Sie sind auf Seite 1von 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kanker serviks adalah keganasan yang terjadi pada leher rahim yang

merupakan bagian terendah dari rahim yang menonjol ke puncak liang

senggama(Direktorat PPTM, 2013). Kanker leher rahim merupakan jenis

kanker kedua yang paling umum diderita oleh perempuan di Indonesia. Di

seluruh dunia, jumlah perempuan yang mengalami kanker leher rahim yaitu

lebih dari 1,4 juta perempuan. Kasus kanker leher rahim terjadi setiap tahunnya

yaitu berjumlah lebih dari 460.000 dan sekitar 231.000 kasus perempuan yang

meninggal karena penyakit tersebut. Kanker leher rahim merupakan masalah

signifikan yang terjadi di negara-negara berkembang, yaitu sekitar 80% kasus

kanker leher rahim setiap tahunnya (Direktorat PPTM, 2013). Kanker serviks

dapat menyebabkan kematian jika tidak segera ditangani dan dideteksi secara

dini.

Oleh karena itu, diperlukan upaya pencegahan dan pengendalian

kanker serviks, yaitu dengan deteksi dini kanker serviks. Untuk menangani

kanker serviks terdapat beberapa tes yang dapat dilakukan yaitu pap smear, tes

Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA), biopsi serviks, kolposkopi, biopsi

kerucut (cone biopsy), CT scanner, Magnetic Resonance Imaging (MRI), dan

tes DNA HPV. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia melakukan

pemeriksaan IVA dan pengobatan segera dengan krioterapi untuk IVA positif

1
sebagai program deteksi dini kanker serviks di Indonesia (Dinas Kesehatan

Jawa Tengah, 2017)

Tes IVA adalah pemeriksaan dengan cara mengamati dengan

menggunakan spekulum, melihat leher rahim yang telah dipulas dengan asam

asetat (konsentrasi 3-5 %). Pada lesi pra kanker setelah ditunggu kurang lebih

satu menit akan terlihat bercak putih apabila terdapat perubahan pada sel

(displasia) yang disebut acetowhite ephitelium. Pemeriksaan IVA dilakukan

oleh bidan dan dokter yang terlatih. Pemeriksaan IVA merupakan pemeriksaan

yang sederhana, mudah, cepat, dan cukup akurat untuk menemukan kelainan

sel (displasia) atau lesi pra kanker (Direktorat PPTM, 2013). Dengan

terdeteksinya lesi pra kanker secara dini banyak hal yang bisa dilakukan untuk

mengatasinya sehingga kanker leher rahim bisa dicegah, sehingga mampu

menurunkan angka kematian akibat kanker leher rahim.

Data cakupan pemeriksaan IVA di Kabupaten Karanganyar pada

tahun 2018 adalah 3.309 orang dengan IVA positif yaitu 481 orang .

Sedangkan data di puskesmas Colomadu II pada tahun 2016-2018 berjumlah

122 orang dengan IVA tes positif.

Berdasarkan data tersebut menunujukan bahwa tidak sedikit

perempuan yang terpapar HPV dan banyak kemungkinan disebabkan oleh

faktor-faktor yang mempengaruhi hasil tes IVA positif tersebut, oleh karena itu

penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang

berhubungan dengan IVA Positif pada Wanita Di Puskesmas Colomadu II”.

2
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “ Apa saja faktor –faktor yang berhubungan dengan

Kejadian IVA Positif pada wanita Di Puskesmas Colomadu II ?”

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah


1. Tujuan Umum
Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian IVA Positf
pada pada wanita Di Puskesmas Colomadu II
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis hubungan antara usia menikah dengan kejadian IVA

positif pada wanita Di Puskesmas Colomadu II.

b. Menganalisis hubungan antara ganti pasangan dengan kejadian IVA

positif pada wanita Di Puskesmas Colomadu II.

c. Menganalisis hubungan antara riwayat keputihan dengan kejadian IVA

positif pada wanita Di Puskesmas Colomadu II.

d. Menganalisis hubungan antara paritas dengan kejadian IVA positif

pada wanita Di Puskesmas Colomadu II.

e. Menganalisis hubungan antara merokok dengan kejadian IVA positif

pada wanita Di Puskesmas Colomadu II.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Bagi profesi

3
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi

kepada tenaga kesehatan sehingga tenaga kesehatan dapat memberikan

pelayanan secara optimal.

2. Bagi bidan

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai upaya

pencegahan dan penanggulangan secara dini tentang servisitis sehingga

dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam menentukan rencana tindak

lanjut yang tepat.

3. Bagi responden

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan

kepada masyarakat terutama pada wanita untuk melakukan pemeriksaan

secara rutin guna mencegah risiko terjadinya servisitis.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kanker Leher Rahim

a. Definisi

Kanker serviks meupakan pertumbuhan sel-sel abnormal pada

serviks. Kanker serviks terjadi di daerah organ reproduksi wanita yang

merupakan pintu masuk ke rahim. Penyebab utama kanker serviks

adalah Human Papilloma Virus (HPV). Di dunia, HPV tipe 16, 18, 31,

45, dan 52 yang secara bersamaan menjadi penyebab lebih dari 80%

kanker serviks. Kanker serviks adalah keganasan yang terjadi pada

leher rahim yang merupakan bagian terendah dari rahim yang menonjol

ke puncak liang senggama (Direktorat PPTM, 2013).

Kanker serviks merupakan penyakit mematikan kedua yang

sering terjadi pada wanita setelah kanker payudara. Penyakit ini

sebanyak 529.800 di dunia pada tahun 2008 dan 85% terjadi di negara

berkembang. Berdasarkan estimasi Global Burden Cancer,

International Agency for Research on Cancer (2013), insiden kanker di

Indonesia 134 per 100.000 penduduk dengan insiden tertinggi kedua

kanker leher rahim 17 per 100.000, angka ini meningkat dari tahun

2002, dengan insiden kanker serviks 16 per 100.000

5
perempuan.Berdasarkan data sistem informasi RS kanker serviks 5.349

kasus (12,8%) (Kementrian Kesehatan RI, 2015).

b. Perubahan Fisiologis Epitel Leher Rahim

Epitel leher rahim terdiri dari dua jenis, yaitu epitel skuamosa

dan epitel kolumnar. Daerah pertemuan kedua jenis epitel disebut

sambungan skuamosa-kolumnar (SSK) dan letaknya dipengaruhi oleh

faktor hormonal yang berkaitan dengan umur, aktifitas seksual dan

paritas. Pada perempuan berusia sangat muda dan menopause, SSK

terletak di dalam ostium. Sedangkan pada perempuan usia

reproduksi/seksual aktif, SSK terletak di ostium eksternum karena

trauma atau retraksi otot oleh prostaglandin.

Pada masa kehidupan perempuan terjadi perubahan fisiologis

pada epitel leher rahim, epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel

skuamosa yang diduga berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses

penggantian kolumnar menjadi epitel skuamosa disebut proses

metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah.

Aktivitas metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas.

Akibat dari proses metaplasia ini maka secara morfogenik terdapat 2

SSK, yaitu SSK asli dan SSK baru yang menjadi tempat pertemuan

antara epitel skuamosa dan epitel kolumnar. Daerah diantara kedua SSK

disebut daerah transformasi (Direktorat PPTM, 2013).

6
c. Perjalanan Penyakit

Infeksi Human Papilloma virus (hpv) atau Virus Papiloma

Manusia biasa terjadi pada perempuan usia reproduksi. Infeksi ini dapat

menetap, berkembang menjadi displasia atau sembuh sempurna. Virus

ini ditemukan pada 95% kasus kanker leher rahim. Ada dua golongan

HPV yaitu risiko tinggi atau disebut HPV onkogenik yaitu utamanya

tipe 16, 18 dan 31, 33, 45, 52, 58; sedangkan HPV risiko rendah atau

HPV non-onkogenik yaitu tipe 6, 11, 32 dsb.

Proses terjadinya kanker leher rahim sangat erat hubungannya

dengan proses metaplasia. Masuknya mutagen atau bahan-bahan yang

dapat mengubah perangai sel secara genetik pada saat fase aktif

metaplasia dapat berubah menjadi sel yang berpotensi ganas. Perubahan

ini biasanya terjadi di daerah transformasi.

Sel yang mengalami mutasi disebut sel displastik dan kelainan

epitelnya disebut displasia (Neoplasma Intraepitel Serviks/NIS).

Dimulai dari displasia ringan, sedang, berat dan karsinoma in-situ dan

kemudian berkembang menjadi karsnoma invasif. Lesi displasia dikenal

juga sebagai “lesi pra kanker”. Perbedaan derajat displasia didasarkan

atas tebal epitel yang mengalami kelainan dan berat ringannya pada sel.

Sedangkan karsinoma in-situ adalah gangguan maturasi epitel

skuamosa yang menyerupai karsinoma invasif tetapi membran

basalisnya masih utuh.

7
Pada lesi prakanker derajat ringan dapat mengalami regresi

spontan dan menjadi normal kembali. Tetapi pada lesi derajat sedang

dan berat lebih berpotensi berubah menjadi kanker invasif (Direktorat

PPTM, 2013).

Gambar 2.1 Perjalanan Alamiah Kanker Leher Rahim


Sumber : L Nuranna, G Purwoto dkk-FKUI/RSCM 2005

Infeksi HPV sering kali tidak menimbulkan gejala. Tanda-

tanda infeksi yang paling umum adalah bintik-bintik kecil berwarna

merah muda yang muncul disekitar kelamin dan terasa gatal atau panas

seperti terbakar. Setelah seorang wanita terinfeksi HPV, infeksi bisa

stabil lokal, bisa membaik secara spontan, atau jika leher rahim terkena

bisa berkembang menjadi lesi derajat rendah (low-grade squamous

intraepithelial lesion = LGSILs), yang disebut Neoplasia Intraepithelial

Serviks Ringan (Mild cervical Intraepithelial Neoplasia = CIN I) dapat

hilang tanpa pengobatan atau tidak berkembang, terutama yang terjadi

pada wanita muda. Diperkirakan dari setiap 1 juta wanita yang

terinfeksi 10% (sekitar 100.000) akan berkembang menjadi prakanker

8
leher rahim. Perubahan pra kanker ini diamati seringkali terjadi pada

wanita berusia 30 dan 40.

Sekitar 8% wanita yang mengalami perubahan tersebut akan

menjadi prakanker yang terbatas pada lapisan luar dari epitel leher

rahim (carsinoma in situ (CIS)) dan sekitar 1,6% akan berkembang

menjadi kanker ganas bila lesi pra kanker tersebut tidak terdeteksi dan

diobati. Perkembangan menjadi kanker leher rahim dari lesi derajat

tinggi biasanya terjadi setelah kurun waktu sepuluh sampai dua puluh

tahun. Walaupun jarang terjadi, sebagian lesi pra kanker bisa menjadi

kanker dalam waktu yang lebih singkat dalam satu atau dua tahun

(Direktorat PPTM, 2013).

d. Etiologi

Menurut Wijaya (2010), penyebab kanker serviks merupakan

peristiwa kanker yang diawali dari sel serviks normal yang terinfeksi

HPV (Human Papiloma Virus). HPV merupakan virus DNA yang

menginfeksi sel-sel epitelial (kulit dan mukosa). HPV merupakan

penyebab 99,7% kanker serviks di seluruh dunia. Penularan virus ini

bisa terjadi, baik dengan cara transmisi melalui organ genital ke organ

genital, oral ke genital, dan manual ke genital.

e. Faktor yang Menyebabkan Terpapar HPV Sebagai Etiologi Kanker

Leher Rahim

9
Faktor yang menyebabkan perempuan terpapar HPV sebagai

etiologi kanker leher rahim menurut Kementrian Kesehatan RI (2015)

adalah :

1) Menikah atau memulai aktivitas seksual pada usia muda (kurang

dari 17 tahun).

Pada usia 17 sampai 20 minggu pertama kehidupan

embrio, sel kolumnar yang menghubungkan vagina dan serviks

secara bertahap digantikan oleh sel-sel skuamosa yang datar. Pada

masa kanak-kanak sampai masa puber, sel pipih/skuamosa bertemu

sisa sel-sel kolumnar di sambungan skuamo kolumnar (SSK),

sebuah garis pertemuan tipis yang ada pada permukaan serviks.

Dengan datangnya masa puber, yang ditandai dengan

meningkatnya hormon perempuan (estrogen dan progesteron), dan

terus berlanjut sampai tahun-tahun masa subur, sel-sel kolumnar di

dalam SSK secara bertahap digantikan oleh sel-sel skuamosa yang

baru berkembang. Proses ini disebut juga metaplasia skuamos,

terjadi di zona transformasi (zona – T), yaitu bagian serviks antara

SSK asli (sebelum masa puber) dan SSK baru. Zona T dapat berupa

area yang luas atau sempit pada permukaan serviks, tergantung

pada beberapa faktor, seperti usia, paritas, infeksi sebelumnya dan

paparan terhadap hormon perempuan. Perubahan serviks yang tidak

biasa (abnormal), seperti displasia (CIN) dan kanker, hampir selalu

muncul di bagian serviks tersebut. Oleh karena itu, upaya

10
penapisan seperti IVA, servikografi dan kolposkopi diarahkan pada

pemeriksaan zona-T dan khususnya SSK.

Pada tahun-tahun awal masa puber, sebagian besar sel-sel di

dalam zona-T adalah sel-sel kolumnar. Pergantian sel-sel tersebut

dengan sel-sel skuamosa yang baru terbentuk hanya permulaan.

Pada masa inilah sel-sel di dalam zona-T, dan khususnya sel-sel di

SSK, adalah masa yang paling rentan terhadap perubahan yang

berkaitan dengan kanker yang didorong oleh beberapa tipe tertentu

dari HPV dan faktor penunjang lain. Sebagian besar remaja putri

tidak mengerti bahwa semakin muda usia mereka ketika mulai aktif

secara seksual, semakin besar kemungkinan terpapar oleh salah satu

tipe HPV yang dapat mendorong munculnya kanker, mereka akan

mengalami perubahan pra-kanker yang pada akhirnya akan

menyebabkan kanker ketika mereka semakin tua. Menunda

hubungan seksual sampai umur 20 tahun dapat lebih melindungi

(Kementrian Kesehatan RI, 2015).

2) Berganti-ganti pasangan seksual.

Perilaku berganti-ganti pasangan seksual akan

meningkatkan penularan penyakit menular seksual. Resiko terkena

kanker leher rahim meningkat 10 kali lipat pada wanita yang

mempunyai pasangan seksual 6 orang atau lebih. Bukan hanya ini

saja, bila seorang suami juga berganti-ganti pasangan seksual

dengan wanita lain misalnya wnaita pekerja seks komersial, maka

11
suaminya dapat membawa virus HPV dan menularkan pada

istrinya. Untuk resiko terkena lesi pra kanker leher eahim pada

wanita yang memiliki jumlah pasangan seksual lebih dari satu

orang adalah 3,441 kali lebih tinggi dibanding mereka yang

mempunyai pasangan seksual hanya satu orang saja (Sukaca,

2009).

3) Riwayat Keputihan.

Keputihan adalah cairan dari genetalia yang bukan darah,

merupakan gejala umum dari hampir semua penyakit kandungan.

Keputihan merupakan gejala awal dari kanker leher

rahim(Direktorat PPTM, 2013). Meskipun keputihan merupakan

masalah kesehatan umum yang terjadi pada wanita, namun masih

banyak wanita yang tidak memahami tentang keputihan dan

menganggap keputihan merupakan masalah yang sepele. Keputihan

memang tidak menimbulkan dampak yang segera, namun dalam

jangka panjang keputihan memiliki dampak yang berbahaya.

Keputihan yang mulanya hanya keputihan normal dan ringan dapat

menjadi berbahaya jika salah penanganannya. Alasan mengapa

wanita harus memahami betul masalah keputihan adalah karena

keputihan seringkali menjadi tanda dan gejala berbagai jenis

penyakit pada wanita salah satunya adalah gejala kanker serviks.

Berdasarkan hasil penelitian Anggit Eka Rahmawati

(2017) mayoritas WUS memiliki riwayat keputihan sebanyak 19

12
responden (63,3 %). Dilihat dari banyaknya jumlah responden yang

mengalami keputihan menunjukkan kurangnya kepedulian dalam

menjaga kesehatan organ intim pada diri sendiri dan meningkatkan

resiko kanker.

4) Perempuan yang melahirkan banyak anak (paritas tinggi).

Semakin sering seorang wanita melahirkan semakin tinggi

resiko untuk terkena kanker serviks, apalagi bila jarak kehamilan

yang terlalu dekat, hal ini berkaitan dengan proses persalinan

maka dapat menyebabkan jalan lahir longgar. Selain itu robekan

selaput di serviks menyebabkan terbukanya jaringan, sehingga

mempunyai kesempatan untuk terkontaminasi oleh virus yang

menyebabkan infeksi. Perempuan dengan paritas tinggi terkait

dengan terjadinya eversi epitel kolumnar serviks selama

kehamilan yang menyebabkan dinamika baru epitel metaplastik

imatur yang dapat meningkatkan risiko transformasi sel serta

trauma pada serviks sehingga memudahkan untuk terjadi infeksi

HPV (American Cancer Society, 2012).

Dalam penelitian Anggit Eka Rahmawati (2017)

didapatkan angka kejadian IVA positif mayoritas (100%) dengan

karakteristik multipara.

5) Perempuan perokok

Perempuan perokok mempunyai risiko dua setengah kali

lebih besar untuk menderita kanker leher rahim dibanding dengan

13
yang tidak merokok. Nikotin dan dampak dari merokok dianggap

dapat meningkatkan risiko relatif kanker leher rahim dan

menurunkan kemampuan kekebalan sel-sel langerhan dalam

melindungi jaringan ikat leher rahim dari faktor-faktor onkogenik

yang aktif seperti infeksi HPV (Direktorat PPTM, 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi, Sawitri dan

Adiputro tahun 2012 di Kota Denpasar mengemukakan bahwa

paparan asap rokok dapat meningkatkan risiko terjadinya lesi

prakanker leher rahim sebesar 4,8 kali dibandingkan tidak terkena

paparan asap rokok. Hal ini sejalan dengan sebuah studi perempuan

di Meksiko dimana perempuan yang terpapar asap rokok berisiko

lebih tinggi 3 kali untuk mengalami kanker leher rahim. Dapat

disimpulkan bahwa semakin banyak dan lama merokok maka

semakin tinggi risiko untuk terkena kanker leher rahim. Hal ini

kemungkinan disebabkan oleh tembakau yang mengandung bahan

karsinogen, baik yang dihisap sebagai rokok atau dikunyah. Efek

langsung bahan tersebut pada leher rahim akan menurunkan status

imun lokal, sehingga dapat menjadi ko-karsinogen. Kandungan

nikotin dalam asap rokok masuk dalam lendir yang menutupi leher

rahim sehingga menurunkan ketahanan alami sel leher rahim

terhadap perubahan abnormal. Bahan kimia yang terkandung

didalamnya dapat merusak DNA pada sel-sel leher rahim dan

berkontribusi terhadap berkembangnya kanker leher rahim.

14
Merokok secara aktif maupun pasif menurunkan kekebalan tubuh.

Imun yang menurun akan mempercepat tumbuhnya HPV sebagai

penyebab lesi prakanker leher rahim. Namun belum diketahui

secara pasti hubungan lama terkena asap rokok dengan kandungan

jumlah nikotin yang dihirup, yang dapat menyebabkan kanker leher

rahim.

Pengaruh pengetahuan tentang merokok juga

memepengaruhinya seperti dalam penelitian Leni Suhartini (2017)

responden yang menyatakan tidak merokok mayoritas memiliki

tingkat pengetahuan tinggi yaitu sebesar 73,3% (22 responden)

sehingga hasil tes IVA mengenai pengetahuan merokok dalam

penelitian tersebut hasilnya baik.

f. Tanda dan Gejala Kanker Leher Rahim

Menurut Rahayu (2015) infeksi HPV dan kanker serviks pada

tahap awal berlangsung tanpa gejala. Bila kanker sudah mengalami

stadium lanjut, maka gejalanya dapat berupa :

1) Keputihan yang semakin lama semakin berbau tidak sedap dan

tidak segera sembuh, terkadang bercampur darah.

2) Peradarahan kontak setelah senggama (gejala kanker serviks 75-80

%).

3) Perdarahan spontan.

4) Perdarahan pada perempuan usia menopause.

5) Perdarahan vagina yang tidak normal.

15
a) Perdarahan diantara periode regular menstruasi.

b) Periode menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari

biasanya.

c) Perdarahan setelah hubungan seksual atau pemeriksaan

panggul.

6) Nyeri.

a) Rasa sakit saat berhubungan seksual, kesulitan atau nyeri saat

berkemih dan nyeri didaerah sekitar panggul.

b) Apabila kanker sudah mencapai stadium III ke atas, maka akan

terjadi pembengkakan di berbagai anggota tubuh, seperti paha,

betis, dan sebagainya.

g. Pencegahan Kanker Leher Rahim

Menurut Permenkes Nomor 34 Tahun 2015, penanggulangan

kanker leher rahim sebagai berikut :

1) Pencegahan Primer

Kegiatan promosi kesehatan merupakan salah satu bentuk

pencegahan primer, yang bertujuan untuk mengeliminasi dan

meminimalisasi pajanan penyebab dan faktor risiko kanker,

termasuk mengurangi kerentanan individu terhadap efek dari

penyebab kanker.

Kegiatan promosi kesehatan tersebut merupakan upaya

agar memberdayakan masyarakat agar peduli dan menjaga

kesehatan serta meningkatkan perilaku sehat. Kegiatan tersebut

16
dapat dilakukan oleh individu/kelompok masyarakat peduli

kesehatan melalui berbagai media cetak, elektronik, sosial, serta

dapat melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat. Untuk

menjaga mutu promosi, diperlukan pengawasan secara berkala oleh

tenaga kesehatan.

Bentuk pencegahan primer lainnya dapat berupa proteksi

khusus seperti vaksinasi HPV. Upaya promosi kesehatan berupa

pemberian HPV akan bermanfaat untuk memberikan pengetahuan

bagi masyarakat.

2) Deteksi Dini dan Pengobatan Segera (Pencegahan Sekunder)

Ada dua komponen deteksi dini yaitu skrining dan edukasi

tentang penemuan dini (early diagnosis).

Skrining adalah upaya pemeriksaan atau tes yang

sederhana dan mudah dilaksanakan pada populasi masyarakat

sehat, yang bertujuan untuk membedakan masyarakat yang sakit

atau beresiko terkena penyakit diantara masyarakat yang sehat.

Sebagai contoh : dengan aplikasi Asam Asetat (IVA) untuk

memeriksa lesi pra kanker.

Penemuan dini (early diagnosis), adalah upaya

pemeriksaan pada masyarakat yang telah merasakan adanya gejala.

Oleh karena itu edukasi untuk meningkatkan kesadaran tentang

tanda-tanda awal kemungkinan kanker diantara petugas kesehatan,

17
kader masyarakat, maupun masyarakat secara umum merupakan

kunci utama keberhasilannya.

Salah satu bentuk peningkatan kesadaran masyarakat

tentang gejala dan tanda-tanda kanker adalah pemberian edukasi

tentang IVA.

3) Upaya Kuratif dan Rehabilitatif (Pencegahan Tersier)

Diagnosis kanker leher rahim membutuhkan kombinasi

antara kajian klinis dan investigasi diagnostik. Sekali diagnosis

ditegakan harus dapat ditentukan stadiumnya agar dapat

mengevaluasi besaran penyakit dan melakukan terapi yang tepat.

Tujuan dari pengobatan adalah menyembuhkan, memperpanjang

harapan hidup, dan meningkatkan kualitas hidup.

Prioritas pengobatan harus ditujukan pada kanker dengan

stadium awal dan yang lebih berpotensial untuk sembuh. Standar

pengobatan kanker meliputi : operasi (surgery), radioterapy,

kemoterapi, dan hormonal yang disesuaikan dengan indikasi

patologi.

4) Pelayanan Paliatif

Pelayanan paliatif dilakukan pada pasien kanker sejak

diagnosis ditegakkan dan pengobatan harus terpadu termasuk

pendekatan psikososial, rehabitasi, dan terkoordinasi dengan

pelayanan paliatif untuk memastikan peningkatan kualitas hidup

pasien kanker. Untuk kasus seperti ini pengobatan yang realistik

18
adalah mengurangi nyeri dengan pelayanan paliatif. Pelayanan

paliatif yang baik dapat meningkatkan kualitas hidup pasien kanker

leher rahim.

h. Deteksi Dini Kanker Serviks

Menurut Direktorat PPTM (2015), ada beberapa metode yang

dikenal untuk melakukan penapisan kanker leher rahim. Tujuan

penapisan untuk menemukan lesi prakanker, beberapa metode tersebut

adalah :

1) Inspeksi Visual dengan Aplikasi Asam Asetat (IVA)

Pemeriksaan dengan cara mengamati dengan

menggunakan spekulum, melihat leher rahim yang telah dipulas

dengan asam asetat atau asam cuka (3-5%). Pada lesi prakanker

akan menampilkan warna bercak putih yang disebut aceto white

epitelium.

Pada hasil penelitian Saleh (2013) mengatakan

pemeriksaan IVA tes memiliki sensitifitas sebesar 90% dari

pemeriksaan PAP smear, selain itu kelebihan skrining dengan tes

IVA yaitu murah, sederhana, simpel dan tidak perlu menunggu

waktu yang lama untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang

dilakukan.

2) Pemeriksaan Sitologi (Papanicolaou/ tes Pap)

Merupakan suatu prosedur pemeriksaan sederhana melalui

pemeriksaan sipatologi, yang dilakukan dengan tujuan untuk

19
menemukan perubahan morfologis dari sel-sel epitel leher rahim

yang ditemukan pada keadaan prakanker dan kanker.

2. IVA

a. Definisi Pemeriksaan Inspeksi Visual dengan Menggunakan Asam

Asetat (IVA)

Deteksi dini kanker leher rahim dilakukan oleh tenaga

kesehatan yang sudah dilatih dengan pemeriksaan leher rahim secara

visual menggunakan asam asetat yang sudah diencerkan, berarti melihat

leher rahim dengan mata telanjang untuk mendeteksi abnormalitas pada

leher rahim setelah pengolesan asam asetat 3 - 5%. Daerah yang tidak

normal akan berubah warna dengan batas yang tegas menjadi putih

(acetowhite), yang mengindikasikan bahwa leher rahim mungkin

memiliki lesi prakanker (Direktorat PPTM, 2015).

Tes IVA dapat dilakukan kapan saja dalam siklus menstruasi,

termasuk saat menstruasi dan saat asuhan nifas atau paska keguguran.

Pemeriksaan IVA juga dapat dilakukan pada perempuan yang dicurigai

atau diketahui memiliki ISR/IMS atau HIV/AIDS.

b. Sasaran Pemeriksaan IVA

Menurut Permenkes Nomor 34 Tahun 2015 tentang

penanggulangan kanker payudara dan kanker serviks, perempuan yang

menjadi kelompok sasaran pemeriksaan IVA adalah :

20
1) Perempuan yang menjadi klien pada klinik IMS dengan discharge

(keluar cairan) dari vagina yang abnormal atau nyeri pada abdomen

bawah (bahkan jika di luar kelompok usia 30 – 50 tahun).

2) Perempuan yang tidak hamil (walaupun bukan suatu hal yang rutin,

perempuan yang sedang hamil dapat menjalani skrining dengan

aman, tetapi tidak boleh menjalani pengobatan dengan krioterapi)

oleh karena itu IVA belum dapat dimasukkan ke dalam pelayanan

rutin pada klinik antenatal.

3) Perempuan yang mendatangi Pusesmas, klinik IMS, dan klinik KB

dianjurkan untuk skrining kanker serviks.

Deteksi dini kanker leher rahim dilakukan pada kelompok sasaran

perempuan 20 tahun ke atas, namun prioritas program deteksi dini di

Indonesia pada perempuan usia 30 - 50 tahun dengan target 50%

perempuan sampai tahun 2019 (Direktorat PPTM, 2015).

c. Frekuensi Pemeriksaan IVA

Menurut Permenkes Nomor 34 Tahun 2015, pemeriksaan IVA

dilakukan setiap tahun berturut-turut selama 3 tahun. Jika hasil

pemeriksaan negatif selama tiga kali pemeriksaan, maka pemeriksaan

berikutnya dilakukan interval 5 tahun sekali. Sedangkan perempuan

yang mendapatkan hasil tes IVA positif dan mendapatkan pengobatan,

harus menjalani tes IVA berikutnya enam bulan kemudian.

21
d. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Pemeriksaan IVA

Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan IVA adalah

sebagai berikut :

1) Meja priksa Ginekologi dan kursi

2) Sumber cahaya (lampu)

3) Spekulum bivalved (Cusco atau Graves)

4) Nampan atau wadah alat

5) Sarana pencegahan infeksi (tiga ember berisi larutan klorin, air

sabun, dan air bersih)

Ada beberapa bahan yang diperlukan untuk melakukan IVA

yaitu sebagai berikut :

1) Kondom

2) Kapas lidi atau forcep untuk memegang kapas

3) Sarung tangan disposable

4) Larutan asam asetat 3-5%

5) Larutan klorin 0,5 %

e. Metode Pemeriksaan IVA

1) Inspeksi atau periksa genetalia eksternal dan lihat apakah terjadi

discharge pada mulut uretra. Palpasi kelenjar Skene’s dan

Bartholini. Jangan sampai menyentuh klitoris karena akan

menimbulkan rasa tidak nyaman pada ibu.

22
Gambar 2.2 Palpasi Kelenjar Skene (Permenkes No.34 Tahun 2015)

2) Masukan spekulum lalu buka bilah atau daun spekulum untuk

melihat leher rahim. Atur spekulum agar seluruh leher rahim

dapat terlihat.

Gambar 2.3 Memasang Spekulum (Permenkes No.34 Tahun 2015)

3) Amati leher rahim apakah ada infeksi (cervicitis) seperti discharge

atau cairan keputihan mucous ectopi (ectropian), kista Nabothy,

nanah, atau lesi “strawberry” (infeksi trichomonas).

23
4) Gunakan kapas lidi bersih untuk membersihkan cairan yang keluar,

darah atau mukosa dari leher rahim. Buang kapas lidi ke dalam

wadah anti bocor atau kantong plastik. Identifikasi Ostium

Servikalis dan SSK serta daerah disekitarnya.

5) Basahi kapas lidi dengan larutan asam asetat dan oleskan pada

leher rahim. Tunggu selama 1 menit agar diserap dan

memunculkan reaksi acetiwhite.

a) Jika tidak (IVA negatif), beri tahu ibu untuk datang menjalani

tes kembali 5 tahun kemudian serta ingatkan ibu tentang faktor-

faktor resiko.

b) Jika ada (IVA positif), tentukan metode tata laksana yang akan

dilakukan.

IVA Negatif IVA Positif

6) Keluarkan spekulum

7) Buang sarung tangan, kapas, dan bahan sekali pakai lainnya ke

dalam container (tempat sampah) yang tahan bocor, sedangkan

24
untuk alat-alat yang dapat digunakan kembali, rendam dalam

larutan klorin 0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi.

8) Jelaskan hasil pemeriksaan kepada klien, kapan harus melakukan

pemeriksan lagi, serta rencana tata laksana jika diperlukan.

B. Kerangka Konsep Penelitian

Faktor yang
Menyebabkan
Perempuan terpapar
HPV:
1. Menikah atau
memulai aktifitas
seksual pada usia
muda (kurang dari 17 Hasil Tes
tahun). IVA Postif
2. Berganti-ganti
pasangan seksual.
3. Perempuan dengan
paritas tinggi.
4. Riwayat keputihan
5. Perempuan Perokok.

C. Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara usia menikah dengan kejadian IVA positif pada

wanita Di Puskesmas Colomadu II.

2. Terdapat hubungan antara ganti pasangan dengan kejadian IVA positif

pada wanita Di Puskesmas Colomadu II.

3. Terdapat hubungan antara riwayat keputihandengan kejadian IVA positif

pada wanita Di Puskesmas Colomadu II.

25
4. Terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian IVA positif pada wanita

Di Puskesmas Colomadu II.

5. Terdapat hubungan antara merokok dengan kejadian IVA positif pada

wanita Di Puskesmas Colomadu II.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan rancangan penelitian

cross sectional yaitu penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk faktor

risiko dan variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada

waktu yang sama (Notoadmodjo, 2012)

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan Februari sampai dengan Bulan
Agustus2019 di Puskesmas Colomadu II, dan data yang akan diambil yaitu
pada tahun 2016-2018
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua perempuan atau pasien

yang memeriksakan tes IVA di Puskesmas Colomadu II tahun 2016-2018.

Teknik Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total Sampling.

Sampel pada penelitian ini adalah pasien yang memeriksakan IVA di

Puskesmas Colomadu II tahun 2016-2018 yaitu 244 orang yang terdiri dari

122 IVA positif dan 122 IVA negatif.

D. Identifikasi Variabel
a. Variabel bebas (independent variable)

26
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah umur menikah, ganti pasangan,
paritas, merokok
b. Variabel tergantung (dependent variable)
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah tes IVA Positif

c. Definisi Operasional
Tabel: 3.1. Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat Hasil Skala
Operasional Ukur Ukur Ukur
X Faktor-Faktor Besarnya - - -
penyebab IVA prosentase dari
Positif faktor-faktor yang
menyebabkan
terpapar HPV
sebagai etiologi
kanker leher rahim
melalui metode
IVA yaitu Deteksi
dini kanker leher
rahim untuk
mendeteksi
abnormalitas pada
leher rahim
setelah pengolesan
asam asetat 3 - 5%
Sub Variabel
X1 Menikah atau Seorang wanita - 1. Ya Nominal
memulai yang melakukan 2. Tidak
aktifitas seksual kontak seksual
pada usia muda untuk pertama
(kurang dari 17 kalinya pada usia
tahun) kurang dari 17
tahun.
X2 Berganti-ganti Responden - 1. Ya Nominal
pasangan ataupun suami 2. Tidak
seksual berganti-ganti
pasangan seksual
lebih dari 1
pasangan

27
X3 Riwayat Responden - 1. Ya Nominal
keputihan memiliki riwayat 2. Tidak
keputihan yang
abnormal seperti
berbau busuk,
berwarna tidak
normal dan gatal
pada daerah
kelamin.
X4 Perempuan Responden - 1. Ya Nominal
dengan paritas melahirkan lebih 2. Tidak
tinggi dari sama dengan
empat anak secara
normal.
X5 Perempuan Responden adalah - 1. Ya Nominal
perokok perokok pasif 2. Tidak
(terpapr oleh asap
rokok).
Y Hasil tes IVA Hasil tes - 1. Ya Nominal
pemeriksaan 2. Tidak
dengan asam
asetat

E. Cara dan Teknik Pengumpulan Data


1. Jenis dan sumber data
Jenis Data dalam penelitian adalah data sekunder ini yaitu data yang
didapatkan dari rekam medik pasien di Puskesmas Colomadu II
2. Instrumen Pengumpulan Data
3. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan data
rekam medis di Puskesmas Colomadu II untuk mendapatkan data sekunder
yaitu data hasil tes IVA positif dan negatif dari tahun 2016-2018 yang
selanjutnya data tersebut akan dimasukan kedalam dummy tabel dengan
mengentry data faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian IVA positif
sesuai tabel yang sudah dibuat oleh peneliti.Langkah-langkah Penelitian
dan Pengawasan Kualitas Data
4. Langkah-langkah Penelitian:
a. Persiapan

Kegiatan pada tahapan persiapan ini antara lain:

28
1) Mengajukan judul penelitin

2) Melakukan studi pendahuluan

3) Menyusun proposal

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian akan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1) Permintaan izin penelitian kepada Kesbangpol, Bapeda dan Dinas

Kesehatan Kabupaten Karanganyar.

2) Permintaan izin penelitian kepada Kepala Puskesmas Karanganyar

untuk pengambilan data responden dengan hasil tes IVA positif (+).

3) Peneliti mengumpulkan data sekunder berupa data rekam mesdis pasien

dengan hasil tes IVA positif (+).

4) Pengolahan dan analisa data.

c. Pelaporan

Pada tahap akhir, kegiatan yang akan dilakukan meliputi

penyusunan laporan hasil penelitian dan sidang hasil penelitian. Setelah

disetujui, laporan hasil penelitian dikumpulkan ke institusi.

F. Analisa Data
Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas:
1. Analisis Univariat
Pada penelitian ini menggunakan analisis univariat yang bertujuan untuk
menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik variabel penelitian.
2. Analisis Bivariat
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan hasil dari
uji Chi-square untuk mengetahui hubungan antar variabel.

29
3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik untuk
mengetahui faktor yang paling dominan

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Analisis Hubungan antara antara usia menikah dengan kejadian IVA
positif pada wanita Di Puskesmas Colomadu II.

Hasil Tes IVA


Usia Menikah

2. Menganalisis hubungan antara ganti pasangan dengan kejadian IVA


positif pada wanita Di Puskesmas Colomadu II.
3. Menganalisis hubungan antara riwayat keputihan dengan kejadian
IVA positif pada wanita Di Puskesmas Colomadu II.
4. Menganalisis hubungan antara paritas dengan kejadian IVA positif
pada wanita Di Puskesmas Colomadu II.
5. Menganalisis hubungan antara merokok dengan kejadian IVA positif
pada wanita Di Puskesmas Colomadu II.

B. PEMBAHASAN

DAFTAR PUSTAKA

30
American Cancer Society. (n.d.). What are the risk factors for cervical cancer?

American Cancer Society. (2012). Cancer Facts & Figures.

Anggit Eka Rahmawati, A. M. (2017). Gambaran Karakteristik Wanita Usia


Subur Yang Telah Melakukan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat
( Iva ) Di Puskesmas Imogiri I Bantul Tahun 2017 Akademi Kebidanan
Ummi Khasanah , Jl . Pemuda Gandekan Bantul Yogyakarta Kanker serviks
merupakan kanker, 17–28.
Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian.

Azis, Andrijono, S. (2006). Buku Acuan Nasional Onkologi.

Dinas Kesehatan Jawa Tengah. (2017). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah,
3511351(24).
Direktorat PPTM. (2013). Pengendalian Kanker Payudara dan Kanker Leher
Rahim. Jakarta. Buku Acuan Pencegahan Kanker Leher Rahim Dan Kanker
Payudara.
Eko Budiarto. (2001a). Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan
Masyarakat.
Eko Budiarto. (2001b). Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan
Masyarakat.
Hidayat. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Analisis Data.

IARC. (2013). Section Of Cancer Information.

Istiqomah, D. N., Studi, P., Dokter, P., Kedokteran, F., Ilmu, D. A. N., Negri, U.
I., & Hidayatullah, S. (2010). POSITIF DI PUSKESMAS
RENGASDENGKLOK KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2009.
Jordan JA. (2006). The cervix second edition. Massachusetts: Blackwell
Publishing Inc,.
Kementrian Kesehatan RI. (2015). Pusat Data dan Informasi Kesehatan. Panduan
Program Nasional Gerakan Pencegahan Dan Deteksi Dini Kanker Leher
Rahim Dan Kanker Payudara.
Leni Suhartini, W. S. (2017). Hubungan Karakteristik Wanita Usia Subur ( WUS )
dengan Pengetahuan tentang Tes IVA di Puskesmas Kecamatan Cempaka
Putih Periode Mei Tahun 2017, 64–85.
Munoz N, Franceschi S, B. C. (2009). Role of parity and human paillomavirus in
cervical cancer. The IARC Multicentric Case-Control Study, Lancet
359(9312)1093-1101, (March 30).
Mustika. (2010). Analisa Faktor Risiko Kanker Serviks. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Nindrea, R. D. (2017). KANKER SERVIKS PADA WANITA, 2(February), 53–

31
61.
Notoadmodjo. (2012). ASUHAN KEBIDANAN. JAKARTA.

Notoatmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT.


Rineka Cipta.
Pangesti, C. (2012). Gambaran Karakteristik WUS yang Melakukan Pemeriksaan
IVA. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 8.
Pater MM, Mittal R, P. A. (1994). Role of steroid hormones in potentiating
transformation of cervical cells by human paillomaviruses Trends in
Microbiology. Trend In Microbilogy, 2, 229–234.
Schneider A, Hitz M, G. L. (2001). Increased prevalence of human
papillomaviruses in the lower genital tract of pregnant women. Journal of
Cancer, 40, 198–201.
Sugiyono. (2015a). Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, kualitatif dan R &
D.
Sugiyono, P. D. (2015b). Statistika Untuk Penelitian (26th ed.). Bandung:
Alfabeta.
Sukaca. (2009). Cara Cerdas Menghadapi Kanker Serviks.

Sukaca. (2010). Cara Cerdas Menghadapi Kanker Serviks. Genius Publisher:


Yogyakarta.
Susanti. (2010). Hubungan Usia Pertama Kali Berhubungan seksual dan Jumlah
Pasangan Seksual dengan Kejadian Lesi Prakanker Serviks. Jakarta :FKUI.
Syahmi Amar, R. S. (2012). Hubungan Perokok Pasif dan Aktif dengan Tingkat
Kejadian Kanker Serviks di RSUD Moewardi Surakarta.
Wijaya. (2010). Pembunuh Ganas Itu bernama Kanker serviks.

32

Das könnte Ihnen auch gefallen