Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
1
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Terbuka
E-mail : .................
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Menurut UUSPN No. 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha terencana serta sadar
dalam menciptakan kondisi belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif
mengembangkan potensi dirinya (Marzuki, 2012:24), hal ini menjadi landasan yang peneliti
gunakan dalam penelitian kali ini.
UU No. 24 Tahun 2016 pasal 1 ayat 1 yang menyebutkan bahwa Kurikulum 2013 pada
pendidikan dasar dan pendidikan menengah mencakup Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
(SD/MI) Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah
Atas/MadrasahAliyah (SMA/MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah
Kejuruan (SMK/MAK) Prihantini (2018:19)
Sebagaimana tercantum dalam amandemen UUD 1945 pasal 28A ayat (1) yang
menyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya demi meingkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia, maka sudah selayaknya bagi guru sebagai tenaga pendidik untuk memberikan layanan
pendidikan yang baik terhadap para siswanya.
Pelayanan pendidikan yang baik akan menghasilkan output yang berkompeten sehingga
tujuan pendidikan nasional dapat terwujud. Untuk itu diperlukan seorang tanaga pendidk yang
profesional yaitu guru yang mampu menyelesaikan masalah dalam pembelajarannya melalui
perbaikan pembelajaran. Salah satu cara perbaikan pembelajaran tersebut adalah melalui
penelitian tindakan kelas.
IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang menjadi muatan dalam kurikulum di
Sekolah Dasar perlu mendapatkan perhatian dalam proses pembelajarannya sehingga jiwa
sosial siswa dapat berkembang secara optimal. Model pembelajaran IPS melalui ceramah yang
dilakukan kebanyakan guru tentu tidak relevan untuk memenuhi kriteria pembelajaran aktif dan
kreatif sehingga berakibat siswa kurang aktif dalam pembelajaran terlebih di jenjang Madrasah
Ibtidaiyah.
MIS Tanjungsari sebagai salah satu lembaga naungan LP Ma’arif NU yang masuk
dalam wilayah Kecamatan Tersono Kabupaten Batang. MIS Tanjungsari Tersono Batang
memiliki 6 rombongan belajar dengan jumlah siswa tiap kelas bervariasi. Kondisi tenaga
pendidik di sekolah tersebut terdiri dari 1 orang kepala sekolah, 6 orang guru kelas dan 2 orang
guru mata pelajaran dengan kualifikasi pendidikan 80% adalah sarjana.
Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa siswa ternyata sebagaian besar siswa
dari mereka kurang memahami mata pelajara IPS karena ketika mereka berada dirumah kurang
dibimbing oleh orang tua . Hal tersebut menyebabkan rendahnya prestasi siswa kelas V di MIS
Tanjungsari Tersono Batang pada salah satu mata pelajaran yang menjadi muatan dalam
kurikulum pendidikan dasar yaitu mata pelajaran IPS. Nilai siswa pada mata pelajaran IPS yang
mencapai KKM baru mencapai 37,5% dari 30 siswa atau 12 siswa yang tuntas dan 20 siswa
atau 62,5% siswa belum tuntas. Rata-rata nilai siswa baru mencapai 6,20 sedangkan KKM
untuk mata pelajaran tersebut adalah 7,50 sehingga perlu diadakan perbaikan pembelajaran
melalui Penelitian Tindakan Kelas.
Berdasarkan hasil analisis terhadap rendahnya nilai ulangan IPS pada siswa kelas V,
maka penulis perlu membuat alternatif pemecahan masalah dengan Model Pembelajaran Make
a Match berbantu Media Flashcard. Penggunaan model pembelajaran Make a Match
merupakan model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan keaktifan serta hasil belajar
siswa. Dengan menggunakan model pembelajaran ini, siswa akan lebih paham mengenai
konsep materi yang diajarkan guru.
Menurut Isjoni (2014:15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran
dimana system belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang
secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.
Keberhasilan belajar menurut model belajar ini bukan semata-mata ditentukan oleh
kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan belajar itu akan semakin baik apabila
dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok-kelompok belajar kecil yang terstruktur
dengan baik. Melalui belajar dari teman yang sebaya dan di bawah bimbingan guru, maka
proses penerimaan dan pemahaman siswa akan semakin mudah dan cepat terhadap materi
pembelajaran.
Sedangkan Anita Lie (dalam Isjoni, 2014:16) pembelajaran kooperatif merupakan
sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama
dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.
Selain itu Suprijono (2014:54) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran berbasis sosial dengan konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja
kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru di mana guru.menetapkan
tugas dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik dalam menyelesaikan
masalah yang dimaksud. Dalam pembelajaran kooperatif diterapkan strategi belajar dengan
sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda.
Model Make a Match (mencari pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode
dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994).
Salah satu keunggulan dari teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar
mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan (Rusman, 2010:
223).
Tujuan dari model pembelajaran Make a Match (mencari pasangan) (Miftahul
Huda, 2013: 251) adalah sebagai berikut: pendalaman materi, penggalian materi, dan
edutainment
Adapun persiapan yang harus dilakukan oleh guru sebelum proses pembelajaran
berlangsung (Miftahul Huda, 2013: 251) yaitu sebagai berikut.
1. Membuat beberapa pertanyaan sesuai dengan materi yang dipelajari (jumlahnya
tergantung tujuan pembelajaran) kemudian menulisnya dalam kartu-kartu pertanyaan.
2. Membuat kunci jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat dan menulisnya
dalam kartu-kartu jawaban. Akan lebih baik kartu jawaban dan kartu pertanyaan
berbeda warna.
3. Membuat aturan yang berisi penghargaan bagi siswa yang berhasil dan sanksi bagi siswa
yang gagal (di sini, guru dapat membuat aturan ini bersama-sama dengan siswa).
4. Menyediakan lembar untuk mencatat pasangan-pasangan yang berhasil sekaligus untuk
pensekoran presentasi.
Penerapan metode ini dimulai dengan teknik, yaitu siswa disuruh mencari pasangan
kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokan
kartunya diberi poin.
Berdasarkan uraian di atas peneliti berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif
adalah suatu model pembelajaran yang dilaksanakan secara kelompok dalam pembelajaran
dengan tujuan supaya siswa satu dengan yang lain dapat saling membantu karena dalam
kelompok tersebut terdiri dari beberapa siswa yang heterogen kemampuannya.
Penelitian yang kami lakukan telah dilakukan penelitian sebelumnya juga oleh Tamelab,
H., & Japa, I. G. N. (2021). Dengan judul Dampak Model Pembelajaran Make a Match
Bermediakan Kartu Bergambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas V di SD. Journal
of Education Action Research, 5(4), 478-482. Juga pernah dilakukan oleh Amalia, N. F. (2013).
Dengan judul Keefektifan Model Kooperatif Tipe Make A Match dan Model CPS Terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah dan Motivasi Belajar. Kreano, Jurnal Matematika Kreatif-
Inovatif, 4(2), 151-158.
Tujuan dari Perbaikan Pembelajaran kelas ini ialah Mendeskripsikan cara penerapan
model pembelajaran Make a Match berbantu Media Flashcard dapat meningkatkan proses
belajar siswa kelas V dalam mata pelajaran IPS MIS Tanjungsari Tersono Batang.
METODE
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu sebagai berikut:
Data kualitatif berupa hasil pengamatan proses pembelajaran IPS menggunakan model
pembelajaran Make a Match pada siswa Kelas V MIS Tanjungsari Tersono Batang yang
dianalisis dengan mengorganisasikan dan mengklarifikasikan berdasarkan aspek yang menjadi
fokus analisis untuk memperoleh simpulan. Data kuantitatif diwujudkan dalam hasil belajar
siswa pada pembelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran Make a Match pada
siswa kelas V Tanjungsari Tersono Batang yang dianalisis dengan menggunakan statistik
deskriptif dengan menentukan ketuntasan belajar secara individu maupun klasikal yang
ditampilkan dalam bentuk persentase.
Berdasarkan data nilai sebelum perbaikan maka diketahui bahwa nilai Tuntas Tingkat
Klasikal sebelum perbaikan pembelajaran hanya dicapai oleh 7 siswa atau 33% dari sejumlah
21 siswa, Sedangkan nilai tertinggi adalah 80, nilai terendah 40, dan nilai rata-rata kelas 61,9.
Hasil belajar tersebut menjadi perhatian serius bagi guru.
Gambar 4.2
Persentase Nilai Evaluasi Pra Siklus
Siswa
33.00%
Tuntas
67.00%
Tidak Tuntas
2
0
30 40 50 60 70 80 90 100
Berdasarkan data nilai sebelum perbaikan maka diketahui bahwa nilai Tuntas Tingkat Klasikal
sebelum perbaikan pembelajaran hanya dicapai oleh 14 siswa atau 66,6% dari sejumlah 21
siswa, Sedangkan nilai tertinggi adalah 100, nilai terendah 40, dan nilai rata-rata kelas 70,95
dengan KKM 65. Hasil belajar tersebut belum sesuai harapan dan perlu adanya perbaikan pada
siklus II.
Gambar 4.4
Persentase Nilai Evaluasi Siklus I
Siswa
33.40%
Tuntas
66.60%
Tidak Tuntas
Grafik 4.5
Hasil Nilai Evaliasi Siswa Siklus II
Berdasarkan data nilai sebelum perbaikan maka diketahui bahwa nilai Tuntas Tingkat
Klasikal sebelum perbaikan pembelajaran hanya dicapai oleh 19 siswa atau 94,47% dari
sejumlah 21 siswa, Sedangkan nilai tertinggi adalah 100, nilai terendah 60, dan nilai rata-rata
kelas 77,14 dengan KKM 65. Hasil belajar tersebut sudah mengalami peningkatan yang
signifkan dan sesuai harapan dan tidak perlu adanya perbaikan pada siklus III.
Gambar 4.6
Persentase Nilai Evaluasi Siklus II
Siswa
5.53%
Tuntas
94.47% Tidak Tuntas
Hasil pengamatan teman sejawat yang dapat disimpulkan adalah bahwa secara umum,
pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus II telah dapat dinyatakan berhasil dan sesuai
dengan tujuan perbaikan pembelajaran pelaksanaan Siklus II adanya peningkatan hasil belajar
IPS materi interaksi manusia dan lingkungannya. Pada penelitian ini hanya berhenti pada siklus
II karena semua peserta didik telah mencapai KKM yang telah ditentukan.
Penerapan pembelajaran IPS melalui model pembelajaran Make A Match berbantuan
media Flashcard diterapkan pada kelas V. Rasionalnya, kelas V merupakan kelas yang sudah
dapat memahami konsep-konsep dasar secara mendalam sehingga dapat mengidentifikasi
aspek-aspek pembelajaran IPS melalui model pembelajaran Make A Match berbantuan media
Flashcard. Hal ini terlihat dari kegiatan siswa yang diajar guru dengan model pembelajaran
Make A Match berbantuan media Flashcard diperoleh data sebagai berikut :
Pada pembelajaran IPS dengan materi interaksi manusia dan lingkungannya, guru
menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar diikuti penyajian
informasi tentang materi dan kegiatan yang akan dilakukan. Data yang diperoleh dengan
instrumen aktivitas siswa dengan hasil tiap kategori sebagai berikut: data siklus 1 dan 2 berada
pada kategoriaktivitas yang menonjol mempertanyakan adalah mengemukakan gagasan dan
mempertanyakan gagasan rata-rata 88%, bertanya rata-rata 84%, berpendapat rata-rata 83%,
menulis rata-rata 82%, dan diskusi rata-rata 80%, Aktivitas Meperhatikan/mendengarkan
penjelasan guru rata-rata 75% , Membaca materi pembelajaran rata-rata 85%, Bekerja dengan
menggunakan media/alat peraga pembelajaranrata-rata 76% sedangkan perilaku yang tidak
relevan dengan kegiatan pembelajaran pada setiap siklus mengalami penurunan dari 30%, 25%
menjadi 20% karena pada setiap siklus, para siswa berlatih dan dibiasakan untuk melakukan
aktivitas-aktivitas yang mendukung proses pembelajaran.
Bila ditinjau dari hasil diatas ternyata pembelajaran IPS melalui model pembelajaran
Make A Match berbantuan media Flashcard mampu meningkatkan aktivitas siswa dalam
pembelajaran. Dalam penelitiannya menyatakan bahwa pada pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran Make A Match berbantuan media Flashcard siswa menjadi
berani mengajukan pertanyaan, berani mengungkapkan gagasan, aktif berdiskusi,
mempersiapkan diri untuk belajar, mendengarkan penjelasan teman dengan baik, senang
bekerja sama, bertanggung jawab, dan berusaha memahami materi yang sudah disajikan oleh
dosen dengan baik) termasuk guru yang efektif.
Respon siswa hasil angket terhadap model pembelajaran Make A Match berbantuan
media Flashcard menyatakan senang dan tertarik terhadap materi yang diajarkan dan cara guru
mengajar. Siswa pun menyatakan tertarik dan senang bekerja kelompok dan berdiskusi. Hal
lain yang menggembirakan adalah siswa mudah memahami dan senang dengan model yang
diberikan guru. Karena siswa telah menunjukkan respon yang positif, siswa mudah memahami
materi pelajaran. Hal ini sesuai dengan penelitian Khoirul Anwar (2006: 88) yang menyatakan
bahwa respon siswa terhadap metode demonstrasi dan media gambar diketahui 40% siswa
menyatakan senang, 7% siswa menyatakan mudah dan 53% siswa menyatakan tertarik terhadap
pembelajaran karena Guru sudah mampu memotivasi siswa untuk aktif, membuat siswa aktif
dalam pembelajaran dan membimbing kegiatan kelompok dengan baik.
Hasil belajar siswa pada pelaksanaan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran Make A Match berbantuan media Flashcard
Gambar 4.7 Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa
120.0
100.0 100.0
100.0
80.0 77.1
80.0 70.9
61.9 60.0 Nilai Terendah
60.0
Nilai Tertinggi
40.0 40.0
40.0 Rata-Rata
20.0
0.0
Pra Siklus Siklus I Siklus II
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas .2003. Undang-undang RI No.20 tahun 2003.tentang sistem pendidikan nasional.
Tamelab, H., & Japa, I. G. N. (2021). Dengan judul Dampak Model Pembelajaran Make a
Match Bermediakan Kartu Bergambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas V di
SD. Journal of Education Action Research, 5(4), 478-482.