Sie sind auf Seite 1von 26

LAPORAN MINI PROJECT

EVALUASI PROGRAM PENGENDALIAN


TUBERKULOSIS
UPTD PUSKESMAS DTP PULOMERAK

Disusun Oleh:
dr. Robby Aji Aryadillah

Dokter Pendamping:
dr. H. Faisal, MARS

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP


UPTD PUSKESMAS DTP PULOMERAK
2017
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan rahmat
dah hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan mini project ini dengan baik.
Penulismelaksanakan mini project untuk memenuhi tugas program Dokter Internship
sertamenambah wawasan dan keterampilan di bidang kesehatan masyarakat.Dengan rasa
hormat, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. dr. H. Faisal, MARS, selaku pembimbing dan Kepala UPTD Puskesmas DTP Pulomerak
2. dr. M Arief Gunawan dan Hj.Hindun Widiastuti, SST,Keb selaku koordinator Program
Pengendalian Tuberkulosis di UPTD PuskesmasDTP Pulomerak.
3. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan mini project ini

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa mini project ini tidak sempurna.Oleh karena
itu,penulis mengharapkan saran dan masukan demi perbaikan selanjutnya.Penulis berharap
agar mini project ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang
kesehatan.

Cilegon, Oktober 2017

dr.Robby Aji Aryadillah


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) telah ada selama ribuan tahun dan masih menjadi salah satu
masalah kesehatan masyarakat di dunia. TB merupakan penyakit infeksi menular dan
salahsatu dari 10 penyebab kematian terbanyak di dunia di atas HIV/AIDS.Penyakit
inidisebabkan oleh bakteri tahan asam (BTA) yaitu Mycobacterium tuberculosis.Sejak
tahun1993, penyakit ini telah dideklarasikan sebagai Global Health Emergency oleh World
HealthOrganization (WHO). Berdasarkan laporan terbaru WHO pada tahun 2015 insiden
kasus baruTBC mencapai 10,4 juta jiwa, di mana 5,9 juta (56%) diderita oleh pria, 3,5 juta
(34%) padawanita, dan 1 juta (10%) pada anak-anak. Sekitar 1,8 juta jiwa meninggal akibat
penyakit ini(termasuk 400 ribu jiwa dengan HIV).
Lebih dari 95% yang meninggal dunia berada dikalangan ekonomi menengah ke
bawah.1Penyebaran kasus TB di dunia memang tidak merata dan justru 86% dari total kasus
TB ditanggung oleh negara berkembang. Sekitar 55% dari seluruh kasus tersebut
terdapatpada negara-negara di benua Asia, 31% di benua Afrika, dan sisanya dalam proporsi
keciltersebar di berbagai negara di benua lainnya. Melihat hal ini, maka WHO telah
menetapkan22 negara yang dianggap sebagai high-burden countries dalam permasalahan TB
untukmendapatkan perhatian yang lebih intensif dalam hal penanggulangannya.Indoneisa
adalahsalah satu negara yang termasuk di dalamnya. Enam negara yang berkontribusi
denganjumlah penderita TB (60%) yaitu India sebagai yang terbanyak, selanjutnya diikuti
olehIndonesia, Cina, Nigeria, Pakistan, dan Afrika Selatan.1

Penyebab masih tinggi dan meningkatnya angka penyakit TB adalah


 Kemiskinan pada kelompok masyarakat
 Pertumbuhan ekonomi yang sudah tinggi tetapi disparitas dimasyarakat masih terlalu
lebar
 Beban sosial yang berat misalnya pengganguran, cacat, pendidikan rendah

Kegagalan dalam program TB yang sudah ada saat ini meliputi:


 Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan
 Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat,
penemuan kasus/diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya,
tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan
sebagainya).
 Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak standar,
gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis).
 Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.
 Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis
ekonomi atau pergolakan masyarakat.
 Belum adanya sistem jaminan kesehatan yang bisa mencakup masyarakat luas
secara merata.2

Target pada Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia saat ini adalah
tercapainya penemuan pasien baru TB BTA positif paling sedikit 90%. Menurut laporan dari
bulansuspek TB selama tahun 2016 sebanyak 496 kasus, yakni 88,25% dari target
penjaringan suspek TB di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Pulomerak yaitu sebanyak
562 kasus per tahun. Sudah tercapainya angka cakupan penjaringan suspek TB ini tidak
menjamin tingginya pencapaian angka penemuan kasus tuberkulosis di wilayah kerja UPTD
Puskesmas DTP Pulomerak yaitu sebesar 89,28%, sedikit dibawah angka pencapaian
nasional sebesar 90%.

Melihat dari bahayanya penyakit TB, maka di Puskesmas Pulomerak mendirikan


paguyuban TB, sejak bulan 2012, yang diketuai oleh Hindun Widiastuti, S.ST.Keb.
Paguyuban ini didirikan dengan tujuan antara lain : Untuk memutus mata rantai TB Paru,
Untuk menemukan suspect TB dan untuk menemukan BTA (+)

1.2. Pernyataan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa penyataan masalah, yaitu:
1. Faktor-faktor yang menyebabkan masih kurangnya angka penemuan kasus TB
dilingkungan puskesmas Pulomerak
2. Cara untuk meningkatkan angka penemuan kasus TB dilingkungan Puskesmas
Pulomerak.
1.2. Tujuan

1. Untuk mengidentifikasi masalah masih rendahnya angka penemuan kasus TB


dilingkungan Pulomerak
2. Mencari upaya untuk menyelesaikan masalah atau alternatif lainnya agar angka
penemuan kasus TB meningkat hingga melebihi target yang ditentukan

1.3. Manfaat

Manfaat untuk Puskesmas


1. Teridentifikasi masalah rendahnya angka penemuan kasus tuberkulosis
dilingkungan puskesmas Pulomerak
2. Ditemukan penyebab rendahnya angka penemuan kasus tuberkulosis
dilingkungan Pulomerak
3. Mendapatkan pembelajaran dan masukan dari laporan yang telah terselesaikan

Manfaat untuk Masyarakat


1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit tuberkulosis.
2. Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya penyakit tuberkulosis.
3. Meningkatkan kesadaran masyarakat agar mau berobat dan sembuh dari
penyakit tuberkulosis.
4. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berobat tanpa putus untuk
mengurangi kasus TB MDR

Manfaat untuk Dokter Internsip


1. Merupakan kesempatan untuk menambah pengalaman serta menerapkan ilmu
kedokteran terutama Ilmu Kesehatan Masyarakat.
2. Meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan bersosialisasi di masyarakat.
3. Meningkatkan kemampuan analisa dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah pada dunia kesehatan.
4. Meningkatkan keilmuan dan pengalaman mengenai penyakit tuberkulosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh bakteri
berbentuk batang bersifat aerob yang tahan asam (BTA), Mycobacterium tuberculosis.Bakteri
TB dapat menyerang berbagai organ di tubuh, terutama menyerang paru-paru.Namun dapat
juga menyerang tulang, persendian, kelenjar dan lainnya.2

2.2. Epidemiologi

Penyebaran kasus TB didunia tidak merata. 86% dari total kasus TB ditanggung oleh
negara yang sedang berkembang. 55% dari seluruh kasus TB berada di benua Asia, 31%
dibenua Afrika dan 14% sisanya tersebar di benua-benua lainnya. WHO telah menetapkan
22negara yang dianggap sebagai High-burden countries dengan jumlah penderita TB
terbanyak
dan Indonesia masuk kedalam 22 negara tersebut, sehingga perlu pemantauan lebih
untukmenanggulangkan dan menyelesaikan kasus TB tersebut.Walaupun jumlah kematian
TB turun 22% antara tahun 2010 dan 2015, TB tetapmerupakan salah satu dari 10 penyebab
kematian tertinggi di Indonesia. Berdasarkan laporanWHO dalam Global Report 2015,
indonesia berada pada peringkat ke 2 penderita TBterbanyak di dunia setelah India yang
menduduki peringkat pertama. Kemudian disusul olehChina, Nigeria dan Pakistan

2.3. Etiologi

Bakteri utama penyebab penyakit tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis.M.


tuberculosisberbentuk basil atau batang ramping lurus yang berukuran kira-kira 0,2-0,4 x 2-10
μm, dan termasuk gram positif. Mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
padapewarnaan.Oleh karena itu disebut pula Basil Tahan Asam (BTA).Kuman TBC cepat
matidengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang
gelapdan lembab.Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama beberapa
tahun.Pada medium kultur, koloni bakteri ini berbentuk kokus dan filamen. Identifikasi
terhadapbakteri ini dapat dilakukan melalui pewarnaan tahan asam metode ziehl-neelsen
maupuntanzil, yang mana tampak sebagai basil berwarna merah di bawah mikroskop.

2.4. Penularan
Sumber penularan adalah penderita TBC BTA positif, pada waktu batuk atau
bersin,penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).
Droplet inidapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung ada tidaknya sinar
UV,ventilasiyang buruk dan kelembaban. Seseorang dapat tertular bila droplet itu terhirup
kedalamsaluran pernapasan.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman
yangdikeluarkan dari parunya.Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,
makinmenular penderita tersebut.Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman),
makapenderita itu dianggap tidak menular.Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC
ditentukanoleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

2.5. Patofisiologi

 Tuberkulosis Primer
Bila droplet terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran nafas atau
jaringanparu. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5 mikrometer.
Selanjutnyakuman akan dihadapi oleh neutrofil, lalu oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini
akan matiatau dibersihkan keluar oleh makrofag bersama gerakan silia dengan
sekretnya.7Bila kuman menetap di jaringan paru, maka akan berkembang biak
dalamsitoplasma makrofag, bersarang di jaringan paru akan membentuk suatu
sarangpneumonik, yang disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (focus)
Ghon.Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru. Dari sarang
primerakan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis
lokal).Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di
hilus(limfadenitis regional).Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regionaldikenal
sebagai kompleks primer.
Kompleks primer ini akan mengalami salah satunasib sebagai berikut:
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik,
sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus
medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada
saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis.
Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya.
Kuman juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke
usus.
Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman
 Tuberkulosis Pasca-Primer
Dari tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberculosispost-
primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyainama yang
bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localizedtuberculosis, tuberkulosis
menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yangterutama menjadi
problemkesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan.Tuberkulosis post-primer
dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak disegmen apikal dari lobus superior
maupun lobus inferior. Nasib sarang pneumonik iniakan mengikuti salah satu jalan sebagai
berikut :
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat.
2. Sarang tadi mula-mula meluas, tetapi segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali,
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju
dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Kavitas akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas
awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kavitas
sklerotik).
2.6. Pemeriksaan pasien TB
Masa tunas (masa inkubasi) penyakit tuberkulosis paru adalah mulai dariterinfeksi
sampai pada lesi primer muncul, waktunya berkisar 4-12 minggu untuktuberkulosis
paru.1Gejala klinis pasien TB adalah batuk berdahak selama 2-3 mingguatau lebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan, yaitu dahak bercampur darah,batuk darah, sesak napas,
badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satubulan. Gejala-gejala tersebut di atas dapat
dijumpai pula pada penyakit paru lainseperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kangker
paru, dan lain-lain.Mengingatprevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap
orang yang datang keUPK dengan gejala tersebut di atas dianggap sebagai seorang tersangka
pasien TB,dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
Pemeriksaan mikroskopis dahak merupakan salah satu cara yang paling efisienuntuk
mengidentifikasi penderita TBC. Pada program TB nasional, penemuan BTAmelalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaanlain seperti foto
toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjangdiagnosis sepanjang
sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TBhanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks saja.Kriteria BTA positif apabiladitemukan 3 batang kuman BTA
pada satu sediaan.Penderita dengan sediaan positif sepuluh kali lebih infeksius dibandingkan
dengan penderita sediaan negatif. Tujuan pemeriksaan mikroskopis dahak adalahmenegakkan
diagnosis TBC, menentukan tingkat penularan, memantau kemajuan
pengobatan, menentukan terjadinya kegagalan pada akhir pengobatan.8
Pengumpulan dahak dilakukan tiga kali, yaitu sewaktu hari-1, pagi hari-2, dan
sewaktu hari-2 (SPS).6
○ Sewaktu hari-1 (S): dahak dikumpulkan pada saat penderita datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, penderita membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
○ Pagi hari-2 (P): penderita mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
○ Sewaktu hari-2 (S): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi
Selain pengumpulan dahak dapat juga dilakukan pemeriksaan biakan
untukidentifikasi M. Tuberculosis khususnya juga dapat untuk mengetahui apakah
pasienyang bersangkutan tidak resisten terdahap OAT yang digunakan.Selain pemeriksaan
diatas, terdapat juga mantoux test/ tuberculin test.
Pemeriksaan ini digunakan untuk membantu menegakan diagnosis tuberculosisterutama pada
anak-anak (balita). Uji tuberkulin menggunakan 0,1 cc tuberculinP.P.D intrakutan
berkekuatan 5 T.U. Tes tuberkulin hanya menyatakan apakahindividu sedang atau pernah
mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasiBCG, dan mycobakterium patogen
lainnya. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikan,akan timbul reaksi berupa indurasi
kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yaknireaksi persenyawaan antara antibodi selular
dan antigen tuberkulin.

2.7. Terapi
Pengobatan TB dilakukan dengan 2 tahap. Yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan
Tahap Awal (Intensif) 2RHZE
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasisecaralangsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.Bila pengobatan
tahapintensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidakmenular
dalam kurun waktu 2 minggu.Sebagian besar pasien TB BTA positifmenjadi BTA negatif
(konversi dalam 2 bulan).
Tahap Lanjutan 4H3R3
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalamjangka
waktu yang lebih lama.Tahap lanjutan penting untuk membunuh kumanpersisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.

2.8. Program Penanggulangan TB di Indonesia


Pada tahun 1995, program penanggulangan TB nasional mulai menerapkanstrategi
DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap.DOTS adalah strategipenyembuhan
TB Paru jangka pendek dengan pengawasan secara langsung.Sejaktahun 2000 strategi DOTS
dilaksanakan secara nasional di seluruh Unit PelayananPuskesmas terutama Puskesmas yang
diintegrasikan dalam pelayanan kesehatandasar.

Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) terdiri 5 kunci:


1. Komitmen politis
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana
kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.
4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil
pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.

Visi penanggulangan TB di Indonesia adalah masyarakat yang mandiri dalamhidup


sehat dimana tuberkulosis tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.Sedangkan
misinya adalah menjamin bahwa setiap pasien TB mempunyai aksesterhadap pelayanan yang
bermutu, untuk menurunkan angka kesakitan dan kematiankarena TB, menurunkan resiko
penularan TB dan mengurangi dampak sosial danekonomi akibat TB.Target program
penanggulangan TB adalah tercapainyapenemuan pasien baru TB BTA positif paling sedikit
90% dari perkiraan danmenyembuhkan 85% dari semua pasien tersebut serta
mempertahankanya.Target inidiharapkan dapat menurunkan tingkat prevalensi dan kematian
akibat TB hinggaseparuhnya pada tahun 2010 dibanding tahun 1990, dan mencapai tujuan
MillenniumDevelopment Goals (MDG’s) pada tahun 2015.

Secara lengkap ,indikator keberhasilan program TB dinilai dari 10 indikator:


1. Angka Penemuan Pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR)
2. Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate = SR).
3. Angka Penjaringan Suspek
4. Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara Suspek yang diperiksa dahaknya
5. Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara seluruh pasien TB paru
6. Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien
7. Angka Notifikasi Kasus(CNR)
8. Angka Konversi
9. Angka Kesembuhan
10. Angka Kesalahan Laboratorium

Case Detection Rate (CDR)


Adalah presentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati
dibandingkan dengan jumlah pasien dengan BTA positif yang diperkirakan pada daerah
tersebut. Target CDR dalam penanggulangan TBC adalah 90%
Angka Keberhasilan Pengobatan (SR)

Adalah angka yang menunjukkan persentase pasien baru BTA positif yang telah
diobati dan telah menyelesaikan pengobatan.

Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola


denganmenggunakan strategi DOTS. Penatalaksanaan penyakit TB merupakan bagian
darisurveilans penyakit, tidak sekedar memastikan pasien menelan obat sampaidinyatakan
sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yangdibutuhkan, petugas
yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan danrencana tindak lanjutnya
Adapun strategi penemuan pasien TB adalah sebagai berikut:
 Dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien
dilakukan di unit pelayanan kesehatan, didukung dengan penyuluhan secara aktif,
baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat.
 Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang BTA positif dan
pada keluarga anak yang menderita TB yang menunjukan gejala sama, harus diperiksa
dahaknya.
Pelaksanaan upaya pengendalian TB di Indonesia secara administrative berada
dibawah dua Direktorat Jenderal Kementerian Kesehatan, yaitu Bina Upaya Kesehatan,dan
P2PL (Subdit Tuberkulosis yang bernaung di bawah Ditjen P2PL).PembinaanPuskesmas
berada di bawah Ditjen Bina Upaya Kesehatan dan merupakan tulangpunggung layanan TB
dengan arahan dari subdit Tuberkulosis, sedangkan pembinaanrumah sakit berada di bawah
Ditjen Bina Upaya Kesehatan. Sasaran strategi nasionalpengendalian TB mengacu pada
rencana strategis kementerian kesehatan dari 2010sampai dengan tahun 2014 yaitu
menurunkan prevalensi TB dari 235 per 100.000penduduk menjadi 224 per 100.000
penduduk. Sasaran keluaran adalah: (1)meningkatkan persentase kasus baru TB paru (BTA
positif) yang ditemukan dari 73%menjadi 90%; (2) meningkatkan persentase keberhasilan
pengobatan kasus baru TBparu (BTA positif) mencapai 88%; (3) meningkatkan persentase
provinsi denganCDR di atas 70% mencapai 50%; (4) meningkatkan persentase provinsi
dengankeberhasilan pengobatan di atas 85% dari 80% menjadi 88%.
Untuk mencapai sasaran-sasaran di atas maka strategi-strategi yang akan
dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan perluasan pelayanan DOTS yang bermutu.
2) Menangani TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan masyarakat miskin serta rentan
lainnya
3) Melibatkan seluruh penyedia pelayanan kesehatan milik pemerintah, masyarakat
dan swasta mengikuti International Standards of TB Care
4) Memberdayakan masyarakat dan pasien TB
5) Memperkuat sistem kesehatan, termasuk pengembangan SDM dan manajemen
program pengendalian TB
6) Meningkatkan komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB
7) Meningkatkan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi strategik
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dilakukan melalui proses observasi, wawancara dan diskusi


dengan petugas sub-unit Pengendalian Penyakit TB dan Pengurus Paguyuban TB diUPTD
Puskesmas DTP Pulomerak dan berdasarkan data sekunder dari buku laporan tahunan UPTD
Puskesmas DTP Pulomerak tahun 2017.

3.2. Analisis Masalah

Berdasarkan hasil proses observasi wawancara, diskusi dan berdasarkan datasekunder


dari buku laporan tahunan UPTD Puskesmas DTP Pulomerak tahun2016-2017, maka
didapatkan beberapa penyebab masalah belum tercapainya target angka penemuan kasus
Tuberkulosis di wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Pulomerak adalah sebagai berikut.
1. Manusia
a. Pasien
1) Rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB dan
bahayanya. Hal ini bisa dilihat dari masih banyaknya pasien yang tidak mau
memeriksakan penyakitnya ke pusat kesehatan walaupun telah mengalami
beberapa gejala penyakit TB.
2) Berkembangnya mitos yang salah di tengah masyarakat bahwa TB adalah
penyakit yang sangat menular dan penderitanya harus dijauhi sehingga
menderita penyakit TB merupakan suatu aib.
3) Kurangnya kesadaran melakukan pemeriksaan dahak pada pasien-pasien
yang mengalami gejala penyakit TB, padahal sudah diiberikan rujukan untuk
pemeriksaan dahak.
4) Tingginya jumlah pasien yang sudah periksa dahaknya tapi enggan
kembali ke puskesmas untuk melaporkan hasil maupun berobat.
5) Kurangnya peran serta masyarakat secara umum untuk ikut membantu
mengendalikan kasus TB di kecamatan Pulomerak.
b. Tenaga Kesehatan
1) Belum meratanya jumlah kader TB di tiap RT di kecamatan Pulomerak.
2) Kurangnya jumlah tenaga kesehatan pemegang program pengendalian TB
di UPTD Puskesmas DTP Pulomerak.
3) Belum ada petugas khusus pemeriksa dahak yang terlatih di laboratorium
UPTD Puskesmas DTP Pulomerak.

2. Metode
1) Masih minimnya penyuluhan TB yang efektif dan efisien yang dapat
meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang penyakit TB dan
bahayanya.
2) Tidak terintegrasinya data TB antara praktek swasta / klinik dengan Puskesmas
dan rumah sakit.
3) Belum ada SOP tertulis untuk pengambilan dan pemeriksaan dahak di
laboratorium UPTD Puskesmas DTP Pulomerak.
4) Tingginya hasil negatif palsu akibat pengambilan spesimen dahak yang kurang
baik dan perlakuan pada spesimen sampai dilakukan pemeriksaan yang kurang
tepat.
5) Pemantauan tindak lanjut Pasien TB dengan BTA negatif belum maksimal.
6) Rendahnya upaya deteksi kasus TB anak disertai sulitnya melakukan
pemeriksaan TB pada anak.
7) Kurangnya pelatihan bagi pengurus paguyuban TB
3. Material
1) Kurangnya media promosi untuk mensosialisasikan program TB dan juga
bahayanya kepada masyarakat.
2) Tidak adanya biaya operasional bagi pengurus Paguyuban TB.

4. Lingkungan
1) Jarak tempuh yang cukup jauh antara puskesmas dan tempat tinggal pasien yang
kebanyakan tinggal di pegunungan dengan akses jalan yang sempit dan rusak
sehingga menyulitkan pasien untuk mendapatka pengobatan dan terjaring dalam
penemuan kasus TB baru
2) Masih tingginya lingkungan kumuh di lingkungan Kecamatan Pulomerak
.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
1. Peta lokasi Puskesmas DTP Pulo Merak

Posisi strategis Kota Cilegon yang terletak di ujung barat Pulau Jawa, merupakan
satusatunya jalan darat untuk menuju Jakarta dari Pulau Sumatra dan sebaliknya. Pelabuhan
penyeberangan Merak~Bakauni yang menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera, berada di
wilayah Kecamatan Pulomerak.
Sepanjang perjalanan menuju lokasi puskesmas adalah daerah perindustrian, yang
tentunya berciri khas urbanisasi dan perpindahan penduduk dari kota-kota kecil lainnya
menuju Cilegon untuk bekerja serta juga menanbah aktivitas dari penduduk sekitar
puskesmas.
Keadaan-keadaan tersebut menyebabkan mobilitas manusia dan kendaraan sangat tinggi,
sehingga meningkatkan resiko kecelakaan maupun penyakit menular disekitar lokasi
puskesmas. Terutama pada saat hari libur nasional dimana banyak masyarakat yang akan
mudik kedaerah masing-masing. Masyarakat juga banyak yang bertempat tingga didaerah
pegunungan dimana sulit dijangkau menggunakan kendaraan. Hal ini menyebabkan
banyaknya masyarakat yang sulit mengakses fasilitas kesehatan ke Puskesmas karena
keterbatasan baik biaya maupun kendaraan. Oleh karena itu, pihak puskesmas menyediakan
sarana puskesmas keliling, dimana dokter dan perawat pergi menuju daerah yang sulit
terjangkau untuk melakukan penjaringan berbagai macam penyakit.
Jarak antara puskesmas dan rumah sakit daerah terdekat di kota Cilegon juga terbilang
cukup jauh dimana membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit menggunakan mobil dan 1
jam jika menggunakan kendaraan umum seperti bus ataupun mikrolet. Sehingga diperlukan
tempat perawatan di puskesmas pulomerak.

2. Wilayah kerja

Luas wilayah kecamatan pulomerak adalah 19.86 km2 atau 11,32% dari total wilayah kota
Cilegon.
Batas Wilayah (peta terlampir)
Sebelah Utara : Kec. Puloampel Kab. Serang
Sebelah Timur : Kec. Bojonegara Kab Serang
Sebelah Selatan : Kec. Grogol Kota Cilegon
Sebelah Barat : Selat Sunda (Propinsi Lampung)
Jumlah Kelurahan
Kecamatan Pulomerak terdiri dari 4 kelurahan 27 RW 124 RT, yaitu:
Kelurahan Suralaya : terdiri dari 5 RW dan 21 RT (5.75 km2)
Kelurahan Lebakgede : terdiri dari 9 RW dan 43 RT
Kelurahan Tamansari : terdiri dari 6 RW dan 35 RT (3.36 km2)
Kelurahan Mekarsari : terdiri dari 7 RW dan 30 RT
Kecamatan Pulomerak memiliki 8 wilayah gunung, yaitu :
1. Gunung Cisuru Suralaya
2. Gunung Cipala Lebakgede
3. Gunung Batupayung Lebakgede
4. Gunung Ciporong Mekarsari
5. Gunung Tembulun Mekarsari
6. Gunung Sumurpring Mekarsari
7. Gunung Batur I Mekarsari
8. Gunung Batur II Mekarsari
3. Data demografik

Jumlah Penduduk pada tahun 2015 menurut BPS kota cilegon : 44.960 jiwa
Jumlah Penduduk miskin yang menerima jamkesda : 3411 jiwa

3. Struktur Organisasi Pengendalian Penyakit Tuberkulosis Puskesmas DTP Pulomerak

Kepala Puskesmas DTP Pulomerak : dr.H. Faisal, MARS.


Dokter Koordinator Pengendalian Penyakit TB : dr. M. Arief Gunawan
Pengelola Program Pengendalian Penyakit TB : Hj. Hindun Widiastuti,
S.ST.Keb
Ketua Paguyuban TB : Suproni
Wakil Ketua Paguyuban TB : Eneng
Sekertaris : Melati
Koordinator Pencari Suspek Kel. Tamansari : Eneng Rohanah
Koordinator Pencari Suspek Kel. Mekarsari : Erik
Koordinator Pencari Suspek Kel. Lebak Gede : Sri
Koordinator Pencari Suspek Kel. Suralaya : Sri
4. Sarana Prasarana kesehatan

A. Sarana Bangunan

Puskesmas Induk Terletak di Lingkungan Sukamaju Kelurahan Mekarsari denganluas


areal + 2.000 m2 dengan luas bangunan Puskesmas 450 m2. Untuk PuskesmasRawat Jalan,
dan 250 M2, untuk Puskesmas Perawatan, Luas area tersebut sudahcukup memadai dengan
adanya pelayanan Kesehatan Tingkat Puskesmas. ArealUPTD Puskesmas DTP Pulomerak
terletak pada jalan Protokol yangmenguhubungkan arus lalu lintas Jawa – Sumatera, oleh
karena itu di tingkat menjadi Puskesmas Perawatan.
Puskesmas Pembantu Lebakgede Terletak di Lingkungan Wilulang KelurahanLebakgede
dengan luas areal 150 m2 dengan luas bangunan 48 m2.Areal PustuLebakgede berada di area
kuburan dan jauh dari perkampungan penduduk (lokasitidak strategis) sehingga jumlah
kunjungan pasien sangat kurang.Puskesmas Pembantu Suralaya Terletak di Lingkungan
Pringori KelurahanSuralaya dengan luas areal, Keberadaan Pustu ini sangat tepat mengingat
letakKelurahan Suralaya paling jauh ke Puskesmas induk. Lokasi Pustu ini strategis,berada di
tengah masyarakat dan dekat dengan lokasi SMPN X dan SMAN IV.Pos Kesehatan Desa
Terletak di Lingkungan Sabrang Kelurahan Lebak Gededengan luas areal 100 M³,luas
bangunan 55 M³ keberadaan PosKesDes ini sebagaisyarat pembentukan desa siaga di
Kelurahan Lebak Gede.
B. Sarana Transportasi

Kendaraan roda empat : 1 unit Pusling, 2 unit ambulance


Kendaraan roda dua : 8 unit motor dinas
C. Sarana Penunjang Pelayanan Kesehatan
Komputer : 5 Unit ( APBD II )
Alat-alat Kesehatan : 1 Unit Nebulizer, 1 Unit Dopler, dll
1. . Tenaga Kerja
Cakupan Program Pengendalian TB
7. Penyebab tidak tercapainya angka penemuan kasus TB
BAB V
PEMBAHASAN
Pengembangan program pengendalian penyakit TB dengan strategi DOTS (Directly
Observed Treatment Short-course) sampai tahun 2008 telah dilaksanakan diseluruh
Kabupaten/Kota, pelaksanaan program penyakit TB sampai tahun 2008 telah dapat
menurunkan insiden kasus menular dari 130/100.000 penduduk menjadi 104/100.000
penduduk.
Sistem pencatatan, pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen
untuk menilai keberhasilan pelaksanaan dalam program DOTS. Sedangkan untuk menilai
keberhasilan program penanggulangan TB tersebut digunakan beberapa indikator, 2 indikator
terpenting adalah angka penemuan pasien baru TB BTA positif (CDR) dan angka
keberhasilan pengobatan (CR). Target program penanggulangan TB di Indonesia sendiri
adalah tercapainya penemuan pasien baru TB BTA positif paling sedikit 90% dari perkiraan
dan menyembuhkan 85% dari semua pasien tersebut serta mempertahankanya. Selain itu
angka default tidak boleh lebih dari 10% dari keseluruhan penderita.
Berdasarkan laporan Tuberkulosis (TB) di UPTD Puskesmas DTP Pulomerak, angka
penemuan kasus TB dari bulan Januari sampai bulan Desember 2016 masih di bawah target
nasional, yaitu sebesar 89,28%. Sedangkan untuk angka keberhasilan pengobatan sudah
melebihi target nasional, yaitu sebesar 95,45%. Menurut Leavell (1953), terdapat lima
tahapan dalam pencegahan penyakit menular, yaitu promosi kesehatan, proteksi khusus,
diagnosis dini dan pengobatan yang cepat, pembatasan disabilitas, dan rehabilitasi. Berkaitan
dengan upaya penurunan angka kasus baru TB di Indonesia, maka tahapan ke-3, yakni
diagnosis dini sangat penting guna memutuskan rantai penularan dari penderita ke orang yang
sehat.
Diagnosis dini erat kaitannya dengan strategi penemuan pasien TB yang dilakukan
setiap UPK. Dengan demikian akan berpengaruh juga terhadap angka CNR. Berdasarkan
hasil observasi dan wawancara dengan koordinator program P2TB di UPTD Puskesmas DTP
Pulomerak, strategi penemuan kasus baru TB telah dilakukan melalui berbagai hal,
diantaranya adalah : penyuluhan TB ke masyarakat, pemeriksaan dahak SPS untuk pasien
terduga TB yang berobat di poli puskesmas pulomerak, pengambilan sampel dahak di
sepuluh rumah yang terdekat dengan penderita TB BTA positif, pembentukan paguyuban
kader TB berjumlah 9 orang di kecamatan Pulomerak.
Menurut Lawrence Green, ada tiga faktor yang memberi kontribusi seseorang
melakukan tindakan atau perilaku yaitu faktor predisposisi, misalnya pengetahuan setiap
individu, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Faktor pendukung
mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat
misalnya jarak puskesmas, ketersediaan sumber daya, keterjangkauan sumber daya,
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan lain seperti rumah sakit, poliklinik swasta, dan
lain-lain. Faktor penguat meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama,
sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga dukungan dari
keluarga. Dari tiga faktor tersebut, masih banyak keterbatasan yang ada di wilayah kerja
UPTD Puskesmas DTP Pulomerak yang menyebabkan tidak tercapainya angka penemuan
kasus TB (CDR) pada tahun 2016.
Penulis mencoba menjabarkan masalah dan alternatif solusi yang bisa
dilakukan untuk meningkatkan angka penemuan kasus TB (CDR) di tahun berikutnya

1. Penyebab tidak tercapainya penemuan kasus TB dan solusi untuk meningkatkan


pencapaian di wilayah kerja puskesmas Pulomerak

No Masalah Solusi
1 Kurangnya kesadaran dan pengetahuan Memperbanyak penyuluhan tentang
masyarakat akan penyakit TB dan penyakit TB pada setiap kegiatan luar
minimnya penyuluhan tentang penyakit ini puskesmas. Dan memperbanyak Poster
tentang TB
2 Tidak adanya SOP pemeriksaan dahak Membuat SOP pemeriksaan BTA dan
/BTA mengikutsertakan petugas lab dalam
kegiatan pelatihan pemeriksaan BTA
3 Follow up pasien belum maksimal Memberdayakan anggota paguyuban TB,
kader, dan PMO dalam follow up pasien
TB
4 Tidak terintegrasinya pengobatan TB di Melakukan sosialisasi terhadap fasilitas
fasilitas kesehatan kesehatan swasta dalam penanganan kasus
TB secara komprehensif
5 Sulitnya mendiagnosis TB pada anak Menyediakan Tes Mantoux dan membuat
SOP TB pada anak
6 Kebersihan lingkungan yang kurang dan Melakukan koordinasi lintas sektoral
tingginya jumlah pemukiman kumuh dalam menganggulangi masalah
akibat tingkat ekonomi yang rendah lingkungan kumuh dan kebersihan
lingkungan
7 Jauhnya jarak pemukiman penduduk dan Memperbanyak PUSLING dan jemput
Puskesmas dahak
8 Kesejahteraan kader/pengurus paguyuban Memberikan insentif transport bagi
TB yang minim pengurus paguyuban dan kader
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Untuk menilai keberhasilan pengobatan TB digunakan indikator CDR untuk
penemuan pasien baru dan CR untuk keberhasilan pengobatan
Berdasarkan laporan TB di UPTD Puskesmas DTP Pulomerak, angka penemuan
kasus TB & angka keberhasilan pengobatan dari bulan Januari sampai bulan
Desember 2016 masih di bawah target nasional (90%), yaitu sebesar 89.28% dan
84%
Untuk meningkatkan pencapaian angka penemuan kasus TB harus dilakukan
kerjasama multisektoral, mulai dari tingkat internal di UPTD Puskesmas DTP
Pulomerak, kader kesehatan, masyarakat, klinik/dokter praktek swasta, rumah
sakit sekitar, sampai pejabat di wilayah setempat.
2. Saran
Penulis berharap melalui hasil penelitian ini, dapat memberikan alternatif solusi
kepada puskesmas untuk membenahi program-program TB paru agar angka
penemuan dan kesembuhan kasus TB dapat meningkat dn menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO Global Tuberculosis Report 2016. Available at:


http://www.who.int/tb/publications/global_report/en/
2. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia, Jakarta 2002.
3. Daniel TM. Tuberculosis. In: Isselbacher, et al (Eds). Horrison’s Principles of
internal Medicine. Vol 1.13rd ed. 2004. 710-717
4. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid 3. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2009.
5. Manaf A, Pranoto A, dkk. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi
2. Cetakan pertama. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta 2007.
6. Amrullah A. 2011. Faktor-Faktor Resiko Tuberkulosis (TB Paru - TBC).Available :
http://blogkesmas.blogspot.com/2011/05/faktor-faktor-resiko-tuberkulosis-tb.html
7. Nawas MA. Pemeriksaan sputum BTA pada diagnostik tuberculosis paru. J Respir
Indo 2003;23:16
8. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta 2014.
9. Rencana Strategis Kementrian kesehatan 2015-2019.
10. The End TB Strategy: Global Strategy and Targets for Tuberculosis Prevention,
Care, and Control After 2015. WHO. 2015.

Das könnte Ihnen auch gefallen