Sie sind auf Seite 1von 15

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA …

DENGAN GANGGUAN SISTEM TERMOREGULASI (DEMAM TIFOID)


DI RUANGAN

OLEH:
SITI NAZRAH

CI LAHAN CI INSTITUSI

(.............................) (.............................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023
DEMAM TIFOID

A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang terjadi di usus halus
akibat bakteri Salmonella Typhi akibat keracunan makanan dengan gejala
demam selama kurang lebih satu minggu bahkan lebih disertai dengan
gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
Demam tifoid yaitu infeksi akut yang terjadi di bagian saluran pencernaan
tepatnya usus halus yang disebabkan oleh bakteri salmnolella Paratyphi A,
B dan C yang dapat ditularkan melalui feses atau urine penderita (Saputri,
2018).
Demam thypoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih
dari satu minggu, yang paling banyak diderita oleh anak-anak. Demam
thypoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan
dengan atau tanpa gangguan kesadaran.. Penyakit demam tifoid adalah
salah satu penyakit yang terjadi hampir diseluruh dunia, namun lebih
banyak ditemukan dinegara-negara berkembang pada daerah tropis,
termasuk Indonesia. Penyakit ini erat kaitannya dengan higiene personal
dan sanitasi lingkungan, seperti kepadatan penduduk, urbanisasi, sumber
air bersih, standar kehidupan, higiene makanan dan minuman, lingkungan
yang kumuh, kebersihan tempat- 7 tempat umum yang kurang serta
perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat (Izazi,
2018).
2. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi. Ciriciri
dari bakteri Salmonella Typhi yaitu bakteri gram negative yang tidak
mempunyai kapsul dan spora, dapat musnah pada suhu kepanasan 57 ºC.
Salmonella Typhi memiliki tiga komponen antigen untuk pemeriksaan
laboratorium, seperti antigen O atau somatik, antigen H atau flagela, dan
antigen K atau selaput. Demam tifoid dapat disebabkan karena Salmonella
Paratyphi A, B dan C yang dapat ditularkan melalui feses dan urine.
Pemeriksaan laboratorium juga dapat dilakukan dengan mengambil sampel
urine dan feses penderita demam tifoid. Penyebab tersering yang merupakan
faktor pencetus terjadinya demam tifoid yaitu faktor kebersihan karena
bakteri Salmonella Typhi dapat ditularkan melalui 5 F, diantaranya Food,
Fingers, Fomitus, Feses, dan Fly Salmonella Typhi dapat bersarang pada
muntahan dan feses penderita yang nantinya akan di bawa oleh lalat
sehingga lalat akan menghinggapi makanan yang dimakan oleh orang sehat,
sehingga terjadilah proses penularan (Izazi, 2018).
3. Patofisiologi
Demam tifoid dapat ditularkan melalui poin 5F yaitu Food, Fingers,
Fomitus, Feses, dan Fly. Bakteri Salmonella Typhi tentu dapat ditularkan
melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi oleh lalat. Selain
itu apabila seseorang tidak memperhatikan kebersihan jari-jari tangannya,
tentu bakteri tersebut dapat masuk ke dalam tubuh menuju ke saluran
pencernaan dan juga bakteri akan masuk ke lambung yang nantinya pasti
sebagian akan 8 dimusnahkan. Demikian Sebagian yang lainnya masuk ke
dalam usus halus, sehingga terjadinya suatu perkembangbiakan bakteri.
Kemudian bakteri yang masuk ke dalam usus halus akan menyebabkan
peradangan, sehingga bakteri akan masuk ke dalam pembuluh limfa dan
peredaran darah (bakterimia primer). Selain itu bakteri akan masuk ke
dalam retikulo endothelial (RES) terutama di hati dan limfa. Sehingga
dapat menyebabkan inflamasi dan tentu terjadilah hepatomegaly dan
pembesaran limfa. Saat limfa menjadi besar, terjadilah splenomegaly yang
menyebabkan penurunan mobilitas dan peristaltik pada usus, lalu sehingga
menyebabkan diare atau konstipasi. Peningkatan asam lambung juga dapat
menyebabkan pasien mengalami keluan seperti mual dan muntah. Selain
itu, saat bakteri masuk kedalam RES, selanjutnya bakteri akan masuk ke
peredaran darah (bacteremia sekunder) yang kemudian akan menyebabkan
terjadinya suatu kerusakan pada sel. Hal ini akan merangsang sel akan
melepaskan zat epirogen oleh leukosit, dimana tentu dapat mempengaruhi
pusat termogulator di hipotalamus dan menyebabkan kalien mengalami
demam (Mustofa et al., 2016) .
4. Pathway

Nisak Laila, 2019.


5. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala anak dapat diketahui terserang demam tifoid
berkisar antara ringan sampai dengan berat. Hal ini tergantung pada
beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya usia, kesehatan, riwayat
vaksinasi, dan juga letak geografis. Demam tifoid dapat terjadi secara
bertahap selama beberapa minggu atau secara tiba-tiba. Tanda dan gejala
yang terjadi biasanya seperti menderita demam, merasa sakit, lemas, mudah
lelah, diare, kehilangan nafsu makan, sakit tenggorokan dan juga sakit
kepala (Mustofa et al., 2016).
6. Komplikasi
Komplikasi intestinal : perdarahan usus halus, perporasi usus dan
ilius paralitik.
Komplikasi extra intestinal :
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia dan syndrome
uremia hemolitik
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, dan kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal glomerulus nefritis, pyelonephritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meninggiusmus, meningitis,
polyneuritis perifer, sindroma guillain bare dan sindroma katatonia
(Lestari, 2016).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar
leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai
infeksi sekunder.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal
setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan juga SGPT ini tidak
memerlukan penanganan khusus.
c. Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap
bakteri salmonella typhi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan 10
adanya aglutinin dalam serum penderita demam Tifoid. Akibat adanya
infeksi oleh salmonella typhi maka penderita membuat antibody
(agglutinin).
d. Kultur
1) Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama.
2) Kultur urine : bisa positif pada akhir minggu kedua.
3) Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
e. Anti salmonella typhi ig M
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi
akut salmonella typhi, karena antibody ig M muncul pada hari ke3 dan
4 terjadinya demam (Nurarif & Kusuma, 2015).
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis yang dapat diberikan untuk penderita
demam tifoid dapat dilakukan dengan dua cara yaitu non-farmakologi dan
farmakologi. Pada tahap non-farmakologi penderita demam tifoid
dianjurkan untuk beristirahat total selama kurang lebih 1 minggu hingga
kondisi membaik. Pada anak, mobilisasi dilakukan secara bertahap untuk
mencegah terjadinya keparahan kondisi atau komplikasi. Diberikan
kompres air hangat untuk menurunkan suhu tubuh menjadi normal. Selain
itu secara farmakologi pemberian terapi yang dapat diberikan untuk
penderita demam tifoid adalah Kloramfenikol (intravena) 3x50 mg selama
14 hari. Bila terjadi kontraindikasi kloramfenikol, diberikan ampisilin
(intravena) 3x200 mg selama 21 hari. Paracetamol (intavena) 3x100 mg
selama 21 hari. Kontrimoksasol (oral) 3x8 mg selama 14 hari. Pada kasus
berat, diberikan ceftriaxone (intavena) 2x50 mg selama 7 hari (Saputri,
2018)
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut (Moelya, 2019) Pengkajian pada anak demam typhoid
meliputi :
a. Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama,umur (demam typhoid biasanya sering
ditemukan pada anak berumur di atas satu tahun), jenis kelamin,
alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal
masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosa medik.
b. Keluhan utama
Berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, kurang
bersemangat, dan nafsu makan kurang (terutama selama masa
inkubasi). Kasus demam yang khas berlangsung tiga minggu,
bersifat febris remiten, dan tidak tinggi sekali. Selama minggu
pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam
hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan
demam. Pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal
kembali pada akhir minggu ketiga. Umumnya kesadaran pasien
menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai
somnolen. Jarang terjadi sopor, koma, atau gelisah (kecuali
penyakitnya berat dan terlambat mendapat pengobatan). Disamping
gejala-gejala tersebut, mungkin terdapat gejala lainnya. Pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseola, yaitu
bintikbintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang
dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-kadang
ditemukan pula bradikardia dan epistaksis pada anak besar.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Meliputi pada pasien anak diantaranya riwayat kelahiran masa lalu
seperti prenatal, intranatal, dan postnatal.
d. Riwayat penyakit terdahulu
Meliputi penyakit terdahulu yang pernah di alami.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Seperti penyakit degenerative atau penyakit keturunan dalam
keluarga.
f. Riwayat imunisasi
g. Pemeriksaan fisik.
Pada pemeriksaan fisik yang harus di kaji adalah terdapat badan
terasa hangat, kulit kemerahan, takikardi, Nampak dehidrasi,
anemis, nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah
(ragaden) Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung
dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor, pada bagian
abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus),
bisa terjadi konstipasi dapat juga diare atau normal dan pada hati dan
limpa membesar disertai nyeri pada perabaan.
h. Terapi saat ini
Terapi atau pengobatan yand dijalani oleh anak dengan diagnosa medis
demam Thypoid.
2. Diagnosa Keperawatan
Dikutip dari ( tim pokja S. D. PPNI, 2016), Diagnosa keperawatan
yang muncul pada anak dengan demam thypoid adalah :
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi)
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
c. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk
membantu klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ketingkat yang
diinginkan dalam hasil yang diharapkan. Dikutip (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018), intervensi keperawatan hipertermia adalah :
Tabel Perencanaan keperawatan hipertermia (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018).
Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi
Hipertermia (D. 0130) Setelah dilakukan Manajemen
Gejala dan tanda mayor : tindakan keparawatan Hipertermia
1. Suhu tubuh di atas selama 3x24 jam maka Tindakan :
normal Gejala dan termoregulasi membaik Observasi
Tanda minor : dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi
1. Kulit merah 1. Menggigil dari penyebab
2. Kejang meningkat menjadi hipertermia
3. Takikardi menurun. 2. Monitor suhu tubuh
4. Takipnea 2. Kulit merah dari 3. Monitor komplikasi
5. Kulit terasa hangat meningkat menjadi akbiat hipertermia
menurun Terapeutik
3. Kejang dari 1. Sediakan
meningkat menjadi lingkungan yang
menurun dingin
4. Akrosianosis dari 2. Longgarkan atau
meningkat menjadi lepaskan pakaian
menurun 3. Basahi dan kipas
5. Konsumsi oksigen permukaan tubuh
dari meningkat 4. Lakukan
menjadi menurun pendinginan
6. Piloereksi dari eksternal (kompres
meningkat menjadi hangat)
menurun Edukasi
7. Vaskonstriksi perifer 1. Anjurkan tirah
dari meningkat baring Kolaborasi
menjadi menurun Kolaborasi
8. Kutis memorata dari 1. Pemberian cairan
meningkat menjadi dan antibioltik
menurun intravena, jika perlu
9. Pucat dari meningkat
menjadi menurun
10. Takikardi dari
meningkat menjadi
menurun
11. Takipnea dari
meningkat menjadi
menurun
12. Bradikardi dari
meningkat menjadi
menurun
13. Dasar kuku sianolik
dari meningkat
menjadi menurun
14. Hipoksia dari
meningkat menjadi
menurun
15. Suhu tubuh dari
memburuk
Defisit nutrisi Setelah dilakukan Intervensi Utama
berhubungan dengan perawatan 3x24 jam di Menejemen Nutrisi
intake yang tidak adekuat harapkan status nutrisi Observasi :
Definisi membaik Luaran Utama 1. Identifikasi status
Defisit nutrisi adalah Status Nutrisi dengan nutrisi
asupan nutrisi tidak kriteria hasil: 2. Identifiksi alergi dan
cukup untuk memenuhi 1. Frekuensi makan intoleransi makanan
kebutuhan metabolisme. dari yang cukup
Penyebab
1. Ketidakmampuan memburuk menjadi 3. Identifikasi
menelan makanan sedang kebutuhan kalori dn
2. Ketidakmampuan 2. Nafsu akan dari yang jenis nutrein
mencerna makanan memburuk menjadi 4. Monitor asupan
3. Ketidakmampuan sedang makanan
mengabsorbsi nutrient 3. Berat badan dari 5. Monitor berat badan
4. Peningkatan yang memburuk 6. Monitor hasil
kebutuhan menjadi sedang pemeriksaan
metabolisme Luaran Tambahan Nafsu laboratorium
5. Faktor ekonomi (mis, Makan membaik, Terapeautik :
finansial tidak dengan kriteria hasil : 1. Lakukan oral hygine
mencukupi 1. Keinginan makan sebelum makan, jika
6. Faktor psikologis dari yang memburuk perlu
(mis, keengganan menjadi cukup 2. Sajikan makanan
untuk makan) membaik secara menarik dan
Gejala dan Tanda Mayor 2. Asupan makanan suhu yang sesuai
Subjektif (tidak tersedia) dari yang cukup 3. Berikanan makanan
Objektif buruk menjadi cukup tinggi kalori dan
1. Berat badan menurun membaik tinggi protein
minimal 10% di 3. Asupan cairan dari Edukasi :
bawah rentang ideal yang cukup 1. Anjurkan posisi
Gejala dan Tanda Minor memburuk menjadi duduk, jika mampu
Subjektif cukup membaik 2. Ajarkan diet yang
1. Cepat kenyang setelah 4. Asupan nutrisi dari diprogramkan
makan yang mmburuk Kolaborasi
2. Kram/nyeri abdomen menjadi membaik 1. Kolaborasi dengan
3. Nafsu makan menurun ahli gizi untuk
Objektif menentukan jumlah
1. Bising usus hiperaktif kalori dan jenis
2. Otot pengunyah lemah nutrien yang
3. Otot menelan lemah
4. Membran mukosa dibutuhkan, jika
pucat perlu
5. Sariawan Intervensi tambahan :
6. Serum albumin turun Pemantauan Nutrisi
7. Diare Observasi :
1. Identifikasi factor
yang memperngaruhi
asupan gizi
2. Identifikasi
perubahan berat
badan
3. Monitor mual dan
muntah
4. Monitor asupan oral
5. Monitor hasil
laboratorium
Terapeutik :
1. Timbang berat badan
2. Hitung perubahan
berat badan
3. Dokumentasi
Pemantauan Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pantauan, jika perlu
Resiko Setelah dilakukan Intervensi Utama
ketidakseimbangan asuhan keperawatan Manejemen cairan
cairan selama 3x24 jam dengan Observasi :
Definisi tujuan tidak terjadi risiko 1. Monitor status
hidrasi (mis,
Berisiko mengalami ketidakseimbangan frekuensi nadi,
penurunan, peningkatan elektrolit kekuatan nadi, akral,
atau percepatan Luaran Utama turgor kulit, tekanan
perpindahan cairan dari Keseimbangan Cairan darah
intraveskuler, interstisial Dengan kriteria hasil 2. Monitor berat badan
atau intraselular. sebagai berikut : harian
Faktor Risiko 1. Mempertahankan 3. Monitor berat badan
1. Prosedur output (frekuensi dan sebelum dan
pembedahan mayor konsistensi BAB sesudah dialysis
2. Trauma/pembedahan kembali normal) 4. Monitor hasil
3. Luka bakar 2. Tekanan darah, nadi, pemeriksaan
4. Aferesis suhu, bising usus laboratorium
5. Obstruksi intestinal dalam batas normal Terapeutik :
6. Peradangan pancreas 3. Tidak ada 1. Catat intake-output
7. Penyakit ginjal dan tandatanda dehidrasi dan hitung balans
kelenjar (Elastisitas turgor cairan 24 jam
8. Disfungsi intestinal kulit baik, membran 2. Berikan asupan
mukosa lembab, cairan, sesuai
tidak ada rasa haus kebutuhan
yang berlebihan) Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan
pemberian diuretic,
jika perlu Intervensi
tambahan :
Manejemen
Hipovolemia
Observasi :
1. periksa tanda dan
gejala hypovolemia
(mis. Frekuensi nadi
meningkat, nadi
teraba lemah,
tekanan darah
menurun, tekanan
nadi menyempit,
turgor kulit
menurun)
2. Monitor intake dan
output cairan
Terapeutik :
1. Hitung kebutuhan
cairan
2. Berikan asupan
cairan oral
Edukasi :
1. Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral
2. Anjurkan
menghindari
perubahan posisi
mendadak
DAFTAR PUSTAKA

Izazi, A. (2018). Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Utama Demam Thypoid.


Journal : Vol 11 No 2 Poltekkes Kemenkes Semarang, Prodi DIII
Keperawatan Magelang, 11(2), 115–121.

Lestari Titik. (2016). Asuhan Keperawatan Anak. Yogjakarta: Nuha Medika.

Moelya. (2019). Heteroanamnesis dan pemeriksaan fisik anak. 1–150.

Mustofa, F. L., Rafie, R., & Salsabilla, G. (2016). Karakteristik Pasien Demam
Tifoid pada Anak dan Remaja. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada,
12(2), 625– 633.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction

PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2019). Buku Standar Luaran Keperawatan Indonesia,
49 jakarta

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Buku Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia, jakarta

Saputri, O. (2018). Health Pasar Minggu , Jakarta Selatan periode. 4(1), 51–62.

Das könnte Ihnen auch gefallen