Sie sind auf Seite 1von 2

Pelajar NU : merawat tradisi dan melanjutakan semangat Kyai

Oleh : Arifin

Sudah tujuh tahun lamanya istilah Nusantara, yang di cetuskan oleh Nahdatul Ulama (NU) pada
Muktamar ke-33 Jombang hingga 2023 ini masih eksis di gunakan dalam tema-tema dialog oleh
organisasi pemuda, mahasiswa dan pelajar. Misalnya, Baru-baru ini Organisasi Ikatan Pelajar
Nahdlatul Ulama atau disingkat IPNU membuat acara dengan jargon Serasehan Pelajar Nusantara.

IPNU sendiri adalah organisasi pelajar yang di diprakarsai oleh Tolhah Mansyur pada 24 Februari
1954 di Semarang. Yang kemudian, resmi menjadi Badan Otonom (Banom) NU pada Muktamar
Bandung tahun 1988 dan sampai sekarang. Keikutsertaan IPNU menjadi Banom NU memang
keputusan yang sangat tepat, karena kelahiran IPNU tidak lepas dari munculnya Jamaah yang
bersifat lokal atau kedaerahan, dimana basis kulturalnya adalah Pesantren-Pesantren.

Oleh karena itu, NU dan IPNU adalah satu rangkaian yang tidak dapat di pisahkan, dengan alasan
bahwa IPNU adalah hasil dari pendidikan Pesantren yang tidak lepas dari peran Ulama dan Kyai.
Mengingat NU juga lahir daripada kebangkitan para Ulama Pesantren dan Kyai. Yang mana dapat
dikatakan NU sangat erat kaitannya dengan tradisi. Hal itu dapat kita lihat dengan idiom al
mukhafadhutu ala kodimissholeh wal akhdu bil jadidi wal aslah “mempertahankan nilai yang lama
yang masih baik dan menerima nilai baru yang lebih baik.”

Sebut saja Nilai lama yang baik ini dengan tradisi yang sampai sekarang masih dihidupkan oleh NU.
Tradisi sendiri sangat erat kaitannya dengan Islam Nusantara. Misalnya Nur khalik Ridwan Dkk dalam
bukunya Gerakan Kultural Islam Nusantara pada bagian Islam Nusantara, Satu Islam Beragam
Tradisi menjelaskan bahwa Islam Nusantara adalah Islam yang memiliki karakter dan bercorak
Nusantara yang mengakomodasi tradisi-tradisi dan alam pikiran orang Nusantara, dengan tetap dan
berangkat dari titik pijak Islam.

Senada dengan hal di atas Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjelaskan dalam Istilahnya Pribumisasi
Islam, dengan argumentasi bahwa terdapat kemungkinan manifestasi kehidupan agama dalam
bentuk budaya. Dimana Ia gambarkan Agama (Islam) dan budaya mempunyai independensi masing-
masing, tetapi keduanya mempunyai wilayah tumpang tindih. Bisa dibandingkan dengan
independensi antara filsafat dan ilmu pengetahuan.

Agama (Islam) bersumberkan wahyu dan memiliki norma-normanya sendiri. Karena bersifat
normatif, maka ia cenderung menjadi permanen. Sedangkan budaya adalah buatan manusia,
karenanya ia berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan cenderung untuk selalu
berubah. Hal itulah yang kemudian memunculkan tradisi tari ‘seudati’, cara hidup santri, budaya
menghormati kyai dan sebagainya.

Tradisi-tradisi yang baik, seperti menghormati Kyai dan juga cara hidup santri tersebutlah yang tidak
bisa lepas dari IPNU yang lahir dari kultur kesantrian. Oleh sebab itu, IPNU sebagai generasi muda
NU, harus sepatutnya merawat tradisi yang baik, yang telah hidup di tanah sosial masyarakat NU.
Diantara cara merawat tradisi tersebut IPNU memiliki peran yang sangat signifikan untuk
mengkampayekan Islam Nusantara, yang identik dengan tradisi-tradisi baik, yang sudah di gagas dan
mengakar di kalangan Santri dan Kyai.

Das könnte Ihnen auch gefallen