Sie sind auf Seite 1von 34

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan epifisis


dan atau tulang rawan sendi baik yang bersifat total maupun yang parsial. Fraktur
dapat terjadi akibat peristiwa trauma tunggal, tekanan yang berulang-ulang, atau
kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik). Sebagian besar fraktur
disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa
pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Fraktur dapat
disebabkan trauma langsung atau tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan
pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung bila
titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.1
Fraktur humerus merupakan fraktur yang cukup sering terjadi. Secara
presentase, fraktur diafisis humerus mencapai 1,2% dari semua kasus fraktur .
Penanganan fraktur humerus dapat menggunakan terapi operatif maupun
konservatif. Prinsip penanganannya konservatif karena angulasi dapat tertutup otot
dan secara fungsional tidak terjadi gangguan . Sedangkan indikasi tindakan operatif
adalah fraktur terbuka, non union, atau pasien ingin segera bekerja secara aktif .
Fraktur diafisis humerus dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Komplikasi
dibagi menjadi awal dan lanjut. Komplikasi yang sering terjadi adalah terjepitnya
nervus radialis. Bahkan komplikasi ini sering terjadi karena reposisi. Sedangkan
komplikasi lanjut yang mungkin terjadi adalah malunion dan non union. Malunion
dapat terjadi karena traksi yang terlalu berat sedangkan non union bisa terjadi
karena pemaksaan gerakan bahu dan siku sebelum waktunya sehingga membuat
refraktur2.

1
BAB II
KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Tn. Olzhy Rizal Tanggal Masuk : 04/07/2018
Umur : 24 tahun Ruangan : Teratai
JK : Laki-laki Rumah Sakit :RSUD Undata

II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri dan luka pada lengan kanan atas

Riwayat Trauma : Kecelakaan Lalu Lintas

Mekanisme Trauma :
Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas pada tanggal 3 Juli 2018 pukul
20.00 WITA, pasien mengendarai sepeda motor dan menabrak pengendara
sepeda motor yang lain dari arah berlawanan. Pasien terjatuh ke arah kanan
dengan tangan kanan bertumpu pada aspal jalan dan berusaha menahan posisi
tubuh.

Anamnesis Terpimpin :
Pasien rujukan dari RS Torabelo dengan keluhan nyeri dan luka robek
uk ± 10 cm x 2 cm cm pada lengan kanan atas serta jari-jari sulit untuk
digerakkan yang dirasakan sejak ± 24 jam sebelum masuk rumah sakit, Pasien
mengalami kecelakaan sepeda motor sekitar pukul 21.00 WITA atau sekitar ±24
jam yang lalu. Pasien mengalami kecelakaan mengendarai sepeda motor dengan
kecepatan tinggi sehingga pasien kehilangan keseimbangan kemudian menabrak
pengendara motor lain dari arah berlawanan. Pasien mengatakan sesaat setelah
kecelakaan tersebut, pasien sempat tidak sadarkan diri saat dibawa ke
puskesmas. Cedera kepala tidak ada, riwayat mual muntah tidak ada, tidak ada
pusing dan sakit kepala , nyeri ulu hati tidak ada, BAK lancar, BAB biasa.
Pasien menyangkal mengkonsumsi obat-obatan.

2
Riwayat peyakit terdahulu : pasien mengaku belum pernah mengalami penyakit
yang membuatnya dirawat di rumah sakit sebelumnya. Tidak ada riwayat penyakit
hipertensi, diabetes mellitus, asma.

Riwayat penyakit keluarga : tidak ada keluarga yang menderita kejadian yang
sama. Tidak ada riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, asma pada anggota
keluarga.

III. Status generalisata


KU : Sakit sedang
GCS : E4 V5 M6
Berat badan : 50 kg
TB : 164 cm
IMT : 18,65 (Normal)
Kepala : normocephal
Mata : conjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (-/-) raccon eye (-/-)
Hidung : nafas cuping (-), sekret (-), septum deviasi (-), rhinorrea(-)
Telinga : discharge (-/-), ottorhea(-),
Mulut : bibir sianosis (-), parrese
Tenggorokan : T1-T1, faring hiperemis (-).
Leher : simetris, trakhea ditengah, pembesaran limfonodi (-)

Thorax
Pulmo
inspeksi : simetris statis dan dinamis, retraksi sela iga (-/-), jejas (-),
oedem (-), hematom (-), deformitas (-).
Palpasi : vocal fremitus simetris kiri dan kanan , nyeri tekan (-/-)
Perkusi : sonor di kedua lapang paru

3
Auskultasi : suara napas veikular kanan dan kiri, ronkhi (-/-), wheezing (-
/-)
Jantung
Auskultasi : bunyi jantung I-II murni reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, jejas (-), hematom (-), oedem (-)
Auskultasi : bising usus (+)
Palpasi : nyeri tekan dinding perut (-), defans muskular (-)
Perkusi : timpani, shifting dullnes (-)
Genital
Tidak ada jejas, tidak terdapat nyeri
Ekstremitas atas
- Akral hangat (+/+), edema (-/-)
Ekstremitas bawah
- Akral hangat (+/+), edema (-/-)

IV. Status Lokalis : Regio brachialis dextra


LOOK :
- Tampak vulnus laceratum pada regio humerus dextra dengan ukuran
10 cm x 2 cm, deformitas (+), Edema (+), hematom (+) warna
kemerahan beda dengan kulit sekitar, sikatrix (-) ,perdarahan aktif (-)
FEEL :
- Nyeri tekan (+), teraba hangat (+), krepitasi (+)
ROM
- Terbatas
NVD
- capiilarry refill time<2 detik
- Sensoris : sensitif terhadap perabaan (+), nyeri (+)
- Motorik : +/+

4
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboratorium : ( 04 – 07- 2018 )
o RBC 5.48 x 106/mm3
o HGB 14.1 g/dL
o HCT 42.7%
o PLT 311 x 103/mm3
o WBC 11.2 x 103
o GDS 100 mg/dl
o HbsAg : (-) Negatif

- X- ray

Gambar : Foto Rontgen regio brachialis dextra AP/ Lateral

5
VI. RESUME:

Pasien laki-laki umur 24 tahun masuk dengan keluhan nyeri dan luka robek
pada lengan kanan atas serta jari-jari sulit digerakkan yang dirasakan sejak ±24jam
sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengalami kecelakaan sepeda motor sekitar
pukul 21.00 WITA . Dari pemeriksaan fisik pada regio humerus dextra tampak
vulnus laceratum pada regio humerus dextra dengan ukuran 10cm x 2 cm,
deformitas (+), edema (+), bone exposure(+), hematoma(+), disertai nyeri tekan,
ROM terbatas karena nyeri, sensorik dan motorik dalam batas normal.
Pada pemeriksaan radiologi foto rontgen regio Humerus dextra AP/Lateral
tampak fraktur os humerus dextra 1/3 distal dengan adanya bagian pecahan tulang
pada daerah lateral lengan.

Diagnosis

Open Fracture Humerus Dextra 1/3 Distal grade IIIA + Radial Nerve Palsy
Penatalaksanaan:
a. Medikamentosa
IVFD Futrolit 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
Inj. Ketorolac 30mg/8 jam/iv
Inj. Ranitidin 50mg/8 jam/iv
- Pro debridement
- ORIF
b. Non medikamentosa
Diet bebas
Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa pasien mengalami patah tulang
lengan kanan atas dan
Konsul dokter bedah ortopedi untuk menangani lebih lanjut
Menjelaskan pada keluarga pasien bahwa diperlukan tindakan operasi untuk
penanganan lebih lanjut.

6
VII. PROGNOSIS : Dubia et Bonam

Follow up
Tanggal Follow Up
05 /07 /18 S = Nyeri pada lengan kanan atas (+), jari-jari sulit digerakkan (+)
O = TD :120/80 mmHg
N= 88 x /m
R = 20 x/m
S= 36,3 °C
Look : deformitas (+), edema (-),
Feel : nyeri tekan (+), suhu : teraba hangat
Move : ROM : terbatas, motorik :+/+
A = Fracture Humerus Dextra 1/3 Distal + Radial Nerve Palsy

P = - IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv - Konsul jantung
- Ranitidin 50 mg/8 jam / IV - Konsul anastesi
- Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
- Rencana orif , debridement
06/07/2018 S = Nyeri pada lengan kanan atas (+), sulit untuk diangkat, jari-jari
sulit digerakkan
O = TD :110/90 mmHg
N= 86 x /m
R = 20 x/m
S= 36,5 °C
Look : deformitas (+), edema (-),
Feel : nyeri tekan (+), suhu : teraba hangat
Move : ROM : terbatas, motorik :+/+

7
A = Fracture Humerus Dextra 1/3 Distal + Radial Nerve Palsy P = -
IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
- Ranitidin 50 mg/8 jam / IV
- Ketorolac 30 mg/8 jam/IV -Konsul anastesi
- Rencana orif 09/07/2018 – Siap darah 2 bag PRC
07/07/2018 S = Nyeri pada lengan kanan atas (+), sulit untuk diangkat, jari-jari
sulit digerakkan
O = TD :120/90 mmHg
N= 86 x /m
R = 20 x/m
S= 36,5 °C
Look : deformitas (+), edema (-),
Feel : nyeri tekan (+),
Move : ROM : terbatas, motorik :+/+
A = Fracture Humerus Dextra 1/3 Distal + Radial Nerve Palsy
P = - IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
- Ranitidin 50 mg/8 jam / IV
- Ketorolac 30 mg/8 jam/IV

Keluarga menolak untuk dilakukan operasi


08/07/2018 S = Nyeri pada lengan kanan atas (+), sulit untuk diangkat, jari-jari
sulit digerakkan
O = TD :120/90 mmHg
N= 86 x /m
R = 20 x/m
S= 36,5 °C
Look : deformitas (+), edema (-),
Feel : nyeri tekan (+),

8
Move : ROM : terbatas, motorik :+/+
A = Fracture Humerus Dextra 1/3 Distal + Radial Nerve Palsy
P = - IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
- Ranitidin 50 mg/8 jam / IV
- Ketorolac 30 mg/8 jam/IV

09/07/2018 S = Nyeri pada lengan kanan atas (+), sulit untuk diangkat, jari-jari
sulit digerakkan
O = TD :120/90 mmHg
N= 86 x /m
R = 20 x/m
S= 36,5 °C
Look : deformitas (+), edema (-),
Feel : nyeri tekan (+),
Move : ROM : terbatas, motorik :+/+
A = Fracture Humerus Dextra 1/3 Distal + Radial Nerve Palsy
P = - IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
- Pulang

9
BAB III
DISKUSI

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada kasus


ini, didapatkan diagnosis dengan fraktur humerus dextra 1/3 distal grade IIIA +
radial nerve palsy.
Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami nyeri dan luka robek pada
lengan kanan atas serta jari-jari sulit digerakkan yang dirasakan sejak ±24jam
sebelum masuk rumah sakit post kecelakaan lalu lintas ( jatuh dari motor ) yang
diakibatkan karena pasien menabrak pengendara motor lainnya. Mekanisme
terjadinya trauma dimana pasien terjatuh ke arah kanan dengan tangan kanan
bertumpu pada aspal jalan dan berusaha menahan posisi tubuh. Pingsan (+) cedera
kepala (+), Keluhan mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), BAK (+) lancar, BAB
(+) biasa.
Pada keadaan pasien dicurigai adanya keadaan fraktur pada bagian lengan
kanan. Sesuai teori bahwa Fraktur humerus merupakan fraktur yang cukup sering
terjadi. Secara presentase, fraktur diafisis humerus mencapai 1,2% dari semua kasus
fraktur. Pada umumnya, penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang,
dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas
fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Menurut Sachdeva, penyebab fraktur dapat
dibagi menjadi tiga yaitu:5
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit di atasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.

10
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan
berikut:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh
defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi
Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
Penyebab tejadinya fraktur pada pasien adalah cedera traumatik langsung
dimana pukulan langsung akibat tangan menumpu pada aspal jalan dan
mengakibatkan tulang patah secara spontan terjadi fraktur pada bagian 1/3 distal
humerusnya.
Pada pemeriksaan fisik, pada inspeksi Regio humerus dextra tampak adanya
luka terbuka dengan jahit kondisi, deformitas pada bagian humerus dextra, warna
kemeraham beda dengan kulit sekitar, sikatrix (-). Palpasi: nyeri tekan (+), teraba
hangat (+),edema (+), bone exposure(+), ROM: terbatas karena nyeri . NVD:
capiilarry refill time<2 detik. Sensoris: sensitif terhadap perabaan (+), nyeri (+).
Motorik: +/+. Pada pemeriksaan fisik terdapat krepitasi pada lengan kanan atas .
Hasil dari kejadian ini tergantung pada (1) tingkat cedera, (2) reduksi yang adekuat,
dan (3) fiksasi yang adekuat. Dengan pemeriksaan klinis, kita sudah dapat
mencurigai adanya fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan
untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan
nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita
mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen. Dan pada pasien dilakuka
pemasangan bidai.
Pada pemeriksaan radiologi R.Brachii dextra AP/Lateral: fraktur distal
humerus , ( kriteria gambaran tampak proyeksi AP humerus yang memanjang, dan

11
proyeksi lateral tampak gambaran lateral caput humerus),Pada pemeriksaan
radiologi foto humerus tampak fraktur humerus dextra 1/3 distal .

Hasil pemeriksaan :
Foto humerus dextra AP/lateral
- Alignment pembentuk humerus dextra tidak intak
- Tampak fraktur pada 1/3 distal humerus dextra dengan fragmen distal
displace ke anterolateral
- Mineralisasi tulang baik
- Celah sendi tervisualisasi baik
- Jaringan lunak sekitarnya kesan swelling

12
Kesan : Fraktur 1/3 distal humerus dextra

Dari hasil foto rontgen, pasien mengalami fraktur pada distal humerus,
dimana Fraktur ini jarang terjadi pada dewasa. Mekanisme cedera untuk fraktur ini
terjadi karena trauma langsung . Trauma langsung dimana terjatuh atau terpeleset
dengan posisi siku tangan menopang tubuh atau bisa juga karena siku tangan
terbentur atau dipukul benda tumpul. Trauma tidak langsung apabila jatuh dalam
posisi tangan menopang tubuh namun posisi siku dalam posisi tetap lurus. Hal ini
biasa terjadi pada orang dewasa usia pertengahan atau wanita usia tua.6

Fraktur distal humerus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

13
Pada pasien termasuk dalam klasifikasi tipe A yang merupakan
ektraarticular( fraktur supracondylar) yang 80 % adalah tipe extensi , epycondilus.

14
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan,
yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau
penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau tidak langsung. Trauma
langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu.
Trauma tidak langsung bila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.1
Fraktur diafisis humerus dapat menimbulkan berbagai komplikasi.
Komplikasi dibagi menjadi awal dan lanjut. Komplikasi yang sering terjadi adalah
terjepitnya nervus radialis. Bahkan komplikasi ini sering terjadi karena reposisi.
Sedangkan komplikasi lanjut yang mungkin terjadi adalah malunion dan non union.
Malunion dapat terjadi karena traksi yang terlalu berat sedangkan non union bisa
terjadi karena pemaksaan gerakan bahu dan siku sebelum waktunya sehingga
membuat refraktur2.
Pada pasien ini mengalami keluhan jari-jari sulit digerakkan , sehingga
dicuriga adanya radial nerve palsy. Selanjutnya Pada pasien ini diperlukan
pemeriksaan laboratorium sebagai pemeruksaan penunjang untuk mengetahui
apakah terdapat tanda infeksi ataukan terdapat hal” yang dapat menyebabkan
terhalangnya operasi Pemeriksaan laboratorium meliputi:
a. Pemeriksaan darah rutin untuk mengenai keadaan umum, infeksi
akut/menahun
b. atas indikasi tertentu: diperlukan pemeriksaan kimia darah, reaksi
imunologi, fungsi hati/ginjal

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil


o RBC 5.48 x 106/mm3
o HGB 14.1 g/dL
o HCT 42.7%
o PLT 311 x 103/mm3
o WBC 11.2 x 103
o GDS 100 mg/dl
o HbsAg : (-) Negatif

15
Hal ini menunjukan tidak ada penyulit dalam melakukan operasi
dikarenakan hasil pemeriksaan laboratorium pasien normal.
Adapun penatalaksanaan pada pasien adalah sebelum operasi dan sesudah
operasi pemberian medikamentosa berupa pemberian antibiotik serta anti nyeri,
pada saat sebelum operasi pasien diberikan anbacim, ranitidin, dan ketorolac hal ini
sesui dengan teori dan kondisi pasien dimana pasien memiliki tanda fraktur
terbuka sehingga diperlukan pemberian antibiotik , pemberian antibiotik kemudian
dilakukan sebelum pasien melakukan operasi hal ini sudah sesuai dengan teori pada
penelitian yang telah dilakukan kumar dalam jurnal india sebagai berikut :

1. Pemberian antibiotik (profilaksis), adalah antibiotik yang diberikan sebelum


operasi atau segera pada kasus yang secara klinis tidak menunjukkan tanda-
tanda infeksi. Diharapkan pada saat operasi jaringan, target sudah mengandung
kadar antibiotik tertentu yang efektif untuk menghambat pertumbuhan kuman
atau membunuh kuman. Antibiotika profilaksis pada pembedahan ialah
antibiotika yang diberikan pada penderita yang menjalani pembedahan sebelum
adanya infeksi, tujuannya ialah untuk mencegah terjaidnya infeksi akibat
tindakan pembedahan yaitu infeksi luka operasi (ILO) atau surgical site
infection (SSI). ILO dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu superficial meliputi
kulit dan jaringan subkutan, deep yang meliputi fasia dan otot, serta
orgayn/space yang meliputi organ dan rongga tubuh.9

Antibiotik selektif yang dipilih, tidak mahal, non toksik, spectrum sempit.
Organisme gram positif Staphylococcus aureus, dan epidermidis yang biasanya
paling umum berhubungan dengan infeksi pada ortopedi. Umumnya organisme
ini adalah flora normal yang ada di kulit dan dapat melekat pada implant dan
bermultipikasi. Sehingga antibiotik yang dimasukkan preoperatif adalah
golongan beta lactam seperti cephalosporin, penisilin, dan turunan cloxacilin,
glikopeptida seperti teicoplanin dan aminoglikosida seperti gentamicin. Menurut
American Society of Health System Pharmacist (ASHP), cefazolin telah
digunakan sebagai preoperative profilaksis, kombinasi cefazolin dengan

16
gentamicin telah banyak digunakan sebagai antibiotik rasional pada operasi
ortopedi. Sedangkan sefalosporin generasi dua yakni cefuroxime digunakan
pada 11,8 kasus yang menjalani prosedur artroplasti. Sedangkan sefalosporin
generasi tiga digunakan untuk pemasangan fiksasi internal. Pada kasus ini
digunakan cefobactam yang merupakan sefalosforin generasi ketiga yang sesuai
untuk operasi ortopedi. 9

2. Analgesik
Analgesik preempetif dimasukkan sebelum stimulus nyeri dapat mencegah atau
mererduksi nyeri secara substansial. Analgesik atau obat penghilang nyeri
adalah zat – zat yang dapat mengurngi ataumenghilangkan nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan anestetik umum). Analgetik
digolongkan berdasarkan mekanisme kerjanya: yakni:
 Penekanan raasa nyeri dengan merintani pembentukan rangsangan dalam
reseptor nyeri perifer (analgetik perifer, anastesi lokal)
 Menekan rasa nyeri dengan merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam
syaraf – syaraf sensoris (anestesi lokal)
 Menghambat rasa nyeri dipusat nyeri dalam sistem saraf pusat (analgetik
narkotik, anestesi umum).9
Dalam kasus ini pasien diberikan analgetik berupa ketorolac yang
dikombinasikan dengan ranitidin. Dimana ketorolac adalah analgesik. Namun efek
lain yang muncul ketika pemberian analgesik tanpa disertai penurun asam lambung,
pasien akan kesakitan pada daerah perut bagian atas atau bisa juga merasakan
sensasi seperti terbakar pada ulu hatinya. Efek samping dari Ketorolac adalah
menaikkan asam lambung, maka untuk menurunkan asam lambung,
dipilihlah ranitidin sebagai penurun kadar asam lambung.
Pada tatalaksana bedah dengan kasus fraktur humerus dapat berupa terapi
konservatif dengan indikasi yang sangat terbatas dan terapi operatif.

17
1. Konservatif
Pada umumnya, pengobatan patah tulang distal humerus dapat ditangani
reposisi dalam narkose umum. Setelah tereposisi, posisi siku dibuat fleksi
diteruskan sampai a.Radialis mulai tak teraba. Kemudian diekstensi siku sedikit
untuk memastikan a.Radialis teraba lagi.

Gambar. Pemasangan Gips Spal


Dalam posisi fleksi maksimal ini dilakukan imobilisasi dengan gips spal.
Posisi fleksi maksimal dipindahkan karena penting untuk menegangkan otot
trisep yang berfungsi sebagai internal splint.Kalau dalam pengontrolan dengan
radiologi hasilnya sangat baik gips dapat dipertahankan dalam waktu 3-6
minggu.

Gambar. Skin Traksi

18
Kalau dalam pengontrolan pasca reposisi ditemukan tanda Volkmann’s
iskaemik secepatnya posisi siku diletakkan dalam ekstensi, untuk immobilisasinya
diganti dengan skin traksi dengan sistem Dunlop.

Gambar . internal fiksation


Pada penderita dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondiler garis
patahnya berbentuk T atau Y, yang membelah sendi untuk menanggulangi hal ini
lebih baik dilakukan tindakan operasi dengan pemasangan internal fiksasi.
Pergelangan tangan dan jari-jari harus dilatih gerak sejak awal. Latihan
pendulum pada bahu dimulai dalam 1 minggu perawatan, tapi abduksi aktif
ditunda hingga fraktur mengalami union. Fraktur spiral mengalami union sekitar 6
minggu, variasi lainnya sekitar 4-6 minggu. Sekali mengalami union, hanya sling
(gendongan) yang dibutuhkan hingga fraktur mengalami konsolidasi.8
Pengobatan non bedah kadang tidak memuaskan pasien karena pasien harus
dirawat lama. Itulah sebabnya pada patah tulang batang humerus dilakukan
operasi dan pemasangan fiksasi interna yang kokoh. 8
Berikut beberapa metode dan alat yang digunakan pada terapi konservatif:

19
 Hanging cast

Gambar. Hanging Cast


Indikasi penggunaan meliputi pergeseran shaft tengah fraktur
humerus dengan pemendekan, terutama fraktur spiral dan oblik.
Penggunaan pada fraktur transversa dan oblik pendek menunjukkan
komplikasi pada saat penyembuhan. Pasien harus mengangkat tangan
atau setengah diangkat sepanjang waktu dengan posisi cast tetap untuk
efektivitas. Seringkali diganti dengan fuctional brace 1-2 minggu pasca
trauma. Lebih dari 96% telah dilaporkan mengalami union.8

20
 Coaptation splint

Gambar. Coaptation splint

Diberikan untuk efek reduksi pada fraktur tapi coaptation splint


memiliki stabilitas yang lebih besar dan mengalami gangguan lebih
kecil daripada hanging arm cast. Lengan bawah digantung dengan
collar dan cuff. Coaptation splint diindikasikan pada terapi akut fraktur
humerus dengan pemendekan minimal dan untuk jenis fraktur oblik
pendek dan transversa yang dapat bergeser dengan penggunaan hanging
arm cast. Kerugian coaptation splint meliputi iritasi aksilla, bulkiness
dan berpotensial slippage. Splint seringkali diganti dengan fuctional
brace pada 1-2 minggu pasca trauma. 8

21
 Thoracobranchial immobilization (velpeu dressing)

Gambar. Thoracobranchial immobilization (velpeu dressing)

Biasanya digunakan pada pasien lebih tua dan anak-anak yang tidak
pilihan. Teknik ini diindikasikan untuk pergeseran fraktur yang minimal
atau fraktur yang tidak bergeser yang tidak membutuhkan reduksi.
Latihan pasif pendulum bahu dapat dilakukan dalam 1-2 minggu pasca
trauma. 8
 Shoulder spica cast

Gambar. Shouder Spica Cast

22
Teknik ini diindikasikan pada jenis fraktur yang mengharuskan
abduksi dan eksorotasi ektremitas atas. Kerugian teknik ini meliputi
kesulitan aplikasi cast, berat cast dan bulkiness, iritasi kulit,
ketidaknyamanan dan kesusahan memposisikan ektremitas atas. 8

 Functional bracing

Gambar. Shouder Spica Cast

Memberikan efek kompresi hidrostatik jaringan lunak dan mempertahankan


aligment fraktur ketika melakukan pergerakan pada sendi yang berdekatan. Brace
biasanya dipasang selama 1-2 minggu pasca trauma setelah pasien diberikan
hanging arm cast atau coaptation splint dan bengkak berkurang. Kontraindikasi
metode ini meliputi cedera massif jaringan lunak, pasien yang tidak dapat dipercaya
dan ketidakmampuan untuk mempertahankan asseptabilitas reduksi. Collar dan cuff
dapat digunakan untuk menopang lengan bawah; aplikasi sling dapat menghasilkan
angulasi varus (kearah midline). 8
Pada penanganan konservatif pada pasien dilakukan pemasangan splint pada
bagian fraktur, hal tersebut sudah sesuai dengan indikasi teori bahwa efek reduksi

23
pada fraktur tapi coaptation splint memiliki stabilitas yang lebih besar dan
mengalami gangguan lebih kecil daripada hanging arm cast.
Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan baik pada orang dewasa muda
ataupun pada orang tua karena perlu reduksi yang akurat dan stabil dan diperlukan
mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah komplikasi. Jenis operasi
yang dapat dilakukan, yaitu pemasangan pin, pemasangan plate dan screw,. Ada
beberapa indikasi untuk dilakukan tindakan pembedahan, diantaranya:
 Cedera multiple berat
 Fraktur terbuka
 Fraktur segmental
 Fraktur ekstensi intra-artikuler yang bergeser
 Fraktur patologis
 Siku melayang (floating elbow) – pada fraktur lengan bawah
(antebrachii) dan humerus tidak stabil bersamaan
 Palsi saraf radialis (radial nerve palsy) setelah manipulasi
 Non-union6

Adapaun jenis Fiksasi dapat berhasil dengan;


1. Kompresi plate and screws
2. Interlocking intramedullary nail atau pin semifleksibel
3. External Fixation
Plating menjadikan reduksi dan fiksasi lebih baik dan memiliki
keuntungan tambahan bahwa tidak dapat mengganggu fungsi bahu dan siku.
Biar bagaimanapun, ini membutuhkan diseksi luas dan perlindungan pada
saraf radialis. Plating umumnya diindikasikan pada fraktur humerus dengan
kanal medulla yang kecil, fraktur proksimal dan distal shaft humerus, fraktur
humerus dengan ekstensi intraartikuler, fraktur yang memerlukan eksplorasi
untuk evaluasi dan perawatan yang berhubungan dengan lesi neurovaskuler,
serta humerus non-union.8
Interlocking intramedullary nail diindikasi pada fraktur segmental
dimana penempatan plate akan memerlukan diseksi jaringan lunak, fraktur

24
humerus pada tulang osteopenic, serta pada fraktur humrus patologis.
Antegrade nailing terbentuk dari paku pengunci yang kaku (rigid interlocking
nail) yang dimasukkan kedalam rotator cuff dibawah kontrol (petunjuk)
fluoroskopi. Pada cara ini, dibutuhkan diseksi minimal namun memiliki
kerugian, yaitu menyebabkan masalah pada rotator cuff pada beberapa kasus
yang berarti. Jika hal ini terjadi, atau apabila nail keluar dan fraktur belum
mengalami union, penggantian nailing dan bone grafting mungkin diperlukan;
atau dapat diganti dengan external fixator. 8
Retrograde nailing dengan multiple flexible rods dapat menghindari
masalah tersebut, tapi penggunaannya lebih sulit, secara luas kurang aplikatif
dan kurang aman dalam mengontrol rotasi dari sisi yang fraktur. 7,9
External fixation mungkin merupakan pilihan terbaik pada fraktur
terbuka dan fraktur segmental energy tinggi. External fixation ini juga
prosedur penyelamatan yang paling berguna setelah intermedullary nailing
gagal.8 Indikasi umumnya pada fraktur humerus dengan non-union infeksi,
defek atau kehilangan tulang, dengan luka bakar, serta pada luka terbuka
dengan cedera jaringan lunak yang luas. 8

Dan disini pasien di indikasikan untuk dilakukan pembedahan dikarenakan


terdapat siku melayang (floating elbow) dan humerus yang tidak stabil bersamaan
hal ini sudah sesuai dengan teori. Akan tetapi pada pasien ini menolak untuk
dilakukannya tindakan. Hal tersebut dikarenakan keluarga tidak menyetujui untuk
dilakukan operasi.
Dan disini terdapat komplikasi_komplikasi yangakan terjadi bila fraktur
humerus tidak dilakukan tindakan operatif seperti :
 Komplikasi Awal
 Cedera vaskuler
Jika ada tanda-tanda insufisiensi vaskuler pada ekstremitas, kerusakan
arteri brakhialis harus disingkirkan. Angiografi akan memperlihatkan
tingkat cedera. Hal ini merupakan kegawatdaruratan, yang memerlukan

25
eksplorasi dan perbaikan langsung ataupun cangkok (grafting) vaskuler.
Pada keadan ini internal fixation dianjurkan.6,8
 Sindroma kompartemen yang biasa disebut dalam 5 P (Pain, Pallor,
Pulselesness, Paraesthesia, Paralysis), terjepitnya a. Brakhialis yang
akan menyebabkan nekrosis otot-otot dan saraf.

 Cedera saraf
Radial nerve palsy (wrist drop dan paralisis otot-otot ekstensor
metacarpophalangeal) dapat terjadi pada fraktur shaft humerus, terutama fraktur
oblik pada sepertiga tengah dan distal tulang humerus. Pada cedera yang
tertutup, saraf ini sangat jarang terpotong, jadi tidak diperlukan operasi
segera.6,8 Apabila pada fraktur medial humerus disertai komplikasi cdera
n.Radialis, harus dilakukan operasi reduksi dan internal fiksasi dengan plate
screw untuk humerus disertai eksplorasi n.Radialis.

Pergelangan tangan dan telapak tangan harus secara teratur


digerakkan dari pergerakan pasif putaran penuh hingga mempertahankan
(preserve) pergerakan sendi sampai saraf pulih. Jika tidak ada tanda-tanda
perbaikkan dalam 12 minggu, saraf harus dieksplorasi. Pada lesi komplit,
jahitan saraf kadang tidak memuaskan, tetapi fungsi dapat kembali dengan baik
dengan pemindahan tendon.6 Jika fungsi saraf masih ada sebelum manipulasi
lalu kemudian cacat setelah dilakukan manipulasi, hal ini dapat diasumsikan
bahwa saraf sudah mengalami robekan dan dibutuhkan operasi eksplorasi.6
 Infeksi
Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik. Osteitis tidak
mencegah fraktur mengalami union, namun union akan berjalan lambat dan
kejadian fraktur berulang meningkat.
Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan pembentukan pus, jaringan lunak
disekitar fraktur harus dibuka dan didrainase. Pilihan antibiotik harus
disesuaikan dengan hasil sensitivitas bakteri.

26
External fixation sangat berguna pada kasus ini, namun jika intramedullary
nail sudah terlanjur digunakan dan terfiksasi stabil, nail tidak perlu dilepas

 Komplikasi Lanjut
 Delayed Union and Non-Union
Fraktur transversa kadang membutuhkan waktu beberapa bulan
untuk menyambung kembali, terutama jika traksi digunakan berlebihan
(penggunaan hanging cast jangan terlalu berat). Penggunaan teknik yang
sederhana mungkin dapat menyelesaikan masalah, sejauh ada tanda-tanda
pembentukkan kalus (callus) cukup baik dengan penanganan tanpa
operasi, tetapi ingat untuk tetap membiarkan bahu tetap bergerak. Tingkat
non-union dengan pengobatan konservatif pada fraktur energi rendah
kurang dari 3%. Fraktur energi tinggi segmental dan fraktur terbuka lebih
cenderung mengalami baik delayed union dan non-union.8
Intermedullary nailing menyebabkan delayed union, tetapi jika
fiksasi rigid dapat dipertahankan tingkat non-union dapat tetap dibawah
10%.8

 Joint stiffness
Joint stiffness sering terjadi. Hal ini dapat dikurangi dengan
aktivitas lebih awal, namun fraktur transversa (dimana abduksi bahu
nyeri disarankan) dapat membatasi pergerakan bahu untuk beberapa
minggu.8,

27
KESIMPULAN

Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang , tulang rawan sendi,


tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang humerus.
Etiologi fraktur humerus umumnya merupakan akibat trauma. Selain dapat
menimbulkan patah tulang (fraktur), trauma juga dapat mengenai jaringan lunak
sekitar tulang tersebut. Mekanisme trauma sangat penting dalam mengetahui luas
dan tingkat kerusakan jaringan tulang serta jaringan lunak sekitarnya.
Diagnosis fraktur humerus dapat dibuat berdasarkan anamnesis yang baik,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis. Penatalaksanaan penderita fraktur
humerus harus dilakukan secara cepat dan tepat untuk mencegah komplikasi segera,
dini, dan lambat.

28
DAFTAR PUSTAKA
1. Chairuddin R. Pengantar Ilmu Bedah Orthopaedi. Makassar: Bintang
Lamumpatue;201
2. Djaya,et al, Perbandingan Komplikasi Malunion pada Pasien Fraktur Humerus
Pasca Terapi Operatif dan Non-Operatif di RS Bina Sehat(A Comparison of
Malunion Complications in Humerus Fracture Patient After Operative and
Non-OperativeTreatment at the Bina Sehat Hospital) e-Jurnal Pustaka
Kesehatan, vol. 2 (no. 1), Januari 2014
3. Pearce, Evelyn. C. (2006); “Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis”,
PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
4. Chairuddin R. Pengantar Ilmu Bedah Orthopaedi. Makassar: Bintang
Lamumpatue;2013
5. Hansen, John T. 2010. Netter Clinical Anatomy. 2nd Ed. Philadelphia: Saunders
6. Egol, K.A., Koval, K.J., Zuckerman, J. D. Handbook Of Fractures.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins. 2010:p. 193-229;604-614
7. Reksoprodjo, S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara
Publisher, 2009, Bab 9; Orthopaedi.
8. Noor Helmi, Zairin, 2012; Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal; jilid
1,Salemba Medika, Jakarta,
9. Kumar et all, 2015. Prophylactic antibiotics in orthopedic surgery: Controversy
its use, Indian Journal of Orthopaedics, Volume 4, India.

29
RESUME
Definisi Fraktur adalah hilangnya kontinuitas jaringan tulang,
tulang rawan epifisis dan atau tulang rawan sendi baik yang
bersifat total maupun yang parsial. Fraktur dapat terjadi
akibat peristiwa trauma tunggal, tekanan yang berulang-
ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang (fraktur
patologik). Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan
yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan,
penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan.
Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau tidak
langsung. Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung
bila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.1
Fraktur humerus merupakan fraktur yang cukup sering terjadi.
Secara presentase, fraktur diafisis humerus mencapai 1,2%
dari semua kasus fraktur . Penanganan fraktur humerus dapat
menggunakan terapi operatif maupun konservatif. Prinsip
penanganannya konservatif karena angulasi dapat tertutup
otot dan secara fungsional tidak terjadi gangguan . Sedangkan
indikasi tindakan operatif adalah fraktur terbuka, non union,
atau pasien ingin segera bekerja secara aktif .
Anatomi Humerus (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan
terbesar dari ekstremitas superior. Tulang tersebut bersendi
pada bagian proksimal dengan skapula dan pada bagian distal
bersendi pada siku lengan dengan dua tulang, ulna dan radius.
3 Ujung proksimal humerus memiliki bentuk kepala bulat
(caput humeri) yang bersendi dengan kavitas glenoidalis dari
scapula untuk membentuk articulatio gleno-humeri. Pada

30
bagian distal dari caput humeri terdapat collum anatomicum
yang terlihat sebagai sebuah lekukan oblik. Tuberculum
majus merupakan sebuah proyeksi lateral pada bagian distal
dari collum anatomicum. Tuberculum majus merupakan
penanda tulang bagian paling lateral yang teraba pada regio
bahu. Antara tuberculum majus dan tuberculum minus
terdapat sebuah lekukan yang disebut sebagai sulcus
intertubercularis. Collum chirurgicum merupakan suatu
penyempitan humerus pada bagian distal dari kedua
tuberculum, dimana caput humeri perlahan berubah menjadi
corpus humeri. Bagian tersebut dinamakan collum
chirurgicum karena fraktur sering terjadi
Etiologi Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana
trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan
mayoritas fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Trauma-trauma lain
adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cidera olah raga.
Trauma bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung. Dikatakan
langsung apabila terjadi benturan pada tulang dan mengakibatkan
fraktur di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik tumpu
benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan
Klasifikasi Fraktur humerus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
 Fraktur Proximal Humerus
 Fraktur Shaft Humerus
 Fraktur Distal Humerus

Mekanisme Mekanisme terjadinya fraktur dapat terjadi akibat: 1)


Fraktur peristiwa trauma tunggal, 2) tekanan yang berulang ulang,
3) kelemahan abnormal pada tulang, dalam kasus fraktur
humerus kemungkinan mekanisme terjadinya fraktur ada
dua cara, yaitu karena trauma maupun kecelakaan
langsung yang mengenai humerus, sehingga

31
mengakibatkan perubahan posisi pada fragmen tulang.4
Tulang merupakan jaringan dinamis, dimana secara kontinyu
bereaksi terhadap suatu tekanan. Berdasarkan data dari Maitra
dan Johnson, fraktur stress atau tekanan merupakan hasil dari
ketidakseimbangan antara resorbsi tulang dan deposit tulang
selama tulang menerima tekanan yang berulang. Sebagian
besar tekanan pada kortek termasuk tension atau torsi;
bagaimanapun, tulang lemah dalam tension dan cenderung
patah sepanjang garis semen. Maitra dan Johnson melaporkan
bahwa paksaan tension memicu resorbsi osteoklas, sementara
paksaan kompresi memicu respon osteoblas. Dengan tekanan
yang berulang, pembentukan tulang baru tidak dapat
seimbang dengan resorbsi tulang. Ketidakmampuan ini
menyebabkan penipisan dan kelemahan kortek tulang, dengan
propragasi retakan melalui garis semen, dan bahkan
berkembang menjadi mikrofraktur. Tanpa istirahat untuk
memperbaiki ketidakseimbangan ini, mikrofraktur dapat
berkembang menjadi fraktur klinis.

32
REFLEKSI KASUS AGUSTUS 2018

OPEN FRAKTUR HUMERUS DEXTRA 1/3 DISTAL


GRADE IIIA + RADIAL NERVE PALSY

DISUSUN OLEH:

DIAN RICARIANTY AZIS

N 111 16 021

PEMBIMBING

dr. MUH. ARDI MUNIR, M.Kes., Sp.OT, FICS, M.H

DIBAWAKAN DALAM RANGKA MENYELESAIKAN TUGAS


KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU

33
34

Das könnte Ihnen auch gefallen