Sie sind auf Seite 1von 12

PERAN PENYULUH AGAMA KATOLIK SEBAGAI AGEN MODERASI

BERAGAMA DALAM MENINGKATKAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA YANG


BERLANDASKAN KASIH DI WILAYAH PAROKI ST. FRANSISKUS DE SALES
PADA

Oleh

Florensius Rahmanto, S. Pd

Penyuluh Agama Katolik Kabupaten Lembata

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan peran penyuluh agama


katolik sebagai agen moderasi agama dalam meningkatkan kerukunan umat
beragama yang berlandaskan kasih di wilayah paroki St. Fransiskus De Sales
Pada. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif-deskriptif yang bertujuan untuk
mengeksplorasi masalah penelitian secara lebih mendetail dan mendalam melalui
deskriptif yang bersifat kritis konstruktif.

Berdasarkan hasil pengumpulan data, di wilayah paroki tersebut, selain umat


Katolik ternyata ada juga umat dari agama Islam dan agama Protestan yang
mendiami wilayah paroki St. Fransiskus De Sales Pada. Dengan melihat kehidupan
masyarakat yang beraneka ragam agama, budaya dan suku bangsa di wilayah
tersebut, maka di sinilah peran penyuluh agama Katolik akan memberikan
penyuluhan kepada umat Katolik tentang menjalin kerukunan hidup antar umat
beragama terlebih pada lingkungan sekitar dan Indonesia pada umumnya.
Penuluha ini tidak terlepas dari ajaran Kristus yang menanamkan Kasih kepada
umatNya. Untuk itu sebagai penyuluh dalam melakukan kunjugan ke stasi dan
lingkungan maupun pada kegiatan Komunitas Basis Gerejani dan SEKAMI, hal
utama yang dibekali adalah ajaran Kasih dari Yesus sang juru selamat. Umat katolik
menanamkan ajaran Kasih sebagai kunci hidup rukun dan damai antar sesama.
Semoga tugas yang diemban ini membawa damai suka cita dalam pewartaan firman
Tuhan.

Kata kunci: Penyuluh, Agama, Kasih

1
PENDAHULUAN

Masyarakat Indonesia dikenal masyarakat majemuk, baik dari aspek suku


bangsa, budaya, maupun aspek pemeluk agama. Dari kenyataan tersebut,
Kementerian agama sebagai mandataris Negara dalam mengatur dan mengelola
pembangunan manusia Indonesia melalui pembinaan keberagamaan di Indonesia
adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang taat sejahtera, cerdas, serta saling
menghormati antar sesama pemeluk agama dalam wadah NKRI. Dari visi tersebut
tergambar tugas kementerian agama sebagai pilar penjaga harmonisasi social
masyarakat Indonesia yang maajemuk melalui pembinaan kerukunan umat
beragama.

Berdasarkan visi kementerian Agama tersebut, maka model keberagamaan


yang harus dikembangkan di Indonesia adalah model keagamaan yang progressif,
yaitu model keberagamaan dengan nilai-nilai keagamaan yang bersifat profetik
namun tidak mematikan potensi manusiawi dalam diri manusia untuk
memperjuangkan sisi saling sublime dari humanisnya. Nilai-nilai agama tersebut
harus menjadi faktor utama atas terbentuknya masyarakat yang memiliki visi
kemanusiaan yang berorientasi ketuhanan.

Kegiatan kepenyuluhan yang berorientasi pada pelayanan pembinaan


keagamaan bagi masyarakat seluas mungkin adalah upaya untuk
mengejawantahkan kualitas pemahaman dan pengamalan agama bagi masyarakat
melalui upaya pengembangan wawasan keagamaan, dan pengembangan pusat-
pusat edukasi wawasan dan pengamalan keagamaan masyarakat melalui
pembentukan kelompok-kelompok dampingan. Dalam konteks internal Kementerian
Agama , kehadiran penyuluh agama dimaksudkan sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas pelayanan bagi umat beragama, agar terwujud kehidupan
masyarakat beragama di Indonesia yang sesuai dengan visi besar Kementerian
Agama. Arah kebijakan dan strategis nasional bidang agama 2015-2019 poin a1 dan
poin b tentang peningkatan kapasitas dan kualitas penyuluh agama dan peningkatan
kerukunan umat beragama. Tujuan bimbingan dan penyuluhan agama; menciptakan
pribadi dan masyarakat yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, toleran dan
hidup rukun, berperan aktif dalam pembangungan nasional.

2
Penyuluh agama merupakan ujung tombak kemeterian agama dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi pembinaan umat beragama demi peningkatan kualitas
kehidupan keagamaan masyarakat. Selain itu, penyuluh agama berposisi sebagai
garda terdepan dalam hal pembinaan kerukunan umat beragama. Balai Litbang
Agama sudah tiga kali melakukan penelitian terkait kepenyuluhan yaitu, tahun 2010
tentang “Penyelenggaraan Pelayanan Kepenyuluhan Agama’, dan tahun 2012
tentang “Pembinaan Muallaf di Kawasan Timur Indonesia. Hasil dari tiga penelitian
tersebut menemukan bahwa model-model pembinaan yang diberikan masih
cenderung bersifat konvensional dan dengan muatan materi yang bersifat normative
dan eskatologis. Pembinaan umat yang berkenaan dengan bagaimana membangun
hubungan social yang harmonis dalam bingkai masyarakat multicultural dan
multiagama masih kurang dieksplorasi. Peran-peran penyuluh Kementerian Agama
dalam hal pembinaan kerukunan umat beragama meski peran tersebut tidak masuk
dalam regulasi tugas dan fungsi penyuluh agama. Namun, jika menilik pada kondisi
social masyarakat Indonesia yang multicultural dan pentingnya pembinaan
kerukunan umat beragama sebagai tugas besar Kementerian Agama dalam
menjaga keutuhan NKRI, maka peran penyuluh agama dalam hal ini tidak bisa
diabaikan.

Seorang penyuluh agama Katolik sebagai agen moderasi beragama harus


memiliki karakter pemimpin yang efektif. Di sini penyuluh agama Katolik harus
mampu membantu peserta binaan menemukan dirinya, sesamanya dan Tuhannya
dengan lebih baik. Dengan demikian peserta binaan punya karakter yang melihat
ajaran agama dalam rangka mewujudkan kehidupan bersama yang rukun dan
damai untuk membangun kesejahteraan. Hal ini harus menjadi cara pandang setiap
penyuluh agama Katolik. Sehingga setiap pengajaran menjadi proses membentuk
cara berpikir pada diri binaan. Binaan menjadi individu yang mampu memaknai
ajaran secara seimbang dan bertindak adil. Keyakinan iman dimaknai dengan
perbuatan yang menghasilkan kedamaian, kerukunan dan kesejahtaraan. Itulah
ukuran dari keberhasilan moderasi beragama. Tentu saja panggilan sebagai agen
moderasi menjadi makin melekat pada diri penyuluh agama Katolik. Mereka
hendaknya seperti Paulus yang berkata, "Celakalah aku, jika aku tidak mewartakan
Injil" (1Kor 16:9). Di dorong oleh semangat yang sama penyuluh agama Katolik

3
menjadi agen moderasi beragama umat di wilayah paroki St. Fransiskus De Sales
Pada.

Oleh karena itulah, Sebagai penyuluh agama Katolik di Depag Kabupaten


Lembata, akan melakukan penelitian dengan mengambil judul: “Peran penyuluh
agama Katolik sebagai agen moderasi beragama dalam meningkatkan kerukunan
umat beragama yang berlandaskan kasih di wilayah Paroki St. Fransiskus De
Sales Pada”

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan penelitian ini adalah


“Bagaimana peran penyuluh agama Katolik sebagai agen moderasi beragama
dalam meningkatkan kerukunan umat beragama yang berlandaskan kasih di wilayah
Paroki St. Fransiskus De Sales Pada?

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan peran penyuluh agama


katolik sebagai agen moderasi agama dalam meningkatkan kerukunan umat
beragama yang berlandaskan kasih di wilayah paroki St. Fransiskus De Sales
Pada. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah agar terjalinya kerukunan umat
beragama baik di dalam wilayah Paroki St. Fransiskus De Sales Pada maupun
umat beragama di seluruh dunia.

KAJIAN TEORITIS

Penyuluh Agama Katolik

Penyuluh agama Katolik melaksanakan tugas dan fungsinya menyangkut


ajaran iman dan moral Katolik, yang merupakan tugas, dan kewenangan dan
tanggung jawab Gereja, dan mereka mendapat tugas perutusan dari Gereja untuk
mewartakan karya keselamatan, Kerajaan Allah. Tugas Pemerintah adalah:
membina, membimbing, memfasilitasi, dan meningkatkan mutu tenaga penyuluh
agama, termasuk diantaranya penyuluh agama Katolik. Seorang penyuluh agama
Katolik adalah tenaga pastoral, Pembina/pendamping umat, seorang pewarta kabar
gembira, yang ikut serta dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang semakin
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersatu padu, rukun dan
saling menghargai sebagai sesama waga negara kesatuan RI yang pancasilais,
maka harus memahami tugas dan fungsinya, dalam rangka pembinaan persatuan
dan kesatuan bangsa, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa

4
dan bernegara serta dituntut memiliki keimanan yang kuat, wawasan keagamaan
yang luas, serta kesetiaan pada ajaran iman dan moral Katolik. Untuk tugas dan
fungsi tersebut seorang Penyuluh Agama Katolik harus memiliki kompetensi
sebagaimana diharapkan Pemerintah. Kompetensi merupakan kebulatan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja.
Kompetensi merupakan seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab
dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu, dibangun
berdasarkan pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam bidang tersebut. Dengan
demikian, kompetensi penyuluh agama Katolik dapat dimaknai sebagai kebulatan
pengetahuan, keterampilan dan sikap berwujud tindakan cerdas dan penuh
tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai pencerah hidup iman dan
petugas pastoral Gereja Katolik di bidang penyuluhan agama Katolik.

Sejalan dengan perkembagan dan dinamika masyarakat, kebijakan


Pemerintah di bidang agama, baik kebijakan pemerintah maupun kebijakan Gereja,
maka kompetensi Penyuluh sangat strategis, maka di samping perlu membekali diri
dengan pengetahuan tentang agama secara terus menerus dan memadai, juga
harus memahami siapa dirinya, tugas pokoknya, siapa audiensnya (kelompok
sasaran), dimana lokasinya, bagaimana unsur-unsur penyuluhannya, sampai
dimana pengembangan profesinya, serta bagaimana penilaian tugasnya.
Kompetensi yang perlu dan penting ditingkatkan seorang Penyuluh agama Katolik
meliputi: (1 Kompetensi Profesional) yaitu memiliki pengetahuan memadai tentang
pokok-pokok ajaran agama Katolik. (2 Kompetensi Pedagogik] yaitu memiliki
keterampilan mengkomunikasikan bahan penyuluhan kepada kelompok binaan. [3.
Kompetensi Sosial) yaitu memiliki kemampuan menjali komunikasi dan relasi
dengan orang lain. Dan yang ke (4.Kompetensi kepribadian) yaitu memiliki motivasi
religius yang tinggi.

Bila kita mencoba menilik (melihat) situasi masyarakat bangsa kita beberapa
tahun belakangan ini, kita sedih. Situasi itu antara lain: (a) kehidupan moralitas dan
keimanan anak bangsa yang merosot, terbukti dari ketidakjujuran dan korupsi yang
merajalela b) Pengabaian pilar-pilar bangsa: Pancasila, UUD 1945, Bhinneka
Tunggal Ika, NKRI. Kepentingan kelompok/ golongan meningkat; (c) konflik antar
kelompok bernuansa SARA; (d) Pendidikan tidak mencerdaskan. Nalar tidak
5
diasah, kejujuran tidak dilatih: Sekolah untuk ijazah bukan untuk “hidup”; (e)
Lemahya penegakan hukum; (f) Perusakan lingkungan hidup; (g) Kesenjangan
tingkat kesejahteraan masyarakat; (h) Penyalahgunaan simbol-simbol agama.
Situasi atau tantangan aktual demikian, menurut hemat saya patut mendapat
perhatian dari para tenaga pastoral.

Di sini kehadiran para tenaga pastoral Gereja termasuk mereka yang digelari
sebagai Peyuluh Agama Katolik sangat mendukung peningkatan iman dan
pencerahan pengetahuan umat. Karena itu peran tenaga pastoral berkompeten
penting, antara lain karena:

 Tenaga pastoral entah sebagai Penyuluh Agama Katolik atau Katekis


merupakan salah satu tenaga terdepan dalam upaya “mencerdaskan bangsa”
(Pembukaan UUD 1945) dan membentuk karakter bangsa manusia
Indonesia yang “beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berbudi pekerti luhur, cerdas, berakhlak mulia, saling menghormati sesama
warga Negara, dan bertanggung jawab” (UU Sisdiknas).
 Menurut hemat saya, Tenaga Pastoral dalam hal ini Penyuluh Agama Katolik
merupakan salah satu pilar dalam membangun masyarakat lewat karya-karya
pelayanannya di tengah masyarakat.
 Penyuluh agama Katolik membangun relasi akrab dan jejaring komunikasi
baik dengan Pemerintah maupun dengan Gereja Katolik guna
memaksimalkan pelayanan kita bagi masyarakat Katolik.
 Penyuluh Agama Katolik itu bukan hanya sekedar tenaga
pengajar/pembimbing/ pendamping, namun menjadi teladan itu sendiri di
tengah kehidupan masyarakat.

Moderasi Beragama

Moderasi adalah jalan tengah. Dalam sejumlah forum diskusi kerap terdapat
moderator orang yang menengahi proses diskusi, tidak berpihak kepada siapa pun
atau pendapat mana pun, bersikap adil kepada semua pihak yang terlibat dalam
diskusi. Moderasi juga berarti ‘’sesuatu yang terbaik’’. Sesuatu yang ada di tengah
biasanya berada di antara dua hal yang buruk. Contohnya adalah keberanian. Sifat

6
berani dianggap baik karena ia berada di antara sifat ceroboh dan sifat takut. Sifat
dermawan juga baik karena ia berada di antara sifat boros dan sifat kikir.

Moderasi beragama berarti cara beragama jalan tengah sesuai pengertian


moderasi tadi. Dengan moderasi beragama, seseorang tidak ekstrem dan tidak
berlebih-lebihan saat menjalani ajaran agamanya. Orang yang mempraktekkannya
disebut moderat.

Prinsipnya ada dua: adil dan berimbang. Bersikap adil berarti menempatkan
segala sesuatu pada tempatnya seraya melaksanakannya secara baik dan secepat
mungkin. Sedangkan sikap berimbang berarti selalu berada di tengah di antara dua
kutub. Dalam hal ibadah, misalnya, seorang moderat yakin bahwa beragama adalah
melakukan pengabdian kepada Tuhan dalam bentuk menjalankan ajaran-Nya yang
berorientasi pada upaya untuk memuliakan manusia. Orang yang ekstrem sering
terjebak dalam praktek beragama atas nama Tuhan hanya untuk membela
keagungan-Nya saja seraya mengenyampingkan aspek kemanusiaan. Orang
beragama dengan cara ini rela membunuh sesama manusia “atas nama Tuhan”
padahal menjaga kemanusiaan itu sendiri adalah bagian dari inti ajaran agama.

Kerukunan Umat Beragama

Dalam pasal 1 angka (1) peraturan bersama Mentri Agama dan Menteri
Dalam No. 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan tugas Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama,
pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pendirian rumah ibadat
dinyatakan bahwa: Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama
umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati,
menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Mencermati pengertian kerukunan umat beragama,
tampaknya peraturan bersama di atas mengingatkan kepada bangsa Indonesia
bahwa kondisi ideal kerukunan umat beragama, bukan hanya tercapainya suasana
batin yang penuh toleransi antar umat beragama, tetapi yang lebih penting adalah
bagaimana mereka bisa saling bekerjasama.

7
Membangun kehidupan umat beragama yang harmonis bukan merupakan
agenda yang ringan. Agenda ini harus dijalankan dengan hati- hati mengingat
agama sangat melibatkan aspek emosi umat, sehingga sebagian mereka lebih
cenderung pada “klaim kebenaran” dari pada “mencari kebenaran”. Meskipun
sejumlah pedoman telah digulirkan, pada umumnya masih sering terjadi gesekan-
gesekan ditingkat lapangan, terutama berkaitan dengan penyiaran agama,
pembangunan rumah ibadah, perkawinan berbeda agama, bantuan luar negeri,
perayaan hari-hari besar keagamaan, kegiatan aliran sempalan, penodaan agama,
dan sebagainya. Sedikitnya ada lima kualitas kerukunan umat beragama yang perlu
dikembangkan, yaitu: nilai religiusitas, keharmonisan, kedinamisan, kreativitas, dan
produktivitas. Pertama, kualitas kerukunan hidup umat beragama harus
merepresentasikan sikap religius umatnya. Kerukunan yang terbangun hendaknya
merupakan bentuk dan suasana hubungan yang tulus yang didasarkan pada motif-
motif suci dalam rangka pengabdian kepada Tuhan. Oleh karena itu, kerukunan
benar-benar dilandaskan pada nilai kesucian, kebenaran, dan kebaikan dalam
rangka mencapai keselamatan dan kesejahteraan umat. Kedua, kualitas kerukunan
hidup umat beragama harus mencerminkan pola interaksi antara sesama umat
beragama yang harmonis, yakni hubungan yang serasi, “senada dan seirama,”
tenggang rasa, saling menghormati, saling mengasihi dan menyayangi, saling peduli
yang didasarkan pada nilai persahabatan, kekeluargaan, persaudaraan, dan rasa
sepenanggungan. Ketiga, kualitas kerukunan hidup umat beragama harus diarahkan
pada pengembangan nilai-nilai dinamik yang direpresentasikan dengan suasana
yang interaktif, bergerak, bersemangat, dan bergairah dalam mengembangkan nilai
kepedulian, keaktifan, dan kebajikan bersama. Keempat, kualitas kerukunan hidup
umat beragama harus dioreintasikan pada penngembangan suasana kreatif.
Suasana yang dikembangkan, dalam konteks kreativitas interaktif, diantaranya
suasana yang mengembangkan gagasan, upaya, dan kreativitas bersama dalam
berbagai sector kehidupan untuk kemajuan bersama yang bermakna. Kelima,
kuallitas kerukunan hidup umat beragama harus diarahkan pula pada
pengembangan nilai produktivitas umat. Untuk itu, kerukunan di tekankan pada
pembentukan suasana hubungan yang mengembangkan nilai-nilai social praktis
dalam upaya mengentaskan kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan, seperti
mengembangkan amal kebajikan, bakti social, badan usaha, dan berbagai
kerjasama sosial ekonomi yang mensejahterakan umat.
8
METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif-deskriptif yang bertujuan untuk


mengeksplorasi masalah penelitian secara lebih mendetail dan mendalam melalui
deskriptif yang bersifat kritis konstruktif.

Sebagai penelitian kualitatif, maka penelitian ini menggunakan tiga tehnik


pengumpulan data yaitu, wawancara mendalam, observasi lapangan dan
pemanfaatan dokumen tertulis dan dokumentasi. Untuk melengkapi dan sekaligus
mengkonfirmasi data yang didapatkan sebagai salah satu kiat untuk memperoleh
data valid.
Adapun informan dalam penelitian ini adalah umat di wilayah paroki St.
Fransiskus De Sales Pada, Pengurus Lingkungan dan Pastor Paroki St. Fransiskus
De Sales Pada. Penelitian ini dilaksanakan di Bulan September 2023 yang
berlokasi di Wilayah paroki St. Fransiskus De Sales Pada.

Analisis data dilakukan dengan metode analisis deskriptif. Pengolahan dan


analisis data dilakukan dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai
sumber, yaitu hasil wawancara, catatan lapangan, dokumen-dokumen, dan lain-
lain.
PEMBAHASAN

Gambaran Umum Wilayah Paroki St. Fransiskus St. De Sales Pada dan
Kerukunan Umat Beragama

Wilayah Paroki St. Fransiskus De Sales Pada terletak di Kecamatan


Nubatukan Kabupaten Lembata. Paroki ini adalah paroki yang termuda di wilayah
Dekenad Lembata yang merupakan pemekaran dari Paroki St,. Arnoldus Janssen
Waikomo. Memilki 3 stasi yang meliputi Stasi Labanobol, Stasi Belang dan Stasi
Waijarang. Paroki ini juga memiliki 8 lingkungan terdiri dari 5 lingkungan di pusat
paroki dan 3 lingkungan di luar paroki yaitu lingkungan Kuakat, lingkungan Lapas
dan lingkungan Tobitalerek. Jumlah umat seluruhnya adalah 2.025 jiwa dari 592 KK.
Jumlah tersebut merupakan hasil rekapitulasi data umat per September tahun 2023.

Dalam uraian sebelumnya telah disebutkan bahwa penduduk yang berada di


wilayah paroki St. Fransiskus De Sales Pada yang heterogen dengan karakter yang
beragam, baik dari segi suku bangsa, agama, maupun sosial ekonominya. Dari

9
segi suku bangsa, selain suku bangsa yang menjadi penduduk asli, juga terdapat
suku bangsa pendatang, di antaranya suku bangsa Bugis, Makasar, Jawa, Toraja,
Timor, Flores dan lain-lain. Selain heterogen dari suku bangsa, penganut
agamapun juga bervariasi. Menurut data yang diperoleh selain agama Katolik juga
terdapat umat beragama lain yaitu Islam dan Protestan. Meskipun berasal dari latar
belakang suku bangsa dan agama yang berbeda bervariasi, namun tidak pernah
terjadi konflik penduduk yang dilatari masalah SARA. Hubungan antar penganut
agama terjalin dengan baik.

Fenomena kerukunan antar umat beragama di wilayah tersebut terlihat


dengan jelas bagaimana penganut agama yang berbeda hidup bertetangga dalam
satu lingkungan pemukiman, tidak terjadi segregasi pemukiman penduduk. Ketika
salah satu penganut agama merayakan hari besar misalnya penganut agama Islam
merayakan hari raya Idul Fitri, maka penganut agama lainnya melakukan kunjungan
silaturrahmi. Begitupun agama Katolik dan Kristen apabila merayakan hari Natal dan
Paskah, umat Islam akan bersilaturrami ataupun dalam kegiatan rohani lainnya.
Peran Penyuluh Agama Katolik Sebagai Agen Moderasi Beragama di Wilayah
Paroki St. Fransiskus De Sale Pada

Penelitian ini dilaksanakan oleh penyuluh yang juga sebagai umat di paroki
St. Fransiskus De Sales Pada, mendapat tugas dari Depag Kabupaten Lembata
untuk melakukan pengamatan atau observasi tentang keadaan umat di paroki
tersebut. Penyuluh bertindak sebagai agen moderasi beragama memberikan
penyuluhan tentang bagaimana meningkatkan kerukunan umat beragama di
wilayah paroki St. Fransiskus De Sales Pada.

Berdasarkan hasil pengumpulan data, di wilayah paroki tersebut, selain umat


Katolik ternyata ada juga umat dari agama Islam dan agama Protestan yang
mendiami wilayah paroki St. Fransiskus De Sales Pada. Dengan melihat kehidupan
masyarakat yang beraneka ragam agama, budaya dan suku bangsa di wilayah
tersebut, maka di sinilah peran penyuluh agama Katolik akan memberikan
penyuluhan kepada umat Katolik tentang menjalin kerukunan hidup antar umat
beragama terlebih pada lingkungan sekitar dan Indonesia pada umumnya.
Penyuluhan ini tidak terlepas dari ajaran Kristus yang menanamkan Kasih kepada
umatNya. Untuk itu sebagai penyuluh dalam melakukan kunjungan ke stasi dan

10
lingkungan maupun pada kegiatan Komunitas Basis Gerejani dan SEKAMI, hal
utama yang dibekali adalah ajaran Kasih dari Yesus sang juru selamat. Umat katolik
menanamkan ajaran Kasih sebagai kunci hidup rukun dan damai antar sesama.

Penyuluh dalam menjalankan tugasnya harus berperan aktif dalam


memberikan dukungan dan motivasi kepada umat di paroki St. Fransiskus De Sales
Pada. Beberapa kegiatan yang dilakukan penyuluh adalah:

1. Komunitas basis gerejani dengan kegiatan seperti: ibadat Komunitas Basis (


Rosario dll)
2. SEKAMI dan SEKAR dengan kegiatan seperti: Ibadat Rosario, Temu Minggu
( Katekese dan Animasi ), ibadat kunjungan orang sakit, ibadat dan
kunjungan tiga raja, tanggungan liturgy hari minggu, Animasi minggu
panggilan dan minggu misi dll.
3. Penyuluhan paroki dengan kegiatan seperti, misa mingguan sekami dan
sekar, kunjungan dan dooa bersama orang sakit dan jompo setelah misa,
temu anak dan remaja pada tingkat paroki pada hari panggilan pawai korona
advenn, natal bersama dll.
4. Kegiatan keagamaan di Sekolah Dasar Negeri Nobitalerek pelajaran agama
katolik dan kegiatan rohani 1 kali dalam bulan pada minggu terakhir..
5. Sebagai laporan pada bulan Agustus 2023 dapat dilaporkan dalam bentuk
lampiran gambar slide dari dokumentasi yang dikumpulkan.

Kegiatan penyuluh berjalan dengan dengan cukup baik dan akan terus
melakukan penyuluhan sebagai tugas seorang anak gembala yang mewartakan
kasih kepada umatNYa. Semoga tugas yang diemban ini membawa damai suka cita
dalam pewartaan firman Tuhan.

DAFTAR PUSTAKA

 Abd.Kadir,2017.Peran penyuluh agama


 S. Gunawan 2021.Kerukunan antar umat beragama
 Https://www.Penyuluh agama katolik.2021.blogspot.com
 Https://www.kompasina.com/imakata.com

11
12

Das könnte Ihnen auch gefallen