Sie sind auf Seite 1von 18

A.

Pra Islam

Zaman sebelum datangnya Islam disebut zaman jahiliyah yang memiliki arti zaman kebodohanAkan
tetapi jika dilihat dari satu sisi penyebutan zaman jahiliyah kontradiksi dengan apa yang ada pada
masyarakat Arab waktu itubahkan masyarakat Arab sangat terkenal dengan kecerdasannya dalam
menyusun syair syair Dikatakan jahiliyah bukan berarti karena masyarakat Arab pada waktu itu
bodoh tetapi salah satu alasannya karena mereka memiliki moral yang sangat buruk Masa jahiliyah
ini adalah masa dimana bangsa Arab tidak mengenal agama tauhid yang membuat akhlak dan moral
mereka menjadi hancur. Mereka memiliki kebiasaan yang sangat buruk seperti berjudiminum
minuman keras menyembah berhala berjudi dan masih banyak lagi yang lainnya Salah satu hal yang
sangat menonjol pada zaman jahiliyah adalah perbedaan derajat antara laki-laki dan perempuan
Pada zaman itu wanita dianggap sebagai makhluk yang sangat lemah dan tidak berguna bahkan bisa
dikatakan derajat seekor kambing lebih tinggi dibandingkan derajat seorang wanitaPerempuan-
perempuan hanya dijadikan sebagai tempat untuk melampiaskan hawa nafsu dan sering kali
dijadikan sebagai alat judiKetika perempuan sedang hamil laki-laki bertaruh apakah wanita itu
mengandung anak laki-laki atau perempuan.Bangsa Arab yang bermukim di jazirah Arah dikenal
sebagai bangsa jahiliyah bukan semata muta karena mereka tidak mempercayai adanya tuhan dan
bukan juga karena mereka tidak menganut kepercayaan kepercayaan tertentu. Bahkan realitanya
hangsa Arab adalah bangsa yang sudah berinteraksi dengan berbagai macam kepercayaan-
kepercayaan. Dan keberadaan agama yang ada di sekitar mereka itulah yang menjadi perantara bagi
mereka untuk mengenal agama yang baru dibawa Nabi Muhammad SAW yaitu adalah agama Islam.
Secara garis besamya agana yang dianut oleh masyarakat Arab pada waktu itu hanya terbagi menjadi
dua yaitu agama samawi yang bersumber dari langit dan agama ardhi yang merupakan agama
buatan manusia sendiri atau berasal dari nenek moyang mereka

Dalam hal aqidah, hangsa Arab pra Islam mempercayai Allah sebagai pencipta. Mereka mengetahui
agama keesuan Allah dan mengikuti kepercayaan yang menahankan Allah. Telah banyak nabi yang
datus datang kepada mereka sebelum Nabi Muhammad SAW agar mereka mengesakan Allah dan
tidak mempersekutukan Nya.

Nabi nabi yang pernah diutus untuk menyeru kepada bangsa Arab diantaranya adalah Nabi Nuh AS
kepada kaum Ad dan Nabi Shaleh diutus kepada kaum Tsamud. Mereka tidak mau menerima ajakan
tersebut. Hingga diutuslah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Ajaran agama yang dibawa Nabi
Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS sempat diterima dengan baik oleh masyarakat Arab pada waktu itu,
namun seiring dengan berjalannya waktu banyak dari ajaran Nabi Ibrahim dan Ismail yang diubah,
direka, ditambah dan dikurangi oleh para pengikutnya.

Berkaitan dengan agama, mereka memeluk agama Ibrani namun seiring berjalannya waktu mereka
banyak yang menyimpang bahkan malah menyembah berhala berhala dan mereka beranggapan
bahwa berhala itulah yang menghubungkan mereka dengan tuhan. Pada saat itu ada tiga buah
berhala yang sangat terkenal atau populer yang ditempatkan disuatu tempat tempat tertentu.

1. Manat, mereka menaruhnya di Musyallal tepi Laut Merah dekat Qudaid.


2. Lata, mereka tempatkan di Tha’if. 3. Uzza, mereka tempatkan di Wady Nakhlah.

Setelah itu, kemusyrikan semakin bertambah dengan banyaknya berhala berhala kecil yang berada
di Hijaz.Selain itu bangsa Arab juga banyak yang mempercayai pengundian nasib menggunakan anak
panah dan mereka meyakini tentang perkataan orang orang sakti atau orang orang pintar.
Masyarakat Arab pra Islam juga menganut banyak agama seperti Paganisme, Yahudi, Nasrani dan
Hanifiyyah yang merupakan agama warisan dari nenek moyang mereka. Keadaan ini terus
berlangsung hingga pada nantinya Islam datang membawa kebenaran.

Orang yang menganut agama Yahudi ini menjadi orang orang yang angkuh. Mereka bahkan
menyembah pemimpin pemimpin mereka, dan para pemimpin inilah yang membuat hukum dan
peraturan sesuai dengan hawa nafsu mereka. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kepuasan batin
dan mengumpulkan harta sebanyak banyaknya. Sedangkan agama Nasrani berubah menjadi
paganisme yang menimbulkan percampuran antara tuhan dan hambanya. Kemudian setelah itu
datanglah agama Islamyang membungkam semua kepercayaan jahiliyyah yang salah dimulai dengan
lahirnya Nabi Muhammad SAW dan juga merupakan penutup para nabi.

B. Tauhid pada masa Nabi

Rasulullah SAW adalah masa menyusun peraturan-peraturan, menetapkan pokok- pokok akidah,
menyantukan umat islam dan membangun kedaulatan islam. Masa ini para muslim kembali kepada
Rasul sendiri untuk mengetahui dasar-dasar agama dan hukum- hukum syari’ah. Mereka disinari
oleh nur wahyu dan petunjuk-petunjuk Al-qur’an.

Rasulullah menjauhkan para umat dari segala hal yang menimbulkan perpecahan dan perbedaan
pendapat tidak dapat diragukan lagi bahwa perdebatan dalam masalah akidah adalah sebab utama
perpecahan dan perbedaan pendapat. Masing-masing pihak senantiasa berusaha mempertahankan
kebenaran pendapatnya dengan dalil-dalil, sebagaimana telah terjadi dalam agama-agama sebelum
Islam. Rasulullah mengajak kaum muslimin untuk mentaati Allah swt dan RasulNya serta
menghindari dari perpecahan yang menyebabkan timbulnya kelemahan dalam segala bidang
sehingga menimbulkan kekacauan. Seperti firman Allah:

‫ َو َأِط يُعوا َهَّللا َو َر ُسوله والنداز و افتقتلوا وتذهب ريُح ُك ْم َو اْص ِبُرو ِإَّن َهَّللا َم َع الَّصبرين‬Artinya: Dan taatilah Allah dan
RasulNya dan janganlah kamu saling berbantah yang menyebabkan kamu gagal dan hilanglah
kekuatanmu serta bersabarlah, sesungguhnya Allah berada bersama-sama orang yang sabar.”(QS.
Al-Anfal 46)

Bila terjadi perdebatan haruslah dihadapi dengan nasihat dan peringatan. Berdebat dengan cara baik
dan dapat menghasilkan tujuan dari perdebatan, sehingga terhindar dari pertengkaran.

Ketika Rasulullah SAW menaklukkan Mekkah, terdapat 360 berhala di sekitar Ka'bah. Beliau
menghancurkan berhala-berhala itu dan memerintahkan agar dikeluarkan dari masjid dan
dibakar. Berikut agama bangsa Arab sebelum kedatangan Islam:
1. Agama Yahudi. Masuknya agama Yahudi di jazirah Arab pertama kali eksis di Yaman
melalui penjual jerami, As'ad bin Abi Karb. Ketika itu, dia pergi berperang ke Yatsrib
(Madinah) dan disanalah dia memeluk Yahudi. Dia membawa serta dua ulama Yahudi dari
suku Bani Quraizhah ke Yaman. Agama Yahudi tumbuh dan berkembang pesat di sana,
terlebih lagi ketika anaknya, Yusuf bergelar Dzu Nuwas menjadi penguasa di Yaman. Dia
menyerang penganut agama Nashrani dari Najran dan mengajak mereka untuk menganut
agama Yahudi, namun mereka menolak. Karena penolakan ini, dia kemudian menggali parit
dan mencampakkan mereka ke dalamnya lalu membakarnya hidup-hidup. Sejarah mencatat,
jumlah korban pembunuhan massal ini sekitar 20.000 hingga 40.000 jiwa. Peristiwa itu
terjadi pada bulan Oktober tahun 523 M. Alqur'an menceritakan sebagian dari peristiwa
tragis itu dalam Surah Al-Buruj (tentang Ashhabul Ukhdud).
2. Agama Nasrani. Agama Nasrani masuk ke jazirah Arab melalui pendudukan orang-orang
Habasyah dan Romawi. Pendudukan orang-orang Habasyah pertama kali terjadi di Yaman
pada tahun 340 M dan berlangsung hingga tahun 378 M. Pada masa itu, gerakan Kristenisasi
mulai merambah permukiman di Yaman. Tak berapa jauh dari masa ini, seorang yang dikenal
sebagai orang zuhud, doanya mustajab dan dianggap mempunyai kekeramatan. Orang ini
dikenal dengan sebutan Fimiyun; dia datang ke Najran. Dia mengajak penduduk Najran
untuk memeluk agama Nasrani. Mereka melihat tanda-tanda kejujuran pada dirinya dan
kebenaran agamanya. Karena itu mereka menerima dakwahnya dan bersedia memeluk
agama Nasrani. Tatkala orang-orang Habasyah menduduki Yaman untuk kedua kalinya pada
tahun 525 M; sebagai balasan atas perlakuan Dzu Nuwas yang dulu pernah dilakukannya,
dan tampuk pimpinan dipegang oleh Abrahah, maka dia menyebarkan agama Nasrani
dengan gencar dan target sasaran mencapai puncaknya ketika dia membangun sebuah
gereja di Yaman, yang diberi nama "Ka'bah Yaman". Dia menginginkan agar haji yang
dilakukan oleh Bangsa Arab dialihkan ke gereja ini. Dia juga berniat menghancurkan Baitullah
di Mekkah, namun Allah membinasakannya dan mengazabnya di dunia dan akhirat. Agama
Nashrani dianut oleh kaum Arab Ghassan, suku-suku Taghlib dan Thayyi' dan selain kedua
suku terakhir ini. Hal itu disebabkan mereka bertetangga dengan orang-orang Romawi.
Bukan itu saja, bahkan sebagian raja-raja Hirah juga telah memeluknya.
3. Agama Majusi. Agama Majusi lebih banyak berkembang di kalangan orang-orang Arab
yang bertetangga dengan orang-orang Persia yaitu orang-orang Arab di Iraq, Bahrain
(tepatnya di Ahsa'), Hajar dan kawasan tepi pantai teluk Arab yang bertetangga dengannya.
Elite-elite politik Yaman juga ada yang memeluk agama Majusi pada masa pendudukan
Bangsa Persia terhadap Yaman.
4. Agama Shabi'ah. Agama Shabi'ah menurut penelusuran peninggalan-peninggalan mereka
di negeri Iraq dan lain-lainnya menunjukkan bahwa agama ini dianut oleh kaum Ibrahim
Chaldeans. Agama ini dianut oleh mayoritas penduduk Syam dan Yaman pada zaman
purbakala. Setelah kedatangan beberapa agama baru seperti Yahudi dan Nasrani, agama ini
mulai kehilangan identitasnya. Tetapi masih terdapat sisa-sisa para pemeluknya yang
membaur dengan para pemeluk Majusi atau hidup berdampingan dengan mereka, yaitu di
masyarakat Arab di Iraq dan di kawasan tepi pantai teluk Arab. Lihat Juga: Zaid bin Haritsah,
Sahabat dari Kalangan Budak yang Menjadi Panglima Perang Islam

C. Tauhid masa Khulafaur Rasyidin

Setelah Rosulullah SAW wafat dalam masa khalifah pertama dan kedua, umat islam tidak sempat
membahas dasar-dasar akidah, karena mereka sibuk menghadapi musuh dan berusaha
mempertahankan kesatuan dan persatuan umat. Tidak pernah terjadi perbedaan dalam bidang
akidah. Mereka membaca dan memahamkan Alqur’an tanpa mencari takwil bagi ayat-ayat yang
mereka baca. Mereka mengikuti perintah Alqur’an dan mereka menjahui larangannya. Mereka
mensifatkan Allah dengan apa yang Allah sifatkan sendiri. Dan mereka mensucikan Allah dari sifat-
sifat yang tidak layak bagi keagungan Allah. Apabila mereka menghadapi ayat-ayat yang
mutasyabihat mereka mengimaninya dengan menyerahkan pentakwilannya kepada Allah sendiri.

Dimasa khalifah ketiga akibat terjadi kekacauan politik yang diakhiri dengan terbunuhnya khalifah
usman umat islam menjadi terpecah menjadi beberapa golongan dan partai, barulah dari masing-
masing partai dan golongan-golongan itu berusaha mempertahankan pendiriannya dengan
perkataan, usaha dan terbukalah pintu takwil bagi nash-nash alqur’andan terjadilah pembuatan
riwayat-riwayat palsu. Karena itu pembahasan mengenai akidah mulai subur dan berkembang
selangkah demi selangkah dan kian kian membesar dan meluas

Masa Abu Bakar Ash- Shiddiq (11-13 H/632-634 M)

Abu Bakar Ash- Shiddiq merupakan Khalifah pertama setelah peninggalan NabiMuhammad
Saw.yang dilantik oleh seluruh komunitas Islam. Ia berjuang mengkolodasikan kekuatan Islam di
Arabia. Ia berasal dari kalangan bangsawan Mekkah yang kaya raya. Ia juga merupakan orang kedua
yang masuk Islam setelah siti Khodijah. Ia juga yang menemani Nabi dalam perjalanan hijrah dari
Mekkah menuju Madinah. Abu Bakar bergelar Ash- Shiddiq atau “orang yang penuh kepercayaan”
karena selalu setia menemani Nabi Muhammad Saw.dan ketakwaan serta keimanan yang tidak
pernah berkurang sedikitpun. Masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra.

Masa pemerintahan beliau sangat singkat namun sangat berarti. Masa pemerintahan beliau
yaitu dari tahun 632-634 M.Masa awal kekhalifahan Abu Bakar diguncang pemberontakan. Beliau
berperan melawan Riddah (Kemurtadan), ketika beberapa suku mencoba melepaskan diri dari umat
dan menegaskan lagi kemerdekaan mereka. Pemberontakan yang terjadi benar-benar murni Politis
dan Ekonomis. Kemudian orang yang mengaku sebagai Nabi dan orang-orang yang enggan
membayar pajak. Abu Bakar memusatkan perhatian untuk memerangi para pemberontak yang
dapat mengacaukan keamanan dan mempengaruhi orang-orang Islam yang masih lemah imannya.
Dikirimlah pasukan ke Yamamah, dalam penumpasan ini banyak umat Islam yang gugur, terdiri dari
para sahabat Rasulullah dan hafidz Alquran. Karena itu Umar ibn Khattab menyarankan kepada
khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat Alquran. Realisasinya diutusnya Zaid bin Tsabit untuk
mengumpulkan semua tulisan Alquran.

Korelasi antara masa pemerintahan Abu Bakar dengan pendidikan tauhid untuk masa sekarang
adalah dilihat dari segi pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan yaitu:

1) Pendidikan keimanan, yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib disembah adalah
Allah.

2) Pendidikan akhlak, seperti adab masuk rumah orang, sopan santun bertetangga, bergaul
dalam masyarakat, dan lain sebagainya.
3) Pendidikan ibadah seperti pelaksanaan shalat, puasa dan haji.

4) Kesehatan seperti tentang kebersihan, gerak gerik dalam shalat merupakan didikan untuk
memperkuat jasmani dan rohani.

Masa pemerintahan Abu Bakar tidak lama, tapi beliau telah berhasil memberikan dasar-dasar
kekuatan bagi perjuangan perluasan dakwah. Hal yang paling penting yang dapat dipetik dari kisah
masa Abu Bakar adalah keimanan apalagi menghadapi orang-orang yang riddah, dalam hal ini
Alquran menjelaskan bahwa yang memberikan Hidayah adalah Allah QS. 28: 56, Rasul uswatun
hasanah QS. 33 : 21, adalah merupakan pendidikan akhlak, selanjutnya QS. 31 : 13-17 berisi tentang
nasehat Luqman kepada anaknya untuk : bertauhid, berbuat baik kepada orang tua, melaksanakan
shalat, amar ma’ruf nahi munkar, bersabar terhadap apa yang menimpa.

2.1 Masa Khalifah Umar Ibnu Khattab (13-23 H/634-644 M)

Khalifah kedua dalam Islam juga orang kedua dari kalangan khulafaurRasyidin (khalifah yang
lurus). Ia merupakan satu diantara tokoh-tokoh besar dalam sejarah Islam. Ia terkenal dengan tekad
dan kehendaknya yang sangat kuat, cekatan, dan karakternya yang berterus terang, Sebelum
menjadi khalifah dikenal sebagai pribadi yang keras dan tidak mengenal kompromi dan bahkan
kejam. Di bawah pemerintahannya imperium Islam meluas dengan kecepatan yang luar biasa.Dapat
dikatakan bahwa orang yang terbesar pengaruhnya setelah Nabi dalam membentuk pemerintahan
Islam dan menegaskan coraknya adalah Umar ibnu Khattab.

Meluasnya wilayah Islam, mengakibatkan meluas pula kebutuhan peri kehidupan dalam
segala bidang. Seperti keteraturan dalam bidang pemerintahan dan segala perlengkapannya,
memerlukan pemikiran yang serius. Untuk memenuhi kebutuhan itu diperlukan tenaga manusia
yang memerlukan keterampilan dan keahlian memadai, bagi kelancaran roda pemerintahan itu
sendiri. Hal ini berarti peranan pendidikan harus menampilkan dirinya.Wilayah Islam pada masa
Umar meliputi Irak, Persia, Syam, Mesir, dan Barqah. Ia melakukan ekspansi besar-besaran,
sehingga.

Umar dikenal sebagai sahabat Nabi, ijtihad Umar di kalangan ahli fiqih, misalnya,
mengusulkan penyelenggaraan salat tarawih berjamaah, penambahan kalimat as-salâtu khairun
minan-naum (salat lebih baik dari pada tidur) dalamazan subuh, ide tentang perlunya pengumpulan
ayat-ayat Alquran, dan penentuan kalender Hijrah .Dalam hal pendidikan Umar membangun
tempattempat pendidikan (sekolah), juga menggaji guru-guru, imam, muazzin dari dana baitul mal.

Panglima dan gubernur yang diangkat Umar adalah para sahabat Rasul yang telah memiliki
ilmu pengetahuan agama yang luas, mereka juga adalah ulama. Seperti Abu Musa Al-Asy’ari
gubernur Basrah adalah seorang ahli fiqh, ahli hadits dan ahli Qur’an. Ibnu Mas’ud dikirim oleh
Umar sebagai guru, ia adalah seorang ahli dalam tafsir dan fiqh, juga ia meriwayatkan hadits. Muaz
bin Jabal, ‘Ubadah, dan Abu Darda’ dikirim ke Damsyik untuk mengajarkan ilmu agama dan Alquran.
Muaz bin Jabal mengajar di Palestina, Ubadah di Hims dan Abu Darda di Damsyik, Amru Ibnu Al-Ash
seorang panglima dari khalifah Umar berhasil mengalahkan Mesir. Ia adalah seorang yang memiliki
keahlian dalam hadis, terkenal sebagai pencatat hadis Nabi. Sedang di Madinah gudangnya ulama,
seperti Umar sendiri seorang ahli hukum dan pemerintahan, memiliki keberanian dan kecakapan
dalam melakukan ijtihad. Abdullah bin Umar adalah pengumpul hadis. Ibnu Abbas ahli tafsir Alquran
dan ilmu faraid, Ibnu Mas’ud ahli Alquran dan hadis. Ali ahli hukum juga tafsir.

Berkaitan dengan masalah pendidikan, khalifah Umar ibnu Khatab merupakan seorang
pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan
pendidikan di masjid-masjid dan pasar pasar, serta mengangkat guru-guru untuk tiap-tiap daerah
yang ditaklukkan.Mereka bertugas mengajarkan isi Alquran, fiqih, dan ajaran Islam lainnya kepada
penduduk yang baru masuk Islam.

Dari pokok-pokok di atas dapat kita simpulkan bahwa, mata pelajaran agama Islam pada
masa khalifah Umar lebih maju dan lebih luas, serta lebih lengkap. Karena masa Umar bin Khattab
negara dalam keadaan stabil dan aman, menjadikan masjid sebagai pusat pendidikan, telah
terbentuknya pusat-pusat pendidikan di setiap kota. Ini berarti betapa pentingnya ilmu sesuai
dengan Alquran : perintah ‘membaca’ QS.96 Al-‘Alaq : 1-3; tidak sama yang berilmu dengan yang
tidak berilmu QS. 58 Az-Zumar : 9; Allah meninggikan yang beriman dan berilmu QS. 58 Al-
Mujadalah : 11; HR. Tirmidzi no. 2570 ‘barang siapa menuntut ilmu maka Allah akan mempermudah
masuk ke surga’; dan betapa pentingnya ‘ikhlas’ sebagai motivasi dalam segala perbuatan termasuk
yang ‘belajar’ dan ‘mengajar’, HR. Bukhari no.1 (hadits ini diterima Umar bin Khattab secara
langsung dari Rasulullah SAW.).Dalam hal ini terjadi proses interaksi langsung antara Umar (murid)
dan Rasul (pendidik) yaitu ‘proses belajar mmengajar’

Di akhir hayatnya ia berkata, “kematian akan sangat buruk bagiku, seandainya aku tidak
menjadi seorang muslim”. Umar meninggal pada 23 H/644 M terbunuh oleh Abu Lu’luah Firoz,
seorang budak Persia, menikamnya ketika Umar sedang shalat subuh di Masjid. Pada akhir hayatnya
menunjuk majlis syura’ (lembaga permusyawaratan) untuk menyelenggarakan pemilihan khalifah
baru.

CLOSE

 HOME
 HEALTHY
 BEAUTY CARE
 TIPS & TRICKS
 LEADERSHIP
 LAW
 EDUCATION

HOME / ILMU TAUHID / MAKALAH / TUGAS KULIAH

Makalah Perkembangan Tauhid pada Masa Khulafaurrasyidin


Muhammad Fathir 4:40 PM

sahabat sejuta warna kali ini saya postingkan materi tauhid tentang sejarah pertumbuhan tauhid
pada masa khulafaur rasyidin silahkan disimak dibawah ini.

PERTUMBUHAN TAUHID PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN


Masa Abu Bakar Ash- Shiddiq (11-13 H/632-634 M)

Abu Bakar Ash- Shiddiq merupakan Khalifah pertama setelah peninggalan NabiMuhammad
Saw.yang dilantik oleh seluruh komunitas Islam. Ia berjuang mengkolodasikan kekuatan Islam di
Arabia. Ia berasal dari kalangan bangsawan Mekkah yang kaya raya. Ia juga merupakan orang kedua
yang masuk Islam setelah siti Khodijah. Ia juga yang menemani Nabi dalam perjalanan hijrah dari
Mekkah menuju Madinah. Abu Bakar bergelar Ash- Shiddiq atau “orang yang penuh kepercayaan”
karena selalu setia menemani Nabi Muhammad Saw.dan ketakwaan serta keimanan yang tidak
pernah berkurang sedikitpun. Masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra.

Masa pemerintahan beliau sangat singkat namun sangat berarti. Masa pemerintahan beliau
yaitu dari tahun 632-634 M.Masa awal kekhalifahan Abu Bakar diguncang pemberontakan. Beliau
berperan melawan Riddah (Kemurtadan), ketika beberapa suku mencoba melepaskan diri dari umat
dan menegaskan lagi kemerdekaan mereka. Pemberontakan yang terjadi benar-benar murni Politis
dan Ekonomis. Kemudian orang yang mengaku sebagai Nabi dan orang-orang yang enggan
membayar pajak. Abu Bakar memusatkan perhatian untuk memerangi para pemberontak yang
dapat mengacaukan keamanan dan mempengaruhi orang-orang Islam yang masih lemah imannya.
Dikirimlah pasukan ke Yamamah, dalam penumpasan ini banyak umat Islam yang gugur, terdiri dari
para sahabat Rasulullah dan hafidz Alquran. Karena itu Umar ibn Khattab menyarankan kepada
khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat Alquran. Realisasinya diutusnya Zaid bin Tsabit untuk
mengumpulkan semua tulisan Alquran.

Korelasi antara masa pemerintahan Abu Bakar dengan pendidikan tauhid untuk masa sekarang
adalah dilihat dari segi pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan yaitu:

1) Pendidikan keimanan, yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib disembah adalah
Allah.

2) Pendidikan akhlak, seperti adab masuk rumah orang, sopan santun bertetangga, bergaul
dalam masyarakat, dan lain sebagainya.

3) Pendidikan ibadah seperti pelaksanaan shalat, puasa dan haji.


4) Kesehatan seperti tentang kebersihan, gerak gerik dalam shalat merupakan didikan untuk
memperkuat jasmani dan rohani.

Masa pemerintahan Abu Bakar tidak lama, tapi beliau telah berhasil memberikan dasar-dasar
kekuatan bagi perjuangan perluasan dakwah. Hal yang paling penting yang dapat dipetik dari kisah
masa Abu Bakar adalah keimanan apalagi menghadapi orang-orang yang riddah, dalam hal ini
Alquran menjelaskan bahwa yang memberikan Hidayah adalah Allah QS. 28: 56, Rasul uswatun
hasanah QS. 33 : 21, adalah merupakan pendidikan akhlak, selanjutnya QS. 31 : 13-17 berisi tentang
nasehat Luqman kepada anaknya untuk : bertauhid, berbuat baik kepada orang tua, melaksanakan
shalat, amar ma’ruf nahi munkar, bersabar terhadap apa yang menimpa.

2.1 Masa Khalifah Umar Ibnu Khattab (13-23 H/634-644 M)

Khalifah kedua dalam Islam juga orang kedua dari kalangan khulafaurRasyidin (khalifah yang
lurus). Ia merupakan satu diantara tokoh-tokoh besar dalam sejarah Islam. Ia terkenal dengan tekad
dan kehendaknya yang sangat kuat, cekatan, dan karakternya yang berterus terang, Sebelum
menjadi khalifah dikenal sebagai pribadi yang keras dan tidak mengenal kompromi dan bahkan
kejam. Di bawah pemerintahannya imperium Islam meluas dengan kecepatan yang luar biasa.Dapat
dikatakan bahwa orang yang terbesar pengaruhnya setelah Nabi dalam membentuk pemerintahan
Islam dan menegaskan coraknya adalah Umar ibnu Khattab.

Meluasnya wilayah Islam, mengakibatkan meluas pula kebutuhan peri kehidupan dalam
segala bidang. Seperti keteraturan dalam bidang pemerintahan dan segala perlengkapannya,
memerlukan pemikiran yang serius. Untuk memenuhi kebutuhan itu diperlukan tenaga manusia
yang memerlukan keterampilan dan keahlian memadai, bagi kelancaran roda pemerintahan itu
sendiri. Hal ini berarti peranan pendidikan harus menampilkan dirinya.Wilayah Islam pada masa
Umar meliputi Irak, Persia, Syam, Mesir, dan Barqah. Ia melakukan ekspansi besar-besaran,
sehingga.

Umar dikenal sebagai sahabat Nabi, ijtihad Umar di kalangan ahli fiqih, misalnya,
mengusulkan penyelenggaraan salat tarawih berjamaah, penambahan kalimat as-salâtu khairun
minan-naum (salat lebih baik dari pada tidur) dalamazan subuh, ide tentang perlunya pengumpulan
ayat-ayat Alquran, dan penentuan kalender Hijrah .Dalam hal pendidikan Umar membangun
tempattempat pendidikan (sekolah), juga menggaji guru-guru, imam, muazzin dari dana baitul mal.

Panglima dan gubernur yang diangkat Umar adalah para sahabat Rasul yang telah memiliki
ilmu pengetahuan agama yang luas, mereka juga adalah ulama. Seperti Abu Musa Al-Asy’ari
gubernur Basrah adalah seorang ahli fiqh, ahli hadits dan ahli Qur’an. Ibnu Mas’ud dikirim oleh
Umar sebagai guru, ia adalah seorang ahli dalam tafsir dan fiqh, juga ia meriwayatkan hadits. Muaz
bin Jabal, ‘Ubadah, dan Abu Darda’ dikirim ke Damsyik untuk mengajarkan ilmu agama dan Alquran.
Muaz bin Jabal mengajar di Palestina, Ubadah di Hims dan Abu Darda di Damsyik, Amru Ibnu Al-Ash
seorang panglima dari khalifah Umar berhasil mengalahkan Mesir. Ia adalah seorang yang memiliki
keahlian dalam hadis, terkenal sebagai pencatat hadis Nabi. Sedang di Madinah gudangnya ulama,
seperti Umar sendiri seorang ahli hukum dan pemerintahan, memiliki keberanian dan kecakapan
dalam melakukan ijtihad. Abdullah bin Umar adalah pengumpul hadis. Ibnu Abbas ahli tafsir Alquran
dan ilmu faraid, Ibnu Mas’ud ahli Alquran dan hadis. Ali ahli hukum juga tafsir.

Berkaitan dengan masalah pendidikan, khalifah Umar ibnu Khatab merupakan seorang
pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan
pendidikan di masjid-masjid dan pasar pasar, serta mengangkat guru-guru untuk tiap-tiap daerah
yang ditaklukkan.Mereka bertugas mengajarkan isi Alquran, fiqih, dan ajaran Islam lainnya kepada
penduduk yang baru masuk Islam.

Dari pokok-pokok di atas dapat kita simpulkan bahwa, mata pelajaran agama Islam pada
masa khalifah Umar lebih maju dan lebih luas, serta lebih lengkap. Karena masa Umar bin Khattab
negara dalam keadaan stabil dan aman, menjadikan masjid sebagai pusat pendidikan, telah
terbentuknya pusat-pusat pendidikan di setiap kota. Ini berarti betapa pentingnya ilmu sesuai
dengan Alquran : perintah ‘membaca’ QS.96 Al-‘Alaq : 1-3; tidak sama yang berilmu dengan yang
tidak berilmu QS. 58 Az-Zumar : 9; Allah meninggikan yang beriman dan berilmu QS. 58 Al-
Mujadalah : 11; HR. Tirmidzi no. 2570 ‘barang siapa menuntut ilmu maka Allah akan mempermudah
masuk ke surga’; dan betapa pentingnya ‘ikhlas’ sebagai motivasi dalam segala perbuatan termasuk
yang ‘belajar’ dan ‘mengajar’, HR. Bukhari no.1 (hadits ini diterima Umar bin Khattab secara
langsung dari Rasulullah SAW.).Dalam hal ini terjadi proses interaksi langsung antara Umar (murid)
dan Rasul (pendidik) yaitu ‘proses belajar mmengajar’

Di akhir hayatnya ia berkata, “kematian akan sangat buruk bagiku, seandainya aku tidak
menjadi seorang muslim”. Umar meninggal pada 23 H/644 M terbunuh oleh Abu Lu’luah Firoz,
seorang budak Persia, menikamnya ketika Umar sedang shalat subuh di Masjid. Pada akhir hayatnya
menunjuk majlis syura’ (lembaga permusyawaratan) untuk menyelenggarakan pemilihan khalifah
baru.

2.2 Masa Usman Ibnu Affan (23-35 H/644-656 M).

Khalifah ketiga periode khulafaur rasyidin, ia dipilih sebagai khalifah oleh sebuah dewan
pemilihan yang disebut syura. Sahabat yang sangat berjasa pada periode-periode awal pengembang
Islam, baik pada saat Islam dikembangkan secara sembunyi-sembunyi maupun secara terbuka. Ia
dijuluki Zu al-Nurain (memiliki dua cahaya) karena ia menikahi dua putri Nabi Muhammad SAW.
bernama Ruqayyah dan Ummu Kulsum. Selanjutnya Wa hijratain (turut hijrah dua kali ke Habsyi dan
Yasrib (Madinah).

Azyumardi Azra, mengatakan setidaknya sampai abad ke-15 Mekah dan Medinah hanya sebagai
‘pusat ibadah dan keagamaan’, khususnya ibadah haji, tidak menjadi pusat keilmuan. Hal ini karena
pusat-pusat keilmuan Islam justru tumbuh di tempat lain, seperti Baghdad, Kordova, dan Kairo. Pada
akhirnya, pertumbuhan dan intelektualisme Islam sangat berkait dengan dukungan dari penguasa
dan kekuasaan politik. Begitupun tidak bisa diberikan oleh para penguasa Mekah dan Madinah,
karena mereka, yang biasa dikenal dengan ‘syarif” (asyraf) justru tergantung pada kekuasaan politik
lain. Hal ini terlihat jelas pada masa-masa Mekah dan Madinah dalam kekuasaan Dinasti
Usman.Karena pada masa ini lebih banyak konflik kepentingan diantara penguasa. Pemerintahan
Usman ibnu Affan berlangsung dalam dua periode, periode 6 tahun pertama ditandai oleh
keberhasilan dan kejayaan, periode 6 tahun kedua ditandai oleh perpecahan tergambar dalam
pergolakan dan pemberontakan dalam negeri.

Khalifah Usman meminta mengumpulkan naskah Alquran yang disimpan Hafsah binti Umar,
naskah ini merupakan kumpulan tulisan Alquran yang berserakan pada masa pemerintahan Abu
Bakar. Khalifah Usman kemudian membentuk suatu badan atau panitia pembukuan Alquran, yang
anggotanya terdiri dari: Zaid bin Sabit sebagai ketua panitia dan Abdullah bin Zubair serta
Abdurrahman bin Haris sebagai anggota. Tugas yang harus dilaksanakan adalah mengumpulkan
lembaran-lembaran lepas dengan cara menyalin ulang ayat-ayat Alquran ke dalam sebuah buku yang
disebut mushaf.

Usman menginstruksikan agar penyalinan berpedoman kepada bacaan mereka yang menghafal
Alquran, seandainya terjadi perbedaan dalam pembacaan, maka yang ditulis adalah yang berdialek
Quraisy (Arab). Salinan Alquran dengan nama al-Mushaf, oleh panitia diperbanyak menjadi lima
buah. Sebuah tetap berada di Madinah, dan empat lainnya dikirimkan ke Mekah, Suriah, Basrah,
dan Kufah. Naskah salinan yang tetap di Madinah disebut Mushaf al-Imâm.

Pada saat ini umat Islam sudah tersebar luas, mereka memerlukan pemahaman Alquran yang
mudah dimegerti dan mudah dijangkau oleh alam pikirannya. Peranan hadis atau sunnahRasul
sangat penting untuk membantu dan menjelaskan Alquran. Lambat laun timbullah bermacam-
macam cabang ilmu hadis.Tempat belajar masih di kuttab, di masjid atau rumah-rumah. Pada masa
ini tidak hanya Alquran yang dipelajari tetapi Ilmu Hadis dipelajari langsung dari para sahabat Rasul.

Pada masa Usman ini dalam politik pemerintahannya banyak sekali kepentingan pribadi dari
orang-orang terdekatnya (nepotisme), maka dalam hal ini penulis mengungkapkan salah satu politik
yang digariskan Allah dalam QS. 3: 159, Nabi Muhammad lemah lembut (rahmat Allah), memaafkan,
memohonkan ampun, dan bermusyawarah, dan apabila sudah membulatkan tekad ‘azam’ maka
bertawakal kepada Allah karena ‘Allah mencintai orang yang bertawakal’. Pada masa ini berhasil
dibukukannnya Alquran ini membuktikan QS. 15 Al-Hijr : 9 “Sesungguhnya Kamilah yang
menurunkan Alquran, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya.”

2.3 Masa Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib (35-40 H/656-661 M )


Khalifah keempat khulafaur rasyidin juga sepupu dan sekaligus menantuNabi Muhammad
SAW. adalah Ali ibnu Abi Thalib. Keturunan Bani Hasyim ini lahir di Mekah tahun 603 M. Dari
kalangan remaja, ia adalah yang pertama masuk Islam. Nabi mengasuh Ali sejak usia 6 tahun dan
pernah menyebutnya “saudaraku” dan “ahli warisku”. Ali banyak mengetahui tentang kehidupan
Nabi, termasuk ilmu agama. Ali pernah menyelamatkan nyawa nabi ketika diminta tidur di tempat
tidur Nabi untuk mengecoh kaum Quraisy. Ia selalu mendampingi Nabi SAW. hingga wafatnya dan
mengurus pemakamannya.

Bagi golongan syiah, kedudukan Ali sangat istimewa. Dia merupakan cikal bakal
dokrin syiah yang mendasar. Ali juga imam pertama mereka. Ucapan dan pidato Ali dihimpun dalam
sebuah buku yang berjudul Nahj al-Balāgah(teknik berpidato). Buku ini lama digunakan sebagai
panduan pelajaran bahasa Arab, khususnya tata bahasa. Dalam dokrin syiah, Ali dan para imam yang
berasal dari keturunan sendiri merupakan manusia-manusia yang keberadaannya sangat luar biasa
yang memiliki kemampuan yang aneh. Memiliki kemampuan spiritual yang absolut, sekaligus
otoritas keduniaan. Makam khalifah Ali di Najraf, Iraq merupakan tempat berziarah. Inilah cikal bakal
syi’ah dimulai dari Ali ibnu Abi Thalib dan sekarang pengikutnya tersebar di Iran dan Iraq.

Dasar pendidikan Islam yang tadinya bermotif aqidah tauhid, sejak masa itu tumbuh
di atas dasar motivasi, ambisius kekuasaan dan kekuatan. Tetapi

sebagian besar masih tetap berpegang kepada prinsip-prinsip pokok dan kemurnian yang
diajarkan Rasulullah SAW. Ahmad Syalabi mengatakan: “Sebetulnya tidak seharipun, keadaan stabil
pada pemerintahan Ali. Tak ubahnya beliau sebagai seorang menambal kain usang, jangankan
menjadi baik malah bertambah sobek. Dapat diduga, bahwa kegiatan pendidikan pada saat itu
mengalami hambatan dengan adanya perang saudara. Ali sendiri saat itu tidak

sempat memikirkan masalah pendidikan, karena ada yang lebih penting dan

mendesak untuk memberikan jaminan keamanan, ketertiban dan ketentramandalam segala


kegiatan kehidupan, yaitu mempersatukan kembali kesatuan umat, tetapi Ali tidak berhasil.

Pada masa khalifah yang keempat ini kegiatan pendidikan banyak mengalami hambatan dari
berbagai pihak yang berbeda-beda kepentingan. Maka yang terpenting adalah kembali memurnikan
ketaatan ‘ikhlas’ semata-mata karena menjalankan agama, sesuai dengan QS. 98 Al-Bayyinah : 5.
Semua peristiwa sejarah (termasuk pendidikan Islam) yang terjadi pada masa khulafaur rasyidin ini
semoga menjadi pelajaran ‘ibrah’ khususnya bagi umat Islam, sesuai QS. 12 : 111 “ Sesungguhnya,
pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. (Alquran)
itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya,
menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”

Lembaga-lembaga Pendidikan Islam:


Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada sebelum kebangkitan madrasah pada masa
klasik adalah:

1. Shuffah, pada masa Rasulullah SAW. suatu tempat untuk aktivitas pendidikan yang menyediakan
pemondokan bagi yang miskin, ada Sembilan shuffah diantanya di samping Masjid Nabawi;

2. Kuttab/Maktab, berarti tempat tulis menulis;

3. Halaqah, artinya lingkaran,proses belajar mengajar dimana murid melingkari muridnya, di masjid-
masjid

3.atau di rumah-rumah, mendiskusikan ilmu agama, ilmu pengetahuan , dan

3.filsafat;

4. Majlis, ada 7 macam majlis menurut Muniruddin Ahmed:

a. Majlis Al-Hadis;

b. Majlis al-Tadris;

c. Majlis al-Munazharah;

d. Majlis Muzakarah;

e. Majlis al-Syu’ara;

f. Majlis al-Adab;

5. Masjid;

6. Khan, asrama murid-murid yang dari luar kota untuk belajar Islam di suatu masjid;

7. Ribath, tempat kegiatan kaum sufi yang dipimpin oleh Syaikh;

8. Rumah-rumah Ulama;

9. Toko-toko Buku dan Perpustakaan;

10. Rumah Sakit;

11. Badiah(Padang Pasir, Dusun Tempat Tinggal Badwi).

Di zaman khulafaur rasyidin, sahabat-sahabat Nabi SAW. terus melanjutkan

peranannya yang selama ini mereka pegang, tetapi zaman ini muncul kelompok tabi’in yang
berguru kepada lulusan-lulusan pertama. Diantaranya yang paling terkenal di Madinah
adalah: Rabi’ah al-Raayi yang membuka pertemuan ilmiah di Masjid Nabawi.
1. Al-Kuttab, didirikan pada masa Abu Bakar dan Umar yaitu sesudah penaklukan-penaklukan dan
sesudah mereka mempunyai hubungan

dengan bangsa-bangsa yang telah maju. Utamanya mengajarkan Alquran

kepada anak-anak, selanjutnya mengajarkan membaca, menulis dan

agama.Khuda Bakhsh: pendidikan di al-kuttab berkembang tanpa

campur tangan pemerintah, dalam mengajar menganut sistem demokrasi.

2. Mesjid dan Jami’. Mesjid mulai berfungsi sebagai sekolah sejak

pemerintahan khalifah kedua, Umar, yang mengangkat “penutur”, qashsh, untuk masjid di kota-
kota, umpamanya Kufah, Basrah, dan Yastrib guna membacakan Alquran dan Hadits (Sunnah Nabi).
Mesjid lembaga ilmu pengetahuan tertua dalam Islam. Mesjid terkenal tempat belajar adalah:

a. Jami’ Umaar bi ‘Ash (mulai tahun 36 H). Pelajaran agama dan budi pekerti. Imam syafi’i datang ke
Mesjid ini (182 H) untuk mengajar, sdh 8 halaqat (lingkaran) yang penuh dengan para pelajar.

b. Jami’ Ahmad bin Thulun(didirikan 256 H). Pelajaran Fiqh, Hadis, Alquran dan Ilmu kedokteran

c. Masjid Al-Azharada di Universitas Al-Azhar

3. Duwarul Hikmah dan Duwarul Ilmi, muncul pada masa Abbasiyah

(masa bangkitnya intelektual), lahir pada masa Al-Rasyid.


4. Madrasah, muncul pada akhir abad ke IV H. Yang dikembangkan oleh
golongan-golongan Syi’ah (pengikut Ali) dengan tujuan mengendalikan

pemerintahan, gerakan ilmu pengetahuan dan sejalan dengan pendapat-pendapat golongan mistik
yang extreme. Di Mesir didirikan sesudah hilangnya Fathimiyah.

5. Al-Khawanik, Azzawaya dan Arrabath, di rumah-rumah orang sufi abad ke XIII M.

6. Al-Bimarista, sejenis rumah sakit pada masa Al-Walid bin Abdul Malik tahun 88 H. memberikan
pelajaran kedokteran.

7. Halaqatud Dars dan Al-Ijtima’at Al-‘Ilmiyah, pada masa Ibnu Arabi pada abad ke dua H.

8. Duwarul Kutub, perpustakaan-perpustaan besar. Misalnya: Perpustakan

yang didirikan di samping madrasah al-Fadhiyah (buku 100.000 buku).

Demikianlah yang dapat saya sampaikan mengenai perkembangan tauhid pada masa sahabat
semoga bermanfaat

D. Tauhid Di Masa Bani Umayyah


Tauhid pada masa Bani Umayyah Setelah usaha-usaha mempertahankan kedaulatan Islam mulai
kendur dan terbuka masa untuk memikirkan hukum-hukum agama dan dasar-dasar akidah, serta
masuknya pemeluk-pemeluk agama lain ke dalam Islam yang jiwanya tetap dipengaruhi oleh unsur-
unsur agama yang telah mereka tinggalkan, lahirlah ke bebasan berbicara tentang masalah-masalah
yang tak pernah di bahas oleh ulama salaf.

Segolongan ulama yang merupakan tokoh-tokoh Qadariyah yang pertama, seperti: Ma’had al-Juhani,
Ghailan ad-Dimasyqi dan Ja’ad ibn Dirham, mulai membahas masalah qadar dan masalah istitha’ah.

Para sahabat yang semasa dengan mereka seperti Abdullah ibn Umar, Jabir ibn Abdullah, Anas ibn
Malik, ibnu Abbas. Abu Hurairah dan teman-temannya menyalahkan mereka, serta meng anjurkan
masyarakat menjauhkan diri dari mereka, jangan mem beri salam, jangan menengok mereka yang
sakit dan jangan menyembahyangkan jenazah mereka.

Tauhid pada masa Bani Umayyah Setelah usaha-usaha mempertahankan kedaulatan Islam mulai
kendur dan terbuka masa untuk memikirkan hukum-hukum agama dan dasar-dasar akidah, serta
masuknya pemeluk-pemeluk agama lain ke dalam Islam yang jiwanya tetap dipengaruhi oleh unsur-
unsur agama yang telah mereka tinggalkan, lahirlah ke bebasan berbicara tentang masalah-masalah
yang tak pernah di bahas oleh ulama salaf.

Segolongan ulama yang merupakan tokoh-tokoh Qadariyah yang pertama, seperti: Ma'had al-Juhani,
Ghailan ad-Dimasyqi dan Ja'ad ibn Dirham, mulai membahas masalah qadar dan masalah istitha'ah.

Para sahabat yang semasa dengan mereka seperti Abdullah ibn Umar, Jabir ibn Abdullah, Anas ibn
Malik, ibnu Abbas. Abu Hurairah dan teman-temannya menyalahkan mereka, serta meng anjurkan
masyarakat menjauhkan diri dari mereka, jangan mem beri salam, jangan menengok mereka yang
sakit dan jangan menyembahyangkan jenazah mereka.

Golongan ini dikendalikan oleh Jaham ibn Shafwan. Mereka ini dinamakan Jabriyah atau Mujbarah
berkaitan dengan akidah yang mereka anut. Dan dikatakan juga Jahmiyah, yakni pengikut-pengikut
Jaham ibn Shafwan. Dan mereka di namakan juga Mu’aththilah, karena mereka meniadakan sifat-
sifat Allah.

Sebagian umat Islam untuk membenarkan perbuatan maksiat nya beralasan dengan qadar. Seorang
berkata kepada Ibnu Umar,ada segolongan manusia, berzina, mencuri, meminum arak, mem bunuh
orang, ber-hujjah bahwa perbuatan itu adalah karena qadar yang telah ditetapkan Allah. Mendengar
itu Ibnu Umar marah dan mengatakan: “Maha suci Allah, ilmu Allah tidak mendorong mereka untuk
berbuat maksiat,”

Di penghujung abad pertama Hijrah terkenallah dalam masyarakat pendapat golongan Khawarij,
yang mengkafirkan orang yang mengerjakan dosa besar.
Al-Hasan al-Bisri’ mengemukakan pendapat yang menjadi anutan umum umat Islam, bahwa orang
yang mengerjakan dosa besar dipandang fasiq, tidak keluar dari Islam.

Pendapat Al-Hasan ini dibantah keras oleh muridnya Washil ibn Atha, Dia ini mengatakan bahwa
orang yang mengerjakan dosa besar berada di antara dua martabat. Pendapatnya diikuti oleh Amar
ibn Ubaid. Karena pendapat ini mengasingkan diri dari majlis gurunya Al-Hasan atau dari pendapat
umum mereka dinamakan Mu’tazilah.”

Oleh karena golongan Qadariyah dan Jahmiyah tidak dapat berdiri sebagai golongan, tetap lebur
dalam kelompok-kelompok lain, maka nama Qadariyah dan Jabariyah menjadi nama paham saja,
tidak menjadi nama golongan. Maka Qadariyah itu berpindah kepada nama Mu’tazilah. Mereka
dinamakan juga Qudriyah, lantaran mereka menetapkan bahwa hamba mempunyai qudrat
yangbebas aktif. Mereka sendiri tidak menerima nama-nama itu. Mereka menamakan dirinya
dengan Ahlul 'Ad-li wat Tauhid.

Dikatakan mereka dalam ahlul 'ad-li, adalah karena mereka menetapkan bahwa hamba ini
mempunyai qudrat, bebas aktif dalam segala tindakannya, yang karenanya mereka dipahalai dan
disiksa. Mereka meniadakan kezaliman bagi Allah.

Dan mereka menamakan dirinya dengan ahlut tauhid adalah karena mereka meniadakan sifat dari
Allah, agar zat Allah benarbenar tidak tersusun dari zat dan sifat dan supaya Allah benar benar Esa.

Di akhir masa ini Washil ibn Atha' telah dapat menyusun dasar-dasar ilmiah bagi mazhab Mu'tazilah
dan cara-cara mengajak masyarakat untuk mengembangkan pahamnya. Dia menyebarkan para
pendukungnya keserata penjuru, hingga ke Khurasan (di Timur), Maroko (di Barat), Armenia (di
Utara) serta Yaman (di Selatan).

Menurut uraian Al-Maqrizi, Washil ibn Atha' telah menyusun sebuah kitab yang dinamakan Kitabut
Tauhid, sebuah kitab lagi yang dinamakan Kitabul Manzilati Bainal Manzilataini dan kitab Al-Futuya.
Dengan demikian dapatlah kita katakan, bahwa dalam masa inilah mulai

timbul usaha menyusun kitab pegangan dalam Ilmu Kalam. Kitab-kitab ini tidak ada yang sampai ke
tangan kita.

E. Tauhid Di Masa Bani Abbasiyah

Dalam masa Bani Abbas, hubungan pergaulan antara bangsa bangsa Ajam Dengan bangsa Arab
semakin erat dan berkembang lah ilmu dan kebudayaan. Penguasa-penguasa Bani Abbas
mempergunakan orang-orang Persia yang telah memeluk agama Islam, orang-orang Yahudi dan
Nashrani untuk menjadi pegawai negeri dan mempergunakan mereka untuk menterjemahkan kitab-
kitab yang ditulis dalam bahasa mereka ke dalam bahasa Arab.

Para penterjemah ini berusaha mengembangkan pendapat pendapat mereka yang berpautan
dengan agama, serta mengem bangkannya dalam masyarakat muslimin; mereka menyembunyikan
maksud buruk mereka dengan berpakaian Islam. Mereka menggunakan falsafah untuk kepentingan
pikiran mereka. Dengandemikian timbullah beberapa partai yang sama sekali tidak di kehendaki
Islam.

Golongan Mu’tazilah tidak dapat mempertahankan agama tanpa mempergunakan falsafah Yunani.
Dan tanpa mengetahui pendapat-pendapat golongan yang lain dari mereka untuk menentang
golongan-golongan yang tidak sepaham itu dengan mempergunakan senjata mereka sendiri.

Mulai dari masa ini berwujudlah gerakan mempergunakan falsafah untuk menetapkan akidah-akidah
Islamiyah dan ilmu Kalam berwarna baru yang tidak ada di masa Rasul, di masa sahabat, dan
mulailah ilmu kalam dituang dalam tulisan.

Dalam masa inilah golongan Mu’tazilah melipat gandakan kesungguhan mereka dalam
mengembangkan dakwah kepada dasar-dasar yang telah digariskan oleh Washil ibn Atha”.

Oleh karena mereka mempunyai daya akal dan kecerdasan serta kemahiran dalam menguraikan
dalil, maka banyaklah pemuka-pemuka masyarakat menganut paham mereka. Di antara pemuka-
pemuka masyarakat menganut paham Mu'tazilah ialah Al Ma'mun, Al-Mu'tashim dan Al-Watsiq

Dalam masa pemerintahan Al-Ma'mun terjadilah perdebatan perdebatan yang memuncak dan
hangat di antara ulama-ulama kalam, karena Al-Ma'mun membuka kesempatan yang luas bagi
tokoh-tokoh Mu'tazilah. Al-Ma'mun mungkin sekali amat me nyukai diskusi-diskusi yang terjadi di
antara ulama- ulama kalam atau memang bermaksud supaya dengan jalan diskusi-diskusi itu dapat
diperoleh suatu pendapat yang dapat dianut oleh semua orang.

Akan tetapi perdebatan tentang adanya sifat bagi Allah ber henti pada saat lahir partai-partai
Musyabbihah, yaitu dengan lahirnya Muhammad ibn Karram, pemimpin golongan Karamiyah yang
menetapkan adanya sifat bagi Allah dan menyamakan sifat sifat Allah itu dengan sifat-sifat makhluk,
dan berkumandang pula pendirian Mu'tazilah tentang kemakhlukan Al-Qur'an. Dalam peristiwa ini
banyaklah orang dibunuh dan disiksa.

Al-Ma’mun menganut pendapat Mu’tazilah dan memaksa masyarakat menganut pendapat itu;
karenanya, Al-Ma’mun me nyiksa orang-orang yang tidak mau menerima pendapat itu.

Abu Hasan membantah pendapat gurunya dan membela mazhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Abul Hasan menempuh jalan tengah antara mazhab salaf dan mazhab

Penentangnya. Dia mengumpulkan antara dalil-dalil aqli dan dalil-dalil naqli bagi pendapat-
pendapatnya dalam menolak paham Mu’tazilah.

Usaha Abul Hasan al-Asy’ari dibantu dan dikuatkan oleh Abu Mansur al- Maturidi. Maka dengan
usaha dua tokoh ini, mazhab I’tizal menjadi lemah yang

Berangsur lenyap dari anutan masyarakat. Apabila politik yang mengembangkan mazhab Itizal pada
mula-mulanya, maka politik pula yang menindas gerakan Mu’tazilah dan mengembangkan mazhab
Ahlus Sunnah.

Pengikut-pengikut Asy’ari meneruskan teori-teori yang telah digariskan oleh Al-Asy’ari yaitu
mengumpulkan antara dalil-dalil aqli dan dalil-dalil nagli. Dalam pada itu pengikut-pengikut Al Asy’ari
memandang pula bahwa dalil-dalil yang dibuat untuk muqaddamah-muqaddamah aqliyah, seperti
teori Jauhar dan aradh, merupakan bagian dari iman. Karenanya mereka berpendapat bahwa
batalnya dalil, berarti batalnya mad-lul.

Keringkasannya, firqah-firqah syariat sebelum Al-Asy’ari adakala berpegang kepada dalil-dalil naqli
saja, mengabaikan dalil aqli, ada kalanya berpegang kepada dalil aqli saja mengabaikan dalil naqli.
Maka Al-Asy’ari berusaha mengumpulkan antara kedua dalil dalil itu.

Al-Ghazali dalam Al-Ihya’ berkata: “Akal memerlukan dalil naqli dan dalil naqli memerlukan dalil aqli.
Bertaqlid saja kepada pendapat orang, tanpa mempergunakan akal sama sekali, adalah suatu
kebodohan. Mencukupi dengan akal saja, tanpa memerlukan sinar wahyu Ilahi dan sunnah Nabi
adalah suatu tipuan belaka. Maka jauhkanlah dirimu dari menjadi orang yang menggolongkan diri ke
dalam salah satu partai itu dan hendaklah kamu mengumpulkan antara

Kedua-dua dasar pokok itu (akal dan naqal) karena sesungguhnya ilmu-ilmu agli adalah setamsil
makanan, sedang ilmu-ilmu syar’i adalah setamsil obat.”

Ibnu Rusyd dalam kedua-dua kitabnya yaitu Fashul Maqal dan Al-Kasyfu ‘an Manahijil Adillah telah
mengeritik jalan-jalan yang ditempuh oleh para mutakallimin (ulama kalam) dalam cara mereka
mengambil dalil dan memalsukan muqaddamah-muqaddamah yang berdasar ilmu falsafat yang
dipegang erat olch golongan Al Asy’ariyah dan diambilnya dari golongan Mu’tazilah, bahwa
muqaddimah-muqaddimah itu berada di atas kemampuan akal orang umum dan tidak
menyampaikan kepada yang dimaksudkan serta menjauhi jalan yang digariskan Al-Qur’an. Ibnu
Rusyd dalam kitabnya itu berusaha mempertemukan antara syariat dan hikmat (falsafah) dan
menghendaki supaya kita mengambil dalil untuk menetapkan akidah-akidah Islamiyah tanpa terlalu
memperguna kan falsafah serta hendaklah kita mengikuti jalan yang digariskan Al-Qur’an yang
sesuai dengan fitrah manusia dan berpadanan dengan kemudahan agama Islam.

Mazhab Al-Asy’ari berkembang pesat ke semua pelosok hingga tak ada lagi mazhab yang
menyalahinya selain mazhab Hanbaliyah yang tetap bertahan dalam mazhab salaf, yaitu beriman
sebagai mana yang tersebut dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits tanpa men takwilkan ayat-ayat atau
hadits-hadits itu./

Pada permulaan abad ke 8 Hijrah lahirlah di Damaskus se orang ulama besar yaitu Taqiyuddin ibn
Taimiyah menentang urusan yang berlebih-lebihan dari pihak-pihak yang mencampur adukkan
falsafah dengan kalam, atau menentang usaha-usaha yang memasukkan prinsip-prinsip falsafah ke
dalam akidah Islamiyah.

Ibnu Taimiyah membela mazhab salaf (sahabat, tabi’in dan imam-imam mujtahidin) dan membantah
pendirian-pendirian golongan-golongan Al- Asy’ariyah dan lain-lain, baik dari golongan Rafidhah,
maupun dari golongan Sufiyah. Maka karenanya masyarakat Islam pada masa itu menjadi dua
golongan, pro dan kontra, ada yang menerima pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah dengan sejujur
hati, karena itulah akidah ulama-ulama salaf dan ada pula yang mengatakan bahwa Ibnu Taimiyah
itu orang yang sesat.Jalan yang ditempuh oleh Ibnu Taimiyah ini dilanjutkan oleh seorang muridnya
yang terkemuka, yaitu Ibnu Qayyimil Jauziyah.

Maka sesudah berlalu masa ini, tumpullah kemauan, lenyap lah daya kreatif untuk mempelajari ilmu
kalam dengan seksama dan tinggallah penulis. Penulis yang memperkatakan makna makna lafal dan
ibarat-ibarat dari kitab-kitab peninggalan lama. Kemudian di antara gerakan ilmiah yang mendapat
keberkahan dari Allah, ialah gerakan Al-Imam Muhammad Abduh dan gurunya Jamaluddin al-
Afghani yang kemudian dilanjutkan oleh As-Said Rasyid Ridha. Usaha-usaha beliau-beliau inilah yang
telah membangun kembali ilmu-ilmu agama dan timbullah jiwa baru yang cenderung untuk
mempelajari kitab-kitab Ibnu Taimiyah dan muridnya.

Das könnte Ihnen auch gefallen