Sie sind auf Seite 1von 6

` NAMA : OTOMOSI MENDROFA

NIM : 041538576
PRODI : ILMU ADMINISTRASI NEGARA
TUGAS :I
MATA KULIAH : TUGAS AKHIR PROGRAM

1. Reformasi birokrasi telah berlangsung lama di Indonesia dan dilakukannya reformasi birokrasi
salah satunya adalah sebagai upaya pengentasan patologi birokrasi. Namun, apakah menurut
Anda patologi birokrasi ini benar-benar telah terselesaikan? berikan penjelasan anda secara
detail dengan analisis terhadap kasus yang anda ketahui!

Jawaban :
Reformasi birokrasi dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk mencapai good governance
dan merupakan suatu cara dalam mencapai sebuah tujuan Negara. Birokrasi adalah faktor
penentu dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, oleh sebab itu cita-cita reformasi
birokrasi adalah terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang professional, memiliki
kepastian hukum, transparan, partisipatif, akuntable dan memiliki kredibilitas serta
berkembangnya budaya dan perilaku birokrasi yang didasari oleh etika, pelayanan dan
pertanggungjawaban public serta integritas pengabdian dalam mengemban misi perjuangan
bangsa mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara.
Reformasi birokrasi juga merupakan sebuah langkah strategis dalam membangun sumber daya
aparatur Negara yang professional, memiliki daya guna dan hasil guna yang professional dalam
rangka menunjang jalannnya pemerintah dan pembangunan nasional. Pelaksanaan reformasi
birokrasi telah mendapatkan landasan yang kuat melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor
81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Selanjutnya, dalam
implementasinya telah ditetapkan landasan operasional dalam bentuk Peraturan Menteri PAN
dan RB Nomor 20 tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Kemajuan
yang cukup berarti, dalam tahun 2010, sebanyak 9 kementerian/lembaga telah melaksanakan
reformasi birokrasi instansi (RBI). Dengan demikian, sudah terdapat 13 K/L yang melaksanakan
RBI. Dalam rangka meningkatkan koordinasi, menajamkan dan mengawal pelaksanaan
reformasi birokrasi, telah ditempuh langkah-langkah kebijakan, antara lain; penerbitan Keppres
14 Tahun 2010 tentang Pembentukan Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional dan Tim
Reformasi Birokrasi Nasional, yang disempurnakan menjadi Keppres Nomor 23 Tahun 2010;
Keputusan Menpan dan RB Nomor 355 Tahun 2010 tentang Pembentukan Tim Independen, dan
Keputusan Menpan dan RB Nomor 356 Tahun 2010 tentang Pembentukan Tim Penjamin
Kualitas (Quality Assurance). Pada tahun 2011, diharapkan K/L yang telah melaksanakan RBI
semakin bertambah sejalan dengan komitmen pemerintah untuk menuntaskan RBI pada seluruh
K/L. Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis RBI diharapkan dapat diselesaikan dan
diimplementasikan.
Kualitas pelaksanaan reformasi birokrasi khususnya dampaknya pada peningkatan kinerja dan
pelayanan publik terus diawasi melalui Tim Quality Assurance. Pada akhirnya keberhasilan
pelaksanaan reformasi birokrasi akan sangat mendukung dalam penciptaan good dovernance
karena reformasi birokrasi merupakan inti dari upaya penciptaan good governance, sehingga
akan dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan investasi di
Indonesia yang berujung pada peningkatan pertumbuhan perekonomian Indonesia yang
membawa implikasi terhadap kesejahteraan rakyat.
Patologi birokrasi adalah merupakan penyakit dalam birokrasi negara yang muncul akibat
perilaku para birokrat dan kondisi yang membuka kesempatan untuk itu, baik yang menyangkut
politis, ekonomis, sosial kultural dan teknologikal.
Jenis-jenis patologi birokrasi menurut Sondang Siagian (1994) antara lain:
a. Penyalahgunaan wewenang
b. Persepsi yang didasarkan pada prasangka
c. Pengaburan masalah 
d. Menerima sogokan
e. Pertentangan antar kepentingan
f. Status quo
g. Empire building
h. Complacency
i. Nepotisme 
j. Paranoia (menilai diri sendiri secara berlebihan)
k. Sikap opresif
l. Patronase
m. Astigmatisme (ketidakmampuan melihat masalah dalam organisasi)
n. Xenophobia
o. Ritualisme
p. Counter productive
q. Mediocrity (kemampuan rendah dalam penyelesaian pekerjaan)
r. Stagnasi 
s. Sabotase
t. Diskriminasi
u. Red tape (berbelit-belit)
v. Sycophancy, tampering  (mengotak-atik barang bukti)
w. Tokenisme (tidak sepenuh hati), vested interest.

Patologi atau penyakit-penyakit birokrasi dapat dikategorikan ke dalam lima macam, yaitu:
a. Patologi yang timbul karena persepsi dan gaya manajerial para pejabat dilingkungan
birokrasi (birokrat). Diantara patologi jenis ini antara lain, penyalahgunaan wewenang dan
jabatan, menerima suap, arogansi dan intimidasi, kredibilitas rendah, dan nepotisme.
b. Patologi yang timbul karena kurangnya atau rendahnya pengetahuan keterampilan para
petugas pelaksana berbagai kegiatan operasional. Diantara patologi jenis ini antara lain,
ketidaktelitian dan ketidakcakapan, ketidakmampuan menjabarkan kebijakan pimpinan,
rasa puas diri, bertindak tanpa pikir, kemampuan rendah, tidak produktif, dan
kebingungan.
c. Patologi yang timbul karena karena tindakan para anggota birokrasi melanggar norma
hukum dan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Diantara patologi jenis ini
antara lain, menerima suap, korupsi, ketidakjujuran, kleptokrasi, dan mark up anggaran.
d. Patologi yang dimanifestasikan dalam perilaku para birokrasi yang bersifat disfungsional
atau negatif. Diantara patologi jenis ini antara lain, bertindak sewenang-wenang,
konspirasi, diskriminatif, dan tidak disiplin.
e. Patologi yang merupakan akibat situasi internal dalam berbagai instansi di lingkungan
pemerintah.Diantara patologi jenis ini antara lain, eksploitasi bawahan, motivasi tidak
tepat, beban kerja berlebihan, dan kondisi kerja kurang kondusif.

Menurut JW Schoorl (1984) Patologi birokrasi muncul disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Kekurangan Administrator yang cakap,
b. Besarnya jumlah aparat birokrasi,
c. Luasnya tugas pemerintahan,
d. Anasir tradisional (nepotisme, patrimonial, hirarkis), dan
e. Sentralisasi dan besarnya kekuasaan birokrasi.
Patologi birokrasi yang terjadi sangat mempengaruhi pelayanan publik dimana pelayanan publik
adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintahan
di Pusat dan Daerah, dan di lingkungan BUMN/BUMD. Penyelenggaraan pelayanan publik ini
meliputi pelaksanaan pelayanan; pengelolaan pengaduan masyarakat; pengelolaan informasi;
pengawasan internal; penyuluhan kepada masyarakat; dan pelayanan konsultasi. Apabila
terdapat ketidakmampuan, pelanggaran dan kegagalan penyelenggaraan pelayanan maka yang
bertanggung jawab adalah penyelenggara dan seluruh bagian organisasi penyelenggara.
Birokrasi dalam melakukan pelayan publik harus memiliki standar yang baik, sehingga mampu
memberikan kepuasan kepada masyarakat sebagai pihak yang menerima pelayanan. Dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, maka harus menerapkan prinsip  efektif, efisien, inovasi dan
komitmen mutu. Sebuah birokrasi yang mengalami patologi birokrasi atau sudah terjangkit
penyakit, maka secara otomatis dapat berpengaruh besar terhadap kinerja birokrasi dalam
menyelenggarakan pelayanan publik.

2. Tahun 2019 kita mengenal adanya pandemi Covid-19 yang menyerang Wuhan, dan Indonesia
sendiri terkonfirmasi terkontaminasi dengan pandemi tersebut pada awal tahun 2020 kurang
lebih bulan Maret. Sejak Maret, semakin hari semakin banyak korban covid-19 berjatuhan,
sehingga Indonesia mengeluarkan kebijakan yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Pada dasarnya sebuah kebijakan seharusnya
memberikan solusi atas permasalahan masyarakat, namun tidak hanya memberikan solusi,
kebijakan juga dapat memberikan dampak buruk. Silahkan Anda jelaskan dan berikan analisis
anda terhadap dampak yang terjadi pada kebijakan publik berkaitan dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut!

Jawaban :
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan
Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19
dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau
Stabilitas Sistem Keuangan telah sah menjadi Undang-Undang dalam Sidang Paripurna DPR RI
Masa Persidangan III Tahun Sidang 2019-2020 dengan agenda Pembicaraan Tingkat
II/Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2020 di Ruang Rapat Paripurna Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta,
Selasa (12/05/2020).
Pemerintah Indonesia juga melakukan langkah yang extraordinary (luar biasa) secara cepat dan
signifikan untuk menangani penyebaran COVID-19 dan dampak ancaman sosial, ekonomi dan
ancaman sistem keuangan. Tujuannya adalah untuk melakukan berbagai langkah extraordinary
untuk pengamanan di bidang kesehatan, perlindungan masyarkat secara luas melalui jaring
pengaman sosial dan upaya perlindungan dan pemulihan ekonomi dan sistem keuangan.
Pemerintah berkeyakinan bahwa penerbitan produk hukum yang paling memadai untuk
mengatasi kondisi kegentingan memaksa tersebut adalah penerbitan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 22 ayat (1) UUD 1945,
yang menyatakan bahwa dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak
menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti undang-undang,
Pertimbangan Pemerintah dalam mengelurkan Undang-Undang tersebut didasarkan pada
terpenuhinya parameter kegentingan memaksa sebagaimana terdapat dalam Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009, yaitu Pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk
menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang. Kedua, kekosongan
hukum atau Undang-Undang yang saat ini ada tidak memadai. Ketiga, kekosongan hukum tidak
dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang dengan prosedur biasa yang cukup lama
sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
Adapun tujuan dari pembentukan Perppu 1 Tahun 2020 tersebut antara lain adalah Pertama,
untuk memberikan landasan hukum bagi Pemerintah dalam menetapkan kebijakan dan langkah-
langkah extraordinary di bidang keuangan negara dan sektor keuangan, dalam rangka
penanganan krisis kesehatan, kemanusiaan, ekonomi, dan keuangan sebagai akibat dari pandemi
COVID-19, Kedua, sebagai bentuk antisipasi dalam rangka penanganan pandemi COVID-19
dan/atau implikasinya berupa ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau
stabilitas sistem keuangan.
Penetapan Perppu No.1 Tahun 2020 menjadi Undang-Undang, disamping dalam rangka
pemenuhan prosedur sesuai konstitusi, juga memberikan landasan hukum yang kuat bagi
Pemerintah dan lembaga terkait untuk terus melanjutkan langkah-langkah dalam rangka
mengatasi ancaman COVID-19 di bidang kesehatan, ancaman sosial dan ancaman 
perekonomian dan stabilitas sistem keuangan.
Secara garis besar, materi pokok Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) 1
Tahun 2020 meliputi 2 (dua) kebijakan, yaitu Kebijakan Keuangan Negara termasuk bidang
perpajakan dan Kebijakan Sektor Keuangan. 
Kebijakan Keuangan Negara pada intinya terdiri dari penyesuaian batasan defisit APBN;
penggunaan sumber pendanaan alternatif anggaran; pergeseran dan refocusing anggaran pusat
dan daerah; serta pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional untuk kesinambungan
sektor riil dan sektor keuangan. 
Adapun pokok materi Kebijakan Sektor Keuangan meliputi: perluasan kewenangan Komite
Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) dan ruang lingkup rapat KSSK; penguatan kewenangan
Bank Indonesia, penguatan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin
Simpanan untuk mencegah risiko yang membahayakan stabilitas sistem keuangan.
Dalam Perppu 1 Tahun 2020, juga diatur bahwa penggunaan anggaran dalam rangka
pelaksanaan kebijakan keuangan negara dan langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah
dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), sehingga dapat diaudit oleh
Badan Pemeriksa Keuangan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perppu No.1 Tahun 2020 membuat Pemerintah dapat menyusun langkah dan kebijakan dalam
rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional untuk pelaku usaha di sektor riil dan sektor
keuangan yang meliputi usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, usaha besar, dan koperasi
yang kegiatan usahanya terdampak oleh COVID-19.

Das könnte Ihnen auch gefallen