Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Oleh
Florensius Rahmanto, S. Pd
Abstrak
1
PENDAHULUAN
2
Penyuluh agama merupakan ujung tombak kemeterian agama dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi pembinaan umat beragama demi peningkatan kualitas
kehidupan keagamaan masyarakat. Selain itu, penyuluh agama berposisi sebagai
garda terdepan dalam hal pembinaan kerukunan umat beragama. Balai Litbang
Agama sudah tiga kali melakukan penelitian terkait kepenyuluhan yaitu, tahun 2010
tentang “Penyelenggaraan Pelayanan Kepenyuluhan Agama’, dan tahun 2012
tentang “Pembinaan Muallaf di Kawasan Timur Indonesia. Hasil dari tiga penelitian
tersebut menemukan bahwa model-model pembinaan yang diberikan masih
cenderung bersifat konvensional dan dengan muatan materi yang bersifat normative
dan eskatologis. Pembinaan umat yang berkenaan dengan bagaimana membangun
hubungan social yang harmonis dalam bingkai masyarakat multicultural dan
multiagama masih kurang dieksplorasi. Peran-peran penyuluh Kementerian Agama
dalam hal pembinaan kerukunan umat beragama meski peran tersebut tidak masuk
dalam regulasi tugas dan fungsi penyuluh agama. Namun, jika menilik pada kondisi
social masyarakat Indonesia yang multicultural dan pentingnya pembinaan
kerukunan umat beragama sebagai tugas besar Kementerian Agama dalam
menjaga keutuhan NKRI, maka peran penyuluh agama dalam hal ini tidak bisa
diabaikan.
3
menjadi agen moderasi beragama umat di wilayah paroki St. Fransiskus De Sales
Pada.
KAJIAN TEORITIS
4
dan bernegara serta dituntut memiliki keimanan yang kuat, wawasan keagamaan
yang luas, serta kesetiaan pada ajaran iman dan moral Katolik. Untuk tugas dan
fungsi tersebut seorang Penyuluh Agama Katolik harus memiliki kompetensi
sebagaimana diharapkan Pemerintah. Kompetensi merupakan kebulatan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja.
Kompetensi merupakan seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab
dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu, dibangun
berdasarkan pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam bidang tersebut. Dengan
demikian, kompetensi penyuluh agama Katolik dapat dimaknai sebagai kebulatan
pengetahuan, keterampilan dan sikap berwujud tindakan cerdas dan penuh
tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai pencerah hidup iman dan
petugas pastoral Gereja Katolik di bidang penyuluhan agama Katolik.
Bila kita mencoba menilik (melihat) situasi masyarakat bangsa kita beberapa
tahun belakangan ini, kita sedih. Situasi itu antara lain: (a) kehidupan moralitas dan
keimanan anak bangsa yang merosot, terbukti dari ketidakjujuran dan korupsi yang
merajalela b) Pengabaian pilar-pilar bangsa: Pancasila, UUD 1945, Bhinneka
Tunggal Ika, NKRI. Kepentingan kelompok/ golongan meningkat; (c) konflik antar
kelompok bernuansa SARA; (d) Pendidikan tidak mencerdaskan. Nalar tidak
5
diasah, kejujuran tidak dilatih: Sekolah untuk ijazah bukan untuk “hidup”; (e)
Lemahya penegakan hukum; (f) Perusakan lingkungan hidup; (g) Kesenjangan
tingkat kesejahteraan masyarakat; (h) Penyalahgunaan simbol-simbol agama.
Situasi atau tantangan aktual demikian, menurut hemat saya patut mendapat
perhatian dari para tenaga pastoral.
Di sini kehadiran para tenaga pastoral Gereja termasuk mereka yang digelari
sebagai Peyuluh Agama Katolik sangat mendukung peningkatan iman dan
pencerahan pengetahuan umat. Karena itu peran tenaga pastoral berkompeten
penting, antara lain karena:
Moderasi Beragama
Moderasi adalah jalan tengah. Dalam sejumlah forum diskusi kerap terdapat
moderator orang yang menengahi proses diskusi, tidak berpihak kepada siapa pun
atau pendapat mana pun, bersikap adil kepada semua pihak yang terlibat dalam
diskusi. Moderasi juga berarti ‘’sesuatu yang terbaik’’. Sesuatu yang ada di tengah
biasanya berada di antara dua hal yang buruk. Contohnya adalah keberanian. Sifat
6
berani dianggap baik karena ia berada di antara sifat ceroboh dan sifat takut. Sifat
dermawan juga baik karena ia berada di antara sifat boros dan sifat kikir.
Prinsipnya ada dua: adil dan berimbang. Bersikap adil berarti menempatkan
segala sesuatu pada tempatnya seraya melaksanakannya secara baik dan secepat
mungkin. Sedangkan sikap berimbang berarti selalu berada di tengah di antara dua
kutub. Dalam hal ibadah, misalnya, seorang moderat yakin bahwa beragama adalah
melakukan pengabdian kepada Tuhan dalam bentuk menjalankan ajaran-Nya yang
berorientasi pada upaya untuk memuliakan manusia. Orang yang ekstrem sering
terjebak dalam praktek beragama atas nama Tuhan hanya untuk membela
keagungan-Nya saja seraya mengenyampingkan aspek kemanusiaan. Orang
beragama dengan cara ini rela membunuh sesama manusia “atas nama Tuhan”
padahal menjaga kemanusiaan itu sendiri adalah bagian dari inti ajaran agama.
Dalam pasal 1 angka (1) peraturan bersama Mentri Agama dan Menteri
Dalam No. 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan tugas Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama,
pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pendirian rumah ibadat
dinyatakan bahwa: Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama
umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati,
menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Mencermati pengertian kerukunan umat beragama,
tampaknya peraturan bersama di atas mengingatkan kepada bangsa Indonesia
bahwa kondisi ideal kerukunan umat beragama, bukan hanya tercapainya suasana
batin yang penuh toleransi antar umat beragama, tetapi yang lebih penting adalah
bagaimana mereka bisa saling bekerjasama.
7
Membangun kehidupan umat beragama yang harmonis bukan merupakan
agenda yang ringan. Agenda ini harus dijalankan dengan hati- hati mengingat
agama sangat melibatkan aspek emosi umat, sehingga sebagian mereka lebih
cenderung pada “klaim kebenaran” dari pada “mencari kebenaran”. Meskipun
sejumlah pedoman telah digulirkan, pada umumnya masih sering terjadi gesekan-
gesekan ditingkat lapangan, terutama berkaitan dengan penyiaran agama,
pembangunan rumah ibadah, perkawinan berbeda agama, bantuan luar negeri,
perayaan hari-hari besar keagamaan, kegiatan aliran sempalan, penodaan agama,
dan sebagainya. Sedikitnya ada lima kualitas kerukunan umat beragama yang perlu
dikembangkan, yaitu: nilai religiusitas, keharmonisan, kedinamisan, kreativitas, dan
produktivitas. Pertama, kualitas kerukunan hidup umat beragama harus
merepresentasikan sikap religius umatnya. Kerukunan yang terbangun hendaknya
merupakan bentuk dan suasana hubungan yang tulus yang didasarkan pada motif-
motif suci dalam rangka pengabdian kepada Tuhan. Oleh karena itu, kerukunan
benar-benar dilandaskan pada nilai kesucian, kebenaran, dan kebaikan dalam
rangka mencapai keselamatan dan kesejahteraan umat. Kedua, kualitas kerukunan
hidup umat beragama harus mencerminkan pola interaksi antara sesama umat
beragama yang harmonis, yakni hubungan yang serasi, “senada dan seirama,”
tenggang rasa, saling menghormati, saling mengasihi dan menyayangi, saling peduli
yang didasarkan pada nilai persahabatan, kekeluargaan, persaudaraan, dan rasa
sepenanggungan. Ketiga, kualitas kerukunan hidup umat beragama harus diarahkan
pada pengembangan nilai-nilai dinamik yang direpresentasikan dengan suasana
yang interaktif, bergerak, bersemangat, dan bergairah dalam mengembangkan nilai
kepedulian, keaktifan, dan kebajikan bersama. Keempat, kualitas kerukunan hidup
umat beragama harus dioreintasikan pada penngembangan suasana kreatif.
Suasana yang dikembangkan, dalam konteks kreativitas interaktif, diantaranya
suasana yang mengembangkan gagasan, upaya, dan kreativitas bersama dalam
berbagai sector kehidupan untuk kemajuan bersama yang bermakna. Kelima,
kuallitas kerukunan hidup umat beragama harus diarahkan pula pada
pengembangan nilai produktivitas umat. Untuk itu, kerukunan di tekankan pada
pembentukan suasana hubungan yang mengembangkan nilai-nilai social praktis
dalam upaya mengentaskan kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan, seperti
mengembangkan amal kebajikan, bakti social, badan usaha, dan berbagai
kerjasama sosial ekonomi yang mensejahterakan umat.
8
METODE PENELITIAN
Gambaran Umum Wilayah Paroki St. Fransiskus St. De Sales Pada dan
Kerukunan Umat Beragama
9
segi suku bangsa, selain suku bangsa yang menjadi penduduk asli, juga terdapat
suku bangsa pendatang, di antaranya suku bangsa Bugis, Makasar, Jawa, Toraja,
Timor, Flores dan lain-lain. Selain heterogen dari suku bangsa, penganut
agamapun juga bervariasi. Menurut data yang diperoleh selain agama Katolik juga
terdapat umat beragama lain yaitu Islam dan Protestan. Meskipun berasal dari latar
belakang suku bangsa dan agama yang berbeda bervariasi, namun tidak pernah
terjadi konflik penduduk yang dilatari masalah SARA. Hubungan antar penganut
agama terjalin dengan baik.
Penelitian ini dilaksanakan oleh penyuluh yang juga sebagai umat di paroki
St. Fransiskus De Sales Pada, mendapat tugas dari Depag Kabupaten Lembata
untuk melakukan pengamatan atau observasi tentang keadaan umat di paroki
tersebut. Penyuluh bertindak sebagai agen moderasi beragama memberikan
penyuluhan tentang bagaimana meningkatkan kerukunan umat beragama di
wilayah paroki St. Fransiskus De Sales Pada.
10
lingkungan maupun pada kegiatan Komunitas Basis Gerejani dan SEKAMI, hal
utama yang dibekali adalah ajaran Kasih dari Yesus sang juru selamat. Umat katolik
menanamkan ajaran Kasih sebagai kunci hidup rukun dan damai antar sesama.
Kegiatan penyuluh berjalan dengan dengan cukup baik dan akan terus
melakukan penyuluhan sebagai tugas seorang anak gembala yang mewartakan
kasih kepada umatNYa. Semoga tugas yang diemban ini membawa damai suka cita
dalam pewartaan firman Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
11
12