Sie sind auf Seite 1von 7

PERKEMBANGAN KARBON TRADING DI INDONESIA

Sejarah Karbon Trading

Perubahan iklim, efek rumah kaca, pemanasan global dan lainnya, tentu sangat
mengancam kondisi lingkungan hidup yang ada di bumi termasuk bagi kehidupan
manusia. Tentunya hal tersebut terjadi juga dikarenakan aktivitas manusia yang
berlebihan misalnya kegiatan industri yang sebagian besar menggunakan minyak dan gas
bumi melalui pembakaran sehingga melepaskan karbon dioksida ke udara. Untuk
mengatasi dampak negatif dari perubahan iklim, efek rumah kaca, dan pemanasan global
dibutuhkan mitigasi, seperti menggunakan transportasi umum untuk mengurangi polusi
udara yang berlebihan, menggunakan energi terbarukan, pengurangan pemakaian listrik
secara berlebihan, memelihara hutan atau melakukan penanaman pohon kembali.

Dalam pertemuan KTT Bumi di Rio De Janeiro pada tahun 1992, melalui Perserikatan
Bangsa-Bangsa akhirnya membentuk suatu perjanjian ataupun pertemuan bernama
konvensi United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang
berfokus untuk menstabilkan ataupun menetralkan efek gas rumah kaca yang berlebihan.1
Kemudian untuk menindalanjuti konvensi tersebut, diadakanlah pertemuan di Kyoto
dengan traktat internasional yang dikenal dengan Protokol Kyoto. Protokol Kyoto adalah
sebuah persetujuan sah di mana negara-negara perindustrian akan mengurangi emisi gas
rumah kaca mnereka secara kolektif sebesar 5,2% dibandingkan dengan tahun 1990. 2

Pada tahun 2015 dilakukan pertemuan Paris Agreement to the United Nations Framework
Convention on Climate Change di Paris, yang merupakan lanjutan kembali atas Protokol
Kyoto untuk pengendalian keberlanjutan perubahan iklim, disini juga pemerintah
Indonesia turut hadir bersama-sama dengan anggota masyarakat internasional melalui
Konferensi UNFCCC. Pemerintah Indonesia kemudian meratifikasi perjanjian Paris tersebut
melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Pengesahan
Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change. Selain
itu, persetujuan Paris atas Konvensi kerangka Kerja perserikatan Bangsa-Bangsa
mengenai perubahan iklim, menuju ketahanan iklim dan Pembangunan rendah emisi,
tanpa megancam produksi pangan, dan menyiapkan skema pendanaan untuk menuju
Pembangunan rendah emisi dan berketahanan iklim.3 Bahwa yang menjadi persetujuan
dari materi pokok Perjanjian Paris tersebut adalah pendekatan kebijakan dan insentif
positif untuk aktivitas penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan serta

1
UU No. 6 Tahun 1994 Tentang Pengesahan United Nations Framework Convention On Climate Change
(Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim)
2
https://id.wikipedia.org/wiki/Protokol_Kyoto
3
Penjelasan bagian Umum UU No. 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations
Framework Convention on Climate Chage
pengelolaan hutan berkelanjutan, konservasi dan peningkatan cadangan karbon hutan
termasuk melalui pembayaran berbasis hasil.4

Adapun salah satu perjanjian Paris tersebut adalah para Para Pihak didorong untuk
mengambil aksi guna mengimplementasikan dan mendukung, termasuk melalui sistem
pembayaran berbasis hasil, kerangka kerja yang sudah ada sebagaimana ditetapkan
dalam pedoman dan keputusan terkait yang telah disepakati menurut Konvensi untuk:
pendekatan kebijakan dan insentif positif bagi kegiatan yang berkaitan dengan penurunan
emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, dan peranan konservasi, pengelolaan hutan
berkelanjutan dan peningkatan cadangan karbon hutan di negara berkembang; serta
pendekatan kebijakan alternatif, seperti pendekatan mitigasi bersama dan adaptasi untuk
pengelolaan hutan berkelanjutan dan terpadu, sekaligus menegaskan kembali pentingnya
pemberian insentif, secara patut, pada manfaat non-karbon terkait dengan pendekatan
tersebut.5

Regulasi karbon Trading

Setelah pemerintah Indonesia mengikuti setiap konvensi mengenai Karbon Trading,


tentunya akan diratifikasi melalui regulasi-regulasi yang akan diterapkan. Adapun
beberapa regulasinya sebagai berikut:

Regulasi Ruang Lingkup


Undang-Undang No.16 Tahun 2016 Penerapan dari Paris Agreement UNFCCC
tentanga Pengesahan Paris Agreement To untuk mengatasi perubahan iklim, efek gas
The United Nations Framework Convention rumah kaca dan pemanasan global melalui
On Climate Change mitigasi, peningkatan pengakuan atas
komitmen nasional dalam menurunkan
emisi dari berbagai sektor.
Peraturan Pemerintah No.46 tahun 2017 Seperangkat kebijakan ekonomi untuk
Tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan mendorong Pemerintah Pusat, Pemerintah
Hidup Daerah, atau Setiap Orang kea rah
Pelestarian Lingkungan Hidup. Penyerapan
dan penyimpan karbon akan mendapatkan
kompensasi atas jasa lingkungan hidup.
Peraturan Menteri ESDM No. 22 Tahun
2019 tentang Pedoman Penyelenggaraan

4
Penjelesan bagian Materi Pokok UU No. 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United
Nations
5
Pasal 5 Terjemahan Agreement to The United Nations Framework Convention on Climate Change yang
termuat pada UU No. 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations
Inventarisasi dan Mitigasi Gas Rumah Kaca
Bidang Energi
Peraturan Presiden No.98 Tahun 2021 Nilai ekonomi karbon merupakan salah
Tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi satu instrument dalam mewujudkan
Karbon Untuk Pencapaian Yang Ditetapkan kewajiban Pemerintah dalam kontribusi
Secara Nasional dan pengendalian Emisi pengurangan emisi gas rumah kaca yang
Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan nantinya juga akan di jual beli melalui
Nasional perdagangan karbon.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Mengatur Standard nilai dari karbon yang
kehutanan No. 21 Tahun 2022 Tentang akan diperdagangkan
Tata Laksana penerapan Nilai Ekonomi
Karbon
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.14 Sistem yang mengatur perdagangan
tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon karbon dan catata kepemilikan unit karbon
Melalui Bursa Karbon yang akan diperdagangkan melalui Bursa
Karbon

Para Pihak Transaksi Perdagangan Karbon

Transaksi perdagangan karbon pastinya memiliki pihak, yaitu penjual karbon dan pembeli
karbon. Pembeli karbon biasanya adalah negara-negara maju yang dalam aktivitas sumber
dayanya berfokus dalam teknologi ataupun negara industri yang mana Perusahaan mereka
menghasilkan jumlah emisi yang sangat tinggi.

Selanjutnya yang menajadi penjual karbon adalah cenderung kebanyakan dari negara-
negara berkembang ataupun perusahaan yang mana secara kondisi geografisnya masih
memiliki lahan kosong yang luas ataupun hutan yang luas. Lahan ataupun hutan tersebut
tentunya memiliki daya serap yang baik/tinggi terhadap karbon dioksida yang nantinya
dapat mengurangi karbon yang tinggi bagi negara-negara/Perusahaan yang
membutuhkan.

Kondisi wilayah geografis Indonesia yang sangat luas dengan masih banyaknya lahan yang
kosong ataupun memiliki hutan yang sangat banyak, maka dengan kondisi tersebut
Indonesia dapat dikategorikan sangat layak untuk melakukan transaksi jual beli karbon
sebagai penjual karbon. Dengan posisi Indonesia yang memiliki kelayakan sebagai penjual
karbon, tentunya akan turut andil mengambil peran untuk mengurangi emisi karbon
dibumi serta untuk mencegah perubahan iklim, pemanasan global, dan efek gas rumah
kaca.
Jenis-Jenis Emisi Karbon

Emisi karbon merupakan karbon yang lepas ke atmosfer melalui area tertentu dalam
jangka tertentu. Dalam melakukan transaksi karbon akan jenis-jenis karbon yang
kemudian diperjual belikan, seperti karbon dioksida, metana, dinitro oksida,
dirofluorokarbon, perfluorokarbon, dan sulfur heksafluorida. 6

Jenis-jenis emisi diataslah yang merupakan pemicu terjadinya perubahan iklim, efek
rumah kaca dan pemanasan global. Dari berbagai jenis emisi diatas, negara/Perusahaan
nantinya akan membeli, dikarenakan aktivitas teknologi ataupun industri mereka sudah
menghasilkan emisi yang sangat besar.

Sistem Perdagangan Karbon

Untuk mencegah, mengurangi, ataupun menstabilkan emisi karbon yang kedepannya akan
berdampak serius bagi kehidupan bumi, maka dibutuhkan jalan Tengah untuk
mengatasinya, yaitu melalui perdagangan karbon. Perdagangan karbon adalah mekanisme
berbasis pasar untuk mengurangi emisi GRK melalui kegiatan jual beli unit karbon. Dalam
memperdagangkan karbon tentunya dibutuhkan sebuah instrumen dengan mekanisme
berbasis pasar.

Pasar karbon memiliki pasar dari setiap unit kredit karbon dengan mewakili pengurangan
emisi yang kemudian dipertukarkan dengan pasar yang telah ditentukan. Berdasarkan
skema pasar nantinya akan diberikan kuota bagi yang menghasilkan emisi karbon, yaitu
dengan cara produksi emisi karbon yang telah melebih kuota, maka dapat membeli kredit
dari entitas karbon yang masih memiliki kuota.

Sistem perdagangan karbon menjadi salah satu mekanisme yang ditentukan berdasarkan
Batasan emisi dan harga karbon untuk memenuhi batas emisi tersebut. Berdasarkan
Perpres No.98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk
Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara nasional dan Pengendalian Emisi gas
rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional menjadi arah bagi perkembangan perdagangan
karbon di Indonesia, yang mana didalam peraturan tersebut menggunakan istilah Nilai
Ekonomi Karbon.

Proses perdagangan karbon dibutuhkan sebuah penilaian yang akan dihitung dari setiap
jumlah emisi karbonnya ataupun karbon tersebut akan dinilai secara ekonomi. Nilai
ekonomi karbon yang selanjutnya disingkat NEK adalah nilai terhadap unit Emisi Gas

6
Pasal 10 ayat (7) Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Untuk
Pencapaian Target Kontribusi Yang Ditetapkan Secara Nasional Dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam
Pembangunan Nasional
Rumah Kaca yang dihasilkan dari kegiatan manusia dan kegiatan ekonomi.7 Berdasarkan
nilai ekonomi tersebut akan ada transaksi melalui pembayaran atau yang dikenal
Pembayaran Berbasis Kinerja, yaitu insentif atau pembayaran yang diperoleh dari hasil
capaian pengurangan Emisi GRK yang telah diverifikasi dan/atau tersertifikasi dan manfaat
selain karbon yang telah divalidasi. Dengan regulasi yang ada perdagangan karbon
memiliki 3 mekanisme yaitu:

1. Perdagangan Langsung adalah Perdagangan Karbon yang


dilakukan di luar bursa karbon antara penjual dan pembeli
yang membutuhkan Unit Karbon.
2. Perdagangan Karbon Lintas Sektor adalah Perdagangan
Karbon antar Sektor dan/atau Sub Sektor yang berbeda.
3. Perdagangan Emisi adalah mekanisme transaksi antara
Pelaku Usaha yang memiliki emisi melebihi Batas Atas Emisi
GRK yang ditentukan.

Dalam melakukan jual beli karbon dapat diperdagangkan melalui perdagangan karbon
dalam negeri dan perdagangan luar negeri. Terkhusus bagi perdagangan karbon luar
negeri harus memenuhi ketentuan, sebagai berikut:

a. dilakukan setelah Menteri Terkait menetapkan dan


menyampaikan rencana dan strategi pencapaian terkait NDC
pada Sektor dan Sub Sektor kepada Menteri.
b. telah mencapai target NDC pada Sub Sektor atau sub-sub
Sektor untuk Perdagangan Karbon luar negeri; dan
c. mendapat otorisasi dari Menteri.8

Berdasarkan PERMEN LHK No. 21 tahun 2022 skema perdagangan karbon dapat
dilakukan jugan dengan penyesuaian terhadap perkembangan teknologi. Dalam transkasi
jual beli karbon, jika terdapat surplus dalam pengurangan emisi yang tidak
diperdagangkan, maka pelaku usaha dapat menyimpan kembali yang kemudian dalam 2
tahun kedapan dapat diperdagangkan kembali.

Penyelenggaraan Perdagangan Berdasarkan Bursa Karbon

Dalam melakukan transaksi jual beli karbon dibutuhkan sebuah intrumen penyelengaraan
perdagangan karbon mulai dari pengaturannya, perizinan, pengawasan, dan

7
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana penerapan nilai
Ekonomi Karbon
8
Pasal 4 ayat (3) Peraturan Menteri Lingkungan Hiduo dan Kehutanan No. 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana
penerapan nilai Ekonomi Karbon
pengembangan perdagangan karbon melalui bursa karbon. Otoritas jasa keuangan
menyampaikan bahwa perdagangan karbon dilakukan melalui bursa karbon dengan 2
skema perdagangan, yaitu perdagangan emisi yakni perdagangan emisi yang dilakukan
dengan menetapkan batas atas atau kuota emisi bagi pelaku usaha dan pencadangan
emisi yakni pelaku usaha menurunkan emisinya dengan mengkompensasi emisi di termpat
lain. Kedua mekanisme tersebut tentunya juga harus dilakukan sesuai dengan prosedur
yang telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.14 tahun 2023 tentang
Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon.

Untuk memulai transaksi karbon, unit karbon wajib terlebih dahulu dicatatkan pada Sistem
Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI di kementrian lingkungan hidup
dan kehutanan) dan Penyelenggara Bursa Karbon. Berdasarkan Pasal 48 dari Peraturan
Presiden Nomor 98 Tahun 2021, perdagangan karbon domestik atau internasional
dilakukan melalui Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI)
dengan mengutamakan penggunaan Sertifikat Penurunan Emisi GRK yang dihasilkan
melalui mekanisme sertifikasi penurunan emisi nasional. Pihak yang dapat
menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Bursa Karbon merupakan penyelenggara pasar
yang telah memiliki usaha sebagai penyelenggara bursa karbon dengan melakukan
permohonan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan kemudian mendapatkan izin dari OJK.

Penyelenggara Bursa Karbon wajib menyelenggarakan perdagangan Unit Karbon yang


teratur, wajar, dan efesien. Dalam melakukan proses-proses transaksi perdagangan
karbon, pihak penyelenggara bursa karbon wajib memiliki system elektronik untuk
mempertemukan transasksi unit karbon. Berdasarkan Pasal 13 Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2023 Tentang Perdagangan Karbon Melalui
Bursa Karbon, penyelenggara bursa karbon wajib memiliki modal disetor paling sedikit
sebesar Rp. 100.000.000.000 (seratus miliar rupiah) dan modal tersebut tidak boleh
berasal dari pinjaman.9

Dalam proses perdagangan karbon pada bursa karbon, OJK memiliki peranan yang sangat
penting untuk mengawasi penyelenggaraan bursa karbon. Adapun ruang lingkup
pengawasan yang dilakukan terhadap bursa karbon, meliputi Penyelenggara Bursa
Karbon; infrastruktur pasar pendukung perdagangan karbon, pengguna jasa bursa
karbon, transaksi dan penyelesaian transaksi karbon, tata Kelola perdagangan karbon,
manajemen risiko, perlindungan konsumen.10

9
Pasal 13 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2023 Tentang Perdagangan
Karbon Melalui Bursa Karbon
10
Pasal 26 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2023 Tentang
Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon
Konsekuensi Hukum

Bahwa bagi penyelenggara bursa karbon yang melakukan kegiatan tanpa persetujuan
ataupun tidak sesuai dengan regulasi OJK, akan mendapatkan sanksi dari OJK. Sanksi
yang diberikan oleh pihak OJHK adalah berupa sanksi administrasi dengan cara peringatan
tertulis, denda yaitu kewajiban untuk membyar sejumlah uang tertentu, pembatasan
kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha, pembatalan
persetujuan dan pembatalan pendaftaran.11 Kemudian OJK juga dapat melakukan
Tindakan tertentu terhadap setiap pihak yang melakukan pelanggaran ketentuan
peraturan OJK tersebut.

Kesimpulan

Pengurangan gas emisi karbon tentunya merupakan salah satu acara yang tepat untuk
mengatasi persoalan perubahan iklim, efek gas rumah kaca dan pemansan global. Hal
yang bisa dilakukan dalam melakukan pengurangan gas emisi adalah dengan melakukan
perdagangan karbon yang kemudia akan berdampak bagi kehidupan bumi/iklim dan juga
memiliki nilai ekonomi yang sangat bermanfaat bagi para pihak yang membutuhkannya.
Kemudian penyelenggaraan perdagangan karbon melalui bursa karbon yang telah diatur
oleh OJK, dapat menjadi pedoman dan acuan dalam setiap proses transaksi jual beli
karbon melalui bursa karbon, yang juga nantinya terhadap pelaksanaan penyelanggara
pasar karbon akan tersistematis dengan baik.

11
Pasal 33 ayat (4) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2023 Tentang
Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon

Das könnte Ihnen auch gefallen