Sie sind auf Seite 1von 13

GOLAT (Tanah adat Batak)

1.
2. 3. 4.

Rany Fiana Dini Lintang Septianti Denny Iedham Setyawan Sasetyo Gilang Kusumo

09/280636/HK/17990 09/282363/HK/18111 09/282376/HK/18114 09/282360/HK/18110

Definisi
Golat adalah lahan yang milik kelompok turunan/ marga. Golat/ tanah marga ini disebut juga tanah adat. Golat biasanya dijadikan tempat perburuan, tempat menggembalakan ternak. Bila berupa kolam, dijadikan beternak ikan dimana hasilnya milik bersama. Bisa juga dijadikan perkampungan.

Sejarah
Awalnya, tanah yang disebut tanah adat dimiliki oleh marga. Kalau ditilik menurut bagian daerahnya, di Toba disebut dengan Pargolat/Golat atau Partali, Sedang untuk masyarakat adat di Samosir, dikenal dengan Turpuk, artinya pemegang hak atas tanah.

Sejarah kepemilikan suatu marga atas golat karena :

Membuka tanah baru Diperoleh sebagai rampasan perang Pemberian atas hasil marhusip (musyawarah) Dibeli sebagai hasil pemberian.

Tanah yang dimiliki suatu marga atau perorangan, dapat dibagikan atau wariskan kepada anggota galurnya. Sebutan "Pargolat" disebut bagi penerima tanah pembagian. Penduduk yang tinggal di areal tanah adat/ tanah marga disebut sada ulaon adat atau saparadaton. Penduduk yang saparadaton itu lazim juga dinamai sahorja.

Apabila ada pendatang dari luar marga dan tinggal disitu disebut na hinomit, yang berarti berkelakuan baik. Beberapa horja bergabung dan bersatu menjadi Bius. Peran Bius melakukan pembagian tanah kepada masing-masing suku dan marga yang ada di dalam lingkungan bius. Diketahui bahwa tidak semua tanah dibagi-bagikan.

Dalam catatan sejarah diketahui, di Toba terdapat 40 bius, Samosir 23 bius, Humbang 19 bius, Silindung 5 bius. Satu hal yang khas jaman dahulu, pembagian tanah diukur dengan tali dan batasbatas tanah golat ditentukan berdasarkan perundingan bersama. Dan, jika tidak ada batas alam yang dapat dijadikan batas, maka barulah diberi patok sebagai tanda.

Sengketa dan penyelesaiannya :


Sengketa yang terjadi di Golat/ tanah adat, biasanya terjadi beberapa faktor,diantaranya: 1. Penguasaan lahan produktif yang bukan hak milik pengusaan lahan produktif tersebut 2. Status tanah yang tidak pasti 3. masalah penjualan tanah yang tidak jelas 4. Adanya pembangunan-pembangunan

Penyelesaian sengketa di Golat dapat dilakukan beberapa cara, diantaranya:

1. Secara kekeluargaan
Sengketa ini juga biasanya berhubungan dengan tanah adat dan tanah ulayat. Hanya saja, proses penyelesaiaannya dilakukan oleh internal keluarga saja tanpa dihadiri oleh penetua adat. Atau adanya penyelesaian secara adat yaitu dengan mengundang keluarga yang sedang bersengketa dan juga saksi-saksi (orang tua yang mengetahui dengan pasti silsilah/ sejarah dari tanah yang dipersengketakan). Sengketa tanah ini biasanya terjadi antar saudara kandung yang mempermasalahkan hak warisan tanah yang diberikan oleh orangtuanya, atau adanya pergeseran batas tanah. Penyelesaian yang dilakukan tentunya diselesaikan oleh orangtua mereka atau jika orangtuanya meninggal yang menyelesaikan yakni paman dari pihak laki-laki.

2. Secara adat
Sengketa tanah yang diselesaikan dengan cara ini adalah tanah adat dan tanah ulayat. Ini biasanya diselesaikan melalui forum keluarga dengan mengundang keluarga besar dan penatua adat yang ada pada garis keturunan tersebut.Penyelesaian secara adat memerlukan keterlibatan dari tokoh adat yang berada di lokasi terjadinya sengketa. Hal ini disebut sebagai pembicaraan adat, dalam pembicaraan adat akan disaksikan oleh warga yang bersengketa dan semua masyarakat yang berada di lokasi kejadian sengketa. Pembicaraan adat akan dilaksanakan untuk menyampaikan informasi berkaitan dengan keputusan yang akan dilaksanakan dalam penyelesaiaan sengketa tanah tersebut. Informasi tersebut berupa; keterangan-keterangan dari saksi kedua belah pihak, keterangan dari pihak mediator kedua belah pihak, rentetan permasalahan hingga dibawa ke jalur adat dan pengukuran batas tanah kedua belah pihak yang bersengketa atau informasi tentang keadaan tanah yang di persengketakan.

Kegiatan musyawarah adat ini sekaligus sebagai upaya mempererat hubungan kekerabatan dengan yang bersengketa agar ke depannya menjadi lebih baik, kegiatan musyawarah yang berdasarkan asas keterbukaan dan kejujuran ini sangat dipercaya oleh masyarakat adat sebagai keputusan hukum yang sah. Konsekuensi jika masalah tersebut dipersengketakan lagi, oleh semua warga secara otomatis akan mengucilkan masyarakat yang kembali mempersengketakan tanah. Sanksi ini berupa masyarakat yang bersengketa tersebut tidak dianggap dalam kegiatan desa, disindir dengan kata-kata kiasan, bila ada yang ia butuhkan tidak dibantu, anaknya nikah tidak akan didatangi, kematian keluarganya juga tidak didatangi dan pada akhirnya warga tersebut lambat laun meninggalkan desa tersebut. Sanksi ini akhirnya menjadi landasan kepercayaan akan segala keputusan dari tokoh adat lainnya dan menjadikan masyarakat saling menjaga kepercayaan atas kepemilikan tanah satu sama lain.

3. Secara hukum
Sengketa ini biasanya dilakukan pada proses penyelesaian tanah milik pribadi. Dalam proses ini, pihak yang keberatan harus bisa menunjukkan beberapa bukti kepemilikan atas tanah tersebut, seperti; sertifikat, surat pembelian dan juga izin bangunan jika tanah tersbut telah didirikan bangunan. Permasalahan sengketa tanah melalui jalur hukum biasanya dilakukan oleh suku lain yang merantau ke daerah Batak atau warga Batak yang mengalami perkawinan campur dengan suku lain yang belum melaksanakan acara adat Batak. Biasanya permasalahan sengketa tanah yang terjadi hanya di daerah perkotaan yang sudah bersifat individual atau tidak berada dalam ruang lingkup adat. Walaupun ia berada di dalam lingkungan adat namun masyarakat tersebut belum disyahkan secara adat jadi ia berhak mengajukan masalah tanahnya melalui jalur hukum. Akan tetapi , ini sangat jarang terjadi karena mengingat ia akan menerima sanksi dari masyarakat disekitar tempat tinggalnya.

Kesimpulan
Prosedur penyelesaian sengketa yang dimulai dengan adanya sengketa kemudian adanya penyelesaian secara kekeluargaan dan musyawarah adat, sedangkan prosedur penyelesaian secara pengadilan sangat jarang terjadi. Hal ini disebabkan masyarakat masih menggunakan hukum lokal dan mempertimbangkan eratnya kekerabatan dan rasa tidak ingin mendapat sanksi sosial berupa pengucilan dari masyarakat lain, maka pilihan hukum lokal serta keputusan musyawarah adat sangat diutamakan.

Das könnte Ihnen auch gefallen