pakaian yang aman serta melepaskan hiasan dan kacamata
(9) Singkirkan semua barang dari area seklusi yang mungkin bisa digunakan klien untuk menyakiti diri atau menyakiti staff perawat
(10) Bantu kebutuhan nutrisi, eliminasi, hidrasi dan kebersihan pribadi
(11) Sediakan makanan dan minuman dengan alat yang tidak bisa pecah
(12) Sediakan tingkat supervisi atau surveillance yang tepat untuk memonitor klien serta untuk mengijinkan dilakukannya tindakan terapeutik, jika diperlukan
(13) Berada bersama klien secara periodik
(14) Berikan pengobatan PRN untuk kecemasan atau agitasi
(15) Sediakan kenyamanan psikologi klien, sesuai kebutuhan
(16) Monitor area seklusi mengenai suhu, kebersihan dan keamanan
(17) Atur jadwal membersihkan area seklusi secara rutin
(18) Evaluasi secara teratur mengenai kebutuhan klien untuk kelanjutan intervensi pembatasan
(19) Libatkan klien, jika tepat, dalam membuat keputusan untuk mengganti intervensii
(20) Tentukan kebutuhan klien dalam rangka kelanjutan intervensi seklusi
(21) Dokumentasikan rasional dari intervensi pembatasan, respon klien terhadap intervensi, kondisi fisik klien, asuhan keperawatan yang telah dilakukan selama intervensi dan rasional untuk
mengakhiri intervensi
(22) Proses penghentian intervensi dilakukan bersama antara klien dan staf
(23) Sediakan tingkat intervensi pembatasan yang tepat (misalnya restrain fisik atau pembatasan) jika diperlukan

ISBN 9799888964
Setting situasi 2: Pada situasi dimana kondisi klien pada fase : ESCALATION PHASE
(Diagnosa keperawatan: Risk for other directed violence – NANDA, 2007, atau Risk Violence, ICNP®, 2005)
2b

DE-ESCALATION TECHNIQUE:

Monitor klien untuk agresi yang tidak tepat dan lakukan intervensi sebelum diekspresikan (Anger control assistance/Aca: 6) --- ESCALATION PHASE

1. Atur jarak antara klien dan perawat dengan tepat dengan memastikan jarak perawat dan klien aman sehingga perawat tidak mengalami cedera – jarak 4 meter untuk jarak aman dengan klien
yang mempunyai resiko perilaku kekerasan – TIDAK BERJALAN DI BELAKANG KLIEN (Complex relationship building/Crb: 9)
2. Tunjukkan ketertarikan pada klien (Active listening/Al: 2)
3. Tawarkan/komunikasikan hal yang mendamaikan (Calming technique/Ct: 4) -- Lihat contoh di buku
4. Bantu klien untuk memberikan label mengenai emosi yang menyakitkan (misalnya marah, cemas, dan keputusasaan yang klien mungkin rasakan: “Saya lihat kamu mengepalkan tangan, nafasmu
terengah-engah, apa kamu merasa marah?” (Cognitive restructuring/Cr: 4)
5. Sediakan umpan balik terhadap perilaku klien yang akan membantu klien mengindentifikasikan marahnya (Anger control assistance/Aca: 11)
6. Hargai usaha klien dalam rangka mengekspresikan perasaan dan ide klien: “Saya menghargai bahwa kamu merasa marah” (Assertif training/At: 13)
7. Dukung ekspresi perasaan klien dengan cara yang tidak destruktif: “Apa kamu mau ceritakan perasaan marahmu pada saya, dari pada kamu teriak-teriak yang menyebabkan saya malah tidak
mengerti apa yang kamu rasakan?” (Crisis intervention/Ci: 4)
8. Instruksikan penggunaan time out dan nafas dalam: “Coba tarik nafas dalam untuk mengurangi rasa marahmu” (Anger control assistance/Aca: 18)
9. Komunikasikan perilaku yang diharapkan dan konsekuensinya kepada klien dengan bahasa yang mudah dimengerti dan tidak menghukum: "Saya harapkan mas X mau bercerita apa yang
dirasakan dan tidak melakukan tindakan yang akan mencederai diri sendiri atau orang lain…” (Limit setting/Ls: 6)
10. Identifikasi bersama klien (jika tepat) perilaku klien yang tidak diinginkan: "Perilaku seperti ini tidak bisa diterima di sini…“ (Limit setting/Ls: 2)
11. Identifikasi konsekuensi dari ekspresi marah klien yang tidak tepat: “Apabila mas X melakukan hal itu maka kami mungkin perlu melakukan pengikatan pada mas X“ (Anger control assistance/Ac: 14)
12. Dukung klien untuk mempertimbangkan isu dan konsekuensi dari tingkah lakunya: “Tolong dipertimbangkan akibat dari perilaku yang akan dilakukan” (Value clarification/Vc: 9)
13. Tentukan harapan perilaku klien yang beralasan berdasarkan situasi klien: "Saya harap mas X bisa menahan diri untuk tidak membanting barang atau memukul orang lain“
(Limit setting/Ls: 4)
14. Dukung klien dalam mengimplementasikan strategi kontrol marah dan mengekspresikan marah dengan cara yang tepat “Bagus sekali kalau mas X marahnya tidak mengamuk dan merusak barang”
(Anger control assistance/Aca: 21)
15. Bantu klien untuk mengidentifikasi sumber kemarahan: “Mas X bisa ceritakan sama saya apa yang menyebabkan kamu marah” (Anger control assistance/Aca:12)
16. Secara verbal komunikasikan empati atau pemahaman tentang pengalaman klien – gunakan tehnik empati (Presence/Pr: 2)
17. Bantu mengidentifikasi koping saat ini dan koping masa lalu serta evaluasi keefektifannya: “Dulu apa yang dilakukan kalau merasa jengkel seperti ini? Hasilnya bagaimana? Kalau sekarang?”
(Crisis intervention/Ci: 6)
18. Bantu klien mendefinisikan alternatif, kerugian dan keuntungan dari tingkah lakunya: “Kalau misalnya marahnya dialihkan untuk melakukan kegiatan …. Bagaimana? Apa untungnya? Apa ruginya?”
(Value clarification/Vc: 8)
19. Bantu klien untuk memventilasikan perasaannya dengan cara yang tepat (misalnya memukul sand sack, terapi seni, dan aktifitas fisik yang keras) (Mood management/Mm: 15)
20. Bantu klien bila diperlukan dan tepat, untuk menunjukkan perilaku yang diinginkan (Limit setting/Ls: 9)
21. Komunikasikan perilaku yang diharapkan dan konsekuensi perilaku tersebut pada staff yang lain (Limit setting/Ls: 7)
22. Mulai tindakan pencegahan yang dibutuhkan untuk mengamankan klien atau orang lain dari bahaya kerusakan fisik (Mood management/Mm: 2)

JIKA DE-ESCALATION GAGAL MAKA SETTING SITUASI BERLANJUT KE SETTING SITUASI 3

Kegiatan berkaitan dengan kolaborasi


Dapatkan instruksi jika diperlukan oleh kebijakan institusi untuk menggunakan intervensi pembatasan fisik atau untuk menurunkan penggunaan intervensi (jika diperlukan) (Physical restraint/Psr: 1)

ISBN 9799888964
3 Setting situasi 3: Pada saat klien dalam fase: CRISIS POINT – klien sedang melakukan perilaku kekerasan
(Diagnosa Keperawatan: Actual violence, ICNP®, 2005)

Saat klien melakukan kekerasan


1. Implementasikan pencegahan keamanan, dengan cara yang tepat – lakukan physical dan chemical restraint (Admission care/Ac: 16)
2. Ajarkan pada keluarga mengenai resiko dan keuntungan dari restraint dan juga tentang kapan perlu dilakukan penurunan restraint (Physical restraint: 32)
3. Sediakan staf yang cukup untuk membantu mengaplikasikan keamanan dan penggunaan alat restraint (Physical restraint/Psr: 3)
4. Gunakan pendekatan kalem dan meyakinkan, perawat menunjukkan perilaku tenang (Anger control asistance/Aca: 2)
5. Bantu klien memberikan label mengenai emosi yang menyakitkan (misalnya cemas dan ketakutan atau bingung yang dia rasakan): “Saya lihat kamu ketakutan” (Cognitive restructuring/Cr: 4)
6. Jelaskan prosedur, tujuan dan waktu untuk intervensi bagi klien, SO dengan singkat agar mereka memahami dan tidak menganggap intervensi ini adalah hukuman: “Karena itu Mas X , kita
akan melakukan pengikatan karena tampaknya mas X sulit menguasai diri, pengikatan ini dilakukan untuk keamanan mas X dan akan dilepaskan jika mas X sudah tidak membahayakan
diri atau orang lain” (Physical restraint/Psr: 7)
7. Gunakan kontrol eksternal (restraint) (Anger control assistant/Aca: 10)
8. Gunakan restraint pada klien dengan cara yang tepat saat kondisi emergensi atau saat memindahkan klien (Physical restraint/Psr: 5)
9. Hindari mengikat tali restraint pada side rail tempat tidur (Physical restraint/Psr: 10)
10. Amankan tali restraint dari jangkauan klien (Physical restraint/Psr: 11)
11. Posisikan klien untuk mendapatkan kenyamanan, pencegahan aspirasi serta perlukaan kulit (Physical restraint/Psr: 19)
12. Sediakan kenyamanan psikologi klien sesuai kebutuhan: Memberikan rasa aman pada klien dengan tidak berkata keras kepada klien meskipun klien marah-marah dan menjelaskan kembali
bahwa pengikatan dilakukan untuk melindungi klien dari membahayakan diri sendiri dan orang lain serta menjelaskan bahwa ikatan akan dilepaskan jika klien telah lebih tenang dan mampu
mengontrol dirinya: “Sekali lagi kami jelaskan bahwa kegiatan pengikatan ini adalah untuk melindungi mas X dari mencederai diri dan untuk melindungi orang lain” (Physical restraint/Psr: 13)
13. Berikan pengobatan PRN untuk kecemasan atau agitasi – jika diinstruksikan (Physical restraint/Psr: 15)
14. Lakukan pengkajian fisik awal – pemeriksaan tanda vital – jika tidak bisa didapatkan pada setting situasi sebelumnya (Physical restraint/Psr: 12)

Saat klien dilakukan restraint


1. Sediakan privasi dan juga pengawasan yang adekuat untuk klien, lingkungan dimana klien merasa penghargaan turun oleh karena dilakukan restraint fisik (Physical restraint/Psr: 2)
2. Atur satu anggota staf perawatan untuk langsung berhubungan dan berkomunikasi dengan klien selama dilakukannya restraint fisik (Physical restraint/Psr: 4)
3. Jelaskan pada klien dan SO mengenai tingkah laku yang diperlukan untuk mengakhiri intervensi: “Ikatan akan dilepaskan apabila mas X sudah menunjukkan perilaku tenang,
misalnya tidak teriak-teriak atau membentak atau memukul-mukul” (Physical restraint/Psr: 8)
4. Monitor respon klien terhadap prosedur – mengecek dan mendokumentasikan kapan klien tampak lebih tenang (Physical restraint/Psr: 9)
5. Sediakan tingkat pengawasan dalam rangka memonitor klien dan untuk mengijinkan tindakan terapeutik jika diperlukan: Buatlah jadwal observasi klien dan lakukan dengan konsisten (Physical restraint/Psr: 12)
6. Sediakan kenyamanan psikologi bagi klien sesuai kebutuhan (Physical restraint/Psr: 13)
7. Monitor kondisi kulit pada daerah yang dilakukan restraint (Physical restraint/Psr: 16)
8. Monitor warna, suhu, dan sensasi pada daerah yang dilakukan restraint: Setiap kali petugas melakukan observasi pada klien, lakukan pengecekan (Physical restraint/Psr: 17)
9. Sediakan pergerakan dan latihan, sesuai tingkat kontrol diri, kondisi dan kemampuan klien (Physical restraint/Psr: 18)
10. Posiskan klien agar mendapatkan kenyamanan, pencegahan aspirasi dan perlukaan pada kulit (Physical restraint/Psr: 19)
11. Sediakan pergerakan pada ekstremitas klien dengan memodifikasi posisi restraint (Physical restraint/Psr: 20)
12. Bantu perubahan posisi tubuh secara periodik (Physical restraint/Psr: 21)
13. Bantu memenuhi kebutuhan nutrisi, eliminasi, hidrasi dan kebersihan pribadi (Physical restraint/Psr: 23)
14. Lakukan pengkajian resiko rutin menggunakan instrumen yang reliable dan valid (Risk identification/Ri: 1)
15. Mulai discharge planning (Admission care/Ac: 15) jika memungkinkan
16. Sediakan jarak bagi klien dan keluarga sesuai kebutuhan (Presence/Pr: 10)

ISBN 9799888964
4
Setting situasi 4: Pada saat klien dalam fase SETTLING PHASE – fase dimana restraint (fisik) dilepas dari klien
(Diagnosa keperawatan: Risk for other directed violence – NANDA, 2007, atau Risk Violence, ICNP®, 2005)

1. Koordinasi dengan klien kesempatan untuk mereview kontrak dan tujuan: “Seperti sebelumnya telah kita sampaikan bahwa ikatan akan dilepas pada saat mas X merasa tenang, dan
karena kita lihat mas X sudah semakin tenang maka kita akan coba lepaskan ikatan secara berangsur” (Patient contracting/Pc: 25)
2. Libatkan klien dengan cara yang tepat dalam membuat keputusan untuk menghentikan atau mengurangi batasan intervensi: “Bagaimana mas X apa mas X bisa berjanji untuk tidak melakukan
kekerasan dengan kita lepaskan ikatannya?” (Physical restraint/Psr: 26)
3. Sediakan informasi yang diminta oleh klien (Decision making support/Dms: 10)
4. Proses penghentian intervensi pembatasan dilakukan bersama dengan klien dan staff (Physical restraint/Psr: 29)
5. Lepaskan restraint secara berangsur (misalnya satu-satu pada saat tertentu) sesuai dengan peningkatan kontrol diri klien (Physical restraint/Psr: 27)
6. Monitor respon klien terhadap dilepasnya restraint (Physical restraint/Psr: 28)
7. Monitor kemampuan dan adanya alat untuk self care, sediakan alat untuk self care dan sediakan bantuan sampai klien bisa melakukan aktifitas sendiri, (Self care assistance/Sca: 1, 2, 3, 4)
8. Temani klien (Calming technique: 15) dan Tawarkan minum air hangat atau susu (Calming technique/Ct: 17)
9. Duduk dan bicara dengan klien (Calming technique/Ct: 8)
8. Buat hubungan saling percaya (Anger control assistance/Aca: 1)
9. Dukung klien untuk mengenal dan mendiskusikan perasaannya: “Bagaimana perasaannya setelah dilepas ikatannya? Coba ceritakan” (Self awareness enhancement/Sae: 1)
10. Lakukan pengkajian fisik awal dengan cara yang tepat: Misalnya dengan mengukur tanda-tanda vital (Admission care/Ac: 5)
11. Tentukan pengenalan klien terhadap masalah: hanya dilakukan jika klien sudah benar-benar tenang: “Apakah mas X sudah paham penyebab diikat tadi/kemarin?” (Mutual goal setting/Mgs: 3) –
tunjukkan bahwa kegiatan pengikatan bukan hukuman tetapi adalah sarana untuk menyelamatkan klien dan orang lain dari melukai diri atau orang lain
12. Bantu klien mengidentifikasi sumber kemarahan – dilakukan minimal 1,5 jam sejak insiden-atau setelah pasti klien sudah tenang: “Apa penyebab mas X marah sampai melakukan ….. tadi/kemarin”
(Anger control assistance/Aca: 12)
13. Identifikasikan kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat: “Apakah kemarin marah karena kemauannya sendiri atau ada suara-suara bisikan yang menyuruh untuk memukul orang lain?”
(Teaching disease process/Tdp: 5) – mengantisipasi kemarahan yang telah dilakukan disebabkan oleh perintah halusinasi
14. Identifikasi fungsi dari kemarahan, frustasi dan kekerasan bagi klien: “Kalau sudah marah seperti itu rasanya bagaimana? Apakah menyelesaikan masalah mas X?”
(Anger control assistance/Aca: 13)
15. Jelaskan bagaimana informasi akan membantu klien memenuhi kebutuhannya dengan tepat: “X ingin tahu tidak alternatif cara marah lain yang tidak merugikan?” “Apakah X ingin tahu? Kalau iya
kita akan mendiskusikannya nanti” (Learning readiness enhancement/Lre: 23) – jika tidak tahu cara marah yang lain – pertimbangkan diagnosa Knowledge deficit (specify) – di setting situasi 5
16. Sediakan umpan balik terhadap perilaku yang memantau klien mengidentifikasi marah (Anger control assistance/Aca: 11)
17. Batasi akses untuk situasi yang membuat frustasi sampai klien dapat mengekspresikan dengan cara yang adapatif: cegah klien terpapar dengan penyebab marah, memenuhi kebutuhan klien dimana
apabila tidak dipenuhi akan menyebabkan klien marah kembali sebelum klien mampu menyalurkan marah dengan cara adaptif (Anger control assistance/Aca: 4) – misalnya klien yang mengamuk karena
tidak diberikan rokok kemudian setelah restraint dilepas karena sudah tenang kemudian klien tersebut meminta rokok lagi dan kelihatan tegang ketika dilarang merokok lagi – untuk klien seperti ini lebih
aman apabila rokok tetap diberikan (meskipun aturan di RS tidak diperkenankan merokok) sampai dengan klien telah diajarkan cara marah yang adaptif dan juga program penghentian merokok –
dimana pada saat ini kebijakan tidak memberikan rokok pada klien mungkin menjadi sarana pembelajaran bagi klien untuk melatih diri apabila keinginannya tidak terpenuhi.
18. Sediakan jaminan bagi klien bahwa staf akan melakukan intervensi untuk mencegah klien kehilangan kontrol: “Kita akan menjaga agar mas X tidak kehilangan kontrol dan melakukan kegiatan yang
membahayakan diri atau orang lain” (Anger control assistance/Aca: 9)
19. Dukung klien untuk mencari bantuan dari staff perawat atau yang bertanggung jawab selama periode peningkatan ketegangan: “Silahkan mas X datang ke kita kalau mas X merasa tegang atau ingin
marah lagi” (Anger control assistance/Aca: 5)
20. Lakukan pengkajian riwayat: riwayat masuk, riwayat sebelumnya (Admission care/Ac: 5) – apabila memungkinkan, apabila tidak memungkinkan maka lakukan di setting selanjutnya
21. Lakukan pengkajian keuangan awal dengan cara yang tepat – kepada klien: pembiayaan di rumah sakit atau penghasilan di keluarga (Admission care/Ac: 7) – apabila memungkinkan
22. Lakukan pengkajian psikososial awal dengan cara yang tepat: lakukan pengkajian pola koping klien – jika memungkinkan – prediksi diagnosa: ineffective coping: individual (Admission care/Ac: 8)
23. Lakukan pengkajian relijius awal dengan cara yang tepat: bagaimana praktek ibadah sehari-hari dan pandangan klien mengenai relijiusnya (Admission care/Ac: 9) – jika memungkinkan
24. Sediakan klien dengan hak-hak klien (Admission care/Ac: 10)
25. Buatlah diagnosa keperawatan jika ada diagnosa baru (Admission care/Ac: 14)

ISBN 9799888964
5 Setting situasi 5: Pada saat klien dalam fase: POST CRISIS DEPRESSION - proses peningkatan pengetahuan berkaitan dengan perilaku kekerasan
(Diagnosa keperawatanKnowledge deficit (NANDA, 2007) atau Lack of Knowledge (ICNP®, 2005)

Interaksi 1
1. Atur instruksi sesuai tingkat pengetahuan dan pemahaman klien: staf mengetahui tingkat pemahaman klien mengenai marah yang didapatkan dari pertemuan sebelumnya (Learning facilitation/Lf: 4)
2. Polakan kognitif, psikomotor atau kemampuan atau ketidakmampuan afektif klien: pola kemampuan kognitif mempengaruhi bagaimana pola pengajaran terhadap klien dan rentang waktu pencapaian tujuan
(Learning facilitation/Lf: 5)
3. Sediakan lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran: misalnya suasana tenang (Learning facilitation/Lf: 7)
4. Sediakan material pendidikan untuk mengilustrasikan informasi yang penting dan kompleks: siapkan alat-alat pengajaran misalnya lembar rentang respon marah yang menarik perhatian dan mudah
dimengerti (Learning facilitation/Lf: 16)
5. Identifikasi tujuan pembelajaran dengan jelas dan dapat diukur/diobservasi: “Tujuan kita diskusi ini adalah agar mas X bisa mengetahui macam-macam cara marah dan juga bagaimana cara menyalurkan
marah sehingga tidak merugikan mas X sendiri dan orang lain” (Learning facilitation/Lf: 3)
6. Sediakan informasi yang tepat bagi tiap perkembangan usia: sesuaikan informasi dengan usia klien, semakin tua usia mungkin informasi perlu lebih sederhana dan di ulang-ulang (Learning facilitation/Lf: 6)
7. Atur informasi dalam urutan yang logis: sesuai urutan yang ada di alat rentang respon dan penyaluran marah (Learning facilitation/Lf: 8)
8. Atur informasi dari suatu yang sederhana sampai yang kompleks dari yang diketahui ke yang tidak diketahui atau dari konkret ke abstrak dengan cara yang tepat (Learning facilitation/Lf: 9)
11. Bantu mengembangakan metode yang tepat untuk mengekspresikan marah pada orang lain (misalnya assertive dan penggunaan statement perasaan): bisa menggunakan alat rentang respon marah
(Anger control assistance/Aca: 19)
12. Identifikasi bersama dengan klien keuntungan dari perilaku marah yang adaptif tanpa menggunakan kekerasan: misalnya menjelaskan apa yang ada di alat rentang respon marah
(Anger control assistance/Aca: 16)
13. Identifikasi konsekuensi dari ekspresi marah yang tidak tepat: “Kalau marahnya seperti yang dilakukan mas X tadi/kemarin hasilnya akan seperti apa? Apa akibat dari marah yang seperti itu?”
(Anger control assistance/Aca: 14)
14. Membina rasa percaya dan penghargaan positif: tidak menggunakan kata “JANGAN” dan “HARUS” dan “SEBAIKNYA “dalam berkomunikasi dengan klien (Presence/Pr: 4)
15. Cognitive restructuring/Cr: 4 Bantu klien untuk memberikan label mengenai emosi yang menyakitkan (misalnya marah, cemas, dan keputusasaan yang dia rasakan: “Mas X tahu tidak perilaku yang waktu
itu mas X lakukan (sebutkan bagaimana perilaku marah klien) adalah perilaku marah?”
16. Tentukan harapan tingkah laku yang tepat untuk ekspresi marah, berikan tingkat kognitif dan fungsi fisik: “Menurut mas X rentang respon yang mana di gambar ini yang tidak merugikan orang lain dan
diri mas X sendiri?” “Jika sedang marah Mas X ingin mengekspresikan marah dengan cara yang mana?” (Anger control assistance/Aca: 3)
17. Bangun harapan dimana klien dapat mengontrol perilakunya: “Saya percaya apabila mas X mau maka mas X bisa melakukan marah yang …..” (Anger control assistance/Aca: 17)
18. Informasikan pada klien mengenai alternatif pandangan atau solusi: “Bagaimana kalau sedang marah, dialihkan ke ….” “Atau mas X punya kiat khusus saat sedang marah untuk menyalurkan marah
tersebut sebelumnya?” (Decision making support/Dsm: 2) –bisa dijelaskan penyaluran marah melalui fisik, psikologi, sosial, spiritual
19. Atur tujuan yang berguna dan realistik bagi klien: “Kalau sedang marah kemudian mas X melakukan olah raga, mungkin tidak marahnya menjadi berkurang?” (Learning facilitation/Lf: 2)
20. Adaptasikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan pengetahuan klien terkait dengan gaya hidup atau rutinitas klien: “Kegiatan sehari-hari apa yang mungkin bisa digunakan untuk menyalurkan rasa
marah apabila sedang marah?” (Learning facilitation/Lf: 11)
21. Hubungkan informasi sesuai keinginan/kebutuhan klien: “Apakah diskusi kita memenuhi apa keingintahuan mas X?” “Apa mas X cukup puas dengan diskusi kita kali ini atau ada lagi keingintahuan yang
lain?” (Learning facilitation/Lf: 12)
22. Hubungkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan sebelumnya dengan cara yang tepat: “Sebelumnya mas X sudah tahu tentang cara marah ini?” (Learning facilitation/Lf: 20)
23. Bantu klien membuat rencana strategis untuk mencegah eskpresi marah yang tidak tepat “Bagaimana kalau kita coba membuat rencana latihan untuk mengekspresikan cara marah seperti yang
diinginkan mas X yang tidak merugikan mas X dan orang lain dan mas X merasa lega?” (Anger control assistance/Aca: 15)
24. Bantu klien mengidentifikasi tujuan jangka pendek dan jangka panjang dengan cara yang tepat (Patient contracting/Pc: 7)
25. Dukung klien dalam mengimplementasikan strategi kontrol marah dan ekspresi yang tepat ”Bagus sekali mas X sudah punya rencana, kapan akan kita lakukan?” (Anger control assistance/Aca: 21)

Interaksi 2:
1. Sediakan model peran yang mengekspresikan marah secara tepat: “Bagaimana kalau kita coba cara marah yang sudah kita rencanakan, pertama kali saya akan berpura-pura bahwa saya adalah anda dan
anda pura-pura membuat saya marah dengan mengatakan ….. (atau cari tahu apa yang menyebabkan klien merasa marah)” (Anger control assistance/Aca: 20)
2. Fasilitasi ekspresi rasa marah klien dengan tingkah laku klien yang konstruktif dengan cara memberikan contoh cara marah yang tepat dan konstruktif (Calming technique/Ct: 10)
3. Sediakan kesempatan untuk melakukan praktek, dengan cara yang tepat: “Bagaimana apa mas X sekarang mau coba? Biar saya pura-pura yang menyebabkan mas X marah” (Learning facilitation/Lf: 34)
4. Bantu klien untuk mengatur waktu atau frekuensi yang diperlukan untuk menunjukkan tingkah laku atau tindakan: “Berapa lama kita akan latihan” (Patient contracting/Pt: 22)
5. Jagalah sesi pembelajaran tetap singkat dengan cara yang tepat: Apabila klien tampak kelelahan dan tidak konsentrasi lebih baik kegiatan diakhiri sementara dan mengkaji perasaan dan masalah klien saat itu
(Learning facilitation/Lf: 27)
6. Sediakan fasilitas untuk mengekspresikan marah (misalnya sand sack, sport, menulis, etc): untuk salah satu latihan mengekspresikan marah (Anger control assistance/Aca: 8)
7. Sediakan reinforcement untuk ekspresi marah yang tepat: “Bagus sekali mas X sudah bisa berlatih cara marah yang tepat” (Anger control assistance/Aca: 22)
8. Atur pembatasan tingkah laku yang dapat diterima selama sessi terapeutik dengan cara yang tepat: “Perilaku yang bisa diterima untuk kegiatan kita adalah … dan perilaku yang tidak bisa kita terima adalah..”
(Complex relationship building /Crb: 16)
9. Ulangi informasi penting apabila diperlukan (Learning facilitation/Lf: 29)
10. Dorong mengeluarkan perasaan marah dan bermusuhan dengan konstruktif: “Coba lakukan lagi dan sampaikan kepada petugas hasil latihan yang dipraktekkan pada orang lain” (Coping enhancement/Ce: 26)

ISBN 9799888964

Das könnte Ihnen auch gefallen