Sie sind auf Seite 1von 11

1.

Konsep Dasar

a. Definisi

Istilah “spiritual” berasal dari kata Latin yaitu “spiritus”, yang berarti “meniup” atau
“bernafas”. Spiritual mengacu pada bagaimana menjadi manusia yang mencari makna
melalui hubungan intrapersonal (hubungan antara diri sendiri), interpersonal (hubungan
antar orang lain dan lingkungan) dan transpersonal (hubungan yang tidak dapat dilihat)
yaitu hubungan dengan ketuhanan yang merupakan kekuatan yang tertinggi. Spiritual
(spirituality) merupakan sesuatu yang dipercayai oleh seseorang dalam hubungannya
dengan kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan), yang menimbulkan suatu kebutuhan serta
kecintaan terhadap adanya Tuhan, dan permohonan maaf atas segala kesalahan yang
pernah diperbuat .Spiritual adalah sesuatu yang berhubungan dengan spirit, semangat
untuk mendapatkan keyakinan, harapan dan makna hidup, Sedangkan spiritualitas
merupakan suatu kecenderungan untuk membuat makna hidup melalui hubungan
intrapersonal, interpersonal dan intranspersonal dalam mengatasi berbagai masalah
kehidupan (Ah, Yusuf, dkk, 2016).
Kebutuhan spiritual adalah suatu kebutuhan dasar manusia yang harus di
penuhi. Kebutuhan spiritual mengandung arti suatu keyakinan pendekatan, harapan
dan kepercayaan pada Tuhan serta kebutuhan untuk menjalankan Agama yang dianut,
kebutuhan untuk dicintai dan diampuni oleh Tuhan yang seluruhnya dimiliki dan harus
dipertahankan oleh seseorang sampai kapanpun agar memperoleh pertolongan,
ketenangan, keselamatan, kekuatan, penghiburan serta kesembuhan.
( Hardianto, 2017 )

b. Etiologi

Gangguan pada keyakinan atau sistem nilai berupa kesulitan merasakan makna dan
tujuan hidup melalui hubungan dengan diri, orang lain, lingkungan atau Tuhan.
Penyebab kebutuhan spiritual, yakni:
1. Menjelang ajal
2. Kondisi penyakit kronis
3. Kematian orang terdekat
4. Perubahan pola hidup
5. Kesepian
6. Pengasingan diri g
7. Pengasingan social
8. Gangguan sosio-kultural
9. Peningkatan ketergantungan pada orang lain
10. Kejadian hidup yang tidak diharapkan
(SDKI, 2017)

c. Patofisiologi
Patofisiologi distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stress dan struktur serta
fungsi otak. Stress adalah realitas kehidupan manusia sehari-hari. Setiap orang tidak
dapat dapat menghindari stres, namun setiap orang diharpakan melakukan
penyesuaian terhadap perubahan akibat stres. Ketika kita mengalami stres, otak kita
akan berespon untuk terjadi. Konsep ini sesuai dengan yang disampikan oleh Cannon,
W.B. dalam Ah. Yusuf 2016 yang menguraikan respon "melawan atau melarikan diri"
sebagai suatu rangkaian perubahan biokimia didalam otak yang menyiapkan
seseorang menghadapi ancaman yaitu stres. Stres akan menyebabkan korteks serebri
mengirimkan tanda bahaya ke hipotalamus. Hipotalamus kemudian akan menstimuli
saraf simpatis untuk melakukan perubahan.
Sinyal dari hipotalamus ini kemudian ditangkap oleh sistem limbik dimana salah
satu bagian pentingnya adalah amigdala yang bertangung jawab terhadap status
emosional seseorang. Gangguan pada sistem limbik menyebabkan perubahan
emosional, perilaku dan kepribadian. Gejalanya adalah perubahan status mental,
masalah ingatan, kecemasan dan perubahan kepribadian termasuk halusinasi ,
depresi, nyeri dan lama gagguan . Kegagalan otak untuk melakukan fungsi kompensasi
terhadap stresor akan menyebabkan seseorang mengalami perilaku maladaptive dan
sering dihubungkan dengan munculnya gangguan jiwa. Kegagalan fungsi kompensasi
dapat ditandai dengan munculnya gangguan pada perilaku sehari-hari baik secara fisik,
psikologis, sosial termasuk spiritual.
Gangguan pada dimensi spritual atau distres spritual dapat dihubungkan
dengan timbulnya depresi. Tidak diketahui secara pasti bagaimana mekanisme
patofisiologi terjadinya depresi. Namun ada beberapa faktor yang berperan terhadap
terjadinya depresi antara lain faktor genetik, lingkungan dan neurobiologi. Perilaku ini
yang diperkirakan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam memenuhi
kebutuhan spiritualnya sehingga terjadi distres spritiual karena pada kasus depresi
seseorang telah kchilangan motivasi dalam memenuhi kebutuhannya termasuk
kebutuhan spritual.
( Ah. Yusuf 2016 )
d. Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda mayor

1. Subjektif
a) Mempertanyakan makna dan tujuan hidup
b) Menyatakan hidupnya terasa tidak/ kurang bermakna
c) Merasa menderita atau tidak berdaya
2. Objektif
a) Tidak mampu beribadah
b) Marah pada tuhan

Gejala dan tanda minor

1. Subjektif
a) Menyatakan hidupnya terasa tidak/ kurang tenang
b) Mengeluh tidak dapat menerima ( kurang pasrah )
c) Merasa bersalah
d) Merasa terasing
e) Menyatakan telah di abaikan
2. Objektif
a) Menolak berinteraksi dengan orang terdekat / pemimpin spiritual
b) Tidak mampu berkreativitas
c) Koping tidak efektif
d) Tidak berminat pada alam/ literature spiritual

( SDKI 2017 )

e. Penatalaksanaan
Jika klien mengalami distres spiritual atau mempunyai masalah kesehatan yang
menyebabkan keputusasaan, maka akan timbul perasaan kesepian. Klien akan merasa
terisolasi dari orang yang biasanya memberikan dukungan. Apapun keragaman
intervensi yang mungkin dipilih oleh perawat untuk klien, hubungan mengasihi dan
saling memahami penting. Baik klien dan perawat harus merasa bebas utnuk
merelakan dan menemukan bersama makna penyakit yang dialami pasien dan
dampaknya pada makna dan tujuan hidup klien. Pencapain tingkat pemahaman ini
bersama klien memampukan perawat member perawatan dengan cara yang sensitif,
kreatif, dan sesuai.
( Ah. Yusuf 2016 )
2. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian Fokus Keperawatan

1. Ketaatan dan keyakinan klien


2. Tanggung Jawab diri dan kehidupan
3. Kepuasan hidup klien
4. Budaya
5. Hubungan dengan masyarakat
6. Praktek keagamaan
7. Pekerjaan
8. Harapan klien

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :

1. Distress spiritual b.d kondisi penyakit kronis ( D.0083)


2. Ansietas b.d kurang terpapar informasi (D.0080)

c. Tujuan

No SDKI SLKI
1. Distress spiritual b.d Status Spiritual L.09091
kondisi penyakit kronis
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan distress spiritual dapat teratasi
dengan kriteria hasil:
1. Verbalisasi makna dan tujuan hidup dari
skala 3 (sedang) ke skala 5 (meningkat)
2. Verbalisasi kepuasan terhadap makna
hidup dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(meningkat)
3. Verbalisasi penerimaan dari skala 3
(sedang) ke skala 5 (meningkat)
4. Perilaku marah pada tuhan 3 (sedang) ke
skala 5 (menurun)
5. Keampuan beribadah dari skala 3 (sedang)
ke skala 5 (membaik)
6. Interaksi dengan orang terdekat pemimpin
spiritual dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(membaik)
2. Ansietas b.d kurang Tingkat ansietas (L.09093)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
terpapar informasi
diharapkan ansietas menurun dengan kriteria
hasil:
1. Verbalisasi kebingungan dari skala 3
(sedang) ke skala 5 (menurun)
2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang
dihadapi
3. Perilaku gelisah dari skala 3 (sedang) ke
skala 5 (membaik)
4. Perilaku tegang dari skala 3 (sedang) ke
skala 5 (membaik)
5. Keluhan pusing dari skala 3 (sedang) ke
skala 5 (membaik)
6. Anoreksia dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(membaik)
7. Palpitasi dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(membaik)
8. Frekuensi pernapas dari skala 3 (sedang)
ke skala 5 (membaik)
9. Frekuensi nadi dari skala 3 (sedang) ke
skala 5 (membaik)
10. Tekanan darah dari skala 3 (sedang) ke
skala 5 (membaik)
11. Diaphoresis dari skala 3 (sedang) ke skala
5 (membaik)
12. Tremor dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(membaik)
13. Pucat dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(membaik)
14. Konsentrasi dari skala 3 (sedang) ke skala
5 (membaik)
15. Pola tidur dari skala 3 (sedang) ke skala 5
(membaik)
d. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Intervensi Rasional


1. Distress Dukungan Spiritual Observasi
spiritual b.d (L.09091) 1. Untuk mengetahui
kondisi keadaan dan perasaan
penyakit kronis Observasi pasien
1. Identifikasi perasaan 2. Untuk mengetahui
khawatir, kesepian dan pandangan pasien
ketidakberdayaan mengenai hubungan
2. Identifikasi pandangan spiritual dan kesehatan.
tentang hubungan antara 3. Untuk mengtahui
spiritual dan kesehatan. harapan dan kekuatan
3. Identifikasi harapan dan pasien.
kekuatan pasien 4. Untuk mengetahui
4. Identifikasi ketaatan dalam ketaatan pasien dalam
beragama beragama

Terapeutik Terapeutik
1. Berikan kesempatan1. Untuk membantu
mengekspresikan perasaan memberikan
tentang penyakit dan kesempatan
kematian mengekpresikan
2. Berikan kesempatan perasaan tentang
mengekspresikan dan penyakit dan kematian
meredakan marah secara 2. Untuk membantu
tepat. memberikan
3. Yakinkah bahwa perawat kesempatan
bersedia mendukung mengekspresikan dan
selama masa meredakan marah
ketidakberdayaan secara tepat
4. Sediakan privasi dan waktu 3. Untuk memberikan
tenang untuk aktivitas dukungan selama
5. Diskusikan keyakinan pasien merasa
tentang makna dan tujuan tidakberdaya
hidup, jika perlu 4. Untuk membantu
6. Fasilitasi melakukan memberikan privasi dan
kegiatan ibadah waktu tenang untuk
aktifitas
Edukasi 5. Untuk meyakinkan
1. Anjurkan berinteraksi tentang makna dan
dengan keluarga, teman, tujuan hidup melalui
dan/atau orang lain diskusi dengan pasien
2. Ajarkan metode relaksasi, 6. Untuk memberikan
meditasi, dan imajinasi ruang bagi pasien untuk
terbimbing beridah.

Kolaborasi Edukasi
1. Atur kunjungan dnegan 1. Menganjurkan pasien
rohaniawan (mis. Utadz, untuk berintaksi dengan
pendeta, romo, biksu) oranglain
2. Memberitahu pasien
metode relaksasi,
meditasi, dan imjinasi
terbimbing

Kolaborasi
1. Membuat jadwal
kunjungan dengan
rohaniawan
Ansietas b.d Terapi relaksasi (I.09326)
2. kurang Observasi
terpapar Observasi 1. Untuk mengetahui
1. Identifikasi penurunan
informasi penurunan tingkat
tingkat energi,
energi,
ketidakmampuan
ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala
berkonsentrasi, atau
lain yang menggangu
gejala lain yang
kemampuan kognitif
menggangu
2. Identifikasi tehnik relaksasi
kemampuan kognitif
yang pernah efektif
2. Untuk melakukan
digunakan
kembali teknik
3. Identifikasi kesediaan,
relaksasi yang pernah
kemampuan, dan
di lakukan
penggunaan tehnik
3. Untuk mengetahui
sebelumnya
kemauan pasien
4. Periksa ketegangan otot,
4. Lingkungan yang
frekuensi nadi, tekanan
nyaman dan tanda
darah, dan suhu ruang
tanda vitalyang normal
nyaman, jika
menandakan pasien
memungkinkan
tidak mengalami
5. Monitor respons terhadap
terapi relaksasi kecemasan
Terapeutik 5. Untuk mengetahui
1. Ciptakan lingkungan
tingkat keberhasilan
tenang dan tanpa
terapi relaksasi
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
Terapeutik
ruang, jika memungkinkan
1. Menciptakan ruangan
2. Berikan informasi tertulis
yang tenang dan
tentang persiapan dan
nyaman akan
prosedur tehnik relaksasi
membuat pasien
3. Gunakan pakaian longgar
merasa lebih rileks dan
4. Gunakan nada suara
tenang
lembut dengan irama
2. Agar saat di lakukan
lambat dan berirama
terapi tekhik relaksasi
Edukasi
pasien sudah
1. Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan dan jenis relaksasi mengetahui
yang tersedia prosedurnya
2. Jelaskan secara rinci 3. Untuk membuat pasien
intervensi relaksasi yang merasa nyaman
dipilih 4. Agar pasien merasa
3. Anjurkan mengambil posisi lebih nyama saat
nyaman
berbicara dengan
4. Anjurkan rileks dan
perawat
merasakan sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering mengulangi
Edukasi
atau melatih tehnik yang
1. Menjelaskan agar
dipilih
pasien memahami
6. Demonstrasikan dan latih
tujuan, manfaat, batasan
tehnik relaksasi.
dan jenis relaksasi yang
tersedia membuat pasien
2.
DAFTAR PUSTAKA

Ah, Yusuf, dkk. (2016). Kebutuhan Spiritual : Konsep dan Aplikasi dalam Asuhan Keperawatan.
Jakarta : Mitra Wacana Media

Hardianto, Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pasien Di Ruang Icu Rumah Sakit Umum Daerah
Haji Makassar, Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar, Makassar, 2017

PPNI (2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan,Edisi 1.Jakarta:DPP PPNI

PPNI (2017).Standar Diagnostik Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik,Edisi


1 cetakan III.Jakarta:DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPN

Das könnte Ihnen auch gefallen