Sie sind auf Seite 1von 2

Nama : Muh Ihsan Shidiq

Kelas : SPI 6B

Matkul : Sejarah Indonesia Kontemporer

Prof. Dr. A. Sartono Kartodirdjo adalah sejarawan Indonesia sekaligus pelopor dalam
penulisan sejarah dengan pendekatan multidimensi. Sebelum menjadi guru, pria yang akrab
disapa Sartono ini menyelesaikan pendidikan di HIS, MULO, dan HIK. Saat bersekolah di
HIK (sekolah calon bruder), pria kelahiran Wonogiri, 15 Februari 1921 ini dilatih kepekaan
batin dan ketajaman intuisinya yang menuntunnya menjadi sosok ilmuwan yang asketis.Saat
usianya menginjak 44 tahun, Sartono menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Sastra
Universitas Indonesia di sela-sela kegiatan mengajar di salah satu sekolah yang ada di
Jakarta. Lalu melanjutkan pendidikan master degree di Universitas Yale, Amerika Serikat
setelah sebelumnya mengajar di Universitas Gajah Mada Jogjakarta dan IKIP Bandung. Ia
lulus pada tahun 1964 disusul melanjutkan pendidikan doktoralnya dua tahun kemudian.

Pada tahun 1968, Sartono dikukuhkan sebagai guru besar Universitas Gajah Mada
Jogjakarta. Dalam disertasi (The Peasants’ Revolt of Banten in 1888, It’s Conditions, Course
and Sequel: A Case Study of Sosial Movements in Indonesia) yang ia buat untuk meraih
gelar doktoralnya dinilai banyak orang sebagai jembatan perkembangan ilmu sejarah di
Indonesia. Ia menganggap bahwa disertasinya merupakan bentuk protes terhadap penulisan
sejarah Indonesia yang konvensional dan Neerlandosenteris. Dalam disertasinya tersebut
ayah dari dua anak ini mencoba mengubah pandangan dengan keberanian dari gerakan sosial
yang dilakukan oleh petani untuk melawan ketidakadilan. Ia juga mencoba menghilangkan
virus inferior pada bangsa asing yang saat itu banyak menjangkiti masyarakat Indonesia.

Sebagai sejarawan generasi pertama, Sartono telah melahirkan banyak murid yang
menjadi benang merah penyambung gagasan-gagasan yang sering ia lontarkan. Tak hanya di
Indonesia, dunia Internasional pun mengakui kehebatan Sartono dalam ilmu Sejarah.
Kehebatan itulah yang mengantarkannya menerima Benda Prize yang dianugerahkan oleh
sejarawan H.J. Benda pada tahun 1977. Semasa hidupnya, Sartono dikenal sebagai asketisme
intelektual. Dalam berbagai kesempatan, ia selalu mengingatkan akan pentingnya sikap
asketis dalam diri seorang profesional. Menurutnya, seseorang yang menjalani sikap asketis
adalah orang yang melakukan latihan olah jiwa untuk menahan diri dari hawa nafsu
jasmaniah. Sehingga aspek kognitif yang dihasilkan berupa sikap logis, kritis, analitis, dan
diskursif. Tak hanya itu, semasa hidupnya, ia juga menelurkan karyanya dalam puluhan buku
dan ratusan artikel. Salah satu bukunya yang terkenal adalah Pengantar Sejarah Indonesia
Baru, Jilid I Zaman Kerajaan dan Jilid II Pergerakan Sejarah Nasional.

Pada tanggal 7 Desember 2007 Sartono menghembuskan napas terakhir di RS Panti


Rapih, Jogjakarta dalam usia 87 tahun. Sepanjang hidupnya, ia tak hanya memberikan contoh
dan teladan sebagai sejarawan Indonesia tapi juga memberikan inspirasi dan pemikiran bagi
kehidupan bangsa. Dalam sebuah kutipan, Sartono mengungkapkan bahwa ilmu sejarah
bukan sekedar narasi. Tidak hanya kisah-kisah serba menyenangkan. Karena itu
pendekatannya jangan melulu dari ilmu sejarah, tetapi harus memanfaatkan bantuan ilmu
antropologi, sosiologi, berikut disiplin ilmu-ilmu lain. Selain itu, karena menulis sejarah
Indonesia, maka cara pendekatannya memang harus Indonesiasentris dan jangan sampai
terpesona dengan aneka ragam kisah raja-raja atau orang besar. Sebab rakyat, petani, dan
wong cilik juga punya peran sangat bermakna yang juga ikut membentuk sejarah.

Daftar Pustaka

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sartono_Kartodirdjo
Nursam.2008.Membuka Pintu Bagi Masa Depan. Jakarta. PT Kompas Media Nusantara.

Das könnte Ihnen auch gefallen