Sie sind auf Seite 1von 53

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pencemaran lingkungan dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan tempat terjadinya, yaitu
pencemaran udara, pencemaran air dan pencemaran tanah. Di Indonesia, kerusakan
lingkungan akibat pencemaran udara, air dan tanah sudah sangat kritis. Laut merupakan
penampung segala sampah yang ada di muka bumi ini. Sampah yang berasal dari
daratan mulai dari limbah domestik, limbah industri, serta limbah akibat transportasi
jalur laut, baik itu yang sengaja maupun tidak disengaja. Paradigma tersebut telah
menghapus konteks pengertian laut yang sesungguhnya bahwa laut merupakan
sumberdaya yang kaya keanekaragaman, keunikan biota dan fenomena yang
menyimpan berbagai misteri yang belum terpecahkan serta merupakan satu kesatuan
ekosistem yang ada di dunia ini (Dewi dkk, 2019). Pencemaran laut adalah masuknya
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,dan/atau komponen lain kedalam
lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingkat
tertentu yang menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem dari kehidupan di
dunia ini. Ketidak seimbangan tersebut dapat menyebabkan rusaknya ekosistem akibat
pencemaran, salah satunya yang terjadi di lautan. (Agus, 2017).

Selama beberapa dekade terakhir, kepentingan sosial-ekonomi di wilayah pesisir terus


tumbuh di mana-mana didunia (Neumann et al, 2015). Adanya Tren migrasi serta
pembangungan industri di daerah pesisir, yang semakin dekat dan semakin dekat dari
garis pantai, mengacaukan pantai/bukit pasir yang rapuh dan kompleks sistem,
membahayakan populasi pesisir yang disebabkan kegiatan industri tersebut maupun
kegiataan-kegiatan yang ada di daerah tersebut (Benjamin, 2019). Salah satu limbah
yang mengkhawatirkan bagi kelangsungan kehidupan biota laut adalah limbah yang
berasal dari industri khususnya industri chip wood . Buangan limbah yang berasal dari
industri tersebut, apabila menyebar ke seluruh perairan laut maka akan sangat
membahayakan bagi lingkungan laut dan hajat hidup biota laut tentunya apabila tidak

1
dilakukan treatment terlebih dahulu sebelum dibuang kelaut dan dalam jumlah debit
yang besar (Dewi dkk, 2019). Kualitas badan air penerima sangat berpengaruh pada
debit limbah yang dibuang. Dalam regulasi pengelolaan buangan limbah cair yang
berasal dari industri chip wood di provinsi Kalimantan Timur cukup mendapat
perhatian, dibuktikan dengan dikeluarkannya aturan untuk menetapkan baku mutu
parameter dari air limbah industri chip wood tersebut.

Teluk Balikpapan merupakan salah satu daerah yang menyimpan potensi kekayaan alam
paling banyak di Kalimantan terutama Kalimantan Timur (Bappeda Kota Balikpapan,
2007). Perairan Balikpapan juga merupakan daerah eksploitasi, daerah pengilangan
minyak, dan alur pelayaran baik skala lokal, nasional, atau internasional (Mukhtasor,
2007). Teluk Balikpapan merupakan badan air penerima limbah dari industri-industri
yang ada di kawasan perindustrian yang ada di kariangau, industri tersebut salah
satunya adalah industry Chip wood sebagai bahan baku industri pulp.

Persebaran air limbah merupakan proses difusi, dimana persebaran yang terjadi
disebabkan oleh adanya faktor internal maupun eksternal, sehingga limbah yang masuk
ke badan air akan bercampur dengan badan air penerima (Bahrul, 2017). Studi yang
menjelaskan karakteristik oseanografi dan kualitas air laut di lokasi PT BCL, seperti
kondisi dinamika transport sebaran limbah yang merupakan acuan dalam pemantauan
setelah berjalannya industri tersebut sangat diperlukan untuk mengetahui pola arah
transport sebaran limbah dari hasil buangan effluent treatment plant (ETP) PT BCL.
Untuk mengetahui persebaran air limbah hasil buangan digunakan pendekatan model
matematis hidrodinamika. Pemodelan sebaran limbah cair PT BCL dari ETP ke laut
merupakan bahan kajian untuk mengamati perubahan kualitas air laut akibat kegiatan
operasional PT BCL.

PT Balikpapan Chip Lestari (BCL) adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri
yang memproduksi bahan baku pulp berupa serpih kayu (chip wood) yang berada pada
Kawasan Industri Kariangau, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur. Industri ini
merupakan industri baru yang ada di Kawasan kariangau, Balikpapan . Industri ini dapat

2
menghasilkan pembuangan limbah yang dapat menjadi sumber pencemar bagi
lingkungan sekitarnya seperti badan air yaitu Teluk Balikpapan.

Dalam kegiatan produksi chip PT Balikpapan Chip Lestari menghasilkan air limbah
yang sebagian besar berasal dari area produksi yaitu proses pencucian kayu. Dalam hal
ini air limbah yang akan dibuang ke laut berasal dari kegiatan proses dan drainase yang
akan dikelola di effluent treatment plant (ETP), dengan pemberian perlakuan khusus
sebelum air tersebut dilepaskan ke lingkungan. Karakteristik limbah pencemar pada
baku mutu air laut antara lain pH, TSS, BOD, COD, Minyak Lemak, Fenol, Amonia
(NH3-N) dan Total Coliform sesuai dengan Dengan Perda Kaltim Nomor 2 Tahun 2011
Pada lampiran 1.13 tentang Baku Mutu Air Limbah Untuk Industri Medium Density
Fiberboard.

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui besaran dari sebaran air
limbah yang dihasilkan dari kegiatan produksi chip wood oleh PT BCL kebadan air
penerima yaitu teluk balikpapan, maka dibuatlah pemodelan dari sebaran air limbah
yang diproduksi untuk memprediksi sebaran limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan
produksi chip wood oleh PT BCL berdasarkan jarak maksimum yaitu 250 m .

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini antara lain:


1. Bagaimana besaran beban pencemar serta debit buangan air limbah yang keluar
pada air laut sekitar PT BCL?
2. Bagaimana perbandingan kualitas air laut dengan besaran pencemar yang ada di
PT BCL berdasarkan jarak dengan menggunakan aplikasi Mike 21?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan pada penelitian ini antara lain:


1. Mengetahui besaran beban pencemar serta debit buangan air limbah yang keluar
pada air laut sekitar PT BCL

3
2. Membandingkan kualitas air laut dengan besaran pencemar yang ada di PT BCL
berdasarkan jarak dengan menggunakan aplikasi Mike 21

1.4 Batasan Masalah

Adapun Batasan masalah pada penelitian ini antara lain:


1. Parameter-parameter sesuai pada Perda Kaltim Nomor 2 Tahun 2011 Pada
lampiran 1.13 tentang Baku Mutu Air Limbah Untuk Industri Medium Density
Fiberboard yaitu:
a. pH
b. TSS
c. BOD
d. COD
e. Minyak lemak
f. Fenol
g. Amonia
h. Total Coliform
2. Jarak Sebaran air limbah maksimum PT BCL.
3. Simulasi pemodelan maksimal 15 hari.
4. Data pasang surut teluk Balikpapan 2021.
5. Data debit buangan limbah cair PT BCL.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini mengandung bab-bab: pendahuluan, tinjauan pustaka,


metodologi perencanaan, pembahasan dan analisa, serta kesimpulan dan saran.

1. Pendahuluan
Bab pendahuluan memuat:
1.1 Latar Belakang, memuat penjelasan mengenai alasan-alasan mengapa masalah
yang dikemukakan dalam skripsi dipandang menarik, penting, dan perlu

4
dikerjakan serta menguraikan kedudukan masalah yang akan dikerjakan dalam
lingkup permasalahan yang lebih luas.
1.2 Rumusan Masalah, menjelasakan mengenai masalah yang akan dipecahkan
melalui penelitian dan perencanaan.
1.3 Tujuan Penelitian, menjelaskan secara spesifik hal-hal yang ingin dicapai.
1.4 Batasan Penelitian, menjelaskan hal-hal/parameter yang menjadi pembatas
dalam pekerjaan yang dilakukan.
1.5 Sistematika Penulisan, berisi secara sistematis keseluruhan penulisan skripsi.
2. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka menguraikan teori, temuan, dan bahan penelitian yang diperoleh
dari acuan yang dijadikan landasan untuk melakukan kegiatan perencanaan.
3. Metode Penelitian
Metode penelitian mengandung uraian tentang metode yang digunakan dalam
penelitian secara rinci. Uraian mencakup rancangan penelitian, tahapan kegiatan
penelitian, waktu dan tempat penelitian, teknik pengumpulan data, prosedur
penelitian, dan analisis data.
4. Hasil dan Pembahasan
Bab ini memuat perencanaan dan pembahasan/analisa dari perencanaan tersebut
yang sifatnya terpadu.
5. Penutup
Bab penutup memuat:
5.1 Kesimpulan, merupakan pernyataan singkat dan tepat yang berisi rangkuman
dan hasil analisis dalam penyusunan skripsi. Kesimpulan menyatakan hasil
pencapaian penelitian yang dilakukan dengan mengacu pada tujuan yang
didefinisikan pada bagian awal (jawaban dari tujuan)
5.2 Saran, mengenai kemungkinan pengembangan dengan asumsi-asumsi yang
belum dilakukan pada penelitian ini.
6. Daftar Pustaka
7. Lampiran

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Limbah

Menurut Arief (2016), limbah adalah buangan yang di hasilkan dari suatu proses
produksi, baik industri maupun domestik (rumah tangga). Limbah lebih di kenal sebagai
sampah, yang keberadaannya sering tidak dikehendaki dan mengganggu lingkungan,
karena sampah dipandang tidak memilih nilai ekonomis. Limbah industri berasal dari
kegiatan industri, baik karena proses secara langsung maupun proses secara tidak
langsung. Limbah dari kegiatan industri adalah limbah yang terproduksi bersamaan
dengan proses produksi, di mana produk dan limbah hadir pada saat yang sama.
Sedangkan limbah tidak langsung terproduksi sebelum proses maupun sesudah proses
produksi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun


2014 tentang Baku Mutu Air Limbah, air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau
kegiatan yang berwujud cair. Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang
yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya, dan
pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi
kesehatan manusia serta menggangu lingkungan hidup

Air Limbah adalah cairan yang berasal dari rumah tangga ataupun tempat- tempat
umum yang biasanya mengandung bahan atau zat- zat yang dapat membahayakan hidup
manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan. Sumber serta macam air limbah
dapat dipengaruhi oleh tingkat hidup masyarakat, semakin tinggi tingkat ekonomi
masyarakat semakin beragam pula limbah yang dihasilkan (Almufid, 2020).

2.1.1 Karakteristik Air Limbah

Karakteristik air limbah Antara lain:


a. Karakter fisik

6
Karakter fisik air limbah ditentukan oleh polutan yang masuk ke dalam air
limbah dan memberikan perubahan fisik pada air limbah tersebut. Karakteristik
fisik tersebut adalah suhu, kekeruhan, warna dan bau yang disebabkan oleh
adanya bahan tersuspesi dan terlarut didalamnya. Penentuan derajat kekotoran
air 12 limbah sangat dipengaruhi oleh adanya sifat fisik yang mudah terlihat.
Adapun sifat fisik yang penting adalah kandungan zat padat sebagai efek
estetika dan kejernihan serta bau dan warna dan juga temperatur (Suyasa, 2015).

Total Suspended Solid (TSS) merupakan padatan yang tersuspensi did alam air
yang berupa bahan- bahan organik dan anorganik yang dapat tertangkap oleh
filter yang dianalisis menggunakan peralatan filtrasi. Materi yang tersuspensi
mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi
matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan
gangguan pertumbuhan bagi organisme produsen (Putri, 2019)

b. Karakter kimia
Karakteristik kimia air limbah ditentukan dengan adanya polutan dari bahan
bahan kimia (chemical). Chemical tersebut terdapat dalam bentuk terlarut dalam
bentuk ion-ion dan tersuspensi dalam bentuk senyawanya. Bahan organik
terlarut dapat menghabiskan oksigen dalam limbah serta akan menimbulkan rasa
dan bau yang tidak sedap pada penyediaan air bersih. Selain itu, akan lebih
berbahaya apabila bahan tersebut merupakan bahan yang beracun. Menurut
Suyasa (2015), bahan kimia yang penting yang ada di dalam air limbah pada
umumnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Bahan organik, pH, klorida,
kebasaan, sulfur, zat beracun, protein, karbohidrat, minyak dan lemak, fenol,
bahan anorganik, logam berat, metan, nitrogen, fosfor, dan gas.

Biochemical Oxygen Demand (BOD) merupakan uji yang dilakukan


menggunakan kebutuhan oksigen relatif oleh limbah cair, efluen, dan polutan
air. Nilai dari BOD mengindikasikan jumlah bahan organik digunakan untuk
mengoksidasi bahan anorganik seperti sulfide dan besi. BOD juga merupakan

7
indeks jumlah bahan organik yang dapat di metabolisme oleh mikroorganisme,
tidak keseluruhan bahan organik (Hidayat, 2016).

Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan penentuan kadar oksigen yang


dibutuhkan untuk oksidasi bahan kimia dalam suatu limbah. Selain itu
digunakan dalam mengoksidasi zat- zat organik yang terdapat dalam limbah cair
degan memanfaatkan oksidator kalium dikromat sebagai sumber oksigen (Putri,
2019).

Power of Hydrogen (pH) merupakan ukuran yang menyatakan tingkat keasaman


atau kebebasan suatu larutan. Nilai dari pH dinyatakan dalam unit pH dari 0-14.
Untuk memungkinkan mikroorganisme yang 11 ada di dalam air hidup dengan
baik yaitu mencapai pH pada air limbah yaitu 7 atau netral (Putri, 2019).

Minyak adalah lemak yang bersifat cair. Keduanya mempunyai komponen


utama karbon dan hidrogen yang mempunyai sifat tidak larut dalam air. Sifat
dari minyak dan lemak relatif stabil dan tidak mudah terdekomposisi oleh
bakteri. Dalam pengolahan air limbah, kandungan minyak dan lemak harus
disisihkan agar tidak mengganggu kehidupan biologi atau ekosistem air pada
badan air penerima (Putri, 2019).

c. Karakteristik biologi
Karakteristik biologi air limbah adalah terdapatnya mikroorganisme yang
berbahaya bagi kesehatan dalam air. Dilansir dari Food and Agriculture
Organization of the United Nations, keberadaan virus, bakter, protozoa, dan
cacing pathogen menjadi indikator tercemahnya air. Air limbah dapat
mengandung enterovirus yang dapat menyebabkan peradangan jaringan otak dan
sumsum belakang, kesulitan bernafas, hingga polio. Air limbah juga dapat
mengandung bakteri seperti E. coli, Salmonella sp., Shingella spp, hingga Vibrio
chloerae yang dapat menyebabkan berbagai gangguan Kesehatan (Suyasa 2015).
Coliform merupakan golongan bakteri intestinal yang hidup dalam saluran
pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator

8
adanya polusi kotoran dan kondisi yang tidak baik terhadap air, makanan,
maupun, minuman. Keberadaan bakteri di dalam air menunjukkan rendahnya
tingkat sanitasi (Suyasa, 2015)

Pengolahan limbah berkaitan dengan sistem pabrik. Ada pabrik yang telah
mempergunakan peralatan dengan kadar buangan rendah, sehingga buangan yang
dihasilkan tidak perlu mengalami pengolahan. Buangan dari pabrik berbeda satu
dengan yang lain. Perbedaan ini berkaitan dengan perbedaan bahan baku dan
perbedaan proses. Suatu pabrik yang sama-sama mengeluarkan limbah air memiliki
senyawa kimia yang berbeda. Oleh karena itu banyaknya variasi pencemar antara
satu pabrik dengan pabrik lain, akan mengakibatkan banyaknya sistem pengolahan
(Arief, 2016).

Banyaknya jenis parameter pencemar dalam suatu buangan berakibat dibutuhkannya


berbagai tingkatan proses. Limbah memerlukan penanganan awal kemudian
pengolahan berikutnya. Pengolahan pertama atau pendahuluan sangat menentukan
pengolahan kedua, ketiga dan seterusnya. Kekeliruan penerapan pengolahan
pendahuluan akan turut mempengaruhi pengolahan berikutnya. Penetapan pilihan
metode keadaan limbah, sudah harus diketahui sebelum melakukan pengolahan.
Limbah yang berpeluang mencemari lingkungan harus ditetapkan parameternya.
Dengan mengetahui jenis-jenis parameter di dalam limbah, maka dapat ditetapkan
metode pengolahan dan pilihan jenis peralatan.

Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan


limbah.Pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi (Arief, 2016) :
a. Pengolahan menurut tingkatan perlakuan.
1. Proses pengolahan (pretreatment).
2. Pengolahan primer (primary treatment).
3) Pengolahan sekunder (secondary treatment)
4) Pengolahan tersier (tertiary treatment).
b. Pengolahan menurut karakteristik limbah.
1) Proses fisik.

9
2) Proses kimia.
3) Proses biologi.

Sumber air limbah dari kegiatan operasional PT. Balikpapan Chip Lestari berasal dari
proses pencucian kayu log, saluran drainase dan hasil samping dari kegiatan produksi.
Daftar sumber air limbah yang akan dibuang ke laut adalah sebagai berikut;

Tabel 2.1 Daftar Sumber Air Limbah

No. Sumber Air Limbah Keterangan


1. Area Produksi Line 1 Proses pencucian kayu
2. Area Produksi Line 2 Proses pencucian kayu
3. Chip Storage Drainase
4. Disposal Kulit Drainase
5. Toilet Kantor Drainase
Sumber: kajian IPLC PT. BCL

Kuantitas atau debit air limbah yang akan dibuang ke laut adalah sebagai berikut;

Tabel 2.2 Kuantitas atau Debit Air Limbah


No. Sumber Air Limbah Debit Rata-rata
1. Area Produksi Line 1
2. Area Produksi Line 2
3. Chip Storage 50 m3/jam
4. Disposal Kulit
5. Toilet Kantor
Sumber: kajian IPLC PT. BCL

Karaktersitik air limbah dari kegiatan PT. Balikpapan Chip Lestari berasal dari air
limbah proses dan drainase, berikut ini tabel karakteristik air limbah tersebut;

Tabel 2.3 Karakteristik Air Limbah Proses dan Drainase


No. Parameter Satuan BMAL Hasil
1. BOD5 mg/L 75 26,88
2. COD mg/L 125 58,26
3. TSS mg/L 150 26
4. Fenol mg/L 0,25 <0,002
5. Amonia mg/L 4 0,14
6. pH - 6,0 – 9,0 6,41
7. Minyak & Lemak mg/L 5 <5
8. Total Coliform Jumlah/100 mL 3000 -
Sumber: kajian IPLC PT. BCL

10
Air limbah dari proses produksi dan drainase akan masuk ke Effluent Treatment
Plant (ETP). Proses yang terjadi didalam Instalasi Pengolahan Limbah Effluent
Treatment Plant (ETP) tersebut, dimulai dari bak bar screen atau basket screen
yang berfungsi untuk menyaring semua sampah dan kotoran yang terikut pada air
limbah. Setelah itu akan masuk ke equalization tank yang berfungsi untuk
menstabilkan kualitas air limbah dan mencegah timbulnya bau dengan diberi udara
melalui diffuser. Pada equalization tank dipasang level switch yang akan
memberikan sinyal ke control panel untuk menonaktifkan pompa saat level air di
equalization tank mencapai level minimum (PT. BCL, 2021).

Gambar 2.1 Layout Effluent Treatment Plant (ETP)

2.2 Air Laut

Air laut adalah air yang berasal dari laut, memiliki rasa asin, dan memiliki kadar garam
(salinitas) yang tinggi. Rata-rata air laut di lautan dunia mamiliki salinitas sebesar 3,5%,
hal ini berarti untuk setiap satu liter air laut terdapat 35 gram garam yang terlarut
didalamnya. Kandungan garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut antara lain
klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium
(1%), dan sisanya (kurang dari 1%) terdiri dari bikarbonat, bromida, asam borak,
strontium, dan florida. Keberadaan garam-garaman ini mempengaruhi sifat fisis air laut
seperti densitas, kompresibilitas, dan titik beku (Homig, 1978). Air dengan salinitas

11
tersebut tentu saja tidak dapat dikonsumsi dilihat dari standar kualitas air yang telah
ditetapkan MENKES RI. Sumber-sumber garam yang ada dilaut berasal dari tiga hal
yaitu gas-gas vulkanik, pelapukan batuan didarat, dan sirkulasi lubang-lubang
hidrotermal pada air laut yang dalam. Salinitas laut tertinggu terdapat di laut merah,
sedangkan yang paling tawar adalah di timur Teluk Finlandia dan diuata Teluk
Bothania, keduanya bagian dari laut baltik.

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan


perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk Pelabuhan Pencemaran Laut
adalah masuknva atau dimasukannya makhluk hidup, zat, erlergi, dan/atau komponen
lain ke dalam lingkungan Laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan Laut tidak sesuai lagi dengan
Baku Mutu Air Laut. Baku Mutu Air Laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk
ludup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar
yang ditenggang keberadaannya di dalam Air Laut.

Tabel 2.1 Baku Mutu Air Laut


No Parameter Baku Mutu
1 Kecerahan >3 m
2 Kebauan Tidak berbau
3 TSS 80 mg/L
4 Minyak Lemak Nihil
5 Sampah Nihil
6 pH 6,5 – 8,5
7 Amonia Total 0,3 mg/L
8 Sulfida 0,03 mg/L
9 TPH 1 mg/L
10 Fenol 0,002 mg/L
11 PCB 0,01 µg/L
12 TBT 0,01 µg/L
13 Hg 0,003 mg/L
14 Cd 0,01 mg/L
15 Cu 0,05 mg/L
16 Pb 0,05 mg/L
17 Zn 0,1 mg/L
Sumber: PP 22 Tahun 2021 Lampiran VIII Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Untuk Pelabuhan

12
2.2.1 Karakteristik Fisik Laut

Karakteristik Fisik Air Laut Antara lain:


a. Arus Laut
Arus merupakan gerakan horizontal atau vertikal massa air hingga massa air
tersebut mencapai suatu kondisi yang stabil. Pergerakan arus dilaut dibangkitkan
oleh beberapa gaya yang bekerja dilaut tersebut. Terdapat dua gaya utama yang
berperan dalam pembangkitan arus diperairan yaitu, gaya primer dan gaya
sekunder. Gaya primer berperan dalam membangkitkan arus dan menentukan
kecepatannya. Gaya primer terdiri dari gaya gravitasi, gaya gesek angin (wind
stress), gaya dorong ke atas dan ke bawah (buoyancy), serta tekanan atmosfer.
Gaya sekunder berperan mempengaruhi arah gerakan dan kondisi sirkulasi arus.
Gaya sekunder meliputi gaya coriolis dan gaya gesekan lapisan air laut itu
sendiri (Pond, S & Pickard, G.L, 1983). Pada suatu stasiun pengamatan arus,
arah dan kecepatan arus pasut berubah-ubah terhadap waktu dan kedalaman,
sedangkan arus non-pasut umumnya hanya berubah terhadap kedalaman
(Djunarsjah, E., 2005). Arus dipermukaan laut disebabkan oleh angin, namun
kenyataannya tidaklah sesederhana itu karena arus juga dipengaruhi oleh tiga
faktor lain, yaitu bentuk dasar perairan, letak geografis dan tekanan udara. Arus
laut memiliki peranan penting dalam sistem ekologi laut dan usaha
penanggulangan pencemaran laut (Fitriani, 2009).

b. Pasang Surut Air Laut


Pasang surut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan
air laut secara periodik. Fenomena pasang surut dipengaruhi oleh faktor
astronomis 7 serta faktor non-astronomis. Faktor astronomis diakibatkan oleh
kombinasi gaya sentrifugal dan gaya tarik-menarik dari benda-benda astronomi
terutama oleh matahari dan bulan terhadap bumi. Pengaruh benda angkasa
lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya yang lebih
kecil. Faktor nonastronomis yang mempengaruhi pasang surut terutama di
perairan semi tertutup (teluk) antara lain adalah bentuk garis pantai dan
topografi dasar perairan (Pond, S & Pickard, G.L, 1983) . Setiap perairan

13
memiliki karakteristik pasut yang berbeda. Tipe pasut suatu perairan dapat
ditentukan oleh amplitudo dari berbagai komponen harmonik pasut yang
memasuki suatu perairan. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan respon
setiap lokasi terhadap gaya pembangkit pasut. Tipe pasut digolongkan dalam
beberapa jenis, jika suatu perairan mengalami satu kali pasang dan satu kali
surut dalam satu hari, maka perairan tersebut dikatakan memiliki pasut bertipe
tunggal (diurnal tide), namun jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
dalam sehari maka perairan tersebut dikatakan bertipe ganda (semidiurnal tide).
Tipe pasut lainnya merupakan peralihan antara tipe tunggal dan tipe ganda atau
disebut dengan tipe campuran (mixed tide). Tipe pasut peralihan digolongkan
menjadi dua bagian, yaitu tipe campuran dominasi ganda serta tipe campuran
dominasi tunggal sendiri . Pasang surut yang terjadi di perairan Indonesia
merupakan interaksi antara pasang surut yang terjadi di Samudera Pasifik dan
Samudera Hindia. Secara umum, tipe pasut yang terjadi di perairan Indonesia
dikelompokkan menjadi dua yaitu pasut tunggal yang mendominasi perairan
Indonesia bagian barat serta pasut ganda yang mendominasi wilayah Indonesia
bagian timur (Pond, S & Pickard, G.L, 1983).

Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-
benda langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi.
Meskipun massa bulan jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena
jaraknya terhadap bumi jauh lebih dekat maka pengaruh gaya tarik bulan
terhadap bumi lebih besar daripada pengaruh gaya tarik matahari. Gaya tarik
bulan yang mempengaruhi pasang surut adalah 2,2 kali lebih besar daripada
gaya tarik matahari. Pengetahuan tentang pasang surut adalah penting di dalam
perencanaan bangunan pantai dan pelabuhan. Elevasi muka air tertinggi
(pasang) dan terendah (surut) sangat penting untuk merencanakan bangunan-
bangunan tersebut. Misalnya, elevasi puncak bangunan pemecah gelombang
ditentukan oleh elevasi muka air pasang, sedangkan kedalaman alur pelayaran
atau pelabuhan ditentukan oleh muka air surut (Isdina, dan Jeffry, 2015).

14
c. Gelombang
Gelombang Gelombang adalah setiap perubahan bentuk permukaan air yang
disebabkan oleh gaya dari luar dan diimbangi oleh gaya gravitasi & gaya akibat
tegangan permukaan. (Nur Yuwono, Dasar-Dasar Perencanaan Bangunan
Pantai) Secara umum gelombang dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bagian yaitu :
1. Gelombang Pendek (wave of short period), yaitu gelombang dengan periode
kurang dari 5 menit. Gelombang pendek sering dikenal sebagai ombak dan
dapat diakibatkan oleh angin, gempa dan gerakan kapal.
2. Gelombang Panjang (long wave), yaitu gelombang dengan periode beberapa
jam. Gelombang panjang sering dikenal dengan pasang surut yang terjadi
akibat gaya tarik menarik antara bumi dengan benda-benda ruang angkasa
terutama bulan dan matahari. Hindcasting Gelombang Peramalan gelombang
disebut juga Hindcasting gelombang jika didasarkan pada kondisi
meteorologi masa lalu dan Forecasting gelombang jika didasarkan pada
kondisi perkiraan pengukuran gelombang. Hindcasting gelombang akan
menghasilkan perkiraan tinggi (H) dan perioda (T) gelombang akibat adanya
angin dengan besar, arah, dan durasi tertentu (Isdina, dan Jeffry, 2015)

d. Batimetri
Pemetaan kedalaman perairan pada studi dilakukan dengan mengunakan single
beam echosounder yang ditempatkan pada sebuah kapal (Saputra dkk., 2016).
Pada saat bersamaan, dilakukan pencatatan tinggi muka air dengan rambu ukur
pasang surut yang diikat pada benchmark lokal (Muldiyatno dkk., 2016).

Batimetri merupakan gambaran kondisi permukaan (topografi) dasar laut (seabed


surface) yang disajikan dalam bentuk garis-garis kontur yang menunjukkan nilai-nilai
kedalaman di suatu perairan (Poerbandono dan Djunarsah, 2005). Peta yang berisi
informasi tentang kedalaman laut disebut dengan peta batimetri. Peta batimetri
diperoleh dari hasil pemeruman yaitu proses dan aktivitas yang ditujukan untuk
memperoleh gambaran (model) bentuk permukaan (topografi) dasar perairan (seabed
surface). Proses penggambaran dasar perairan tersebut (sejak pengukuran, pengolahan
hingga visualisasi) disebut dengan survei batimetri. Model atau peta batimetri (kontur

15
kedalaman) diperoleh dengan menginterpolasikan titi-titik pengukuran kedalaman
bergantung pada skala model yang hendak dibuat (Hidayat dkk, 2014).

Angin adalah udara yang bergerak akibat adanya perbedaan tekanan udara dengan arah
aliran angin dari tempat yang memiliki tekanan tinggi ke tempat yang bertekanan
rendah atau dari daerah yang memiliki suhu/temperatur rendah ke wilayah bersuhu
tinggi. Angin memiliki hubungan yang erat dengan sinar matahari karena daerah yang
terkena banyak paparan sinar matahari akan memiliki suhu yang lebih tinggi serta
tekanan udara yang lebih rendah dari daerah lain di sekitarnya sehingga menyebabkan
terjadinya aliran udara. Angin juga dapat disebabkan oleh pergerakan benda sehingga
mendorong udara di sekitarnya untuk bergerak ke tempat lain. Jenis-Jenis angin yang
terdapat di Indonesia sangat beragam. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi dan permukaan
(tinggi rendah) tanah. Jenis-jenisnya adalah sebagai berikut:
a. Angin Laut (Angin Siang) Angin laut adalah angin yang bertiup dari arah laut
ke arah darat yang umumnya terjadi pada siang hari dari pukul 09.00 sampai
dengan pukul 16.00. Angin ini umumnya dimanfaatkan para nelayan untuk
pulang dari menangkap ikan di laut.
b. Angin Darat (Angin Malam) Angin darat adalah angin yang bertiup dari arah
darat ke arah laut yang umumnya terjadi pada saat malam hari dari jam 20.00
sampai dengan jam 06.00. Angin jenis ini bermanfaat bagi para nelayan untuk
berangkat mencari ikan dengan perahu bertenaga angin sederhana.
c. Angin Gunung (Angin Malam) Angin gunung adalah angin yang bertiup dari
puncak gunung ke lembah gunung yang terjadi pada malam hari.
d. Angin Lembah (Angin Siang) Angin lembah adalah angin yang bertiup dari
arah lembah ke arah puncak gunung yang biasa terjadi pada siang hari.
e. Angin Fohn (Angin Terjun / Angin Jatuh) Angin fohn adalah angin yang
bertiup pada suatu wilayah dengan temperatur dan kelengasan yang berbeda.
Angin fohn terjadi karena ada gerakan massa udara yang naik pegunungan
yang tingginya lebih dari 200 m di satu sisi lalu turun di sisi lain. Biasanya
angin ini bersifat panas merusak dan dapat menimbulkan korban. Tanaman
yang terkena angin ini bisa mati dan manusia yang terkena angin ini bisa
turun daya tahan tubuhnya terhada serangan penyakit.

16
f. Angin Munsoon Angin Munsoon, Moonsun, muson adalah angin yang
berhembus secara periodik (minimal 3 bulan) dan antara periode yang satu
dengan yang lain polanya akan berlawanan yang berganti arah secara
berlawanan setiap setengah tahun. Umumnya pada setengah tahun pertama
bertiup angin darat yang kering dan setengah tahun berikutnya bertiup angin
laut yang basah. Pada bulan Oktober – April, matahari berada pada belahan
langit Selatan, sehingga benua Australia lebih banyak memperoleh
pemanasan matahari dari benua Asia. Akibatnya di Australia terdapat pusat
tekanan udara rendah (depresi) sedangkan di Asia terdapat pusat-pusat
tekanan udara tinggi (kompresi). Keadaan ini menyebabkan arus angin dari
benua Asia ke benua Australia. Di Indonesia angin ini merupakan angin
musim Timur Laut di belahan bumi Utara dan angin musim Barat di belahan
bumi Selatan. Oleh karena angin ini melewati Samudra Pasifik dan Samudra
Hindia maka banyak membawa uap air, sehingga pada umumnya di Indonesia
terjadi musim penghujan. Musim penghujan meliputi seluruh wilayah
indonesia, hanya saja persebarannya tidak merata. makin ke timur curah
hujan makin berkurang karena kandungan uap airnya makin sedikit.

Pada bulan April-Oktober, matahari berada di belahan langit utara, sehingga benua Asia
lebih panas daripada benua Australia. Akibatnya, di asia terdapat pusat-pusat tekanan
udara rendah, sedangkan di australia terdapat pusat-pusat tekanan udara tinggi yang
menyebabkan terjadinya angin dari Australia menuju Asia. Di indonesia terjadi angin
musim timur di belahan bumi selatan dan angin musim barat daya di belahan bumi
utara. Oleh karena tidak melewati lautan yang luas maka angin tidak banyak
mengandung uap air oleh karena itu pada umumnya di indonesia terjadi musim
kemarau, kecuali pantai barat sumatera, sulawesi tenggara, dan pantai selatan irian jaya.
Antara kedua musim tersebut ada musim yang disebut musim pancaroba (peralihan),
yaitu : Musim kemarau yang merupakan peralihan dari musim penghujan ke musim
kemarau, dan musim labuh yang merupakan peralihan musim kemarau ke musim
penghujan. Adapun ciri-ciri musim pancaroba yaitu: Udara terasa panas, arah angin
tidak teratur dan terjadi hujan secara tiba-tiba dalam waktu singkat dan lebat. Angin

17
Muson dibagi menjadi 2, yaitu Muson Barat atau dikenal dengan Angin Musim Barat
dan Muson Timur atau dikenal dengan Angin Musim Timur.

a. Angin Musim Barat/Angin Muson Barat adalah angin yang mengalir dari Benua
Asia (musim dingin) ke Benua Australia (musim panas) dan mengandung curah
hujan yang banyak di Indonesia bagian Barat, hal ini disebabkan karena angin
melewati tempat yang luas, seperti perairan dan samudra. Contoh perairan dan
samudra yang dilewati adalah Laut China Selatan dan Samudra Hindia. Angin
Musim Barat menyebabkan Indonesia mengalami musim hujan. Angin ini
terjadi pada bulan Desember, Januari dan Februari, dan maksimal pada bulan
Januari dengan kecepatan minimum 3 m/s.

b. Angin Musim Timur/Angin Muson Timur adalah angin yang mengalir dari
Benua Australia (musim dingin) ke Benua Asia (musim panas) sedikit curah
hujan (kemarau) di Indonesia bagian Timur karena angin melewati celahcelah
sempit dan berbagai gurun (Gibson, Australia Besar, dan Victoria). Ini yang
menyebabkan Indonesia mengalami musim kemarau. Terjadi pada bulan Juni,
Juli dan Agustus, dan maksimal pada bulan Juli.

2.3 Model Oseanografi

Analisis Data hidro-oseanografi meliputi analisis data pengecoran belakang angin dan
gelombang, analisis pasang surut, dan arus observasi data. Proses data angin digunakan
untuk mendapatkan karakteristik angin yang terwakili di wilayah studi dan kumpulan
data angin untuk modul pengecoran belakang. (Hendra Dkk, 2015). Proses verifikasi
diperlukan dalam numerik pemodelan untuk membuktikan tingkat kepercayaan hasil
model Survei juga mengambil data batimetri untuk input model numerik. MIKE21 dan
Simulasi Gelombang Dekat Pantai (SWAN) perangkat lunak yang digunakan dalam
metode pemodelan (Aditya, 2018)

18
Tujuan dari pasang surut skema (pengurangan input) adalah untuk menggantikan
pasang penuh yang terdiri dari semua konstituen yang mewakili keseluruhan siklus
musim semi/perbantalan dengan siklus pasang surut 24 jam yang disederhanakan yang
sangat cocok dengan transportasi sisa yang digerakkan oleh pasang surut siklus pasang
surut bulanan bulan penuh. Gelombang yang disederhanakan seperti itu seharusnya
mereproduksi tingkat transportasi sedimen residu dan menghasilkan perubahan
morfologis selama periode yang menarik di seluruh domain mode

Karakteristik gelombang suatu perairan dapat diketahui dengan menggunakan model


numerik penjalaran gelombang atau menggunakan metode pengukuran in situ dengan
menggunakan wave recorder maupun penginderaan jauh dengan citra dan altimetri.
Pemodelan kondisi gelombang di daerah studi dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak DHI MIKE untuk 3 arah gelombang datang yang berbeda, yaitu:
a. Utara (N)
b. Barat Laut (NW)
c. Barat (W) (Agus. Dkk, 2017).

2.3.1 Program MIKE Zero

MIKE Zero merupakan salah software yang yang dimiliki oleh DHI Software. Di sini
penulis menggunakan DHI Software Release 2007. DHI Software ini berasal dari
Denmark. MIKE Zero adalah nama umum milik DHI yang tergabung dengan grafik
Windows secara keseluruhan untuk simulasi, pre dan post analisa proses,
mempresentasikan dan memvisualisasi dengan orientasi proyek lingkungan. MIKE Zero
ini memberikan akses untuk sistem modeling yang berbeda-beda. Salah satunya yaitu
MIKE 21 (DHI Water and Environment, 2007).

2.3.2 Program MIKE 21

Program MIKE 21 Merupakan paket software engineering yang meliputi permodelan


untuk 2D aliran permukaan, seperti muara Sungai, daerah pantai dan laut. MIKE 21 ini

19
dapat diaplikasikan pada simulasi hidrolik yang berhubungan pada fenomena di danau,
muara, teluk, area pantai dan lautan yang terstratifikasi dapat di abaikan. Di dalam
laporan ini, penulis menggunakan paket ini untuk permodelannya (DHI Water and
Environment, 2007).

2.3.3 Modul Hidrodinamika (MIKE 21)

Di dalam MIKE 21 ini terdapat modul hydrodinamic yang digunakan untuk


memodelkan muka air dan arus di danau, muara, teluk, area pantai dan lautan. Model ini
menyimulasikan arus unsteady dua dimensional dalam satu lapisan fluida dan telah
banyak dipergunakan dalam penelitian. Persamaan berikut menggabungkan massa
dengan momentum secara vertikal, yang menggambarkan sebagai arus dan variasi muka
air. Berikut ini adalah persamaan umumnya (DHI Water and Environment, 2007).

Tujuan utama MIKE 21 HD (hydrodinamic) adalah untuk menyelesaikan persamaan


diferensial parsial yang dipengaruhi arus horizontal. Seperti persamaan diferensial
lainnya, MIKE 21 memerlukan boundaryconditions (kondisi batas). Kondisi batas pada
modul MIKE 21 HD ini ada dua, yaitu closed boundary dan open boundary. Pada
closed boundarynormal flux diasumsikan nol untuk semua variabel. Sedangkan pada
open boundarydapat ditetapkan sebagai bentuk ketinggian permukaan bumi untuk
persamaan hidrodinamik. Secara umum boundary data yang diperlukan adalah:
a. Ketinggian permukaan pada open boundarydan berat jenis flux yang sejajar
dengan open boundary.
b. Bathimetri
c. Data pasang surut
d. Debit Sungai (muara Sungai dan lautan)
e. Bed resistance Keberhasilan dalam mengaplikasikan MIKE 21 HD ini adalah
pada pemilihan open boundary yang tepat (DHI Water and Environment, 2007).

Model MIKE adalah perangkat lunak numerik komersial paket yang menyertakan
berbagai modul untuk disimulasikan hidrodinamika, gelombang, transpor sedimen, dan

20
perubahan morfologi. Mereka telah banyak digunakan di bidang energi terbarukan
kelautan: energi pasang surut energi gelombang, dan dalam proses pesisir. MIKE21 FM
& MIKE3 FM model hidrodinamik didasarkan pada terbatas yang berpusat pada sel
metode volume, dengan mesh tidak terstruktur yang memungkinkan diskritisasi area
yang akurat. Model menyelesaikan Persamaan Reynolds-averaged Navier-Stokes
(RANS) dalam dua/tiga dimensi, dengan asumsi Boussinesq sebagai untuk representasi
turbulensi dengan viskositas eddy dan tekanan hidrostatis. Untuk transportasi sedimen
di ketinggian ini aliran energik, modul Sand Transport (ST) kuasi 3D (sedimen non-
kohesif) digunakan. Prediksi ST adalah dicapai dengan menggunakan komponen
kecepatan horizontal rata-rata, set ke kedalaman rata-rata kecepatan arus (2D/3D), atau
diturunkan dari nilai tegangan bawah dari hidrodinamika 3D model. Model ST
menentukan transpor partikel non kohesif berdasarkan kondisi hidrodinamika dan sifat
sedimen. Pergerakan sedimen terjadi di model ketika nilai geser tempat tidur berdimensi
stres (parameter Perisai) melebihi nilai ambang batas (parameter Perisai kritis)
(Christelle, 2019).

Model numerik MIKE21 Flexible Mesh (FM) dan MIKE 3 FM untuk dikembangkan
dan diuji pendekatan numerik untuk menilai hidrodinamika dan dinamika sedimen
dalam saluran dinamis yang diidealkan dan dampak pengenalan TEC di saluran pada
parameter transportasi sedimen. Menggunakan resolusi tinggi model, perubahan
hidrodinamika dan transpor sedimen proses dalam berbagai kondisi diselidiki. Itu hasil
dari pekerjaan ini akan sangat membantu untuk studi masa depan untuk
membandingkan perilaku model yang berbeda (Christelle, 2019)

21
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Prediksi sebaran limbah cair dari kegiatan produksi chip wood PT BCL ke teluk
balikpapan menggunakan software DHI MIKE 21 Flow FM untuk pemodelan kemudian
hasil dari pemodelan hidrodinamika digunakan sebagai masukan model dalam sebaran air
limbah dari PT. BCL Kariangau, Balikpapan. Peneilitian berlangsung dari bulan Februari – Mei
2022.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu software MIKE 21

3.3 Tahap Persiapan

Tahap persiapan penelitian ini terdiri dari ide studi, identifikasi masalah, dan studi
literatur.

3.3.1 Ide Studi

Ide Studi pada penelitian ini adalah menganalisis sebaran air limbah yang dihasilkan
dari kegiatan produksi chip wood dengan menggunakan metode MIKE 21 Flow FM
sebagai masukan model dalam sebaran air limbah. Selanjutnya hasil sebaran air limbah
akan dibandingkan dengan baku mutu PP 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Lampiran VIII Terkait Baku Mutu
Air Laut untuk Pelabuhan.

22
3.3.2 Identifikasi Masalah

Air Limbah merupakan sisa hasil dari buangan IPAL yang mempunyai parameter-
parameter tertentu. Sesuai dengan Perda Kaltim Nomor 2 Tahun 2011 Pada lampiran
1.13 tentang Baku Mutu Air Limbah Untuk Industri Medium Density Fiberboard.
Apabila terjadi peningkatan pada salah satu parameter yang ada dalam Perda Kaltim
Nomor 2 Tahun 2011 Pada lampiran 1.13 tentang Baku Mutu Air Limbah Untuk
Industri Medium Density Fiberboard yang dapat menurunkan kualitas air laut Teluk
Balikpapan, maka dibutuhkannya prediksi atau gambaran kualitas di laut Teluk
Balikpapan dalam jarak tertentu.

3.2.3 Studi Literatur

Studi literatur pada penelitian ini bertujuan untuk mencari referensi penelitian serta
panduan dalam penelitian dan menganalisa hasil penelitian. Studi literatur ini dilakukan
dengan mencari referensi melalui buku, jurnal, dan tulisan ilmiah lainnya yang
berhubungan dengan penelitian ini

3.3 Tahap Penelitian

Tahapan penelitian pada penelitian ini terdiri dari pengumpulan data dan pengolahan
data.

3.3.1 Pengumpulan Data

Adapun data-data yang dikumpulkan antara lain:


1. Data meteorologi yang diperoleh dari Badan Metereologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) Kota Balikpapan. Data berupa data Pasang surut, dan Pola
Arus pada teluk Balikpapan tahun 2021.
2. Data Angin diperoleh dari ECMWF (European Centre for Medium-Range
Weather Forecasts), data yang diambil data angin tahun 2021.

23
3. Data kedalaman perairan (Bathimetri) teluk Balikpapan yang diperoleh dari
dinas kementrian perikanan dan kelautan kota Balikpapan.
4. Data pemantauan limbah cair PT. BCL pada pada semester genap tahun 2021.
5. Data debit harian dari effluent treatment plant PT BCL

3.3.2 Pengolahan Data

Tahapan pengolahan adalah sebagai berikut:


1. Modul Hidrodinamika (HD)

Langkah awal sebelum melakukan pemodelan sebaran parameter limbah adalah


melakukan pemodelan hidrodinamika perairan dengan menggunakan modul HD dari
paket model DHI MIKE 21 Flow FM, selanjutnya hasil dari pemodelan hidrodinamika
digunakan sebagai masukan model sebaran TSS dan Limbah. Pemodelan
hidrodinamika (arus) bertujuan untuk mengetahui karateristik arus secara spasial dan
temporal di wilayah studi. Dasar persamaan yang digunakan pada model hidrodinamika
adalah persamaan kontinuitas dan persamaan momentum. Model ini menggunakan
pendekatan metode elemen hingga (finite element) untuk menyelesaikan persamaan
yang digunakan

- Persamaan kontinuitas :
∂ h ∂u ∂ v
+ + =hs … … … … .(1)
∂t ∂ x ∂ y
- Persamaan momentum :
Arah x :

∂ h u ∂ h u2 ∂ h vu
∂t
+
∂x
+
∂y
=f v h−gh − − + + −
∂ x ρ 0 ∂ x 2 ρ0 ∂ x ρ0 ρ0 ρ0 ∂ x ∂ y
+ (
∂η h ∂ pa g h2 ∂ ρ τ sx τ bx 1 ∂ s xx ∂ s xy ∂
∂x )
+ ( hT xx ) +

∂y

Arah y:

∂η h ∂ pa g h ∂ ρ τ sx τ bx 1 ∂ s yx ∂ s yy
( )
2 2
∂ h v ∂ h v ∂ h vu ∂ ∂
+ + =−f u h−gh − − + + − + + ( hT xy )+
∂t ∂x ∂y ∂ y ρ0 ∂ y 2 ρ 0 ∂ y ρ0 ρ0 ρ0 ∂ x ∂ y ∂x ∂

Dimana:
t : waktu.
x, y & z : koordinat kartesian.
 : tinggi muka laut.
d : kedalaman perairan.
h : ( + h)
u, v & w : komponen kecepatan arus arah zonal, meridional dan vertikal.
f : komponen koriolis (2Ω sin ) dimana Ω adalah kecepatan rotasi bumi dan
 adalah posisi lintang

24
g : percepatan gaya gravitasi bumi.
 : densitas air sungai.
Sxx, Sxy, Syx & Syy : radiasi tensor tekanan massa air pada komponen xx, xy,yx dan yy.
vt : turbulensi vertikal.
Pa : tekanan udara
0 : referensi densitas air.
S : debit dari sumber.
Us & Vs : kecepatan arus komponen zonal dan meridional ketika memasuki sistem

2. Modul Transport

Modul Transport digunakan untuk pemodelan sebaran limbah atau polutan, dalam studi
ini polutan yang dimodelkan adalah TSS, pH, Salinitas, Ammonia, Minyak Lemak,
BOD, COD, TOC dan Total Coliform. Model sebaran polutan diselesaikan dengan
persamaan adveksi-dispersi dengan mengasusmsikan bahwa parameter polutan tersebut
merupakan komponen konservatif. Persamaan adveksi-dispersi dapat dituliskan sebagai
berikut :


∂t
∂ ∂
( hc ) + ( uhc ) + ( vhc )=
∂x ∂x

∂x (
h . Dx.

∂x )(
+ h . Dy.

∂y )
−F . h . c +s

Dimana :
c : konsentrasi polutan rata-rata terhadap kedalaman
u,v : kecepatan aliran yang dirata-ratakan terhadap kedalaman (m/s)
Dx,Dy : koefisien dispersi (m2/s)
h : kedalaman (m)
F : koefisien peluruhan/pelarutan (sec-1)
S : Qs, (Cs-c)
Qs : debit polutan per satuan luas horizontal (m 3/s/m2)
Cs : konsentrasi polutan dari debit

a. Setup dan Desain Model

1) Domain dan Elemen Model


Dalam studi ini area pemodelan hidrodinamika dibuat seluas mungkin atau sejauh
mungkin dengan area interest, tujuannya adalah untuk mendapatkan aliran batas
terbuka pasang surut secara benar dan memperoleh kestabilan model yang baik di
area interest. Lokasi yang menjadi area interest dalam kajian ini adalah di sekitar
dua titik Outfall pembuangan limbah. Selanjutnya dikarenakan dalam studi ini
pendekatan numerik yang digunakan adalah metode finite element (metode
elemen hingga), maka area model dibagi dalam bentuk segitiga kecil kemudian
diterapkan ke dalam bentuk diskritisasi. Elemen-elemen yang digunakan dalam
studi ini dibuat bervariasi ukurannya dengan tujuan untuk mengurangi lama
perhitungan dalam komputer. Ukuran elemen yang detail di buat di area interest,

25
sedangkan untuk elemen yang lokasi yang jauh dari wilayah kajian dibuat ukuran
besar. Gambaran domain dan bentuk elemen model disajikan dalam Gambar 3.1

Gambar 3.1 Diskritisasi model dalam bentuk elemen segitiga

2) Input dan pembangkit model

a. Modul Hydrodynamic

1) Kondisi awal (initial condition)


Kondisi awal yang digunakan dalam pemodelan hidrodinamika adalah
tinggi muka air permukaan dan komponen kecepatan arus. Dalam studi ini nilai
kondisi awal untuk muka air dan kecepatan arus menggunakan nilai nol atau
muka air dianggap rata dan massa air tidak bergerak.
2) Syarat batas (boundary condition)
Kondisi batas yang digunakan dalam pemodelan hidrodinamika terdiri
batas tertutup (closed boundary), pasang surut (water level), dan debit
(discharge).
a. Batas tertutup (closed boundary)
Batas tertutup yang digunakan adalah daratan atau pulau–pulau yang
berada di area komputasi model. Pada batas ini secara otomatis
komputasi tidak dilakukan.
b. Batas terbuka (open boundary)
Data pasang surut yang digunakan sebagai batas terbuka (open
boundary) model adalah data ramalan dari AG95 (updated to

26
Andesen 2006) yang dikembangkan oleh Ole Baltazar Andersen.
Model ini merupakan suatu model peramalan pasang surut global
dengan resolusi 0,125° X 0,125° yang merupakan data asimilasi dari
data TOPEX/Poseidon dengan menggunakan pendekatan finite
element. Lokasi pemodelan pada studi ini akan menggunakan dua
batas terluar pasang surut, yakni utara dan selatan. data ramalan pasut
yang digunakan sebagai batas terbuka bervariasi terhadap ruang dan
waktu.
3) Gaya pembangkit (driving force)
Gaya pembangkit atau penggerak yang disediakan dalam software numerik
yang digunakan terdiri dari arah dan kecepatan angin, potensial pasut, dan
tekanan stress gelombang (wave radiation stresses), namun dalam studi ini
gaya pembangkit yang digunakan hanyalah angin. Stress gelombang dan
potensial pasut tidak digunakan sebagai gaya pembangkit, hal ini
diperkirakan stress gelombang tidak berpengaruh signifkan terhadap arus di
area interest, sedangkan potensial pasut biasanya hanya digunakan untuk
pemodelan laut lepas (samudera).
a. Angin
Data angin masukan model diperoleh dari ECMWF (European Centre
for Medium-Range Weather Forecasts) yang merupakan data
reanalisis dari gabungan data seluruh Badan Meteorologi dunia. Data
angin mempunyai interval waktu tiap 3 jam dengan resolusi spasial
1.5° x 1.5° dengan cakupan global. Data angin yang digunakan
merupakan data pada bulan Januari (mewakili Musim Barat) dan
bulan Agustus (mewakili Musim Timur). Gambaran data angin yang
digunakan untuk pembangkit model diperlihatkan dalam

27
Musim Barat Musim Timur

Gambar 3.2 Angin pembangkit model


b. Modul Transport
Input model sebaran limbah adalah beberapa koefisien dan karateristik limbah
yang akan dibuang dan masuk ke perairan. Input utama yang digunakan dalam
kajian ini dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Input Utama Modul Transport
Parameter Keterangan
Arus komponen u (zonal)
Luaran dari model hidrodinamika
dan v (meridional)
 pH : 6,41
 TSS : 26 (mg/l)
 BOD : 26,88 (mg/l)
Konsentrasi Parameter  COD : 58,26(mg/l)
Limbah Cair  Fenol : <0,002 (mg/l)
 Ammonia : 0,14 (mg/l)
 Minyak Lemak : <5 (mg/l)
 Total Coliform : - (1/100 ml)
Dalam kajian nilai kondisi awal dan syarat batas
Kondisi awal dan syarat
konsentrasi parameter limbah dianggap nol, sehingga
batas (initial and boundary
luaran model dianggap nilai penambahan konsentrasi
condition)
di perairan
Debit buangan limbah cair 50 m3/jam

3) Sekenario Simulasi Model

a. Hydrodynamic

28
Simulasi model hidrodinamika dilakukan selama 15 hari dengan tujuan untuk
memperoleh kondisi pasut perbani dan pasut purnama, selain itu waktu simulasi
dilakukan pada dua kondisi bulan yang berbebeda, yakni Januari (mewakili
musim barat) dan Agustus (mewakili musim timur).
b. Modul Transport
Simulasi model transport untuk menduga sebaran masing – masing parameter
limbah cair dilakukan mengikuti skenario model hidrodinamika, yakni dilakukan
pada bulan Januari (mewakili musim barat) dan Agustus (mewakili musim
timur) serta lama simulasi selama 15 hari.

3.4 Tahap Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dengan analisis secara deskriptif kualitatif yaitu dengan cara
melakukan penilaian dan interpretasi suatu pokok permasalahan yang bersifat
informatif. Penelitian ini akan membahas sebaran air limbah dari kegiatan produksi chip
wood yang terjadi pada laut teluk Balikpapan, kemudian membandingkan hasil
pemodelan dengan baku mutu PP Nomor 22 tahun 2021 tentang penyelenggaraan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk Pelabuhan, dalam jarak tertentu
untuk masing-masing parameter . Selain itu data yang dihasilkan akan digambarkan
dengan peta sebaran menggunakan software Mike 21.

29
3.4 Diagram Alir Penelitian

Tahapan penelitian ini secara umum dirangkum ke dalam diagram alir penelitian di
bawah ini.

30
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Oseanografi

4.1.1 Kedalaman Perairan

Kedalaman perairan merupakan salah satu paramater penting dalam kajian lingkungan
perairan. Jika dikaitkan dengan suatu polutan ketika masuk ke perairan, maka
kedalaman adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pengenceran polutan di
perairan. Umumnya jika suatu perairan memiliki kedalaman yang dangkal maka
pengenceran polutan terjadi lebih lama dibandingkan dengan perairan yang lebih dalam.
Karakterisitik kedalaman sekitar lokasi studi diperlihatkan dalam Gambar 4. Gambar
tersebut menjelaskan profil horizontal kedalaman yang digambarkan dalam garis kontur
kedalaman (isodepth). Berdasarkan kedua gambar tersebut terlihat karakter kedalaman
di sekitar wilayah kajian cukup bervariasi, dimana kedalaman yang terlihat berkisar 0.5
– 35 m. Secara umum terlihat bahwa kedalaman perairan semakin meningkat seiring
bertambahnya jarak dari garis pantai.

Gambar 4.1 Kontur bidang horizontal kedalaman perairan sekitar lokasi studi

31
4.1.2 Pasang Surut

Informasi pasang surut (selanjutnya disebut pasut) di wilayah kajian diperoleh dari DHI.
Data pasut yang diperoleh disajikan dalam bentuk grafik yang diperlihatkan pada
Gambar 4.2, selanjutnya untuk memperoleh komponen atau konstanta harmonik dan
tipe pasut di wilayah studi, data pasut yang diperoleh dilakukan analisis menggunakan
metode leastsquare.

Berdasarkan grafik series pasut yang diperlihatkan dalam Gambar 4.2 menunjukkan
fluktuasi pasang surut dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut, akan
tetap terdapat perbedaan antara amplitude ke satu dan ke dua. Tunggang pasut atau
selisih pasang tertinggi dan surut terendah berdasarkan data diperoleh sebesar 2.76 m

Gambar 4.2 Grafik pasang surut stasiun Kutai Kartanegara

Konstanta harmonik pasut hasil analisis yang diperlihatkan pada Tabel 1 menunjukkan
amplitudo konstanta pasut M2 dan S2 terlihat lebih dominan dibandingkan dengan
komponen lainnya. Dikarenakan konstanta M2 dan S2 merupakan komponen pasut
semidiurnal (pasut ganda), maka pasang surut di lokasi studi lebih didominasi oleh
pasut semidiurnal. Hal ini terdapat kesesuaian dengan dengan bentuk visual grafik pasut
yang disajikan dalam Gambar 5. Secara kuantitatif, tipe pasut di perairan juga bisa
ditentukan dengan menghitung perbandingan (nisbah) antara amplitudo unsur-unsur
pasut tunggal utama (K1+O1) dengan amplitudo unsur-unsur pasut ganda utama
(M2+S2) atau dikenal sebagai bilangan Formzhal. Hasil perhitungan bilangan Formzhal
diperoleh nilai sebesar 0,36. Berdasarkan kriteria courtier range nilai tersebut
termasuk dalam tipe pasang surut campuran condong harian ganda (mixed mainly
semidiurnal tides). Tipe pasut ini merupakan tipe pasut yang dalam satu hari terjadi dua

32
kali air pasang dan dua kali air surut, akan tetapi terdapat perbedaan antara tinggi
amplitudo pasang ke satu dan kedua.

Tabel 4.1 Konstanta harmonik pasang surut hasil analisis metode leastsquare

Komponen Konstanta Harmonik


Pasang
Surut S0 O1 P1 K1 N2 M2 S2 K2 M4 MS4
Amplitude 0.1
(m) 0 0.15 0.20 0.26 0.11 0.66 0.48 3 0.001 0.001
187.0 341.2 0.4
Phase 8 302.49 296.06 7 92.14 207.92 1 66.242 354.031

Berdasarkan konstanta yang diperoleh, elevasi-elevasi penting pasut dapat ditentukan


dengan menggunakan beberapa persamaan seperti diperlihatkan pada. Tunggang pasut
yang digunakan mengacu pada pada tinggi muka air laut rata-rata (MSL). Dari hasil
perhitungan diperoleh muka air pasang astronomis tertinggi (HAT) dari referensi muka
air rata-rata diperoleh 1.985 m. Muka air tertinggi (HHWL) dan terendah (LLWL) pada
saat purnama maupun bulan mati mengacu pada muka air rata-rata masing-masing
diperoleh 1.871 m dan -1.871 m.

Rata-rata air tertinggi baik kondisi bulan purnama maupun bulan mati (MHWS) pada
referensi MSL diperoleh 1.14 m, sedangkan air rendah pada rata-rata surut (MLWS)
diperoleh -1.14 m. Nilai tunggang pasut pada air tinggi rata-rata pasang selama periode
19.60 tahun (MHWL) 1.063 m, sedangkan untuk air rendah pada rata-rata surut
(MLWL) diperoleh sebesar –1.063 m. Nilai tunggang pasut atau jarak antara pasang
tertinggi (HAT) dan surut terendah (LAT) berdasarkan keseluruhan komponen
diperoleh 3.97 m.

Tabel 4.2 Elevasi-elevasi penting pasang surut pada tipe pasut campuran condong harian
tunggal (mixed mainly semidiurnal tides)
Design water level Symbol Calculation
Highest Astronomical Tide HAT Z0+(all constituents) 1.985
Higher High Water Level HHWL Z0+(M2+S2+K2+K1+O1+P1) 1.871
High Water Spring HWS Z0+(M2+S2+K1+O1) 1.547
Mean High Water Spring MHWS Z0+(M2+S2) or Z0+(K1+O1) 1.140
Mean High Water Level MHWL Z0+(M2+K1+O1) 1.063
Mean Sea Level MSL Z0 0.000
Mean Low Water Level MLWL Z0−(M2+K1+O1) -1.063
Mean Low Water Spring MLWS Z0−(M2+S2) or Z0-(K1+O1) -1.140
Low Water Spring LWS Z0−(M2+S2+K1+O1) -1.547
Lower Low Water Level LLWL Z0−(M2+S2+K2+K1+O1+P1) -1.871
Lowest Astronomical Tide LAT Z0−(all constituents) -1.985

33
4.1.3 Pola Arus

Informasi karakteristik arus di wilayah studi diperoleh dengan melakukan pemodelan


hidrodinamika, tujuan pemodelan ini adalah untuk memperoleh gambaran yang
menyeluruh baik secara spasial maupun temporal karaterisitk arus di wilayah studi.
Hasil simulasi hidrodinamika (arus) tidak disajikan secara keseluruhan selama 15 hari
simulasi, akan tetapi hanya dicuplik diempat waktu kondisi pasang surut, yakni kondisi
pasang, pasang tertinggi, kondisi surut, dan saat surut terendah. Kecepatan arus
mencapai kondisi maksimum pada kondisi pasang menuju pasang tertinggi dan saat
surut menuju surut terendah, sedangkan pada kondisi pasang tertinggi dan surut
terendah kecepatan arus akibat fenomena pasang surut mencapai kondisi minimum atau
biasa disebut slack water (Pond and Pickard, 1983).

Selain dipengaruhi oleh fenomena pasang surut air laut, pola arus laut juga dipengaruhi
oleh gaya yang disebabkan oleh angin. Arus permukaan laut umumnya digerakan oleh
tegangan angin yang bekerja pada permukaan laut. Angin cenderung mendorong lapisan
air di permukaan laut searah dengan arah gerakan angin. namun adanya gaya Coriolis
mengakibatkan arus tidak bergerak searah dengan arah angin tetapi dibelokan ke arah
kanan di belahan bumi utara dan ke arah kiri di belahan bumi selatan. Arus yang
dibangkitkan oleh angin kecepatannya berkurang seiiring dengan bertambahnya
kedalaman (Aziz, 2006)

Pola arus perairan laut Teluk Balikpapan pada musim barat dan musim timur secara
umum ditampilkan pada Gambar 4.3 Berdasarkan gambar tersebut terlihat pola arah
arus antara musim barat dan musim timur tidak terlihat ada perbedaan signifikan atau
hampir mempunyai arah pergerakan yang sama. Namun demikian kecepatan arus pada
musim timur sedikit lebih tinggi ketika bergerak ke arah utara (kondisi pasang)
sedangkan kecepatan arus pada musim barat cenderung lebih tinggi ketika bergerak ke
arah selatan (kondisi surut). Hal ini dikarenakan pada masing – masing musim di
kondisi tersebut arah angin dominannya bergerak searah dengan arah arus sehingga
berpengaruh terhadap peningkatan kecepatan arusnya.

34
Model Pola Arus
Musim Barat vs Musim Timur
0.300

0.200

0.100

0.000
-0.100 -0.050 0.000 0.050 0.100

-0.100

-0.200

-0.300

Musim Barat Musim Timur


Gambar 4.3 Pola Arus di Teluk Balikpapan pada Musim Barat dan Timur

Pola arus kondisi pasang dan surut pada musim barat ditampilkan pada Gambar 7
sedangkan pola arus musim timur disajikan dalam Gambar 8. Pada kondisi pasang, baik
pada musim barat atau timur, aliran massa air laut bergerak masuk ke wilayah Teluk
Balikpapan (ke arah utara) dengan kecepatan tertingginya mencapai 0,7 m/s. Meskipun
demikian kecepatan arus tersebut semakin menurun seiring semakin dekatnya dengan
kondisi pasang tertinggi hingga mencapai kondisi slack water dimana kecepatan arus
mendekati 0 m/s sebelum akhirnya berbalik ke arah yang berlawanan pada kondisi surut
(Pond and Pickard, 1983). Kondisi pasang tertinggi ini merupakan kondisi dimana
terdapat pergantian arah pergerakan arus dari fase pasut, sehingga kecepatan arus pada
kondisi ini berada pada titik terlemah. Ketika muka air mengalami surut terlihat pola
arah arus berlawanan arah dengan menjelang pasang, yakni bergerak keluar dari Teluk
ke arah selatan dan tenggara dengan kecepatan tertingginya mencapai 0,6 m/s.
sedangkan ketika surut terendah arus kembali berputar ke arah sebaliknya dengan
kecepatan sangat rendah yakni mendekati 0 m/s. Hasil model arus perairan Teluk
Balikpapan tersebut juga sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Putir et al (2021)
dimana pola arus yang terjadi dominan dipengaruhi oleh fenomena Pasang Surut.

35
(a) (b)
Gambar 4.4. Model Pola Arus Musim Barat pada Kondisi Pasang (a) dan Surut (b)

(a) (b)
Gambar 4.5 Model Pola Arus Musim Timur pada Kondisi Pasang (a) dan Surut (b)

36
4.2 Besaran Beban Pencemar

Berdasarkan hasil pemantauan air limbah yang dilakukan di PT. Balikpapan Chip
Lestari konsentrasi untuk masing-masing parameter sudah memenuhi baku mutu Perda
Kaltim Nomor 2 Tahun 2011. Besaran beban pencemar yang masuk kelaut teluk
Balikpapan dapat dilihat dari tabel 4.3.

Tabel 4.4 Tabel Besaran Beban Pencemar

Parameter Konsentrasi Debit Beban Pencemar


TSS 26 mg/L 1300 kg/jam
BOD 26,88 mg/L 1344 kg/jam
COD 58,26 mg/L 2944 kg/jam
Fenol 0,002 mg/L 50 m3/jam 0,1 kg/jam
Ammonia 0,14 mg/L 7 kg/jam
Minyak Lemak 5 mg/L 250 kg/jam
Total Coliform 0 MPN/100 mL 0 MPN/jam

Berdasarkan hasil beban pencemar yang dihasilkan oleh IPAL PT. BCL untuk parameter TSS
Fenol, Ammonia, Minyak Lemak, dan total coliform masih memenuhi baku mutu air laut yaitu
PP 22 Tahun 2021 Lampiran VIII Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Untuk Pelabuhan, untuk parameter BOD dan COD
terbilang masih sangat besar untuk diterima badan air Teluk Balikpapan.

4.2 Perbandingan Kualitas Air Laut dengan Beban Pencemar Berdasarkan


Jarak

Berdasarkan hasil beban pencemar pada parameter TSS yang keluar dari effluent IPAL
PT. BCL dengan nilai beban pencemar 1300 kg/jam dan telah dimodelkan dapat
dikatakan bahwan nilai TSS yang masuk ke air laut Teluk balikpapan masih memenuhi
baku mutu sesuai PP 21 Tahun 2021 pada Lampiran VIII tentang Penyelenggaraan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk Pelabuhan.

37
(a) (b)
Gambar 4.6 Model Sebaran TSS pada Musim Barat saat Kondisi Pasang (a) dan Surut (b)

(a) (b)
Gambar 4.7 Model Sebaran TSS pada Musim Timur saat Kondisi Pasang (a) dan Surut (b)

Berdasarkan Gambar 4.6 dan Gambar 4.7 Kontribusi limbah cair PT. Balikpapan Chip
Lestari terhadap peningkatan TSS yang terjadi di perairan Teluk Balikpapan
sebagaimana ditunjukan pada gambar tersebut mencapai 0.24 mg/l dengan jarak sebaran
maksimum 400 meter, nilai konsentrasi TSS tersebut semakin menurun seiring
38
bertambahnya jarak dari Titik Outfall, dalam hal ini pada jarak 1000 meter (arah utara :
476068 E, 9870214 S, dan arah selatan : 475987 E, 9869653 S) nilai konsentrasi TSS
hanya berkisar 0.05 mg/l. Dengan demikian dapat dikatakan kontribusi TSS dari limbah
cair ke badan air penerima tergolong kecil dan masih memenuhi baku mutu yang
disyaratkan pada PP 21 Tahun 2021 pada Lampiran VIII tentang Penyelenggaraan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk Pelabuhan.

Berdasarkan hasil beban pencemar pada parameter Fenol yang keluar dari effluent IPAL
PT. BCL dengan nilai beban pencemar 0,1 kg/jam dan telah dimodelkan dapat
dikatakan bahwan nilai Fenol yang masuk ke air laut Teluk balikpapan masih
memenuhi baku mutu sesuai PP 21 Tahun 2021 pada Lampiran VIII tentang
Penyelenggaraan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk Pelabuhan

(a) (b)
Gambar 4.8 Model Sebaran Fenol pada Musim Barat saat Kondisi Pasang (a) dan Surut
(b)

39
(a) (b)
Gambar 4.9 Model Sebaran Fenol pada Musim Timur saat Kondisi Pasang (a) dan Surut
(b)

Hasil model sebaran Fenol maksimum di perairan laut Teluk Balikpapan (Gambar 4.8
dan Gambar 4.9) ditinjau pada musim barat dan timur mengalami penurunan sebesar
0.0004 mg/l. Nilai maksimum tersebut menyebar hingga radius 300 meter dari titik
Outfall (arah utara : 476124 E, 9870132 S, dan arah selatan : 476064 E, 9869712 S),
nilai konsentrasi Fenol tersebut semakin menurun seiring bertambahnya jarak dari titik
Outfall limbah cair. Nilai ambang batas fenol untuk biota laut adalah 0.002 mg/l
(Winarno, 2006), dengan demikian maka kontribusi limbah cair PT. Balikpapan Chip
Lestari terhadap peningkatan konsentrasi Fenol di lingkungan laut sejumlah 0.0004 mg/l
dapat dikatakan masih memenuhi nilai ambang batas untuk biota laut.

Berdasarkan hasil beban pencemar pada parameter Ammonia yang keluar dari effluent
IPAL PT. BCL dengan nilai beban pencemar 7 kg/jam dan telah dimodelkan dapat
dikatakan bahwan nilai yang masuk ke air laut Teluk balikpapan masih memenuhi
baku mutu sesuai PP 21 Tahun 2021 pada Lampiran VIII tentang Penyelenggaraan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk Pelabuhan

40
(a) (b)
Gambar 4.10 Model Sebaran Ammonia pada Musim Barat saat Kondisi Pasang (a) dan
Surut (b)

(a) (b)
Gambar 4.11. Model Sebaran Ammonia pada Musim Timur saat Kondisi Pasang (a) dan
Surut (b)

41
Untuk parameter Ammonia (NH4) didapati peningkatan konsentrasi maksimumnya
adalah 0,008 mg/l dengan radius 200 m dari titik outfall sebagaimana ditunjukan pada
Gambar 4.10 dan Gambar 4.11 Nilai tersebut masih memenuhi kriteria baku mutu air
laut untuk biota laut menurut KEPMEN LH No 51 tahun 2004 yang nilainya adalah 0,3
mg/l. Sebagaimana parameter lainnya nilai konsentrasi Ammonia (NH4) tersebut juga
menurun seiring bertambahnya jarak dari titik pembuangan. Pada jarak 1000 meter
(arah utara : 475710 E, 9870692 S, dan arah selatan : 475518 E, 9869278 S)
konsentrasinya adalah 0,003 mg/l.

Berdasarkan hasil beban pencemar pada parameter Minyak dan Lemak yang keluar dari
effluent IPAL PT. BCL dengan nilai beban pencemar 250 kg/jam dan telah dimodelkan
dapat dikatakan bahwan nilai yang masuk ke air laut Teluk balikpapan masih
memenuhi baku mutu sesuai PP 21 Tahun 2021 pada Lampiran VIII tentang
Penyelenggaraan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk Pelabuhan.

(a) (b)
Gambar 4.12 Model Sebaran Minyak Lemak Musim Barat saat Kondisi Pasang (a )dan
Surut (b)

42
(a) (b)
Gambar 4.13 Model Sebaran Minyak Lemak Musim Timur saat Kondisi Pasang (a) dan
Surut (b)

Peningkatan konsentrasi Minyak Lemak akibat masuknya limbah cair PT. Balikpapan
Chip Lestari ke badan air laut ditunjukan pada Gambar 4.12 untuk Musim Barat dan
Gambar 4.13 untuk Musim Timur. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa
kontribusi maksimum limbah cair terhadap peningkatan parameter minyak lemak di
perairan laut mencapai 0,007 mg/l. Peningkatan konsentrasi Minyak Lemak tersebut
sangat kecil, konsentrasi tersebut juga menurun seiring bertambahnya jarak dari titik
pembuangan. Pada radius 1000 meter (arah utara : 475710 E, 9870692 S, dan arah
selatan : 475518 E, 9869278 S) nilai konsentrasi Minyak Lemak menurun hingga
0,002 mg/l.

Berdasarkan hasil beban pencemar pada parameter BOD yang keluar dari effluent IPAL
PT. BCL dengan nilai beban pencemar 1344 kg/jam dan telah dimodelkan dapat
dikatakan bahwan nilai yang masuk ke air laut Teluk balikpapan masih memenuhi
baku mutu sesuai PP 21 Tahun 2021 pada Lampiran VIII tentang Penyelenggaraan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk Pelabuhan.

43
(a) (b)
Gambar 1.14 Model Sebaran BOD pada Musim Barat saat Kondisi Pasang (a) dan Surut
(b)

(a) (b)
Gambar 4.15 Model Sebaran BOD pada Musim Timur saat Kondisi Pasang (a) dan Surut
(b)

44
Hasil model sebaran sebaran BOD maksimum (Gambar 4.14 dan Gambar 4.15)
ditinjau pada musim barat dan timur mengalami peningkatan konsentrasi sebesar 0.12
mg/l. Nilai maksimum tersebut menyebar hingga radius 200 meter (arah utara : 476180
E, 9870047 S, dan arah selatan : 476149 E, 9869768 S) dari titik Outfall. Lebih lanjut
konsentrasi parameter BOD tersebut semakin menurun seiring bertambahnya jarak dari
titik Outfall, pada jarak 500 meter (arah utara : 476007 E, 9870292 S, dan arah selatan :
475909 E, 9869584 S) konsentrasi BOD didapati sebesar 0.03 mg/l, maka kontribusi
maksimum dari masukan limbah cair PT. Balikpapan Chip Lestari adalah 0.6% dari
nilai baku mutu air laut tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan peningkatan
konsentrasi adalah sangat kecil dan masih memenuhi kriteria baku mutu air laut.

Berdasarkan hasil beban pencemar pada parameter COD yang keluar dari effluent IPAL
PT. BCL dengan nilai beban pencemar 2944 kg/jam dan telah dimodelkan dapat
dikatakan bahwan nilai yang masuk ke air laut Teluk balikpapan masih memenuhi
baku mutu sesuai PP 21 Tahun 2021 pada Lampiran VIII tentang Penyelenggaraan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk Pelabuhan.

(a) (b)
Gambar 4.16 Model Sebaran COD pada Musim Barat saat Kondisi Pasang (a) dan Surut
(b)

(b)

45
(a) (b)
Gambar 4.17 Model Sebaran COD pada Musim Timur saat Kondisi Pasang (a) dan Surut
(b)

peningkatan COD akibat masuk dan bercampurnya limbah ke badan air laut ditunjukan
pada Gambar 4.16 dan Gambar 4.17 Kontribusi limbah cair PT. Balikpapan Chip
Lestariterhadap peningkatan COD yang terjadi di perairan Teluk Balikpapan
sebagaimana ditunjukan pada gambar tersebut mencapai 0.2 mg/l dengan jarak sebaran
maksimum 200 meter (arah utara : 476180 E, 9870047 S, dan arah selatan : 476149 E,
9869768 S), nilai konsentrasi COD tersebut semakin menurun seiring bertambahnya
jarak dari Titik Outfall, dalam hal ini pada jarak 1000 meter (arah utara : 476068 E,
9870214 S, dan arah selatan : 475987 E, 9869653 S) nilai konsentrasi COD hanya
berkisar 0.05 mg/l. Baku Mutu COD tidak dinyatakan secara eksplisit dalam PermLHK
No 51 tahun 2004, namun demikian berdasarkan Peraturan Gubernur DI Yogyakarta No
3 tahun 2010 diketahui baku mutu COD untuk air laut adalah 25 mg/l. Dengan demikian
dapat dikatakan kontribusi COD dari limbah cair ke badan air penerima tergolong kecil
karena terhitung hanya 0.8% dari nilai baku mutu tersebut

Berdasarkan hasil beban pencemar pada parameter Total Coliform yang keluar dari
effluent IPAL PT. BCL dengan nilai beban pencemar 0 MPN/jam dan telah dimodelkan
dapat dikatakan bahwan nilai yang masuk ke air laut Teluk balikpapan masih
memenuhi baku mutu sesuai PP 21 Tahun 2021 pada Lampiran VIII tentang
Penyelenggaraan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk Pelabuhan.

46
(a) (b)
Gambar 4.18 Model Sebaran Total Coliform Musim Barat saat Kondisi Pasang (a) dan
Surut (b)

(a) (b)
Gambar 4.19 Model Sebaran Total Coliform Musim Timur saat Kondisi Pasang (a) dan
Surut (b)

47
parameter Total Coliform didapati peningkatan konsentrasi maksimumnya adalah 4/100 ml
dengan radius 300 meter (arah utara : 476124 E, 9870132 S, dan arah selatan : 476064 E,
9869712 S), sebagaimana ditunjukan pada Gambar 4.18 dan Gambar 4.19 Dengan demikian
kontribusi limbah cair terhadap kriteria parameter Total Coliform untuk air laut adalah 2% dari
nilai baku mutunya. Disamping itu sebagaimana parameter lainnya, nilai konsentrasi Total
Coliform tersebut juga menurun seiring bertambahnya jarak dari titik pembuangan. Pada jarak
1000 meter (arah utara : 476068 E, 9870214 S, dan arah selatan : 475987 E, 9869653 S)
konsentrasinya adalah 0,4/100 ml

Secara keseluruhan diketahui bahwa dari 7 parameter yang dimodelkan pola sebarannya
pada badan air laut, kesemuanya masih memenuhi kriteria baku mutu yang ditetapkan,
dalam hal ini PP Nomor 22 Tahun 2021 Lampiran VIII tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Untuk Pelabuhan. Nilai konsentrasi
setiap parameter semakin kecil seiring bertambahnya jarak sebaran dari titik outfall.
Lebih lanjut pada kondisi surut didapati nilai konsentrasi setiap parameter lebih tinggi
dibanding dengan pada kondisi pasang. Hal ini disebabkan oleh perbedaan volume air
laut yang berperan sebagai pengencer bagi zat – zat terlarut, dimana pada kondisi
pasang jumlah pelarut yaitu volume air lebih besar sehingga berdampak pada
menurunnya konsentrasi setiap parameter pencemaran tersebut.

48
BAB 5
Kesimpulan dan Saran

5.1 Kasimpulan

Berdasarkan Hasil Pemodelan dan Analisis data dari sumber air limbah PT. Balikpapan
Chip Lestari diperoleh kesimpulan-kesimpulan sebagai barikut:
1. Hasil perhitungan beban pencemar pada air limbah PT. Balikpapan Chip lestari pada
masing-masing parameter TSS 1300 kg/jam, BOD 1344 kg/jam, COD 2944 kg/jam,
Fenol 0,1 kg/jam, Ammonia 7 kg/jam, Minyak lemak 250 kg/jam, dan Total
Coliform 0 MPN/jam. Hasil diperoleh dari konsentrasi masing-masing parameter
yaitu TSS 26 mg/L, BOD 26,88 mg/L, COD 58,26 mg/L, Fenol <0,002 mg/L,
Ammonia 0,14 mg/L, Minyak lemak <5 mg/L, dan Total Coliform 0 MPN/mLyang
kemudian dikalikan dengan debit keluaran IPAL PT. Balikpapan chip Lestari yaitu
50 m3/jam.
2. Perbandingan konsentrasi masing-masing parameter yang berada di effluent IPAL
dan yang tersebar ke laut Teluk Balikpapan antara lain:
a. Konsentrasi TSS pada effluent IPAL yaitu sebesar 26 mg/L setelah dibuang
kelaut Teluk Balikpapan mengalami pengenceran konsentrasi menjadi 0,005
mg/L pada jarak 1000 m dari effluent IPAL.
b. Konsentrasi Fenol pada effluent IPAL yaitu sebesar <0,002 mg/L setelah
dibuang kelaut teluk Balikpapan mengalami pengenceran konsentrasi menjadi
0,0004 pada jarak 400 m dari effluent IPAL.
c. Konsentrasi Ammonia pada effluent IPAL yaitu sebesar 0,14 mg/L setelah
dibuang kelaut Teluk Balikpapan mengalami pengenceran konsentrasi menjadi
0,003 mg/L pada jarak 1000 m dari effluent IPAL.
d. Konsentrasi BOD pada effluent IPAL yaitu sebesar 26,88 mg/L setelah dibuang
kelaut Teluk Balikpapan mengalami pengenceran konsentrasi menjadi 0.003
mg/L pada jarak 500 m dari effluent IPAL.
e. Konsentrasi COD pada effluent IPAL yaitu sebesar 58,26 mg/L setelah dibuang
kelaut Teluk Balikpapan mengalami pengenceran konsentrasi menjadi 0.005
mg/L pada jarak 1000 m dari effluent IPAL.
f. Konsentrasi Minyak dan Lemak pada effluent IPAL yaitu sebesar <5 mg/L
setelah dibuang kelaut Teluk Balikpapan mengalami pengenceran konsentrasi
menjadi 0.002 mg/L pada jarak 1000 m dari effluent IPAL.
g. Konsentrasi Total Coliform pada effluent IPAL yaitu sebesar 0 MPN/100 mL
setelah dibuang kelaut Teluk Balikpapan mengalami peningkatan konsentrasi
menjadi 4 MPN/100 mL pada jarak 300 m dan mengalami penurunan
konsentrasi pada jarak 1000 m menjadi 0,4 MPN/100mL dari effluent IPAL.
Secara keseluruhan diketahui bahwa dari 7 parameter yang dimodelkan pola
sebarannya pada badan air laut, kesemuanya masih memenuhi kriteria baku mutu
yang ditetapkan, dalam hal ini PP Nomor 22 Tahun 2021 Lampiran VIII tentang

49
Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Untuk
Pelabuhan.

5.2 Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan tempat yang berbeda seperti
sungai atau danau dengan parameter-parameter yang berbeda.

50
DAFTAR PUSTAKA

1. Aditya, Pamungkas (2018), Karakteristik Pemodelan Hidro Oseanografi


(Pasut, Ombak dan Arus) di Teluk Kelabat, Bangka Belitung, Pusat Riset
Kelautan, Advances in Engineering Research, volume 167.

2. Agus, Sofyan, Dkk. (2017), Analisa Hidro Oseanografi Pulau Liwungan


Untuk Studi Kelayakan Struktur Dermaga apung, Pusat Riset Kelautan

3. Almufid, (2020), Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)


Studi Kasus Proyek IPAL PT. Sumber Masanda Jaya Kabupaten Brebes
Profinsi Jawa Tengah Kapasitas 250 m2/Hari, Jurnal Teknik: Universitas
Muhammadiyah Tangerang, Vol. 9, No. 1, Januari – Juni, Tahun 2020: hlm.
92-100, P-ISSN: 2302-8734 E-ISSN: 2581-0006

4. Arief. A. (2016), Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Kanisius


Yogyakarta.

5. Bahrul, U, (2017) Pemodelan Kualitas Air Perairan Jeneponto Studi/Kasus


Sebaran Air Pendingin PLTU Jeneponto, Desa Punagaya Kecamatan
Bangkala Kabupaten Jeneponto, LPPM Unhas, Panrita Abdi.

6. Benjamin, B (2019), Modelling of The Beach Evolution With Mixed


Sediment Under Storm-Conditions, E-proceedings of the 38th IAHR World
Congress September 1-6, 2019, Panama City, Panama

7. Christelle, et al, (2019), Influence of Tidal Energy Converters on sediment


dynamics in tidal channel, Wave and Tidal energy conference, Naples, Italy.
8. Dewi, S, dkk(2019), Pengaruh Faktor Hidrodinamika terhadap Sebaran
Limbah Air Panas di Laut, Oseana, Volume 44, Nomor 1 Tahun 2019 : 26 –
37, p-ISSN: 0216-1877, e-ISSN: 2714-7185

51
9. Djunarsjah, E. (2005), Survei Hidrografi. PT. Refika Aditama, Bandung,
halaman 163.

10. Hendra, Dkk., (2015), Study Erosion and Coastal Destruction at Pondok-
Bali, North Coast-West Java of Indonesia, Institute Teknology Bandung.
ICNSE-2015.

11. Homig, H. E. (1978), Seawater and Seawater Distillation, Vulkan-Verlag.


University of California

12. Hidayat, N (2016), Limbah Cair, CV Andi Offset, Yogyakarta.

13. Isdina, Dkk. (2015), Studi Karakteristik Gelombang Pada Daerah Pantai
Matani, Fakultas Teknik Sam Ratulangi, Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.9. ISSN:
2337-6732

14. Kodoatie, R.J, dan Roestam Sjarief, Ph.D, (2008), Pengelolaan Sumber
Daya Air Terpadu, Edisi Revisi, Yogyakarta : Penerbit Andi

15. Mike 21, Documentation Index. (2007), Mike 21 Flow Model Fm,
Hydrodynamics Module

16. Mike 21, Documentation Index. (2007), Mike 21 Mud Transport step by step
modul.

17. Mukhtasor, (2007). Pencemaran Pesisir dan Laut, Cetakan Pertama Pradnya
Paramita, Jakarta. 322 hal

18. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelengaraan


Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

19. Perda Kaltim Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pengelolaan kualias air dan
pengendalian pencemaran air.

52
20. Pond, S. and Pickard, G.L. (1983) Introductory dynamical oceanography.
2nd Edition, Pergamon Press, Oxford

21. Prahasta, Eddy. (2014), Sistem Informasi Geografis, Informatika. Bandung

22. Storlazzi, et al, (2011), Numerical modeling of the impact of sea-level rise
on fringing coral reef hydrodynamics and sediment transport, Coral Reefs
(2011) 30:83–96.

23. Suyasa, I.W Budiarsa dan Dwijani, Wahyu. (2015). Kemampuan Sistem
Saringan Pasir-Tanaman Menurunkan Nilai BOD dan COD Air Tercemar
Limbah Pencelupan. Jurnal Ecotrophic., 2(1): 1-7.

53

Das könnte Ihnen auch gefallen