Sie sind auf Seite 1von 4

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Teori Pembelajaran
1. Pengertian Belajar Mengajar

Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan
dengan guru sebagai pemegang peranan yang utama. Peranan guru adalah menciptakan
serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi
tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perembangan
siswa yang menjadi tujuannya.
Peningkatan kualitas lulusan pendidikan dasar dan pendidikan menengah harus
bertumpu pada peningkatan kualitas proses belajar-mengajar. Soedijarto (1991: 160-161)
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan proses-belajar adalah segala pengalaman
belajar yang dihayati oleh peserta didik. Makin intensif pengalaman yang dihayati oleh
peserta didik makin tinggilah kualitas proses belajar yang dimaksud.
Dalam proses belajar-mengajar ini perlu diperhatikan dua teori psikologi, yaitu teori
tingkah laku dan teori kognitif. Kedua teori itu mempunyai perbedaan dalam hal anak-
anak belajar. Teori tingkah laku lebih menekankan atau lebih memperhatikan pada apa
yang dipelajari anak sedangkan teori kognitif lebih menekankan kepada bagaimana anak
belajar.
Akbar (1991: 2) menyatakan bahwa para ahli ilmu jiwa seperti Piaget, Bruner,
Brownell, Skemp, percaya bahwa jika hendak memberi pelajaran tentang sesuatu kepada
anak kita perlu memperhatikan tingkat perkembangan berpikir anak yaitu,
(1) tahap sensori motor,
(2) tahap pra operasional,
(3) tahap operasional dan
(4) tahap formal.
Dalam proses belajar-mengajar yang pada hakekatnya adalah suatu pekerjaan
mendidik dan bukan semata-mata mengajar dalam arti teknis, harus terjadi interaksi yang
merupakan komunikasi dua arah, sebab manusia pada hakekatnya juga tumbuh dan
berkembang dalam hubungan dengan sesamanya. Di samping itu, guru memegang peran
sebagai sutradara sekaligus aktor yang sangat dominan dalam menentukan keberhasilan
proses belajar-mengajar di kelas.
Dalam kurikulum SMU 1994, dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan belajar-
mengajar, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan peserta
didik aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik maupun sosial. Memperhatikan bahan
ajaran yang di dalam kurikulum, jelas bahwa proses belajar mengajar perlu lebih
menekankan kepada keterlibatan secara optimal para peserta didik secara sadar.
Guru berperan sebagai pendidik dan pengajar. Pada dasarnya, mengajar merupakan
suatu usaha untuk mencipta-kan kognisi atau sistem lingkungan yang mendukung
dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Herman (1988: 5)
memberikan pengertian bahwa mengajar adalah suatu kegiatan dimana pengajar
menyampaikan pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki kepada peserta didik.
Mengajar bertujuan agar pengetahuan yang disampai-kan dapat dipahami oleh peserta
didik. Oleh karena itu, mengajar dikatakan baik apabila hasil belajar peserta didik baik.
Pernyataan ini dapat dipenuhi bila pengajar mampu memberikan fasilitas belajar yang
baik sehingga dapat terjadi proses belajar yang baik.
Salah satu faktor yang dapat mengoptimalkan proses belajar-mengajar dalam
mencapai mutu hasil belajar yang berkualitas adalah peranan guru. Guru merupakan
unsur yang penting, meskipun tidak selalu harus ditafsirkan sebagai unsur yang dominan
dan guru sebagai ujung tombak pendidikan formal, perlu dibekali kemampuan-
kemampuan yang dapat mendorong kreativitasnya. Untuk itu haruslah diketahui macam
kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki peserta didik melalui kegiatan belajar
mengajar.
Guru tidak lagi sebagai pemberi ceramah dan penyaji informasi, lebih mengutamakan
kemampuan merencanakan, dan pengelolaan kelas. Guru harus menguasai materi
pelajaran secara mantap dan mengembangkan model belajar yang relevan dengan bahan
pelajaran.

2. Prinsip-Prinsi Mengatifkan Mengajar


Berikut dikemukakan beberapa prinsip mengaktifkan mengajar (Conny, 1992: 10-13)
adalah sebagai berikut:
a. Prinsip Keterarahan kepada Titik Pusat atau Fokus Tertentu.
Pelajaran yang direncanakan dalam suatu bentuk atau pola tertentu akan mampu
mengaitkan bagian-bagian yang terpisah dalam suatu pelajaran. Tanpa suatu pola,
pelajaran dapat terpecah-pecah dan para peserta didik akan sulit memusatkan perhatian.
Titik pusat itu dapat tercipta melalui upaya merumuskan masalah yang hendak
dipecahkan, merumuskan pertanyaan yang hendak dijawab atau merumuskan konsep
yang hendak ditemukan. Titik pusat itu akan membatasi keluasan dan kedalaman tujuan
belajar serta akan memberikan arah kepada tujuan yang hendak dicapai.
b. Prinsip Hubungan Sosial atau Sosialisasi
Dalam belajar para peserta didik perlu dilatih untuk bekerja sama dengan rekan-rekan
sebayanya. Ada kegiatan belajar tertentu yang akan lebih berhasil jika dikerjakan secara
bersama-sama, misalnya dalam kerja kelompok, daripada jika dikerjakan sendirian oleh
masing-masing peserta didik. Mereka dapat dibagi ke dalam kelompok dan kepada setiap
kelompok diberikan tugas yang berbeda-beda. Latihan bekerja sama sangatlah penting
dalam proses pembentukan kepribadian anak.
c. Prinsip Belajar Sambil Bekerja
Anak-anak pada hakikatnya belajar sambil bekerja atau melakukan aktivitas. Bekerja
adalah tuntutan pernyataan diri anak. Karena itu, anak-anak perlu diberikan kesempatan
untuk melakukan kegiatan nyata yang melibatkan otot dan pikirannya. Semakin anak
bertumbuh semakin berkurang kadar bekerja dan semakin bertambah kadar pikir. Apa
yang diperoleh anak melalui kegiatan bekerja, mencari dan menemukan sendiri tak akan
mudah dilupakan. Hal itu akan tertanam dalam hati sanubari dan pikiran anak. Para
peserta didik akan bergembira kalau mereka diberi kesempatan untuk menyalurkan
kemampuan bekerjanya.
d. Prinsip Perbedaan Perorangan atau Individualisasi
Setiap peserta didik tentu saja memiliki perbedaan perorangan, misalnya dalam kadar
kepintaran, kegemaran, bakat, latar belakang keluarga, sifat, dan kebiasaan. Para guru
seyogyanya tidak memperlakukan anak-anak seolah-olah semua peserta didik itu sama.
Jika perbedaan perorangan peserta didik yang dipelajari dan dimanfaatkan dengan tepat,
maka kecepatan dan keberhasilan belajar anak demi anak dapatlah ditumbuhkembangkan.
e. Prinsip Menemukan
Para guru telah menjejalkan seluruh informasi ke dalam benak anak. Anak sendiri
pada hakikatnya telah memiliki potensi dalam dirinya untuk menemukan sendiri
informasi itu. Biarkanlah, berilah kesempatan kepadanya untuk mencari dan menemukan
sendiri. Informasi yang disampaikan guru hendaknya hanya dibatasi pada informasi yang
benar-benar mendasar dan "memancing" peserta didik untuk "mengail" informasi
selanjutnya. Jika kepada para peserta didik diberikan peluang untuk mencari dan
menemukan sendiri, maka mereka akan merasakan getaran pikiran, perasaan dan hati.
Getaran-getaran dalam diri anak ini akan membuat kegiatan belajar itu tidak
membosankan dan malah menggairahkan.

B. Konsep yang diteliti


Kompetensi merupakan komponen utama dari standar profesi di samping kode
etik sebagai regulasi perilaku profesi yang ditetapkan dalam prosedur dan sistem
pengawasan tertentu. Kompetensi diartikan dan dimaknai sebagai perangkat perilaku
efektif yang terkait dengan eksplorasi dan investigasi, menganalisis dan memikirkan,
serta memberikan perhatian, dan mempersepsi yang mengarahkan seseorang menemukan
cara-cara untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien. Kompetensi bukanlah
suatu titik akhir dari suatu upaya melainkan suatu proses yang berkembang dan belajar
sepanjang hayat (life long learning process). Kompetensi guru merupakan perpaduan
antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial dan spritual yang secara kaffah
membentuk kompetensi standar kompetensi guru, yang mencakup penguasaan materi,
pemahaman terhadap peserta didik pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi
dan profesionalisme. Penguasaan materi meliputi pemahaman karakteristik dan substansi
ilmu sumber bahan pembelajaran, pemahaman disiplin ilmu yang bersangkutan dalam
konteks yang lebih luas, penggunaan metodelogi ilmu yang bersangkutan untuk
memverifikasi dan memantapkan pemahaman konsep yang dipelajari, penyesuaian
substansi dengan tuntutan dan ruang gerak kurikuler, serta pemahaman manajemen
pembelajaran. Hal ini menjadi penting dalam memberikan dasar-dasar pembentukan
kompetensi dan profesionalisme guru di sekolah.
Dalam pasal 28 PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
dinyatakan bahwa pendidik adalah agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis
kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.
Kompetensi guru diartikan sebagai keutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang diwujudkan dalam bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab
yang dimiliki seseorang untuk memangku jabatan guru sebagai profesi.

a. kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman


peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara substantif,
kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan
dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
b. kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi
peserta didik, dan berakhlak mulia.
c. kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan
materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan
substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang
menaungi materi kurikulum tersebut serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru.
d. kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dan
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik,
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat
sekitar.

C. Kerangka Berpikir

Daftar Pustaka
Akbar S. 1991. Penggunaan Alat Peraga Dalam Pengajaran Matematika Di
Sekolah Dasar. Jakarta: Penataran Penyiapan Calon Penatar (PCP) Dosen PGSD-
D II Guru Kelas.
Herman Hudoyo, 1988. Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Proyek Pengembangan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Setiawan R, dkk. 2015. Pengaruh Kopetensi Pedagogik, Kompetensi Profesional,
Kopetensi Kepribadian Dan Kompetensi Ssosial Guru Terhadap Motivasi Belajar
Siswa. Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis. Vol: 1, No: 1
Soedijarto,dkk. 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang
Abad XXI. Jakarta: PT Grasindo.

Das könnte Ihnen auch gefallen