Sie sind auf Seite 1von 24

Konstruksi Hukum Perdata Terhadap Perjanjian

Penitipan Barang Dalam Ranah Perparkiran di Kota


Surabaya
Ibu Dr. NINIS NUGRAHENI, SH, MH

Oleh:

Christine Taffy Lidya Septiana (20220610002)


Jessica M Liewindo (20220610020)
Vina Ayu S (20220610019)

PROGRAM STUDI S-1 ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2023
ABSTRAK

Artikel ini berisi tentang konstruksi hukum perdata terhadap perjanjian penitipan barang dalam
ranah perparkiran di kota Surabaya. Perjanjian penitipan barang adalah perjanjian yang dibuat
antara pengelola parkir dengan pemilik kendaraan yang menitipkan kendaraannya di tempat
parkir. Dalam hal ini, pengelola parkir bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh
pemilik kendaraan selama kendaraan tersebut berada di tempat parkir. Perjanjian penitipan
barang diatur dalam Pasal 1864 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pasal
ini menyatakan bahwa perjanjian penitipan barang adalah suatu perjanjian di mana pihak yang
menitipkan barang memperoleh hak untuk menuntut pengembalian barang tersebut. Pengelola
parkir harus memenuhi kewajiban-kewajiban yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan. Hal ini termasuk di dalamnya adalah kewajiban untuk memberikan tanda bukti
penitipan kendaraan kepada pemilik kendaraan, serta kewajiban untuk menjaga keamanan
kendaraan yang dititipkan. Dalam hal terjadi kerugian pada kendaraan yang dititipkan,
pengelola parkir wajib bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Tetapi, pengelola parkir
dapat membatasi tanggung jawabnya melalui klausula eksklusif dalam perjanjian penitipan
barang. Klausula ini harus memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1239 KUHPerdata.

Kata kunci: Penitipan Barang, Kontrak Parkir


ABSTRACT

This articles contains the legal construction of Burgerlijk Wetboek on the agreement of goods
deposit in the parking area in Surabaya. The agreement of goods deposit is an agreement made
between the parking manager and the vehicle owner who deposits their vehicle in the parking
area. In this case, the parking manager is responsible for any loss suffered by the vehicle owner
while the vehicle is in the parking area. The agreement of goods deposit is regulated in Article
1864 of the Burgerlijk Wetboek. This article states that the agreement of goods deposit is an
agreement in which the party depositing the goods has the right to demand the return of the
goods. The parking manager must fulfill the obligations stipulated in the legislation. This
includes the obligation to provide proof of deposit of the vehicle to the vehicle owner, as well
as the obligation to maintain the security of the deposited vehicle. In the times of loss to the
deposited vehicle, the parking manager is responsible for the loss. However, the parking
manager can limit their liability through an exclusive clause in the agreement of goods deposit.
This clause must meet the requirements stipulated in Article 1239 of the Burgerlijk Wetboek

Keywords: goods storage, parking contract


1. PENDAHULUAN
Jumlah penduduk Indonesia pada Tahun 2018 diperkirakan mencapai 278,8 juta jiwa,
menjadikannya satu-satunya negara di dunia dengan jumlah penduduk terbesar. Pada Tahun
2023, pengguna kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 127 juta unit, dengan sepeda
motor mendominasi 81,5%, diikuti oleh mobil penumpang (11,11%), mobil barang (5,45%),
dan mobil bis (1,99%). Badan Pusat Statistik menyampaikan data ini, yang menunjukkan
dampak signifikan terhadap ruang jalan dan area parkir. Menurut Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), parkir didefinisikan sebagai
"keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara karena ditinggalkan oleh
pengemudinya." Fasilitas parkir diatur oleh Pasal 43 Ayat (1) UU LLAJ, yang menyatakan
bahwa "penyediaan fasilitas parkir untuk umum hanya dapat diselenggarakan di luar ruang
milik jalan sesuai dengan izin yang diberikan." Parkir untuk umum adalah tempat parkir
berbayar. Di dalam prakteknya, parkir itu ada dua jenis berdasarkan tempat atau lokasi bisnis
parkir tersebut, yaitu parkir di dalam bahu jalan dan parkir di luar bahu jalan (halaman atau di
bagian tertentu yang menjadi satu dengan suatu bangunan). Parkir di dalam bahu jalan
misalnya adalah parkir di pinggir-pinggir jalan, sedangkan parkir di luar bahu jalan misalnya
adalah parkir di mall atau pusat-pusat perbelanjaan, rumah sakit, dan lain sebagainya. Pada
saat ini seiring berkembangnya zaman dan meningkatnya kebutuhan hidup, perjanjian
(kontrak) baku banyak digunakan dalam transaksi bisnis yang bertujuan untuk
menghemat/efisiensi waktu, serta mempermudah dan mempercepat pekerjaan pelaku usaha.
Selain itu, tujuan lain para pelaku usaha menggunakan perjanjian baku adalah untuk
penyeragaman dalam memberikan pelayanan kepada konsumen. Salah satu usaha bisnis yang
menggunakan kontrak baku dalam kegiatannya adalah bisnis perparkiran. Bisnis perparkiran
saat ini merupakan salah satu bidang bisnis yang berkembang pesat dan pengelola parkir
menggunakan kontrak baku yang diwujudkan dalam bentuk karcis parkir yang bertujuan untuk
menghemat waktu agar bisnisnya lancar. Didalam karcis parkir terdapat klausula baku yaitu
pengelola parkir tidak bertanggungjawab terhadap kehilangan kendaraan dan atau barang yang
ada dalam kendaraan konsumen. Klausula tersebut pada umumnya adalah klausula ekstensi
atau eksonerasi yang isinya terkesan memberatkan salah satu pihak bahkan merupakan
pembebasan tanggungjawab pelaku usaha. Penggunaan perjanjian baku itu diperbolehkan oleh
hukum, dengan syarat tidak melanggar ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Pemerintah melalui UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, memberikan
perlindungan hukum bagi para konsumen terhadap pemberlakuan perjanjian baku. Di dalam
Pasal 18 ayat (1) diatur mengenai perjanjian baku yang dilarang untuk dicantumkan dalam
suatu perjanjian, salah satunya adalah perjanjian baku yang mengalihkan tanggung jawab
kepada konsumen. Penggunaan perjanjian baku oleh pengelola parkir yang mereka wujudkan
dalam karcis parkir membuat bargaining power (posisi tawar) antara pengelola parkir dengan
konsumen menjadi berat sebelah, sehingga konsumen hanya dapat memilih untuk take it or
leave it dan tidak ada kesempatan untuk bernegosiasi. Pada saat konsumen menerima karcis
parkir maka saat itu juga konsumen dianggap telah setuju dengan ketentuan yang telah dibuat
oleh pengelola parkir, dan oleh karena itu telah terjadi hubungan hukum antara pengelola parkir
dengan konsumen. Di dalam prakteknya sering dijumpai adanya kasus kehilangan kendaraan
milik konsumen yang hilang di lokasi parkir. Adanya klausula baku yang berbunyi pengelola
parkir tidak bertanggunjawab terhadap kehilangan kendaraan dan atau barang milik konsumen
menyebabkan pengelola parkir banyak berlindung dengan klausula tersebut dan tidak mau
bertanggungjawab atas kehilangan tersebut. Akan tetapi dari berbagai kasus yang pernah terjadi
klausula baku tersebut dibatalkan demi hukum melalui putusan pengadilan. Selain itu hakim
memutuskan bahwa pengelola parkir wajib mengganti rugi kepada konsumen yang kehilangan
di lokasi parkir yang dikelolanya, dan menyatakan bahwa pengelola parkir tersebut melakukan
perbuatan melawan hukum. Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dengan tegas meminta seluruh
warganya untuk tidak membayar retribusi parkir apabila tak diberikan karcis. Pasalnya,
persoalan retribusi parkir ini seringkali membuat gaduh dan merugikan warga Kota Pahlawan.
"Kalau ada parkir yang bayarnya tidak ada karcis, jangan dibayar, di manapun. Nanti tolong
kalau ada yang bayar, kasih uangnya, foto (juru parkir) kasih ke saya. Tapi saya minta warga
Surabaya jangan pernah mau bayar," Dalam kenyataanya pengelola parkir sering bersikap tidak
mau bertanggungjawab terhadap kehilangan kendaraan dan atau barang karena adanya klausula
baku pengalihan tanggung jawab yang tertera dalam karcis parkir. Selain berlindung dari
klausula baku tersebut, pengelola parkir menganggap bahwa hubungan hukum yang terjadi
antara pengelola parkir dengan konsumen adalah perjanjian sewa lahan bukan perjanjian parkir.
Akan tetapi konsumen beranggapan bahwa hubungan perparkiran antara konsumen dengan
pengelola parkir adalah suatu perjanjian penitipan.

1.1. RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan uraian pendahuluan yang dikemukakan di atas yang menjadi rumusan pada
masalah ini adalah bagaimana penerapan hukum yang tepat terhadap perjanjian penitipan
barang dalam ranah perparkiran serta apakah dapat menerapkan suatu kausula baku dalam
karcis parkir dalam lingkup perparkiran khususnya di Surabaya
2. PEMBAHASAN

2.1. Makna Penitipan Barang dalam Hukum Kontrak

1) Pengertian Penitipan Barang


Menurut pasal 1694 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata tentang penitipan
barang “penitipan barang terjadi bila orang menerima barang orang lain dengan
janji untuk emnyimpannya dan kemudian mengembakikannya dalam keadaan yang
sama”
Dari pengertian penitipan barang tersebut dapat ditarik poin – point penting yaitu;
• Lahirnya penitipan barang
Penitipan barang akan terjadi apabilan calon penerima titipan setuju untuk
dititipkan barang yang akan dititipkan. Sehingga penitipan barang akan terjadi
atau lahir bila masing masing pihak telah sepakat.
• Kepemilikan barang
Ketika Barang dititipkan oleh pemberi titipan kepada penerima titipan maka
barang yang telah ditipkan disimpan, dijaga dan dipelihara oleh penerima
titipan. Namun dalam hal kepemilikan barang tersebut masih dalam
kepemilikan awal atau kepemilikan pemberi titipan.
• Pemakaian barang
Seorang penerima titipan tidak boleh memakai atau menjual barang yang
ditipkan karena sesuai dengan pasal 1694 Kitab Undang – Undang Hukum
Perdata maka penerima titipan hanya boleh menyimpan, dan merawat barang
yang dititipkan tersebut.

2) Jenis – Jenis Penitipan barang


Sesuai dengan passal 1695 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
menyatakan bahwa “ada dua jenis penitipan barang yaitu penitipan barang murni
(sejati) dan skestrasi (penitipan dalam perselisihan).
• Penitipan murni
Menurut pasal 1696 yang menyatakan bahwa penitipan murni dianggap
dilakukan dengan Cuma-cuma bila tidak diperjanjikan sbaliknya. Penitipan
demikian hanya mengenai barang-barang bergerak” . Penitipan barang murni
dapat dianggap Cuma-cumauma apabila tidak ada kesepakatan atau
pembicaraan yang telah disetujui oleh pihak pihak yang berkaitan tersebut.
Sehingga jika terjadi penitipan barang murni antara si pemberi titipan dan si
penerima titipan tanpa adanya kesepakatan atau pembicaraan terlebih dahulu
maka perihal pembiayaan tersebut adalah Cuma-cuma atau tidak ada biaya
dalam penitipan barang barang. Penitipan barang murni hanya dilakukan untuk
barang barang bergerak
• Penitipan Sekestrasi
Menurut pasal 1730 menyatakan bahwa “sekestrasi ialah penitipan barang yang
berada dalam persengketaan kepada orang lain yang mengikatkan diri untuk
mengembalikan barang itu dengan semua hasilnya kepada yang berhak atasnya
setelah perselisihan diputus oleh pengadilan. Penitipan demikian terjadi karena
perjanjian atau karena perintah hakim.
Sehingga dari pengertian penitipan barang sekestrasi dapat diambil point-point
pentingnya, yaitu :
• Barang dalam sengketa
Penitipan barang sekestrasi terjadi Ketika penitipan barang berada dalam
persengketaan kepada orang lain
• Pemgembalian barang
Barang yang ditipkan akan dikembalikan kepada pihak yang berhak atas barang
tersebut setelah perselisihan diputuskan oleh pengadilan terhadap pihak mana
yang berhak atas barang tersebut
• Barang dalam Pentipan sekestrasi dikembalikan kepada pihak yang berhak atas
barang tersebut dengan keadaan yang sama sebagaimana kondisi barang
tersebut dititipkan pada saat awal

3) Pengertian Perparkiran
Menurut Pasal 1 angka 15 Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, meyatakan bahwa “parkir adalah keadaan kendaraan
berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya”.

4) Pembagian tempat parkir oleh pemerintah daerah surbaya


Menurut pasal 4 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Surabaya nomor 3 tahun 2018,
menyatakan bahwa penyelenggaraan tempat parkit oleh pemerintah daerah
meliputi; Parkir di dalam ruang milik jalan dan parkir di luar milik jalan.

1. Tempat Parkir di dalam ruang milik jalan


Dalam pasal 1 angka 11 Perda kota surabaya Nomor 3 Tahun 2018, bahwa
Tempat parkir di dalam ruang milik jalan adalah fasilitas parkir unruk umum di
ruang milik jalan yang lokasinya ditentukan oleh pemerintah daerah.
• Menurut pasal 5 ayat (4) bahwa Penyelenggaraan parkir di dalam ruang
milik jalan dapat dilaksanakan melalui;
a. Parkir Tepi Jalan Umum non Zona
b. Parkir Tepi Jalan Umum Zona
c. Parkir Tepi Jalan Umum Insidentil
d. Parkir Tepi Jalan Umum Petak Khusus
e. Parkir Tepi Jalan Umum Progresif
• Kewajiban yang harus dilakukan oleh penyelenggara tempat parkir dalam
ruang milik jalan yaitu:
a. Menyediakan tempat partkir yang sesudai dengan standar teknis
yang telah ditentutukan oleh perturan yang berlaku
b. Melengkapi semua fasilitas parkir yang minimal harus memiliki
rambu, marka dan media informasi tarif dan waktu
c. Memastikan bahwa semua kendaraan yang masuk dan keluar suatu
ruangan parkir denga naman dan selamat serta memprioritaskan
kelancaran lalu lintas
d. Menjaga keamana semua kendaraan yang diparkir
e. Mengganti kerugian apabila terjadi kehilangan atau kerusakan
kendaraan.

2. Tempat parkir di luar ruangan milik jalan


Dalam pasal 1 angak 12 Perda kota surabaya Nomor 3 Tahun 2018 Perda
Tempat parkir di luar ruangan milik jalan adalah fasilitas parkir untuk umum
yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah,
perseorangan warga negara republic Indonesia atau badan hukum Indonesia
▪ Menurut pasal 10 ayat (2) Perda Kota Surabaya Nomor 3 Tahun 2018
bahwa penyelenggaraan tempat parkir di luar ruang milik jalan
dilaksanakan melalui
- Parkir Tempat Khsusus Parkir Wisata
- Parkir Tempat Khsusus Parkir Valet
- Parkir Tempat Khsusus Parkir Inap
- Parkir Tempat Khsusus Parkir Petak Khusus
- Parkir Tempat Khsusus Parkir Progresif

2.2. Hubungan Hukum Antara Pengusaha Dan Juru Parkir


Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (UUPK)
mengatur perjanjian baku yang diperbolehkan bagi hubungan hukum antara
konsumen dan produsen. Dasar UUPK mengatur bahwa konsumen berhak atas segala
informasi yang benar meliputi barang atau jasa yang dikonsumsinya. Segala sesuatu
yang terjadi pada lokasi perparkiran atau di bawah pengawasan manajemen
perparkiran merupakan tanggung jawab dari pelaku usaha jasa perparkiran termasuk
petugas-petugas parkir yang secara langsung ataupun tidak langsung mengelola
perparkiran di wilayah parkirnya. Tanggung jawab yang harus ditanggung oleh
pelaku usaha tidak sebatas pada barang-barang yang rusak bahkan hilang, tetapi
termasuk semua kerugian yang menimpa konsumen, baik yang bersifat kerugian
materiil maupun immateriil atau kerugian atas ketidaknyamanan pada pelayanan
perparkiran yang dilakukan oleh pelaku jasa parkir, Tepat bahwa konsumen jasa
perparkiran di Indonesia mendapat legitimasi hukum untuk menikmati keadilan dan
kenyamanan dalam menikmati jasa yang diberikan atas layanan parkir. Tidak ada
alasan pengusaha untuk mentoleransi perbuatan yang mencurangi konsumen dengan
membuat klausula yang sifatnya mengalihkan tanggung jawab. Perikatan adalah
hubungan yang terjadi di antara dua orang atau lebih, terletak dalam harta kekayaan,
dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi
prestasi itu. Menurut ketentuan pasal 1233 KUHPerdata dapat disimpulkan bahwa
suatu perikatan dapat lahir dari dua hal yaitu perjanjian dan undang- undang. Ketentuan
tersebut dipertegas lagi dengan rumusan ketentuan pasal 1313 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan yang terjadi antara satu
orang atau lebih untuk mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Pengertian perjanjian yang diberikan dalam ketentuan pasal 1313 KUHPerdata
tersebut menunjukkan bahwa suatu perjanjian adalah:
1. Suatu perbuatan;
2. Antara sekurangnya dua orang (dapat lebih dari dua orang);
3. Perbuatan tersebut melahirkan perikatan di antara pihak-pihak yang membuat
perjanjian tersebut.
Berdasarkan pengertian perikatan di atas, dapat diketahui bahwa unsur-unsur nyang
terdapat dalam suatu perikatan adalah sebagai berikut:
a. Hubungan hukum;
b. Kekayaan;
c. Pihak-pihak;
d. Prestasi.
Perikatan secara otomatis melahirkan hak dan kewajiban dalam lapangan hukum harta
kekayaan. Demikian perjanjian akan melahirkan suatu hak dan kewajiban dalam hal
harta kekayaan bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian. Dalam membuat suatu
perjanjian, para pihak akan secara sukarela mengikatkan diri untuk menyerahkan
sesuatu, berbuat sesuatu, atau untuk tak berbuat sesuatu dengan jaminan atau
tanggungan berupa harta kekayaan yang dimiliki atau akan dimiliki oleh pihak yang
akan membuat perjanjian atau yang telah mengikatkan diri tersebut. Maka dengan
adanya sifat sukarela, maka seharusnya perjanjian tersebut lahir dari kehendak para
pihak atau dengan kata lain bahwa suatu perjanjian tidak mungkin terjadi tanpa
dikehendaki oleh para pihak dan apa yang telah disepakati oleh para pihak harus
dilaksanakan sesuai dengan maksud dari para pihak yang membuatnya. Perjanjian
antara para pihak sangat sering terjadi hanya sebatas kesepakatan mengenai “harga”
dan “barang/jasa” secara lisan, tanpa diikuti atau ditindaklanjuti dengan suatu
perjanjian tertulis yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak. Namun, kesepakatan
yang merupakan pernyataan kehendak masing-masing pihak tidak hanya melalui lisan
saja, melainkan juga melalui perilaku para pihak yang mencerminkan adanya kehendak
untuk mengadakan perjanjian. Hal ini berlaku pula pada perjanjian parkir, di mana
perjanjian parkir tidak diikuti dengan suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh
para pihak. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen jasa
parkir maka yang pertama hendak diketahui adalah hubungan hukum antara konsumen
(pengguna jasa parkir) dengan pihak pengelola tempat parkir guna mengetahui hak dan
kewajiban. Dengan adanya hubungan hukum yang terjadi di antara para pihak, maka
lahirlah hak dan kewajiban pada masing-masing pihak. Kewajiban bagi konsumen
adalah membayar biaya parkir, sedangkan kewajiban bagi pihak pengelola jasa parkir
adalah diharuskan untuk menjaga ketertiban dan keamanan terhadap kendaraan yang
diparkir di tempat parkir yang menjadi tanggung jawabnya, dengan kata lain pihak
pengelola jasa parkir bertanggungjawab untuk menjaga kendaraan beserta isinya
dengan sebaik-baiknya sehingga tidak berkurang suatu apa pun melainkan sama seperti
ketika konsumen pengguna jasa parkir menyerahkan kepadanya. Pada bidang jasa
parkir, secara implisit para pihak bersepakat untuk melakukan perjanjian parkir ketika
konsumen menerima penawaran dari jasa pengelola parkir dan konsumen menerima
karcis parkir, dengan adanya karcis parkir yang diterima oleh konsumen merupakan
sebagai bukti bahwa telah terjadinya perjanjian parkir, mengingat bahwa perjanjiannya
tidak dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh para pihak. Berhubungan dengan
masalah yang diteliti, jasa parkir merupakan suatu perikatan yang timbul karena
perjanjian atau perikatan yang timbul karena undang-undang. Hubungan hukum antara
pihak pengelola jasa parkir dengan konsumen jasa parkir pada dasarnya disebut
konsumen adalah hubungan hukum penitipan barang. Perjanjian penitipan barang
dalam KUHPerdata diatur mulai dari Pasal 1694 sampai dengan Pasal 1729. Pasal 1694
menegaskan bahwa, penitipan adalah terjadi apabila seseorang menerima sesuatu
barang dari orang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan
mengembalikannya dalam wujud asalnya.16 Pasal 1696 ayat (1) menegaskan bahwa,
penitipan barang sejatinya dianggap telah dibuat dengan Cuma-Cuma jika tidak di
perjanjikan dengan sebaliknya. Pasal 1706 KUH Perdata menegaskan bahwa, penerima
titipan wajib memelihara barang titipan itu dengan sebaik-baiknya seperti memelihara
barang-barang kepunyaan sendiri. Pasal 1707 ketentuan dalam pasal di atas ini wajib
diterapkan secara lebih teliti, antara lain:
1. Jika penerima titipan itu yang mula-mula menawarkan diri untuk menyimpan
barang itu;
2. Jika ia meminta dijanjikan suatu upah untuk penitipan itu;
3. Jika penitipan itu terjadi terutama untuk kepentingan penerima titipan;
4. Jika di perjanjikan dengan tegas, bahwa penerima titipan bertanggungjawab atas
semua kelalaian dalam menyimpan barang titipan itu.

Ketika konsumen memilih untuk menggunakan jasa layanan parkir, maka dilihat dari
prosedur pelaksanaan parkir yaitu ketika konsumen memarkirkan kendaraan
bermotornya di area lahan parkir, maka pada saat itu konsumen mempunyai
kepercayaan pada pihak penyelenggara parkir bahwa akan menjaga kendaraannya
dengan baik dan mengembalikannya dalam keadaan Seperti wujud asalnya serta
percaya bahwa barang-barang yang ada di dalam kendaraannya tidak akan hilang atau
rusak. Kepercayaan dibutuhkan oleh seseorang konsumen parkir karena telah
memarkirkan dan menitipkan kendaraannya kepada jasa pengelola layanan parkir.
Adanya kewajiban dari pihak pengelola parkir, apabila karena adanya kesengajaan atau
kelalaian dari pihak pengelola parkir sehingga terjadinya kehilangan atau kerusakan
kendaraan atau barang yang ada di dalam kendaraan tersebut, maka ia harus
bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh konsumen baik itu kerugian secara
materiil maupun immaterial.

2.3. Asas Asas Penitipan Barang Dalam perparkiran


• Asas konsensualisme menyatakan bahwa perjanjian penitipan barang terjadi
dengan adanya kesepakatan antara penitipan (pemilik barang) dan penerima titipan
(pengelola parkir). Kesepakatan ini dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis.
• Asas itikad baik menyatakan bahwa setiap pihak dalam perjanjian penitipan
barang harus bertindak dengan itikad baik. Itikad baik ini meliputi sikap jujur, adil,
dan tidak merugikan pihak lain.
• Asas kepatutan menyatakan bahwa pelaksanaan perjanjian penitipan barang harus
sesuai dengan kepatutan. Kepatutan ini dapat dilihat dari berbagai faktor, seperti
jenis barang yang dititipkan, biaya parkir, dan kondisi tempat parkir.
• Asas tanggung jawab menyatakan bahwa penerima titipan bertanggung jawab atas
keselamatan dan keamanan barang yang dititipkan. Tanggung jawab ini meliputi
pemeliharaan barang, pencegahan kerusakan, dan ganti rugi atas kerugian yang
timbul.

2.4. Hak dan Kewajiban Para Pihak yang terlibat.


Dalam perjanjian penitipan barang perpakiran, terdapat dua pihak yang terlibat, yaitu
penitipan (pemilik barang) dan penerima titipan (pengelola parkir). Masing-masing
pihak memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi.

1) Hak pemberi titipan dalam perjanjian penitipan barang perpakiran adalah


1. Mendapatkan pelayanan yang baik dari penerima titipan.
Pemberi titipan berhak mendapatkan pelayanan yang baik dari penerima titipan,
seperti pelayanan yang ramah, cepat, dan tepat.
2. Menerima kembali barang titipan dalam keadaan yang sama.
Penitipan berhak menerima kembali barang titipan dalam keadaan yang sama
seperti saat menitipkan. Jika barang titipan mengalami kerusakan atau
kehilangan, penerima titipan harus bertanggung jawab atas kerugian yang
timbul.
3. Mengajukan ganti rugi atas kerugian yang timbul akibat kelalaian atau
perbuatan penerima titipan.
Jika barang titipan mengalami kerusakan atau kehilangan akibat kelalaian atau
perbuatan penerima titipan, penitipan berhak mengajukan ganti rugi. Ganti rugi
ini dapat berupa ganti rugi materiil atau imateriil.

2) Kewajiban pemberi titipan dalam perjanjian penitipan barang perpakiran adalah


sebagai berikut:
1. Membayar biaya parkir
Pemberi titipan wajib membayar biaya parkir kepada penerima titipan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
2. Memberikan informasi yang lengkap dan benar kepada penerima titipan
mengenai barang yang dititipkan
Pemberi titipan wajib memberikan informasi yang lengkap dan benar kepada
penerima titipan mengenai barang yang dititipkan, seperti jenis barang, merek,
nomor polisi, dan kondisi barang. Informasi ini diperlukan oleh penerima titipan
untuk menjaga barang titipan dengan baik.
3. Menjaga barang titipan tetap dalam kondisi baik dan tidak membahayakan
orang lain
Pemberi titipan wajib menjaga barang titipan tetap dalam kondisi baik dan tidak
membahayakan orang lain. Jika barang titipan mengalami kerusakan atau
kehilangan karena kelalaian penitipan, penerima titipan tidak bertanggung
jawab atas kerugian yang timbul.

3) Hak penerima titipan dalam perjanjian penitipan barang perpakiran adalah sebagai
berikut:
1. Mendapatkan biaya parkir dari pemberi titipan
Penerima titipan berhak mendapatkan biaya parkir dari pemberi titipan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
2. Menolak barang titipan jika tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Penerima titipan berhak menolak barang titipan jika barang tersebut tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, seperti barang yang mudah terbakar, mudah
meledak, atau berbahaya.

4) Kewajiban penerima titipan dalam perjanjian penitipan barang perpakiran adalah


sebagai berikut :
1) Menyimpan barang titipan dengan baik dan benar
Penerima titipan wajib menyimpan barang titipan dengan baik dan benar sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Penerima titipan juga wajib melakukan
pemeriksaan terhadap barang titipan sebelum disimpan.
2) Memelihara barang titipan agar tidak rusak
Penerima titipan wajib memelihara barang titipan agar tidak rusak. Penerima
titipan harus melakukan segala upaya yang diperlukan untuk mencegah
kerusakan barang titipan.
3) Memberikan ganti rugi atas kerugian yang timbul akibat kelalaian atau
kesengajaannya
Penerima titipan bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat kelalaian
atau perbuatannya. Ganti rugi ini dapat berupa ganti rugi materiil atau imateriil.

2.5. Kepastian Hukum Dalam Perparkiran Umum Sesuai Dengan UU No 8 / 1999


Tentang perlindungan Konsumen.
Kepastian hukum dalam perparkiran umum dapat diwujudkan melalui pengaturan yang
jelas dan tegas mengenai hak dan kewajiban pengguna jasa parkir, serta pelaku usaha
parkir. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(UUPK) telah memberikan perlindungan hukum bagi pengguna jasa parkir, termasuk
kepastian hukum mengenai tarif parkir, keamanan kendaraan, dan ganti rugi atas
kerugian yang dialami pengguna jasa parkir. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UUPK,
konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) UUPK, pelaku
usaha adalah setiap orang yang melakukan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi. Kepastian hukum dalam perparkiran umum dapat diwujudkan melalui
pengaturan yang jelas dan tegas mengenai hak dan kewajiban pengguna jasa parkir,
serta pelaku usaha parkir. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (UUPK) telah memberikan perlindungan hukum bagi pengguna jasa parkir,
termasuk kepastian hukum mengenai tarif parkir, keamanan kendaraan, dan ganti rugi
atas kerugian yang dialami pengguna jasa parkir.

1. Tarif Parkir
Tarif parkir merupakan salah satu hal yang penting dalam perparkiran umum.
Tarif parkir yang ditetapkan harus wajar dan tidak memberatkan pengguna jasa
parkir. UUPK tidak mengatur secara khusus mengenai tarif parkir. Namun,
Pasal 24 UUPK mengatur bahwa pelaku usaha dilarang menetapkan harga
barang dan/atau jasa yang tidak wajar. Pada saat ini masih terdapat beberapa
permasalahan mengenai tarif parkir, seperti tarif parkir yang terlalu tinggi, serta
tarif parkir yang tidak transparan. Tarif parkir yang terlalu tinggi dapat
memberatkan pengguna jasa parkir, sedangkan tarif parkir yang tidak transparan
dapat menimbulkan kecemburuan sosial. Untuk mewujudkan kepastian hukum
mengenai tarif parkir, diperlukan pengaturan yang lebih jelas dan tegas.
Pemerintah perlu menetapkan tarif parkir yang wajar dan transparan, serta
melakukan pengawasan terhadap penerapan tarif parkir.
2. Keamanan Kendaraan
Keamanan kendaraan adalah hal penting bagi pengguna jasa parkir. Pelaku
usaha parkir bertanggung jawab atas keamanan kendaraan yang diparkir di
tempat parkir yang dikelolanya.
Pasal 25 ayat (1) UUPK mengatur bahwa pelaku usaha bertanggung jawab atas
keamanan dan keselamatan konsumen. Dalam hal ini, pelaku usaha parkir
bertanggung jawab atas keamanan kendaraan yang diparkir di tempat parkir
yang dikelolanya. Tapi nyatanya masih sering terjadi beberapa kasus
kehilangan, kerusakan, atau pencurian kendaraan yang diparkir di tempat parkir
umum. Kasus-kasus tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi pengguna jasa
parkir. Perwujudan kepastian hukum mengenai keamanan kendaraan,
dibutuhkan pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah. Pemerintah perlu
melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan perparkiran umum, agar
keamanan kendaraan dapat terjamin.

3. Ganti Rugi
Ganti rugi merupakan hal yang penting bagi pengguna jasa parkir yang
mengalami kerugian akibat kehilangan, kerusakan, atau pencurian kendaraan
yang diparkir di tempat parkir umum. Pasal 26 ayat (1) UUPK mengatur bahwa
pelaku usaha bertanggung jawab atas kerugian konsumen akibat cacat barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan. Dalam hal ini, pelaku usaha parkir
bertanggung jawab atas kerugian pengguna jasa parkir yang disebabkan oleh
kehilangan, kerusakan, atau pencurian kendaraan yang diparkir di tempat parkir
yang dikelolanya. Untuk memenuhi kepastian hukum mengenai ganti rugi,
memerlukan upaya dari berbagai pihak. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi
kepada pengguna jasa parkir mengenai haknya untuk mendapatkan ganti rugi.
Pelaku usaha parkir perlu bertanggung jawab atas kerugian yang dialami
pengguna jasa parkir.

Selain upaya-upaya yang telah dijabarkan di atas, diperlukan maintenance terhadap


perkembangannya pada era masa kini seperti:
• Pengadaan teknologi untuk meningkatkan keamanan kendaraan yang
diparkir, seperti CCTV, sistem parkir elektronik, dan sistem keamanan
lainnya.
• Pengembangan sistem informasi perparkiran untuk memudahkan
pengguna jasa parkir dalam mencari tempat parkir yang tersedia.
• Peningkatan kualitas pelayanan perparkiran, seperti kebersihan,
kenyamanan, dan keamanan.

Pengembangan-pengembangan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kepastian


hukum dalam perparkiran umum, serta memberikan pelayanan yang lebih baik bagi
pengguna jasa parkir.. Selain itu, pengawasan dari pemerintah dalam penyelenggaraan
perparkiran umum juga belum stabil. Pemerintah perlu melakukan pengawasan yang
lebih baik terhadap penyelenggaraan perparkiran umum, agar kepastian hukum bagi
pengguna jasa parkir dapat terjamin untuk menciptakan rasa aman dan menguntungkan
segala phak
Untuk mewujudkan kepastian hukum tersebut diperlukan upaya dari berbagai pihak,
yaitu pemerintah, pelaku usaha parkir, dan pengguna jasa parkir. Pemerintah perlu
melakukan pengaturan yang jelas dan tegas mengenai hak dan kewajiban pengguna jasa
parkir, serta pelaku usaha parkir. Pengguna jasa parkir perlu memahami hak dan
kewajibannya, serta berani menuntut haknya jika dilanggar.

2.6. Kendala penerapan Hukum dalam Perparkiran


Penerapan hukum dalam lingkup perparkiran di surabaya masih menghadapi berbagai
kendala. Kendala-kendala tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kendala
internal dan kendala eksternal.
1. Kendala internal adalah kendala yang berasal dari dalam sistem hukum perparkiran
itu sendiri. Kendala-kendala internal tersebut antara lain:
• Ketersediaan peraturan perundang-undangan yang belum memadai. Peraturan
perundang-undangan yang mengatur perparkiran di Indonesia masih bersifat
parsial dan tidak komprehensif. Akibatnya, pengaturan perparkiran masih
belum optimal dan menimbulkan berbagai permasalahan.
• Kurang tegasnya penegakan hukum terkait dengan pengelola parkir liar. Di
surabaya masih banyak pengelola parkir liar yang berkeliaran dan memaksa
untuk meminta biaya Ketika parkir.
• Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya peraturan perparkiran
• Kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung penegakan hukum, seperti
petugas parkir yang berwenang dan alat bukti yang memadai.
• Kurangnya koordinasi antar instansi terkait dalam mengelola perparkiran di
daerah daerah dan koordinasi tentang pengelola parkir liar.
2. Kendala eksternal adalah kendala yang berasal dari luar sistem hukum perparkiran.
Kendala-kendala eksternal tersebut antara lain:
• Kurangnya kesadaran Masyarakat tentang pentingnya ketertiban dan keamanan
parkir. Sebagian Masyarakat Indonesia masih belum mematuhi peraturan parkir
dengan memarkirkan keandaraanya sembarangan, parkir di tempat yang
dilarang,dll
• Kurangnya kesadaran hukum dari pengelola perparkiran dengan tidak
memahami dan melakukan kewajibannya sebagai pengelola parkir dan hanya
menuntut hak nya untuk mendapatkan biaya dari perparkiran tersebut
• Kurangnya sarana prasarana parkir yang memadai menyebabkan kebutuhan
parkir tidak dapat terpenuhi. Seperti tempat untuk parkir tidak ada atau tempat
parkir tidak layak sehingga menimbulkan berbagai permasalahan baru seperti
penumpukan kendaran, kemacetan, hingga keccelakaan lalu lintas.
• Adanya klausula eksonerasi dalam perjanjian perparkiran menjadi kendala
dalam penerapan hukum di lingkup perparkiran. Klausula ini menyebabkan
pengelola perparkiran tidak bertanggung jawab atas kehilangan, kerusakan, atau
kemusnahan kendaraan yang diparkirkan dalam area parkir yang dikelolanya

Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, perlu dilakukan upaya-upaya, antara lain:


• Meningkatkan Kualitas Perparkiran agar semua kendaraan yang masuk dan
keluar parkir dengan baik, aman dan selamat serta tetap untuk memprioritaskan
kelancaran lalu lintas yang ada di daerah sekita parkir.
• Memperkuat peraturan perundang-undangan yang mengatur perparkiran.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur perparkiran perlu diperkuat dan
disempurnakan agar lebih komprehensif dan tegas dalam pelaksanaanya.
• Memberikan sosialisasi kepada pemilik lahan, pengelola parkir serta pengguna
jasa parkir tentang pentingnya ketertiban dan keamanan parkir sehingga para
pihak mengetahui hak hak dan kewajiban nya dalam kegiatan perparkiran agar
masing masing pihak tidak dirugikan
• Meningkatkan penegakan hukum terhadap pelanggaran peraturan perparkiran
untuk mengatasi adanya pengelola parkir liar yang tidak sesuai dengan standart
yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Penegakan hukum perlu ditingkatkan
dengan meningkatkan sarana dan prasarana, meningkatkan kesadaran
masyarakat, dan meningkatkan koordinasi antar instansi terkait agar peraturan
perundang – undangan tetap diperkuat dan disempurnakan agar lebih
komprehensif dan tegas dalam pelaksanaanya.
• Meningkatkan ketersediaan Fasilitas parkir sesuai standar yang memadai yang
minimal harus memiliki rambu, marka dan media informasi tarif dan waktu.
Ketersediaan sarana dan prasarana parkir perlu ditingkatkan melalui
pembangunan dan pengelolaan parkir yang terintegrasi.
Upaya-upaya tersebut perlu dilakukan secara berkelanjutan dan berkesinambungan
agar penerapan hukum dalam lingkup perparkiran di Indonesia dapat berjalan lebih
optimal dan kualitas perparkiran makin meningkat dengan baik.

2.7. Akibat Hukum Terhadap Klausula Baku Di Lingkungan Perparkiran


1) Pengertian Klausula Baku
Menurut pasal 1 angka 10 Undang – undang nomor 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen yang menyatakan bahwa “klausula baku adalah setiap
aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan
terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu
dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh
konsumen.
Menurut pasal 1493 Kitab Undang – Undang Hukum perdata yang menyatakan
bahwa “kedua belah pihak diperbolehkan dengan persetujuan – persetujuan
Istimewa, memperluas atau mengurangi kewajibannya yang ditetapkan oleh
undang – undang ini; bahkan mereka itu diperbolehkan mengadakan perjanjian
bahwa si penjual tidak akan diwajibkan menanggung sesatu apapun
Namun pada faktanya yang terjadi saat ini bahwa Klausula baku yang ada dalam
karcis parkir atau perparkiran tidak sesuai dengan undang undang yang berlaku
di Indonesia
• Karakteristik Kalusula Baku dalam perparkiran
B. Isi dari perjanjian yang berupa karcis parkir ditentukan secara
sepihak oleh pengelola parkir
C. Para konsumen atau pihak yang menggunakan jasa parkir tidak ikut
serta dalam menentukan isi perjanjian
D. Para Konsumen terkadang terpaksa untuk menerima perjanjian
tersebut karena kebutuhannya atau perjanjian yang telah ada
ditempat parkir tersebut
E. Perjanjian berupa karcis parkir yang terdapat klausula baku tersebut
diperispakan dengan banyak atau secara massal sehingga dalam
suatu tempat parkir terdiri atas banyak kendaraan.
Dibawah ini merupakan salah satu contoh karcis parkir yang menggunakan
Klausula Baku Yang dilarang oleh Undang Undang

Tanggung jawab dan kewajibannya maka dapat dijerat perbuatan melawan


hukum.

Pasal 1365 menyatakan bahwa “ Tiap perbuatan melanggar hukum, membawa


kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahannya
menerbitkan kerugian itu, untuk mengganti kerugian tersebut”
Pasal 1366 menyatakan bahwa “setiap orang bertanggungjawab, tidak saja
untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang
disebabkan kelalian atau kurang hati – hatinya”
Pasal 1367 “seseorang tidak saja bertanggungjawab, atas kerugian yang
disebabkan perubahannya sendiri, melainkan juga untuk kerugian yang
disebabkan oleh perbuatan oramg – orang yang menjadi tanggungannya atau
disebabkan oleh barang – barang yang berada dibawah pengawasannya”
Berdasarkan isi kalusula baku yang terletak pada karcis parkir tersebut, maka
terlihat bahwa tanggung jawab pengelola jasa perparkiran faktanya hanya
Sebatas pada mengelola area parkir dalam kapasitanya sebagai pengelola jasa
perparkiran. Sementara itu mengenai perihal kehilangan, musnah atau
hilangnya suatu barang yang ada dalam kendaraan atau rusaknya kendaraan
yang diparkirkan di lahan parkir bukanlah merupakan tanggung jawab dari
pengelola jasa perparkiran. Asuransi kendaraan dan barang barang di dalamnya
serta semua resiko atas segala kerusakan dan kehilangan atas kendaraan yang
diparkirkan dan barang barang didalmnya merupakan kewajiban pemil
kendaraan itu sendiri, artinya bahwa pengelola jasa perparkiran tidak
menyediakan pengganti berupa apapun

Sesuai dengan pasal 18 ayat (1) undang undang nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Kosnumen bahwa, Pelaku usaha dalam menawarkan barang
dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau
mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
A. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
B. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali barang yang dibeli konsumen;
C. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang
dibeli oleh konsumen;
D. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha
baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan
segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli
oleh konsumen secara angsuran;
E. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang
atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
F. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa
atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek
jual beli jasa
G. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa
aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan
yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya; h. menyatakan bahwa
konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan
terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Sehingga mengacu pada ketentuan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999


tentang perlindungan Konsumen, yang dalam hal perparkiran bahwa pengelola
parkir dilarang untuk mencantumkan kalusula baku pada setiap perjanjian
(karcis parkir) yang dapat berupa pengalihan tanggung jawab pengelola parkir.
2.8. Tanggung Gugat Terhadap Kelalaian Pihak parkir
Tempat parkir merupakan fasilitas umum yang disediakan untuk memudahkan
masyarakat dalam memarkir kendaraannya. Tetapi tidak jarang terjadi peristiwa yang
tidak diinginkan, seperti kehilangan atau kerusakan kendaraan. Dalam hal ini, pemilik
kendaraan dapat mengajukan gugatan kepada pengelola parkir atas dasar kelalaian.
Tanggung jawab pengelola parkir diatur dalam Pasal 1365 dan 1366 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata. Pasal 1365 KUHPer menyatakan bahwa setiap orang yang
dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan kerugian pada orang lain, wajib
mengganti kerugian tersebut. Pasal 1366 KUHPerdata menambahkan bahwa setiap
orang bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh perbuatannya, baik yang
dilakukan dengan sengaja maupun karena kelalaian.
Pengelola parkir dianggap telah lalai jika tidak memenuhi standar keamanan yang dapat
dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Pengelola parkir dapat dimintai ganti
rugi atas kerugian yang dialami pemilik kendaraan, baik berupa kehilangan maupun
kerusakan dengan tanggung gugat
Standar keamanan yang harus dipenuhi oleh pengelola parkir dapat dilihat dari
beberapa faktor, antara lain:
• Pengelola parkir diwajibkan memiliki sistem keamanan yang memadai untuk
mencegah terjadinya kehilangan atau kerusakan kendaraan. Sistem keamanan
ini dapat berupa pagar pembatas, kamera CCTV, atau petugas keamanan.
• Tempat parkir harus memiliki penerangan yang memadai untuk mencegah
terjadinya kecelakaan.
• Tempat parkir juga harus bersih dan bebas dari sampah untuk mencegah
terjadinya kebakaran.
• Menjalankan SOP Perparkiran juga harus, untuk mengurangi risiko hilangnya
kendaraan

Pemilik kendaraan dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada


pengelola parkir dengan memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
• Ada perbuatan
Perbuatan yang dilakukan oleh pengelola parkir harus merupakan perbuatan
melawan hukum, yaitu perbuatan yang melanggar hak atau kepentingan orang
lain. Dalam hal ini, perbuatan yang dilakukan oleh pengelola parkir adalah
kelalaian dalam menjaga kendaraan.
• Ada kerugian
Kerugian yang dialami oleh pemilik kendaraan harus merupakan kerugian yang
nyata dan dapat dibuktikan. Kerugian ini dapat berupa kehilangan kendaraan,
kerusakan kendaraan, atau biaya perbaikan kendaraan.
• Ada hubungan sebab akibat
Antara perbuatan melawan hukum dan kerugian harus terdapat hubungan sebab
akibat. Dalam hal ini, kelalaian pengelola parkir dalam menjaga kendaraan
harus menjadi penyebab langsung terjadinya kerugian.
• Prosedur hukum terhadap kelalaian pihak parkir atas hilangnya kendaraan dapat
dilakukan melalui dua jalur, yaitu jalur gugatan perdata dan jalur pelaporan
pidana.
1. Jalur Perdata
Pemilik kendaraan dapat mengajukan gugatan kepada pengelola parkir atas
dasar perbuatan melawan hukum. Gugatan ini dapat diajukan ke Pengadilan
Negeri setempat. Untuk mengajukan gugatan perdata, pemilik kendaraan harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
• Memiliki hak untuk mengajukan gugatan
Hak untuk mengajukan gugatan dimiliki oleh pemilik kendaraan yang
mengalami kerugian akibat kelalaian pengelola parkir.
• Memiliki kepentingan yang dilindungi hukum.
Kepentingan yang dilindungi hukum dalam hal ini adalah kepentingan
untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang dialami.
• Memiliki bukti-bukti yang cukup
Bukti-bukti yang cukup dapat berupa tanda bukti pembayaran parkir, surat
keterangan kehilangan kendaraan dari kepolisian, dan bukti-bukti lainnya
yang relevan.

Jika gugatan dikabulkan oleh pengadilan, maka pengelola parkir akan


diwajibkan untuk membayar ganti rugi kepada pemilik kendaraan. Ganti
rugi dapat berupa ganti rugi materiil, yaitu penggantian atas kerugian yang
bersifat nyata.
2. Jalur Pidana
Pemilik kendaraan juga bisa melaporkan pengelola parkir ke pihak kepolisian
atas dugaan tindak pidana pencurian atau penggelapan. Jika laporan tersebut
diterima oleh pihak kepolisian, maka akan dilakukan penyelidikan dan
penyidikan. Jika bukti-bukti yang dikumpulkan cukup kuat, maka penyidik
akan menetapkan pengelola parkir sebagai tersangka dan menahannya. Jika
tersangka terbukti bersalah, maka ia akan dijatuhi hukuman pidana, yaitu pidana
penjara atau pidana denda.

Berikut adalah langkah-langkah yang harus dilakukan pemilik kendaraan jika


kendaraannya hilang di tempat parkir:
• Segera laporkan kehilangan kendaraan ke pihak kepolisian.
Laporan ini dapat dilakukan dengan mendatangi kantor polisi terdekat
atau dengan menghubungi call center kepolisian.
• Buat surat keterangan kehilangan kendaraan dari kepolisian.
Surat keterangan ini diperlukan untuk mengajukan gugatan perdata atau
pidana.
• Kumpulkan bukti-bukti yang relevan.
Bukti-bukti ini dapat berupa tanda bukti pembayaran parkir, foto
kendaraan, dan saksi-saksi.
Ajukan gugatan perdata atau pelaporan pidana kepada pengelola parkir jika
tidak ada itikad baik.
Gugatan perdata dapat diajukan ke Pengadilan Negeri setempat, sedangkan
gugatan pidana dapat diajukan ke pihak kepolisian.
Dengan mengikuti langkah-langkah tersebut, pemilik kendaraan dapat lebih
berpeluang untuk mendapatkan keadilan atas kerugian yang dialami.
Tanggung gugat pengelola parkir dalam hal kelalaian yang mengakibatkan
kerugian pada konsumen menjadi isu penting dalam hukum perlindungan
konsumen.

A. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Masyita Mustika Sariyani, putusan


Mahkamah Agung Nomor 2157 K/Pdt/2010 digunakan sebagai acuan dalam
menyelesaikan sengketa antara PT. Cipta Sumina Indah Satresna sebagai
pengelola parkir melawan Ramadhan M. dan Ariyanti sebagai pemilik
kendaraan bermotor. Pada dasarnya, pengelola parkir bertanggung jawab atas
kerugian yang dialami oleh konsumen akibat kelalaian pengelola parkir. Jika
pengelola parkir menolak untuk bertanggung jawab, konsumen berhak untuk
menuntut pengelola parkir tersebut. Namun, dalam beberapa kasus, pengelola
parkir menggunakan klausul baku dalam perjanjian parkir untuk menghindari
tanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh konsumen. Oleh karena itu,
penting bagi konsumen untuk memahami hak-hak mereka dan memperjelas
bentuk pertanggungjawaban hukum pengelola parkir ketika terjadi kehilangan
atau kerusakan kendaraan konsumen.
B. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lalu Mahesa Taruna Jayangrana,
pengelola parkir gratis juga memiliki tanggung jawab hukum ketika terjadi
kehilangan atau kerusakan kendaraan konsumen. Namun, dalam beberapa
kasus, pengelola parkir gratis menggunakan klausula baku dalam perjanjian
parkir untuk menghindari tanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh
konsumen. Oleh karena itu, penting bagi konsumen untuk memahami hak-hak
mereka dan memperjelas bentuk pertanggungjawaban hukum pengelola parkir
gratis ketika terjadi kehilangan atau kerusakan kendaraan konsumen.
C. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Krismonita Ayu, pengelola parkir tidak
dapat merujuk pada klausula baku dalam perjanjian parkir, yaitu bahwa dirinya
tidak bertanggungjawab atas terjadinya kerusakan atau kehilangan kendaraan
yang diparkir di tempatnya. Oleh karena itu, penting bagi konsumen untuk
memahami hak-hak mereka dan memperjelas bentuk pertanggungjawaban
hukum pengelola parkir ketika terjadi kehilangan atau kerusakan kendaraan
konsumen.

Jadi pengelola parkir seharusnya bertanggung jawab atas kerugian yang dialami
pemilik kendaraan jika pengelola parkir lalai dalam menjaga kendaraan.
Pengelola parkir dapat dimintai ganti rugi atas kerugian yang dialami pemilik
kendaraan, baik berupa kehilangan maupun kerusakan. Untuk mencegah
terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan, pengelola parkir perlu
meningkatkan standar keamanan tempat parkir. Pengelola parkir juga perlu
memberikan informasi yang jelas kepada pemilik kendaraan tentang ketentuan
yang berlaku di tempat parkir.
2.9. Penyelesaian Sengeketa Konsumen melalui Litigasi Dan Nonlitigasi (Vina)
Penyelesaian sengketa terhadap kasus penitipan barang perpakiran dapat dilakukan
melalui dua cara, yaitu litigasi dan nonlitigasi.
• Litigasi adalah penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Dalam kasus penitipan
barang perpakiran, litigasi dapat dilakukan jika terjadi perselisihan antara penitipan
dan penerima titipan mengenai barang yang dititipkan. Perselisihan tersebut dapat
berupa kerusakan, kehilangan, atau penolakan barang titipan. Untuk melakukan
litigasi, penitipan harus mengajukan gugatan kepada penerima titipan di
pengadilan. Gugatan tersebut harus memuat unsur-unsur yang sah, yaitu:
1. Identitas para pihak
2. Uraian singkat sengketa
3. Dasar hukum yang digunakan
4. Permohonan yang diajukan
Setelah gugatan diajukan, pengadilan akan memeriksa dan mengadili perkara
tersebut. Jika pengadilan memutuskan bahwa penerima titipan bersalah, penerima
titipan wajib bertanggung jawab atas kerugian yang timbul.
• Nonlitigasi
Nonlitigasi adalah penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Penyelesaian
nonlitigasi dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti mediasi, arbitrase, atau
konsiliasi.
1. Mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan mediator. Mediator
adalah pihak ketiga yang netral dan tidak memihak salah satu pihak. Mediator
berperan sebagai fasilitator untuk membantu para pihak mencapai kesepakatan.
2. Arbitrase adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan arbiter. Arbiter adalah
pihak ketiga yang ditunjuk oleh para pihak untuk memutuskan perkara tersebut.
Keputusan arbiter bersifat final dan mengikat para pihak.
3. Konsiliasi adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan konsiliator.
Konsiliator adalah pihak ketiga yang netral dan tidak memihak salah satu pihak.
Konsiliator berperan sebagai fasilitator untuk membantu para pihak mencapai
kesepakatan.

Penyelesaian nonlitigasi umumnya lebih cepat dan murah dibandingkan dengan


litigasi. Namun, penyelesaian nonlitigasi juga memiliki risiko yang lebih besar,
yaitu kesepakatan yang tidak tercapai. Penyelesaian nonlitigasi dapat dilakukan jika
kedua belah pihak bersedia untuk menyelesaikan sengketa secara damai.
Penyelesaian nonlitigasi dapat dilakukan dengan cara:
1. Menghubungi pengelola parkir untuk menyampaikan keluhan
2. Menghubungi lembaga mediator atau arbitrator
3. Menawarkan penyelesaian secara kekeluargaan
Jika penyelesaian nonlitigasi tidak berhasil, barulah sengketa dapat diselesaikan
melalui litigasi.
3.KESIMPULAN
Penerapan hukum yang tepat terhadap perjanjian penitipan barang dalam ranah perparkiran
dapat melalui peraturan undang undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(UUPK) yang dapat memberikan perlindungan hukum bagi pengguna jasa parkir termasuk
kepastian hukum mengenai tarif parkir, keamanan, kendaraan dan gantu rugi atas kerugian
dialami Pengguna jasa parkir. Perparkiran dikota Surabaya juga diatur menggunaka peraturan
daerah kota Surabaya nomor 3 tahun 2018 tentang penyelenggaraan perparkiran di Surabaya.
Sehingga untuk mewujudkan kepastian hukum bagi berbagai pihak, maka pemerintah, pelaku
usaha parkir, dan pengguna jasa parkir.. pemerintah perlu melakukan pengaturan yang jelas dan
tegas mengenai hak dan kewajiban pengguna jasa parkir, serta pelaku usaha parkir. Pengguna
jasa parkir perlu memahami hhak dan kewajibannya serta berani untuk menuntut haknya jika
dilanggar. Pelaku usaha atau dalam hal perparkiran ialah pengola parkir boleh mencantumkan
kalusula klausula baku dalam karcis parkir dengan mengacu pada pasal 18 ayat (1) undang
undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen mengenai kalusula baku yang
dilarang digunakan oleh pelaku usaha, salah satunya ialah menyatakan pengalihan tanggung
jawab usaha. Sehingga pengola jasa parkir harus bertanggung jawab atas segala kelalaian atau
kurang hati hati serta bertanggung jawab atas barang barang yang dibawah pengawasannya.
Maka jika terjadi kehilangan barang di daerah parkir maka itu merupakan tanggung jawab dari
pengelola parkir untuk mengganti kerugian tersebut, hal ini mengacu pada pasal 1365, 1366,
dan 1367 Kitab Undang Undang Hukum Perdata.
DAFTAR PUSTAKA

1. KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA


2. https://isnplaw.com/article/details/4c60265e-a61e-518a-8f9e-04f90c6b0d5b
3. Uu nomor 20 tahun 2009 tentang lalu lints dan angkutan jalan
https://peraturan.bpk.go.id/Details/38654/uu-no-22-tahun-2009
4. https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/75026/1/M.%20NUR%20DAF
FA%20ALIFFIAN%20-%20FSH.pdf
5. UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
https://peraturan.bpk.go.id/Details/45288/uu-no-8-tahun-1999
6. https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/17535/2/T1_312015034_BAB%20II.pd
f
7. https://peraturan.bpk.go.id/Details/84607/perda-kota-surabaya-no-3-tahun-2018
8. https://suara-publik.com/detailpost/monkasel-surabaya-rawan-curanmor-scopy-lenyap-
saat-di-parkir
9. Business-law.binus.ac.id/2018/12/22/terminologi-konsumen-dalam-transaksi-online/
10. Id.scribd.com/doc/251882395/Kasus-Obat-Nyamuk-HIT
11. Penyelesaian Sengketa Konsumen Jasa Parkir Kendaraan Bermotor
(https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42992/1/MASYITA%20MUS
TIKA%20SARIYANI-FSH.pdf)
12. Tanggung Jawab Pengelola Parkir Gratis Terhadap Kehilangan Kendaraan
(https://fh.unram.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Lalu-Mahesa-Taruna-Jayangrana-
D1A015127.pdf)
13. Pertanggungjawaban Pengelola Parkir Atas Kehilangan Kendaraan Bermotor
(http://eprints.ubhara.ac.id/993/1/JURNAL%20KRISMONITA%20AYU%201711111095
.pdf)
14. Perlindungan Hukum Konsumen Jasa Parkir Kendaraan Mobil
(https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49924/1/RINDUNG%20BUL
AN-FSH.pdf)
15. PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN JASA PARKIR KENDARAAN
BERMOTOR.
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42992/1/MASYITA%20MUS
TIKA%20SARIYANI-FSH.pdf.
16. PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLA PARKIR ATAS KEHILANGAN
KENDARAAN BERMOTOR ….
http://eprints.ubhara.ac.id/993/1/JURNAL%20KRISMONITA%20AYU%201711111095.
pdf.
17. PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN JASA PARKIR KENDARAAN MOBIL.
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49924/1/RINDUNG%20BUL
AN-FSH.pdf.
18. TANGGUNG JAWAB PENGELOLA PARKIR GRATIS TERHADAP KEHILANGAN
KENDARAAN
https://fh.unram.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Lalu-Mahesa-Taruna-Jayangrana-
D1A015127.pdf.
19. Pertanggungjawaban Administratif Juru Parkir di Tepi Jalan Umum Dalam …. https://e-
journal.unair.ac.id/MI/article/download/26806/pdf.
20. https://jurnal.fh.unpad.ac.id/index.php/acta/article/view/212
21. https://jurnal.fh.unpad.ac.id/index.php/acta/article/download/212/156/
22. https://layanan.hukum.uns.ac.id/data/RENSI%20file/Data%20Backup/Done
%20To%20BackUp/MATERI%20HUKUM%20KONTRAK%20(2).docx
23. https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20269574-T37104-Dhira%20Yudini.pdf
24. https://media.neliti.com/media/publications/282095-hubungan-hukum-antara-pemilik-
kendaraan-6b045135.pdf

Das könnte Ihnen auch gefallen