Sie sind auf Seite 1von 18

Volume 1 Nomor 2, Agustus 2012

ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS DI LUAR PENGADILAN

HN
(Non-Li ga on Alterna ves Business Dispute Resolu on)
Nevey Varida Ariani
Pusat Peneli an dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional
Badan Pembinaan Hukum Nasional

BP
Jl. Mayjen. Soetoyo, Cililitan Jakarta Timur

Naskah diterima: 16 Mei 2012; revisi: 09 Juli 2012; disetujui: 23 Juli 2012

ing
Abstrak
Alterna f sengketa di Luar pengadilan saat ini menjadi alterna f bagi kalangan bisnis untuk dapat menyelesaikan sengketa
bisnis diluar pengadilan hal ini disebabkan karena penyelesian melalui proses pengadilan, dianggap mengalami beban yang
terlampau padat (overloaded), Lamban dan buang waktu (waste of me), Biaya mahal (very expensive) dan kurang tanggap
(unresponsive) terhadap kepen ngan umum atau dianggap terlampau formalis k (formalis c) dan terlampau teknis
(technically). Dengan penyelesaian sengketa berdasarkan undang-undang melalui arbitrase dan alterna f penyelesaian
ind
sengketa di luar pengadilan melalui mekanisme konsiliasi, mediasi, negosiasi dan pendapat ahli serta penyelesaian
sengketa menurut masyarakat adat dapat mencerminkan proses penyelesian sengketa secara adil karena diharapkan
dapat menggali nilai-nilai yang hidup dalam masayarakat secara cepat, biaya ringan, damai dengan win-win solu on bukan
win lose solu on. Oleh karena itu perlu lembaga-lembaga alterna f penyelesian sengketa terutama dalam hal pelaksanaan
eksekusi.
Kata kunci : alterna f penyelesian sengketa, proses diluar pengadilan, masyarakat adat, keadilan
V
hts

Abstract
Today alterna ve dispute resulu on non li ga on to be an alterna ve for businesses to be able to resolve disputes
resolu on business and this is because through the court process, is considered to have the burden which overloaded, Slow
and waste of me, very expensive and unresponsive to the public interest, formalis c and technically. Alterna ve dispute
Resolu on with statutory arbitra on and alterna ve dispute resolu on mechanisms outside the court through concilia on,
media on, nego a on and dispute resolu on expert opinion and according to the indigenous peoples may reflect disputes
resolu on in a fair process because it is expected to explore the values that live in society as a fast, low cost, peace with the
ec

win-win solu on rather than lose win solu on. Therefore, the courts and state agencies need to respect and protect the
decisions issued by the ins tu ons of alterna ve dispute resolu on, especially in terms of execu on.
Keywords: alterna ve dispute resolu on, Non Li ga on, indigenous people, jus ce
lR
na
Jur

AlternaƟf Penyelesaian Sengketa Bisnis… (Nevey Varida Ariani) 277


Volume 1 Nomor 2, Agustus 2012

A. Pendahuluan itu disebabkan jumlah serta sebaran pengadilan

HN
yang hampir merata di seluruh pelosok daerah
Aterna f proses penyelesaian sengketa bisnis
di tanah air. Akan tetapi seiring perkembangan
yang diupayakan pihak-pihak di luar pengadilan,
masyarakat, lalu lintas perdagangan dan dunia
merupakan realita perubahan kecenderungan
usaha nasional maupun internasional, serta
manusia dalam masyarakat yang harus diterima.
perkembangan hukum itu sendiri, rasio jumlah
Apabila selama ini mekanisme penyelesaian

BP
perkara yang harus diselesaikan oleh pengadilan
sengketa mengiku pola yang terstruktur
semakin dak sebanding dengan kapasitas
melalui pengadilan negeri, namun melalui
serta kemampuan pengadilan untuk menerima,
mekanisme yang lebih sederhana diharapkan
memeriksa, dan memutus perkara yang masuk.
dak terjadi distorsi pada penegakan hukum
Di samping faktor eksternal semacam

ing
sehingga hasilnya dapat memenuhi rasa keadilan
itu, ada juga faktor internal pengadilan yang
masyarakat. Penggunaan sistem peradilan
menyebabkan masyarakat menilai pengadilan
modern sebagai sarana pendistribusian keadilan
serta sumberdaya manusianya semakin dak
terbuk menjumpai sangat banyak hambatan.
berpihak kepada tuntutan rasa keadilan
Adapun yang menjadi faktor penyebab adalah
karena peradilan modern sarat dengan beban
ind masyarakat. Para hakim di Indonesia selama
beberapa dekade telah menjadi bagian
formalitas, prosedur, birokrasi, serta metodologi
hegemoni pegawai negeri sipil yang dikondisikan
yang ketat. Oleh sebab itu, keadilan yang
untuk mendukung kepen ngan poli k pihak
diperoleh masyarakat modern dak lain adalah
yang berkuasa. Bahkan sampai kini disinyalir
V
keadilan birokra s.1
hakim-hakim di Indonesia masih rentan ter-
Namun dewasa ini cara penyelesaian
hadap upaya penyuapan, sehingga putusan
hts

sengketa melalui peradilan mendapat kri k


yang dikeluarkan pengadilan sulit diramalkan,
yang cukup tajam, baik dari prak si maupun
acapkali memihak penguasa atau orang kaya
teori si hukum. Peran dan fungsi peradilan,
yang pada akhirnya bertentangan dengan
dianggap mengalami beban yang terlampau
rasa keadilan masyarakat karena penyelesaian
padat (overloaded). Lamban dan buang waktu
ec

sengketa di pengadilan telah menjauhkan pihak-


(waste of me). Biaya mahal (very expensive)
pihak yang bersengketa dari nilai-nilai keadilan.2
dan kurang tanggap (unresponsive) terhadap
Oleh karena itu, apabila pengusaha menghadapi
kepen ngan umum. Atau dianggap terlampau
lR

sengketa, tentu saja akan memilih cara-cara yang


formalis k (formalis c) dan terlampau teknis
lebih sederhana prosedurnya serta ditentukan
(technically).
secara limita f waktu penyelesaiannya.
Meskipun demikian, sebagian besar perkara
Untuk menghindari mekanisme penyelesaian
na

yang terjadi di masyarakat tetap mengalir ke


sengketa dipengadilan yang memerlukan waktu
pengadilan untuk diperiksa dan diputus dalam
bertahun-tahun. Dengan penyelesaian sengketa
rangka memperoleh penyelesaian yang adil. Hal
Jur

1
S. Susanto, ”Lembaga Peradilan dan Demokrasi”, Makalah pada Seminar Nasional tentang Pendayagunaan
Sosiologi Hukum dalam Masa Pembangunan dan Restrukturisasi Global, Fakultas Hukum UNDIP, Semarang, 12-
13 Nopember 1996, hal 3.
2
Eman Suparman. Op.Cit.

278 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 2, Agustus 2012, hlm. 277-294


Volume 1 Nomor 2, Agustus 2012

di luar pengadilan, waktu dan biaya rela f penyelesaian sengketa di luar pengadilan

HN
dapat dihemat, juga yang terpen ng adalah disebabkan karena ga alasan, yaitu: Pertama,
penyelesaian dilakukan secara damai, sehingga penyelesaian sengketa di pengadilan adalah
semua pihak yang bersengketa menjadi terbuka, kaum bisnis lebih menyukai sengketa
‘pemenang’. Penyelesaian sengketa di luar mereka diselesaikan tertutup, tanpa diketahui
pengadilan dijamin kerahasiaannya, sehingga oleh publik. Kedua, sebagian masyarakat,

BP
dak perlu was-was apa yang terjadi selama khususnya orang bisnis menganggap hakim dak
proses penyelesaian akan diketahui orang lain selalu ahli dalam permasalahan sengketa yang
atau media massa. 3 mbul. Dan yang Ke ga, penyelesaian sengketa
Suatu perselisihan itu muncul ke di Pengadilan akan mencari pihak mana yang
permukaan, antara lain disebabkan karena salah dan yang benar, sedangkan putusan

ing
masing-masing merasa benar, merasa berhak penyelesaian sengketa di luar pengadilan akan
atas apa yang diperselisihkan. Sebab kalau dicapai melalui kompromi. 4
salah satu pihak dari yang berselisih merasa Kompleksitas dan ngginya perkem-
bersalah dan tahu dak berhak atas sesuatu ind bangan di dunia bisnis, cenderung berpotensi
yang diperselisihkan, perselisihan itu dak ada menimbulkan konflik atau sengketa. Penyelesaian
atau berakhir tatkala ke dak benaran disadari. sengketa bisnis yang dak tertangani secara adil
Di dalam pergaulan masyarakat, kedamaian di suatu negara dapat mengganggu hubungan
adalah merupakan idaman se ap anggota baik suatu negara dengan negara lainnya
V
masyarakat. Kedamaian akan terwujud antara dan menghambat kedatangan investor asing.
lain kalau aneka kepen ngan yang berbeda Keberadaan paradigma non li gasi yang disebut
hts

dari masing-masing anggota masyarakat dak alterna f penyelesaian sengketa sebenarnya


saling bertabrakan. Pertentangan kepen ngan masih berlangsung dalam prak k-prak k
itulah yang menimbulkan perselisihan dan penyelesaian sengketa di masyarakat. Namun
untuk menghindari gejala tersebut, mereka penyelenggaraannya belum dikembangkan
mencari jalan untuk mengadakan tata ter b, secara ilmiah untuk menyelesaikan sengketa-
ec

yaitu dengan membuat ketentuan atau kaedah sengketa bisnis modern yang mul kompleks.
hukum, yang harus ditaa oleh se ap anggota Selain media ADR yang dikemas secara
masyarakat, agar dapat mempertahankan hidup modern, perlu juga digali kembali potensi
lR

bermasyarakat. Dalam kaedah hukum yang media penyelesaian sengketa yang sudah
ditentukan itu, se ap orang diharuskan untuk tumbuh secara tradisional dalam masyarakat
ber ngkah laku sedemikaian rupa, sehingga hukum adat. Berbicara tentang lembaga adat
kepen ngan anggota masyarakat lainnya akan sebenarnya sudah dari zaman dahulu kita
na

terjaga dan dilindungi. mengenalnya dan telah lama dipraktekkan untuk


Menurut Erman Rajagukguk, masya- menyelesaikan perselisihan yang terjadi atau
rakat khususnya kaum bisnis lebih menyukai sengketa yang ada di dalam masyarakat hukum
Jur

3
”Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian dalam Aspek Hukum Indonesia” sumber: www.google.com, diakses, 28 Mei
2011.
4
Eman Rajaguguk, Arbitrase dalam Putusan Pengadilan, (Jakarta: Chandra Pratama, 2001) hlm. 30.

AlternaƟf Penyelesaian Sengketa Bisnis… (Nevey Varida Ariani) 279


Volume 1 Nomor 2, Agustus 2012

adat. Cara ini ditempuh diantaranya untuk D. Pembahasan

HN
mengurangi biaya perkara yang mahal karena 1. Penyelesain Sengketa Bisnis di luar
dalam proses pengadilan berindikasi akan ada Pengadilan Menurut Peraturan
pihak yang menang dan yang kalah. Pihak yang PerUndang-Undangan
kalah akan merasa dirugikan dengan adanya
Perkembangan masyarakat serta laju
putusan sehingga prosesnya akan memakan
dinamis dunia bisnis saat ini berlangsung

BP
waktu yang lama dan berbelit-belit. Selain itu
demikian pesat. Dinamika dan kepesatan yang
juga terjadinya penumpukan perkara yang
terjadi di dalam kegiatan ekonomi dan bisnis itu
terjadi di Mahkamah Agung yang memerlukan
ternyata telah membawa implikasi yang cukup
penyelesaian yang cepat.5
mendasar terhadap pranata6 maupun lembaga7

ing
hukum. Implikasiter hadap pranata hukum di-
B. Permasalahan sebabkan sangat dak memadainya perangkat
Dari uraian diatas dirumuskan beberapa norma untuk mendukung kegiatan ekonomi
permasalahan sebagai berikut: dan bisnis yang sedemikian pesat. Kondisi
1. Bagimana proses penyelesaian sengketa bis- tersebut kemudian diupayakan untuk diatasi
nis di luar pengadilan berdasarkan Undang-
ind dengan melakukan reformasi hukum di bidang
Undang? kegiatan ekonomi, dengan membuat peraturan
2. Bagimana alterna f penyelesaian sengketa perundang-undangan baru mengenai bidang-
bisnis menurut masyarakat adat? bidang yang menunjang kegiatan ekonomi dan
V
bisnis.8
C. Metodologi PeneliƟan Sementara itu, implikasi dari kegiatan bisnis
hts

Berdasarkan iden fikasi masalah sebagai- yang pesat terhadap lembaga hukum berakibat
mana diuraikan diatas, maka tulisan ini masuk juga terhadap pengadilan9 yang dianggap
dalam peneli an hukum norma f dengan studi dak profesional untuk menangani sengketa-
kepustakaan. Untuk itu tulisan ini menggunakan sengketa bisnis, dak independen, bahkan para
hakimnya telah kehilangan integritas moral10
ec

metode peneli an yuridis norma f. Tulisan ini


juga mengunakan pendekatan sosio hukum, tugas untuk menegakkan hukum dan keadilan
sehingga memiliki perspek f lebih luas dengan ke ka menerima, memeriksa,mengadili, serta
melihat hukum dalam hubungannya dengan menyelesaikan se ap sengketa yang diajukan,
lR

sistem sosial, poli k, dan ekonomi masyarakat.


na

5
Lili Suarni, Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Lembaga Adat di Nagari Kambang Kecamatan Lengayang
Kabupaten Pesisir Selatan, (Program Pascasarjana Universitas Andalas, Tahun 2008)
6
Satjipto Rahardjo, Pembangunan Hukum di Indonesia dalam Konteks SituasiGlobal; dalam Problema Globalisasi –
Perspektif Sosiologi Hukum, Ekonomi, & Agama. (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2000), hal 13.
7
Adi Sulistiyono, Mengembangkan Paradigma Penyelesaian Sengketa Non-Litigasi dalam Rangka Pendayagunaan
Jur

Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis / Hak Kekayaan Intelektual (Semarang: Disertasi, PDIH, 2002), hlm. 4.
8
Normin S. Pakpahan, Pembaharuan Hukum di Bidang Kegiatan Ekonomi, Makalah pada Temu Karya Hukum
Perseroan dan Arbitrase; (Jakarta, 22-23 Januari 1991), hlm. 31.
9
Sudikno Mertokusumo, Sistem Peradilan di Indonesia”, (Jurnal Hukum, No. 9, Vol. 4, 1997), hlm. 2.
10
Lihat Mas Achmad Santosa, ”Independensi Peradilan dan TAP MPR RI No. X/MPR/1998”; (Kompas, 11 Januari
1999).

280 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 2, Agustus 2012, hlm. 277-294


Volume 1 Nomor 2, Agustus 2012

dianggap sebagai tempat menyelesaikan seng- an yang akan ia ambil untuk kepen ngannya sen-

HN
keta yang dak efek f dan efisien.11 diri, walau demikian dak menutup kemungkin-
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 an klien akan dapat mempergunakan pendapat
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alterna f yang disampaikan oleh pihak konsultan tersebut.
Penyelessaian sengketa Umum, Pasal 1 angka Ini berar dalam konsultasi, sebagai suatu bentuk
10, merumuskan bahwa: pranata alterna f penyelesaian sengketa, peran

BP
”Alterna f Penyelesaian Sengketa adalah dari konsultan dalam menyelesaikan perselisihan
lembaga penyelesaian sengketa atau beda atau sengketa yang ada ndakan dominan sama
pendapat melalui prosedur yang disepaka
para pihak, yakni penyelesaian di luar sekali, konsultan hanyalah memberikan pendapat
pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, (hukum), sebagaimana diminta oleh kliennya,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli” yang untuk selanjutnya keputusan mengenai

ing
penyelesaian sengketa tersebut akan diambil
a. Konsultasi sendiri oleh para pihak, meskipun ada kalanya
pihak konsultan juga diberikan kesempatan
Tidak ada suatu rumusan ataupun penjelasan
ind untuk merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian
yang diberikan dalam UU No. 30 Tahun 1999
sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang
mengenai makna maupun ar dari konsultasi.
bersengketa tersebut.13
Jika melihat pada Black's Law Dic onary dapat
diketahui bahwa yang dimaksud dengan
b. Negosiasi dan Mediasi
konsultasi (consulta on) adalah: Act of consul ng
V
or conferring: e.g. pa ent with doctor, client Jika rumusan yang diberikan dalam Pasal
with lawyer. Delibera on of persons on some 6 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 1999, di sana
hts

subject.12 dikatakan bahwa pada dasarnya para pihak dapat


Dari rumusan yang diberikan dalam Black's dan berhak untuk menyelesaikan sendiri sengketa
Law Dic onary tersebut dapat diketahui, bahwa yang mbul di antara mereka. Kesepakatan
pada prinsipnya konsultasi merupakan suatu mengenai penyelesaian tersebut selanjutnya
harus dituangkan dalam bentuk tertulis yang
ec

ndakan yang bersifat personal antara suatu


pihak tertentu, yang disebut dengan klien dengan disetujui oleh para pihak. Ketentuan tersebut
pihak lain yang merupakan pihak konsultan, yang mengingatkan pada ketentuan yang serupa
memberikan pendapatnya kepada klien tersebut yang diatur dalam Pasal 1851 sampai dengan
lR

untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan 1864 Bab Kedelapanbelas Buku III Kitab Undang-
kliennya tersbut. Tidak ada suatu rumusan yang undang Hukum Perdata tentang Perdamaian.
menyatakan sifat keterikatan atau kewajiban Berdasarkan definisi yang diberikan dikatakan
na

untuk memenuhi dan mengiku pendapat yang bahwa Perdamaian adalah suatu persetujuan
disampaikan oleh pihak konsultan. Ini berar klien dengan mana kedua belah pihak, dengan
adalah bebas untuk menentukan sendiri keputus- menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu
Jur

11
Adi Sulistiyono, Mengembangkan… Op. Cit., hlm. 4.
12
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, Editor in Chief, 2004, hlm. 1003.
13
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian dalam Aspek Hukum Indonesia, sumber: www.google.com, diakses tanggal
28 Mei 2011

AlternaƟf Penyelesaian Sengketa Bisnis… (Nevey Varida Ariani) 281


Volume 1 Nomor 2, Agustus 2012

barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang dikatakan bahwa atas kesepakatan tertulis para

HN
bergantung atau mencegah mbulnya suatu pihak sengketa atau beda pendapat diselesaikan
perkara. Persetujuan perdamaian ini oleh Kitab melalui bantuan seorang atau lebih penasihat
Undang-undang Hukum Perdata diwajibkan untuk ahli maupun melalui seorang mediator. Undang-
dibuat pula secara tertulis, dengan ancaman dak undang dak memberikan rumusan definisi
sah. Jika dikaji secara seksama dapat dikatakan atau penger an yang jelas dari mediasi maupun

BP
bahwa kata-kata yang tertuang dalam rumusan mediator. Dari literatur hukum, misalnya adalah
Pasal 6 ayat (2) UU No. 30 Tahun 1999 memiliki Black's Law Dic onary dikatakan bahwa mediasi
makna objek f yang hampir sama dengan yang dan mediator adalah: Media on is a method of
diatur dalam Pasal 1851 KUH Perdata, hanya saja non binding dispute revela on involving a neutral
negosiasi menurut rumusan Pasal 6 ayat (2) UU third party who tries to help the dispu ng par es

ing
No. 33 Tahun 1999 tersebut: reach a mutually agreeable solu on.15 Mediasi
a. Diberikan tenggang waktu penyelesaian merupakan model penyelesaian sengketa di mana
paling lama 14 hari; dan pihak luar dak memihak dan netral (mediator)
b. Penyelesaian sengketa tersebut harus membantu pihak-pihak yang bersengketa guna
dilakukan dalam bentuk pertemuan
ind memperoleh penyelesaian sengketa yang
langsung oleh dan antara para pihak yang disepaka para pihak.
bersengketa. Mediasi, dari penger an yang diberikan,
Selain itu perlu dicatat pula bahwa negoisasi, jelas melibatkan keberadaan pihak ke ga
merupakan salah satu lembag alterna f (baik perorangan maupun dalam bentuk suatu
V
penyelesaian sengketa yang dilaksanakan di lembaga independen) yang besifat netral dan
luar pengadilan, sedangkan perdamaian dapat dak memihak, yang akan berfungsi sebagai
hts

dilakukan baik sebelum proses persidangan mediator. Sebagai pihak ke ga yang netral,
pengadilan dilakukan, maupun setelah sidang independen, dak memihak dan ditunjuk oleh
peradilan dilaksanakan, baik di dalam maupun di para pihak secara langsung maupun melalui
luar sidang pengadilan (Pasal 130 HIR).14 lembaga mediasi, mediator berkewajiban untuk
ec

Pengaturan mengenai mediasi dapat melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan


ditemukan dalam ketentuan Pasal 6 ayat (3), ayat pada kehendak dan kemauan para pihak.
(4) dan ayat (5) UU No. 30 Tahun 1999, Ketentuan Walau demikian ada suatu pola umum yang
lR

mengenai mediasi yang diatur dalam Pasal 6 ayat dapat diiku dan pada umumnya dijalankan oleh
(3) UU No. 30 Tahun 1999 adalah merupakan mediator dalam rangka penyelesaian sengketa
suatu proses kegiatan sebagai kelanjutan dari para pihak. Sebagai suatu pihak di luar perkara,
gagalnya negosiasi yang dilakukan oleh para pihak yang dak memiliki kewenangan memaksa,
na

menurut ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU No. 30 mediator ini berkewajiban untuk bertemu atau
Tahun 1999. Menurut rumusan dari Pasal 6 ayat mempertemukan para pihak yang bersengketa
(3) Undang-undang No.30 Tahun 1999 tersebut guna mencari masukan mengenai pokok
Jur

14
M. Husni, Arbitrase sebagai Alternatif Penyelesian Sengketa Bisnis di luar Pengadilan, (Jurnal Equality, Vol. 13 No.
1 Februari 2008).
15
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, Editor in Chief, 2004, hlm. 1003.

282 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 2, Agustus 2012, hlm. 277-294


Volume 1 Nomor 2, Agustus 2012

persoalan yang dipersengketakan oleh para pihak. ii. mediator yang ditunjuk oleh lembaga abritase

HN
Berdasarkan pada informasi yang diperoleh, baru atau lembaga alterna ve penyelesaian
kemudian mediator dapat menentukan duduk sengketa yang ditunjuk oleh para pihak
perkara, kekurangan dan kelebihan dari masing- (Pasal 6 ayat (4) UU No. 30 Tahun 1999.
masing pihak yang bersengketa, dan selanjutnya Meskipun diberikan suatu jangka waktu
mencoba menyusun proposal penyelesaian, yang jelas, kedua ketentuan tersebut terkesan

BP
yang kemudian dikomunikasikan kepada para memperanjang jangka waktu alterna ve penye-
pihak secara langsung. Mediator harus mampu lesaian sengketa di luar pengadilan. Tidak ada
menciptakan suasana dan kondisi yang kondusif suatu kejelasan apakah ketentuan tersebut
bagi terciptanya kompromi di antara kedua belah bersifat memaksa atau dapat disimpangi oleh
pihak yang bersengketa untuk memperoleh hasil para pihak. Seper halnya konsultasi, negosiasi

ing
yang saling menguntungkan. maupun mediasi, UU No. 30 Tahun 1999 dak
Baru setelah diperoleh persetujuan dari para memberikan suatu rumusan yang eksplisit atas
pihak atas proposal yang diajukan beserta segala penger an atau definisi dari konsiliasi ini.
revisi atau perubahnnya untuk penyelesaiaan ind
masalah yang dipersengketakan, mediator c. Konsiliasi
kemudian menyusun kesepakatan itu secara Dalam Black's Law Dic onary dikatakan
tertulis untuk ditandatangani oleh para pihak. bahwa konsiliasi adalah: Consillia on is the
Tidak hanya sampai disitu, mediator juga adjustment and se lement of a dispute in a
V
dihrapkan dapat membantu pelaksanaan dari friendly, unantagonis c manner used in court
kesepakatan tertulis yang telah ditandatangani before trial with a view towards avoiding trial
hts

oleh kedua belah pihak. Menurut UU No. 30 in labor disputes before arbitra on. Court of
Tahun 1999, kesepakatan penyelesaian sengketa Concilia on is a court which proposes terms of
atas beda pendapat secara tertulis adalah final adjustment, so as to avoid ligi on.17
dan mengikat bagi para pihak untuk dilaksanakan Consillia on dalam bahasa Inggeris berar
dengan i kad baik. Kesepakatan tertulis tersebut perdamaian dalam bahasa Indonesia. Kemudian
ec

wajib dida arkan di Pengadilan Negeri dalam dalam Blak's Law Dictonary dikatakan bahwa pada
waktu paling lama ( ga puluh) hari terhitung prisnispnya konsiliasi merupakan perdamaian.
sejak penandatanganan, dan wajib dilaksanakan Dalam hal yang demikian sebagaimana yang
lR

dalam waktu paling lama 30 ( ga puluh) hari diatur dalam pasal 1851 sampai dengan Pasal
sejak penda aran.16 1864 Bab kedelapan belas Buku III UU Hukum
Dalam pasal 6 (4) UU No. Tahun 1999 dikatakan Perdata, berar segala sesuatu yang dimaksudkan
bahwa UU membedakan mediator ke dalam:
na

untuk diselesaikan melalui konsiliasi tunduk pada


i. mediator yang ditunjuk secara bersama oleh ketentuan KUH Perdata, dan secara khusus Pasal
para pihak (Pasal 6 ayat (3) UU No. 30 Tahun 1851 sampai dengan Pasal 1864. Ini berar hasil
1999, dan kesepakatan melalui alterna f penyelesaian
Jur

16
Munir Fuadi, Arbitrase Nasional Alternatif Penyelesian Sengketa Bisnis, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm.
42.
17
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, Editor in Chief, 2004, hlm. 1003.

AlternaƟf Penyelesaian Sengketa Bisnis… (Nevey Varida Ariani) 283


Volume 1 Nomor 2, Agustus 2012

sengketa konsiliasi inipun harus dibuat secara opini atau pendapat hukum tersebut dapat

HN
tertulis dan ditandatangani secara bersama oleh merupakan suatu masukan bagi para pihak.
para pihak yang bersengketa. Sesuai dengan Sewaktu menyusun atau membuat perjanjian
ketentuan Pasal 6 ayat (7) jo Pasal 6 ayat (8) yang akan mengatur hak-hak dan kewajiban
UU No. 30 Tahun 1999. Kesepakatan tertulis para pihak dalam perjanjian. Maupun dalam
hasil konsiliasi tersebutpun harus dida arkan di memberikan penafsiran ataupun terhadap salah

BP
Pengadilan negeri dalam jangka waktu 30 ( ga satu atau lebih ketentuan dalam perjanjian yang
puluh) hari terhitung sejak tanggal penda aran telah dibuat oleh para pihak untuk memperjelas
di Pengadilan Negeri. Kesepakatan tertulis pelaksanaannya.
hasil konsiliasi bersifat final dan mengikat para Jika pada uraian di atas dibahas konsiliasi
pihak.18 dalam penger an yang sangat umum, termasuk

ing
Berbeda dengan negosiasi, konsiliasi, dari dalam pemberian opini atau pendapat hukum
penger an yang diberikan dalam Black's Law dalam suatu mediasi atau konsiliasi. Pendapat
Dic onary, merupakan langkah awal perdamaian hukum yang diberikan oleh lembaga arbitrase,
sebelum sidang peradilan (ligitasi) dilaksanakan. yang bersifat mengikat guna menyelesaikan suatu
Bahkan diatur dalam KUHP, dengan berasumsi
ind bentuk perbedaan paham, atau perselisihan
bahwa yang dimaksud dengan konsiliasi dalam pendapat ataupun mengenai suatu ke dakjelasan
UU No. 30 Tahun 1999 adalah iden k dengan akan suatu hubungan hukum ataupun rumusan
perdamaian yang diatur dalam KUHP. Dengan dalam perjanjian, yang dihadapi para pihak
demikian berar konsiliasi dak hanya dapat dalam suatu perjanjian dengan klausula arbitrase,
V
dilakukan untuk mencegah dilaksanakannya sebagaimana diatur dalam UU No. 30 Tahun 1999
proses ligitasi, melainkan juga dapat dilakukan tentang Arbitrase dan Alterna f Penyelesaian
hts

oleh para pihak, dalam se ap ngkat peradilan Sengketa.


yang sedang berlangsung, baik di dalam maupun Dalam Pasal 2 Ruang lingkup dan Kekuatan
di luar pengadilan, dengan pengecualian untuk Berlaku Perma adalah:
hal-hal atau sengketa di mana telah diperoleh 1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya
ec

suatu putusan hakim yang telah mempunyai berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
kekuatan hukum tetap, dak dapat dilakukan proses berperkara di Pengadilan.
konsiliasi. 2. Se ap hakim, mediator dan para pihak wajib
lR

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 juga mengiku prosedur penyelesaian sengketa


mengenal is lah pendapat ahli sebagai bagian melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan
dari alterna f penyelesaian sengketa. Dan ini.
bahwa ternyata arbitrase dalam suatu bentuk 3. Tidak menempuh prosedur mediasi berda-
na

kelembagaan, dak hanya bertugas untuk sarkan Peraturan ini merupakan pelanggaran
menyelesaikan perbedaan atau perselisihan terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau
pendapat maupun sengketa yang terjadi di antara Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan
Jur

para pihak dalam suatu perjanjian. Pemberian batal demi hukum.

18
Munir Fuadi, Op.Cit.

284 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 2, Agustus 2012, hlm. 277-294


Volume 1 Nomor 2, Agustus 2012

4. Hakim dalam per mbangan putusan perkara pengadilan. Sebagian besar pengusaha lebih suka

HN
wajib menyebutkan bahwa perkara yang menyelesaikan sengketa yang mbul diantara
bersangkutan telah diupayakan perdamaian mereka melalui arbitrase dari pada pengadilan.
melalui mediasi dengan menyebutkan nama Biasanya arbiter pertama-tama membahas
mediator untuk perkara yang bersangkutan. masalah yang mbul, berusaha mencapai
Ini berbeda dalam proses negosiasi dengan konsesus. Jika usaha ini gagal, negosiasi diantara

BP
orang Cina, Jepang, Korea. Mereka akan anggota panel biasanya melahirkan putusan
bertanya, jika anda membawa lawyer, apakah yang kompromis. Tidak selalu harus melalui
anda mau berbisnis atau mencari-cari kesalahan. pemungutan suara.
Ada perbedaan persepsi terhadap ”lawyer” Lembaga arbitrase dak lain merupakan
dalam masyarakat Amerika dan Jepang. Begitu suatu jalur musyawarah yang melibatkan pihak

ing
pula ada perbedaan persepsi mengenai kontrak. ke ga sebagai wasitnya. Dengan perkataan
Untuk orang Jepang kontrak adalah simbol lain, arbitrase adalah suatu cara penyelesaian
kerjasama untuk saling menguntungkan dan sengketa atau perselisihan bisnis dengan bantuan
bukan merupakan suatu dokumen hukum. ind pihak ke ga, bukan hakim, walaupun dalam
Dalam berbisnis masyarakat Jepang menganggap pelaksanaan putusannya harus dengan bantuan
”trust the people rather paper”. Dalam proses hakim. Apabila salah satu pihak kemudian enggan
negosiasi, kedua belah pihak perlu memahami memberikan bantuannya untuk pengambilan
juga perbedaan budaya berkenaan dengan keputusan atau dak mentaa keputusan yang
V
karakter dan kebiasaan masing-masing pihak. telah diambil oleh orang yang mereka berikan
Orang Amerika cenderung berkata terus terang wewenang untuk sengketa tersebut, pihak itu
hts

dan langsung, sedangkan orang Jepang biasa dianggap melakukan breach of contract atau
mengataka ”ya” dak selalu berar ”setuju”.19 melanggar perjanjian.
Mediasi juga merupakan salah satu cara Memilih forum di luar pengadilan negeri
penyelesaian melalui pihak ke ga. Pihak ke ga untuk menyelesaikan sengketa komersial dalam
tersebut disebut dengan mediator. Ia bisa negara, bidang bisnis pada dasarnya merupakan bagian
ec

Organisasi internasional (misalnya PBB) atau dari kebebasan para pihak dalam membuat
individu (poli kus, ahli hukum, atau ilmuan). Ia ikut kesepakatan mengenai berbagai objek per-
serta secara ak f dalam proses negosiasi. Biasanya janjian. Kesepakatan memilih forum dapat
lR

ia dengan kapasitasnya sebagai pihak yang netral dilakukan melalui dua cara. (i) sebelum terjadi
berupaya mendamaikan para pihak dengan sengketa dan dicantumkan dalam perjanjian
memberikan saran penyelesaian sengketa. Jika pokok, dinamakan pactum de compromi endo;
cara penyelesaian dengan menggunakan diatas atau (ii)sesudah terjadi sengketa, dibuat dalam
na

gagal atau dak berhasil, barulah ditempuh cara- bentuk tertulis terpisah dari perjanjian pokok,
cara lain seper penyelesaian melalui pengadilan disebut akta kompromis. Akan tetapi, menurut
atau arbitrase. Arbitrase adalah ins tusi hukum hukum Indonesia, dak se ap sengketa dapat
Jur

alterna f bagi penyelesaian sengketa di luar diselesaikan melalui forum arbitrase yang

19
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian dalam Aspek Hukum Indonesia, sumber: www.google.com, diakses tanggal
28 Mei 2011.

AlternaƟf Penyelesaian Sengketa Bisnis… (Nevey Varida Ariani) 285


Volume 1 Nomor 2, Agustus 2012

dipilih para pihak. Lebih dari itu, arbitrase diakui di antara mereka inilah yang oleh Snouck

HN
sebagai model penyelesaian sengketa yang Hurgronje dinamakan sebagai Adatrecht atau
mengedepankan pencapaian keadilan dengan yang kemudian biasa diterjemahkan sebagai
pendekatan konsensus dan mendasarkan pada Hukum Adat. Hukum adat adalah hukum yang
kepen ngan para pihak dalam rangka mencapai bersumber pada ugeran-ugeran atau norma
win-win solu on.20 kehidupan sehari-hari yang langsung mbul

BP
Akan tetapi di balik semua kelebihan sebagai pernyataan kebudayaan orang Indonesia
arbitrase, ternyata ada satu hal yang sangat dak asli dalam hal ini sebagai pernyataan rasa keadilan
memuaskan para pihak dari seluruh rangkaian dalam hubungan pamrih, sehingga jelas sekali
proses arbitrase. Ke dak-puasan para pihak terlihat bahwa hukum adat adalah hukum asli
dalam proses arbitrase terutama pada saat bangsa Indonesia yang dibuat oleh masyarakat

ing
pelaksanaan (eksekusi) putusan. Pelaksanaan Indonesia sendiri secara turun-temurun ber-
putusan arbitrase, baik putusan arbitrase dasarkan value consciousness mereka yang ter-
nasional apalagi putusan arbitrase internasional, manifestasi dalam kebiasaan-kebiasaan hidup
di Indonesia selalu menghadapi kesulitan dan sehari-hari dengan menggunakan ukuran nalar
hambatan. Kesulitan serta hambatan untuk
ind dan rasa keadilan mereka.
melaksanakan putusan arbitrase disebabkan Di samping itu eksistensi ins tusi lokal
antara lain karena norma hukum yang ambivalen. termasuk lembaga adat akhir-akhir ini adalah
Di satu pihak, arbitrase diakui sebagai salah satu sebuah fenomena yang menarik untuk dicerma ,
model penyelesaian sengketa di luar pengadilan. lembaga adat yang dulunya mampu eksis dan
V
Akan tetapi di lain pihak, badan peradilan terkesan berperan dalam penyelesaian kasus atau perkara
belum sepenuhnya memberikan kewenangan di dalam masyarakat namun sekarang telah
hts

dalam menyelesaikan sengketa komersial kepada terjadi pergeseran paradigma penyelesaian


forum arbitrase. Oleh karena itu, peran pengadilan sengketa dalam masyarakat. Hal ini dibuk kan
masih sangat dominan dalam keseluruhan proses dengan berbagai ak fitas penyelesaian sengketa
arbitrase.21 di kalangan masyarakat mengalami kemunduran
ec

dan dak mampu berbuat banyak dalam pe-


2. AlternaƟf Penyelesaian Sengketa di nyelesaian sengketa khususnya penyelesaian
Luar Pengadilan Menurut Masyarakat sengketa waris, bisnis dan lain-lain di mana
Adat
lR

untuk penyelesaian sengketa, masyarakat


Di berbagai wilayah di Nusantara ini telah cenderung lebih menggunakan penyelesaian
terdapat kesatuan-kesatuan masyarakat yang sengketa melalui lembaga pengadilan.
teratur, yang dikelola oleh suatu sistem nilai Hal ini salah satunya disebabkan, karena
na

yang bersifat tradisional dan dipercaya secara dilahirkannya kebijakan-kebijakan antara lain
turun-temurun. Sistem nilai yang hidup di pemerintah berupaya melakukan penyeragaman
dalam masyarakat yang mengelola keteraturan peradilan melalui Undang-undang No. 1 tahun
Jur

20
Eman Suparman, Pilihan Forum Arbitrase dalam Sengketa Komersial Untuk Penegakan Keadilan, (Jakarta:
Tatanusa, 2004), hlm. 333.
21
Ibid., hlm. 335.

286 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 2, Agustus 2012, hlm. 277-294


Volume 1 Nomor 2, Agustus 2012

1951, peradilan adat sebagaimana dimaksud adat, dimana dalam pasal 7 menjelaskan bahwa

HN
dalam Stb. 1932 No. 80 yang dihapuskan secara kekuasaan kehakiman yang berkepribadian
berangsur-angsur, sedangkan peradilan desa Pancasila dan yang menjalankan fungsi
sebagaimana dimaksud dalam Stb. 1935 No. hukum sebagai pengayoman, dilaksanakan
102 masih tetap dipertahankan terus termasuk oleh Pengadilan dalam lingkungan: Peradilan
keterkaitanya dengan Peradilan Umum. Melalui Umum, Peradilan Agama, Peradilan Meliter

BP
ketentuan Pasal 3a RO (Reglement of de dan Peradilan Tata Usaha Negara. Dan dalam
Rechtelijke Organisa e in Het Beleid der Jus e Undang-Undang ini dak menyebutkan tentang
in Indonesia) yang dikaitkan secara khusus Peradilan Adat.
dengan Hukum Acara Perdata yang berlaku baik Kemudian Undang-undang No.14 Tahun
dalam HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) 1970 (yang terakhir diubah dengan Undang-

ing
maupun RB(Rechtsreglement Buitengewesten) undang No. 48 Tahun 2009) Tentang Kekuasaan
yang meminta agar hakim memperha kan Kehakiman Pasal 2 ayat (3) berbunyi bahwa
putusan dari Hakim Perdamaian Desa.22 semua peradilan di seluruh wilayah negara
Dalam Pasal 120 a, HIR/143 a RBg dinyatakan ind Republik Indonesia adalah peradilan negara yang
dalam ayat satu (1) ”jika gugatan yang diajukan diatur dengan Undang-Undang, namun dak
itu berhubungan dengan perkara yang sudah menutup kemungkinan penyelesaian sengketa
diputuskan oleh Hakim perdamaian desa, maka dilakukan di luar peradilan negara yaitu melalui
penggugat harus menyebutkan isi putusan itu perdamaian dan arbitrase. Dari penjelasan ini
V
dalam gugatannya; sedapatnya salinan putusan dapat dilihat bahwa penyelesaian sengketa di
itu dilampirkan. Ayat dua (2) Ketua Pengadilan luar peradilan negara masih bisa diberlakukan.
hts

Negeri memperingatkan kepada penggugat Walaupun Undang-undang ini membuka


akan kewajibannya yang ditetapkan dalam ayat peluang bagi hakim untuk menemukan hukum
1 pada waktu atau sesudah menerima gugatan berdasarkan nilai-nilai hukum yang hidup dan
atau pada permulaan persidangan.”23 berkembang dalam masyarakat, namun dalam
Dalam ketentuan ini dapat dilihat bahwa realitanya nilai-nilai yang terdapat di dalam
ec

masih diakuinya keberadaan putusan Hakim sis m penyelesaian yang ada di masyarakat
perdamaian desa, dan wajib dijadikan sebagai tersebut dak bisa diakomodasikan oleh sis m
pedoman oleh Hakim dalam proses penyelesaian peradilan formal.24
lR

sengketa di Pengadilan Negeri, karena HIR dan Di satu sisi harapan masyarakat untuk
RBg merupakan salah satu sumber hukum menyelesaikan sengketa melalui lembaga
dalam hukum acara perdata di Indonesia. pengadilan justeru kembali menemukan
Dalam Undang-undang No. 19 Tahun 1964 permasalahan baru berupa resistensi atas
na

tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan sebuah keputusan pengadilan terhadap perkara


Kehakiman telah menghapus bentuk peradilan tertentu karena dianggap oleh sebagaian
Jur

22
Abdurrahman Saleh, Dialog Interaktif Membangun Mitra dan Ruang Partisipasi dalam Penyelesaian Sengketa
Sako dan Pusako di Sumatera Barat, (2004), hlm. 3.
23
K. Wantjik Saleh. Hukum Acara Perdata RBg / HIR, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981), hlm. 18-19.
24
Lili Suarni, Op Cit.

AlternaƟf Penyelesaian Sengketa Bisnis… (Nevey Varida Ariani) 287


Volume 1 Nomor 2, Agustus 2012

masyarakat dak menyentuh rasa keadilan resistensi atau penolakan dari banyak pihak.

HN
masyarakat. Namun, walaupun dak sesuai dengan harapan
Paradoks dengan hal ini, tujuan hukum masyarakat, segala macam proses pengemban-
sebagai proses harmonisasi dan integrasi sosial an hukum tersebut telah dapat dikatakan sah
dalam beberapa produk hukum berupa putusan secara yuridis, atau dengan kata lain telah
pengadilan cenderung bernuasa sebagai mesin memenuhi syarat-syarat yang dibutuhkan untuk

BP
pencetak konflik sosial sehingga perlu kembali dapat dikatakan sebagai hukum Jika proses
memberikan peranan yang lebih besar kepada pengembangan hukum tersebut dikatakan dak
lembaga hukum adat dalam menyelesaikan sesuai dengan apa yang diharapkan rakyat karena
sengketa dalam masyarakat. dirasakan bertentangan atau melanggar rasa
Fenomena dimana masih sulitnya keadilan keadilan masyarakat, maka berdasarkan contoh-

ing
bagi masyarakat banyak untuk dipenuhi oleh contoh permasalahan hukum di Indonesia se-
Hukum Indonesia, dan hal itu jelas merupakan bagaimana dijabarkan di atas dapat diketahui
suatu permasalahan yang cukup serius dalam bahwa pengembanan Hukum Indonesia
ruang pembangunan hukum Indonesia yang daklah linier dengan tuntutan keadilan yang
sekaligus merupakan permasalahan dalam
ind diharapkan oleh masyarakat banyak sebagai
Sistem Hukum Indonesia yang mengadopsi subyek sasaran dari adanya hukum tersebut. Jika
Civil Law System sebagai sistem hukum demikian, maka jelas dalam banyak hal secara
warisan kolonial. Di sisi lain, Indonesia pada rela f dapat dikatakan bahwa Hukum Indonesia
hakekatnya disebut demikian karena secara daklah bertujuan secara pertama dan utama
V
faktual eksistensinya kini makin dilupakan dan memberikan keadilan.25
di nggalkan memiliki sistem hukumnya sendiri Von Savigny mengatakan bahwa hukum
hts

yang telah ada jauh sebelum kolonialisme adalah cerminan jiwa rakyat, maka hukum
asing dengan transplantasi hukumnya hadir di adatlah yang merupakan cerminan jiwa bangsa
Indonesia yakni Sistem Hukum Adat dengan Indonesia.26 Hal di atas kiranya akan lebih
karakteris knya yang khas. diperjelas dengan melihat kepada kerakteris k
ec

Dalam pengembangan Hukum Indonesia, hukum adat. Hukum adat memiliki corak, dan
mulai dari proses pembentukan hingga karakteris k sebagai berikut:
penegakannya, seringkali justru dak sesuai 1. Komunalis k, ar nya manusia menurut
lR

dengan apa yang diharapkan dan dicita-citakan hukum adat merupakan makhluk dalam
oleh masyarakat banyak, sehingga kemudian ikatan kemasyarakatan yang erat.
banyak menimbulkan reaksi nega f hingga
na

25
Efendi, Peranan Lembaga Adat Penjelasan Sengketa Waris di Lombok Tengah, sumber: www.google.com, diakses
tanggal 21 Januari 2012
Jur

26
Von Savigny terkenal dengan konsep jiwa bangsa (volksgeist) sebagai sumber hukum. Menurut Savigny, ‘law
as an expression of the common consciousness or spirit of the people”. Menurut guru besar Hukum Romawi ini,
hukum tidak dibuat tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat. Savigny mengembangkan pikirannya
tatkala pada abad XIX, Jerman berencana membuat kodi ikasi hukum perdata German dengan berkiblat pada
kode Napoleon. Pada waktu itu, Savigny berpolemik dengan seorang ahli hukum A.F.J. Thibaut, yang justru
membenarkan rencana kodi ikasi tersebut.

288 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 2, Agustus 2012, hlm. 277-294


Volume 1 Nomor 2, Agustus 2012

2. Religio-magis, ar nya hukum adat selalu disamping itu pula berguna terciptanya sebuah

HN
berkaitan dengan persoalan magis dan Hukum Indonesia yang lebih baik. Yakni Hukum
spiritualisme (kepercayaan atas roh-roh Indonesia yang sesuai dengan rasa keadilan dan
nenek moyang, dsb). berdasarkan nilai-nilai masyarakat Indonesia
3. Konkrit, ar nya perhubungan-perhubungan sendiri, Hukum Indonesia yang berke-Indonesia-
hidup yang ada dalam hukum adat adalah an, Hukum Indonesia yang beradatkan

BP
perhubungan-perhubungan yang konkrit Indonesia, Hukum Indonesia yang berdasarkan
atau nyata. Seper halnya, dalam hukum Hukum Adat Indonesia.
adat is lah jual-beli hanya dimaknai secara Keadilan berasal dari Tuhan YME dan se ap
nyata yakni jika telah benar-benar ada orang diberi kemampuan, kecakapan untuk
pertukaran uang dan barang secara kontan, meraba dan merasakan keadilan itu. Dan

ing
sehingga dalam hukum adat dak dikenal segala apa yang di dunia ini sudah semes nya
sistem jual-beli secara kredit sebagaimana menimbulkan dasar-dasar keadilan pada
yang dikenal di BW. manusia. Dengan demikian, hukum dak hanya
4. Visual, ar nya dalam hukum adat ind mencarikan keseimbangan antara berbagai
perhubungan hukum dianggap hanya terjadi kepen ngan yang bertentangan satu sama
oleh karena ditetapkan dengan suatu ikatan lain, akan tetapi juga untuk mendapatkan
yang dapat dilihat (seper halnya sistem keseimbangan antara tuntutan keadilan tersebut
panjer, peningset, dll). dengan ”Keter ban” atau ”Kepas an Hukum”.
V
Karakter-karakter hukum adat sebagaimana Jika terjadi fenomena adanya eksistensi
dikemukakan di atas adalah cermin dari karakter suatu hukum yang justru bertentangan dengan
hts

masyarakat Indonesia. Sifat komunalis k dapat rasa keadilan masyarakat, maka dalam hal ini
terlihat dari kebiasaan gotong-royong dan dapat dikatakan telah terjadi suatu legal gap,
gugur-gunung yang biasa dilakukan dalam yakni adanya gap atau jurang perbedaan antara
menghadapi pekerjaan besar secara bersama- apa yang diatur atau dikandung dalam substansi
sama, ataupun dalam mekanisme musyawarah hukum posi p yang ada dengan apa yang
ec

yang biasa dilakukan masyarakat kita sejak diharapkan serta diidealkan masyarakat menurut
berabad-abad lampau dalam memecahkan nilai-nilai dan rasa keadilan yang tumbuh dan
suatu permasalahan bersama. berkembang dalam dimensi ba niah mereka.
lR

Hukum adat yang dijalankan oleh lembaga Dalam fenomena ini, terjadi perbedaaan value
adat merupakan perwujudan nilai-nilai hidup consciousness atau kesadaran akan nilai-nilai
yang berkembang di dalam masyarakat dan tentang apa yang baik dan yang buruk, apa yang
merupakan sesuatu yang given, oleh karena benar dan yang salah, apa yang sesuai hukum
na

itu Hukum Adat baik secara yuridis norma f, dan yang bertentangan dengan hukum, antara
filosofis, maupun secara sosiologis sebagai kesadaran yang ada di masyarakat dan kesadaran
sentral seharusnya diletakkan sebagai pondasi yang dijabarkan di dalam hukum posi p yang
Jur

dasar struktur hirarki Tata Hukum Indonesia di ada. Jika demikian maka nalar keadilan antara
mana dalam hukum adat itulah segala macam yang diharapkan oleh masyarakat dengan yang
aturan hukum posi p Indonesia mendasarkan dikonsepkan dalam substansi aturan hukum
diri dan mengambil sumber substansinya yang ada jelas akan berbeda.

AlternaƟf Penyelesaian Sengketa Bisnis… (Nevey Varida Ariani) 289


Volume 1 Nomor 2, Agustus 2012

Friederich Carl von Savigny, memiliki pe- Hal ini dapat dilihat dari hukum adat yang

HN
mikiran yang terkenal: ”Das recht wird nicht menempatkan kepala adat sebagai penengah
gemacht, est ist und wird mit dem volke” dan memberi putusan adat bagi sengketa di
yang ar nya bahwa hukum itu dak dibuat, antara warga. Kedua, adanya ke dakpuasaan
melainkan tumbuh berkembang bersama atas penyelesaian perkara melalui pengadilan,
masyarakat. Secara lebih lanjut, von Savigny seper mahalnya ongkos perkara, lamanya waktu

BP
menyatakan bahwa hukum adalah cerminan dan rumitnya beracara, maka berbagai negara
jiwa rakyat (volksgeist). Dari sini kiranya di dunia termasuk Indonesia mulai berpaling
jelas bahwa hukum pada hakekatnya adalah kepada penyelesaian perkara secara non ligitasi
manifestasi nilai-nilai yang berkembang di di luar pengadilan. Ke ga, pada masyarakat
masyarakat, sehingga dengan demikian hukum Banjar terdapat kecenderungan penyelesaikan

ing
tumbuh dan berkembang seiring perkembangan sengketa dengan cara badamai atau adat
masyarakat karena hukum adalah bagian dari badamai. Sebagai sarana penyelesaian sengketa
masyarakat, cerminan dari jiwa masyarakat, hukum adat badamai (nonligitasi) sampai saat
cerminan dari rasa keadilan rakyat. Sehingga, ini masih efek f, dalam aspek perdata maupun
jika suatu hukum hendak dibuat dalam bentuk
ind aspek pidana.27
formal oleh negara maka hal yang seharusnya Adat badamai adalah salah satu bentuk
dijadikan sebagai sumber pembentuk substansi penyelesaian sengketa yang lazim dilakukan oleh
hukum tersebut dak lain adalah nilai-nilai yang masyarakat Banjar. Adat badamai bermakna
hidup di masyarakat, dengan demikian hukum pula sebagai hasil proses perembukan atau
V
posi p dak lain adalah formulasi formal musyawarah dalam pembahasan bersama
dari value consciousness masyarakat dengan dengan maksud mencapai suatu keputusan
hts

nalar keadilan berdasarkan rasa keadilan sebagai penyelesaian dari suatu masalah.
rakyat. Jika konsep di atas dilaksanakan dalam Adat badamai dilakukan dalam rangka meng-
proses pengembanan Hukum Indonesia, maka hindarkan persengketaan yang dapat mem-
dipas kan fenomena legal gap dapat dicegah bahayakan tatanan sosial. Putusan Badamai
ec

dalam kegiatan pembentukan hukum. yang dihasilkan melalui mekanisme musyawarah


Ada ga penyebab utama dipergunakannya merupakan upaya alterna f dalam mencari
cara non-ligitas dalam penyelesaian sengketa jalan keluar guna memecahkan persoalan
lR

terutama perkara perdata di Indonesia. yang terjadi dalam masyarakat, maka warga
Penyelesaiannya di luar pengadilan dengan masyarakat berkecenderungan menyelesaikan
cara perdamaian. Pertama,di Indonesia tata secara badamai. Warga masyarakat enggan
cara penyelesaian sengketa damai telah lama menyelesaikan sengketa itu melalui lembaga
na

dan biasa dipakai oleh masyarakat Indonesia. ligitasi (jalur lembaga peradilan). 28Adat

27
Ahmadi Hasan, Penyelesaian Sengketa Melalui Upaya (Non Ligitasi) Menurut Peraturan Perundang-undangan
Jur

(AL-BANJARI: Vol. 5, No. 9, Januari – Juni 2007)


28
Sebagaimana penyelesaian kasus pidana dalam sidang adat pada warga suku Ayer dan Asyrem di Papua yang
menewaskan seorang kakek bernama Daniel Ayer, 63 tahun dari warga Ayer yang tewas ditombak Ever Asyrem,
35 tahun dalam pertikaian pada 20 Nopember 1993 diselesaiakan dengan sidang adat dengan alasan warga
Ayer tidak mau menyelesaikan kasus pembunuhan itu lewat jalur hukum formal (nasional). Penyelesaian secara

290 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 2, Agustus 2012, hlm. 277-294


Volume 1 Nomor 2, Agustus 2012

badamai ini diakui efek f dalam menyelesaikan dan kedua penyelesaian konflik yang bersifat

HN
per kaian atau persengketaan. Sekaligus fisik yang berkaitan dengan kasus penganiayaan,
mampu menghilangkan perasaan dendam perkelahian, pelanggaran lalu lintas maupun
berperan menciptakan keamanan keter ban sengketa pembagian harta warisan. Jika terjadi
dan perdamaian. Adat badamai ini lazim pula konflik atau persengketaan antara warga dan
disebut dengan, babaikan, baparbaik, bapatut dak dilakukan adat badamai diyakini akan

BP
atau mamatut, baakuran dan penyelesaian merusak tatanan harmoni yang merupakan
dengan cara suluh.29 pelanggaran terhadap kearifan tradisional.
Pada dasarnya budaya untuk konsiliasi atau Jika konflik terjadi apalagi yang berkaitan
musyawarah30 merupakan nilai masyarakat yang dengan peris wa pidana, maka tokoh-tokoh
meluas di Indonesia. Berbagai suku bangsa di masyarakat (tetuha kampung) berinsia f untuk

ing
Indonesia mempunyai budaya penyelesaian mendamaikan para pihak yang bersengketa.
sengketa secara damai, misalnya masyarakat Diupayakan pertemuan (musyawarah) ke-
Jawa, Bali, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, luarga, dilanjutkan acara selamatan, dengan
Sumatera Selatan, Lampung, Lombok, Irian Jaya, ind bermaaf-maafan dan terkadang disertai dengan
dan masyarakat Toraja. Sedangkan menurut perjanjian dak akan memperpanjang sengketa
Kawashima, bagi masyarakat Jepang, ligitasi telah dan permusuhan. Bahkan diantara kedua belah
dinilai salah secara moral, bersifat subversif atau pihak diikat dalam sebuah persaudaraan yang
memberontak, dan dipandang membahayakan lazim disebut sebagai baangkat dangsanak
V
hubungan social yang harmonis. Mochrani (dipersaudarakan) atau baangkat kuitan
membagi penyelesaian sengketa itu kepada (menjadi orang tua dan anak angkat). Ciri
hts

dua hal, pertama penyelesaian dalam masalah khas yang membedakan adat badamai dengan
agama yaitu dengan cara mengadakan hujjah penyelesaian damai pada masyarakat lainnya

adat ini memiliki kelebihan, yakni dendam antarmarga bisa berakhir setelah mereka melakukan
ec

upacara ritual bersama. Sedangkan jika diputus lewat hukum pidana biasa, menurut salah seorang
pemuka adat bisa jadi ada pihak yang tidak puas, lantas memelihara dendam. (Gatra, 17 Agustus 1996).
29
Istilah Baparbaik dan Bapatut lebih mengarah kepada penyelesaian perkara pidana seperti terjadinya tindak
penganiayaan, perkelahian atau pelanggaran lalu lintas, namun istilah badamai mengandung pengerian umum
artinya penyelesaian masalah apa saja, termasuk juga di dalamnya penyelesaian perdata hubungan hukum antar
lR

orang perorang. Adapun Suluh lebih dekat pengertiannya kepada istilah Ishlah menurut konsep agama yang
dapat digunakan dalam pengertian penyelesaian keperdataan semisal pembagian waris, maupun keperdataan
lainnya. Lihat Alfani Daud, Islam dan MasyarakatBanjar, Deskripsi dan Analisa Kebudayaan Banjar, PT. Raja
Gra indo Persada, Jakarta, 1997, hlm..198.
30
Dalam bahasa Arab, perkataan musyawarah berasal dari kata dasar syawarayasyuru-musyawarah atau syura
na

yang artinya tanda, petunjuk, nasehat, pertimbangan. Dengan demikian, berdasarkan asal-muasalnya, kata
musyawarah merupakan kata kerja yang dibendakan dan mengandung makna ”saling memberi isyarat, petunjuk,
atau pertimbangan yang bermakna resiprokal dan mutual”. Kata ”musyawarah” dalam terminology ketatanegaraan
Indonesia biasanya disandingkan dengan kata ”mufakat” yang berasal dari bahasa Arab. Istilah ini bersal dari
asal kata itifaq-muwafawah yang berarti ”memberikan persetujuan atau kesepakatan”. Persetujuan di sini dapat
Jur

berupa suara yang terbanyak dan secara teknis dilakukan lewat pemungutan suara atau consensus bulat. Akan
tetapi, dalam pengertian teknis di Indonesia dewasa ini, istilah ”musyawarah mufakat” mengandung pengertian
”consensus bulat.” Lihat Nurchalish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam
Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 194. dan M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan,
1996), hlm. 361. Dan Lihat Adi Sulistyono, Mengembangkan Paradigma Non-Ligitasi di Indonesia, (Surakarta:
Sebelas Maret University Press, 2006), hlm. 31.

AlternaƟf Penyelesaian Sengketa Bisnis… (Nevey Varida Ariani) 291


Volume 1 Nomor 2, Agustus 2012

adalah: adanya nilai-nilai atau norma yang harus sebab adanya suatu bangsa adalah sekumpulan

HN
dipatuhi, adanya upacara yang mengiriingi se- masyarakat yang hidup dalam komunitas karena
bagai simbol tuntasnya sengketa atau per - adanya persamaan nasib dan sepenanggungan.
kaian, adanya acara maangkat dangsanak atau Berangkat dari hal tersebut maka budaya
maangkat.31 bangsa yang berangkat dari sikap kegotong-
royongan dan mau untuk berdamai demi

BP
E. Penutup kesejahteraan masyarakat sekitar yang telah
1. Kesimpulan dilakukan oleh pendahulu kita perlu mendapat
apresiasi kembali seper penyelesaian sengketa
Secara yuridis formal penyelesaian seng-
yang dilakukan oleh masyarakat adat zaman
keta di luar pengadilan yang di maksudkan
dahulu bahwa penyelesaian sengketa cukup

ing
dalam undang-undang adalah mengop malkan
dilakukan oleh kedua belah pihak dan dihadiri
peranan peraturan perundang-undangan yang
oleh kepala adat atau kepala desa sebagai
memuat ketentuan yang mengatur penggunaan
pemimpin dalam suatu masyarakat terkecil,
alterna f penyelesaian sengketa (seper UU No.
atau tokoh agama dengan memper mbangkan
30 Tahun 1999 dan PERMA No. 1 Tahun 2008),
ind kemaslahatan wilayah serta keadilan dan
diantaranya adalah bagaimana agar pengadilan
kepas an dalam masyarakat sehingga dengan
dapat menghorma putusan-putusan yang
proses penyelesaian sengaketa yang dilakukan
dikeluarkan oleh lembaga-lembaga alterna f
oleh masyarakat sendiri di nilai dapat mencakup
penyelesaian sengketa terutama dalam hal
suatu proses yang cepat, biaya murah dan dak
V
pelaksanaan eksekusi. Secara sosiologis di
berbelit-belit dan sesuai dengan nilai-nilai yang
masyarakat masih terjadi permasalahan di an-
hidup dalam masyarakat. Mengembangkan dan
hts

taranya penyelesaian sengketa yang dilakukan


merasionalkan budaya musyawarah agar bisa
masih mengacuh pada ranah hukum posi f
dimanfaatkan untuk menyelesaikan sengketa-
yang ar nya lembaga peradilan turut berperan
sengketa bisnis. Penegakan e ka bisnis sebagai
dalam persolan ini sehingga masyarakat
upaya membangun kepercayaan masyarakat
ec

cenderung jarang menempuh jalur demikian


pada paradigma non li gasi. Hal ini pen ng
karena dianggap bagian dari proses pengadilan
karena alterna f penyelesaian sengketa ini dak
yang dianggap lambat, berbelit-belit, mahal
mempunyai daya pemaksa dalam pelaksanaan
dan hampir sama dengan proses di persidangan
lR

hasil putusannya, dan hanya didasarkan pada


dengan mengedepankan upaya mendamaikan
kesepakatan antara para pihak.Namun demikian
kedua belah pihak, dan di masyarakat jarang
perlu juga Menggunakan pendidikan (formal,
terjadi dalam suatu putusan selesai dalam tahap
keluarga, dan lembaga publik) sebagai sarana
na

ini.
untuk mengembangkan kesadaran masyarakat
Dengan kembali mengedepankan pada
untuk menggunakan paradigma non li gasi
tradisi dan budaya yang ada di masyarakat
membuat negara ini mengakui ja dari bangsa
Jur

31
Ahmadi Husain, Penyelesaian Sengketa Melalui Upaya (Non Litigasi) Menurut Peraturan Perundang-undangan,
(AL-BANJARI Vol. 5, No. 9, Januari – Juni 2007).

292 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 2, Agustus 2012, hlm. 277-294


Volume 1 Nomor 2, Agustus 2012

2. Saran secara adat terlebih dahulu dengan memperoleh

HN
legilalisasi formal jika belum dapat diselesaikan
Dalam rangka upaya memaksimalkan kea-
barulah menggunakan upaya terakhir melalui
dilan yang ada di masyarakat sebagai bagian dari
lembaga peradilan sebagai ul mum remidium.
proses keadilan yang dimiliki oleh masyarakat
kiranya dalam proses penyelesian sengketa yang
ada dalam masyarakat maka hal yang pertama
DAFTAR PUSTAKA

BP
dilakukan adalah menyelesaian persolan ter- Buku
Abdulrrasyid, Priyatna. Arbitrase dan Alterna f
sebut (baik itu persoalan bisnis, sengketa per- Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar,
tanahan, perkawinan, waris dan lain-lain) (Jakarta: Fikaha Aneska, 2002).
terlebih dahulu harus diselesaian antara kedua Darmodihardjo, D, dan Shidarta, Pokok-Pokok

ing
Filsafat Hukum, (Jakarta Gramedia Pustaka
belah pihak dengan melalui musyawarah
Utama, 2004).
mufakat jika dak bisa selesai maka persoalan Dimya , Khudzaifah, Teori sasi Hukum: Studi tentang
tersebut dibawah kelembaga peradilan adat Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia
dalam hal ini ketua adat atau kepala desa atau 1945 - 1990, (Surakarta Muhammadyah
University Press, 2004).
lurah atau tokoh masyarakat yang ditunjuk
berkewajiban untuk menyelesaian persoalan
ind Fuady, Munir, Arbitrase Nasional: Alterna f
Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Bandung: Citra
yang ada dalam lingkungan masyarakat atau Aditya Bak , 2000).
Garner, Bryan A., Black’s Law Dic onary, Editor in
yang termasuk dalam bagian warganya untuk
Chief, 2004, hlm. 1003.
dapat menyelesiakan perkara yang dilakuan oleh Rajagukguk, Erman, Arbitrase Dalam Putusan
V
warga masyarakat dengan berkiblat pada hukum Pengadilan, (Jakarta: Chandra Pratama, 2001).
adat yang sudah merupakan perpadauan antara Sudiarto dan Zaeni Asyhadie, Mengenal Arbitrase
Salah Satu Altena f Penyelesaian Sengketa
hts

nilai Agama, nilai moral, nilai kesusilaan yang Bisnis, (Jakarta: Tatanusa, 2004).
tercermin dalam e ka hidup bermasayarakat Sulistyono, Adi, Mengembangkan Paradigma Non-
yang diakui kebenarannya. Ligitasi di Indonesia, (Surakarta: Sebelas Maret
University Press, 2006).
Namun demikian jika upaya maksimal ter-
Suparman, Eman, Pillihan Forum Arbitrase Dalam
sebut dak dapat dilakukan maka menyele-
ec

Sengketa Komersial Untuk Penegakan Keadilan,


saikan persoalan tersebut dapat dilakukan (Jakarta: Tatanusa, 2004).
melaui prores peradilan baik peradilan umum Usman, Rachmadi, Hukum Arbitrase Nasional,
(Jakarta: Gramedia Widisarana Indonesia,
maupun peradilan abritrase nasional yang telah
lR

2002).
dilegalisasikan oleh negara dengan menjunjung Widjaja, Gunawan, Seri Hukum Bisnis: Alterna f
nggi dan berhen pada upaya perdamian Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2001).
sehingga meminimalisir penumpukan perkara
na

di pengadilan yang berdampak pada lambatnya Makalah / ArƟkel / Prosiding / Hasil PeneliƟan
penyelesaian perkara, berbelit-belit, dengan Hasan, Ahmadi, Penyelesaian Sengketa Hukum
biaya yang mahal sehingga nilai keadilan dan Berdasarkan Adat Badamai Pada Masyarakat
Banjar dalam Kerangka Sistem Hukum Nasional,
kepas an dak menjadi jaminan. Oleh karenanya (Disertasi pada Program Doktor Ilmu Hukum
Jur

dalam suatu perkara yang masuk kepengadilan Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Islam
perlu kiranya sengketa tersebut telah diketahui Indonesia, Yogyakarta, Tahun 2007).
dan telah diselesikan melalui penyelesaian

AlternaƟf Penyelesaian Sengketa Bisnis… (Nevey Varida Ariani) 293


Volume 1 Nomor 2, Agustus 2012

Peraturan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008


Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

HN
Arbitrase dan Alterna f Penyelesaian Sengketa. Mahkamah Agung

BP
ing
V ind
hts
ec
lR
na
Jur

294 Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 2, Agustus 2012, hlm. 277-294

Das könnte Ihnen auch gefallen