Sie sind auf Seite 1von 19

KEPEMIMPINAN GURU LULUSAN

PROGRAM PENDIDIKAN GURU PENGGERAK TINGKAT SMK

Oleh : Tanti Hana Rahmawati

Abstrak

kepemimpinan guru sangat penting dalam meningkatkan keterlibatan pembelajaran

siswa, rasa tanggungjawab dan efektifitas dalam bekerja, komitmen, kolaborasi antar guru,

dan keterlibatan pengambilan keputusan. Hal ini tentunya akan berdampak positif bagi

pengembangan sekolah. Penelitian ini menganalisis kepemimpinan guru yang dilakukan oleh

guru lulusan program guru penggerak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif

dengan pendekatan fenomenologi. Metode pengumpulan data menggunakan observasi,

wawancara, dan dokumentasi. Subyek dalam penelitian ini adalah dua orang guru penggerak

Angkatan ke-7 tingkat SMK . Teknik analisis data dengan cara mereduksi, menyajikan,

menarik kesimpulan dan memverifikasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru

lulusan program Guru Penggerak telah melaksanakan peran kepemimpinan di sekolah dengan

menjalankan ketujuh dimensi dalam kepemimpinan guru secara optimal . Faktor yang

mendukung kepemimpinan guru penggerak di sekolah adalah kepemimpinan kepala sekolah,

dukungan rekan sejawat dan pengelolaan keuangan dalam mendukung program yang sesuai

dengan visi misi sekolah. Jadi dapat disimpulkan bahwa guru lulusan Program Guru

Penggerak sudah melaksanakan peran kepemimpinan dengan optimal di sekolahnya masing-

masing.

1. Pengenalan

Kepemimpinan guru telah didefinisikan oleh banyak ahli. Kepemimpinan guru adalah

aspek yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Wasley (1991: 23) mendefinisikan

kepemimpinan guru sebagai kemampuan untuk mendorong rekan kerja untuk berubah, untuk

melakukan hal-hal yang biasanya tidak mereka pertimbangkan tanpa pengaruh pemimpin.
Demikian pula, Katzen meyer dan Moller (2001: 17) mendefinisikan pemimpin guru sebagai

guru yang menjadi pemimpin memimpin di dalam dan di luar kelas, mengidentifikasi dan

berkontribusi pada komunitas guru pembelajar dan pemimpin, dan mempengaruhi orang lain

menuju peningkatan praktik pendidikan. Boles dan Troen (1994: 11) membandingkannya

dengan gagasan tradisional tentang kepemimpinan, dengan mengkarakterisasi kepemimpinan

guru sebagai suatu bentuk kepemimpinan kolektif di mana guru mengembangkan keahlian

dengan bekerja secara kolaboratif'.

Hasil penelitian menemukan bahwa kemampuan organisasi atau sekolah untuk

meningkatkan dan mempertahankan perbaikan sangat bergantung pada kemampuannya untuk

membina komunitas pembelajar profesional atau 'komunitas praktik' (Hargreaves, 2002: 3;

Holden, 2002; Morrissey, 2000) Komunitas pembelajaran profesional adalah komunitas di

mana guru berpartisipasi dalam kegiatan kepemimpinan dan pengambilan keputusan,

memiliki tujuan bersama, terlibat dalam kerja kolaboratif dan menerima tanggung jawab

bersama atas hasil pekerjaan mereka (Harris dan Lambert, 2003). Dengan kata lain,

kepemimpinan guru yang mendorong pembelajaran antar guru sangat lah penting.

Kepemimpinan guru berperan penting dalam peningkatan mutu pendidikan.

(Leithwood dan Jantzi (1998: 61) menjelaskan kepemimpinan guru mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap keterlibatan siswa. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa

mendistribusikan sebagian besar aktivitas kepemimpinan saat ini kepada guru akan

memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas guru dan keterlibatan siswa .Temuan

penelitian juga menunjukkan bahwa memberdayakan guru untuk mengambil peran

kepemimpinan akan meningkatkan harga diri dan kepuasan kerja guru, yang pada gilirannya

akan menghasilkan tingkat kinerja yang lebih tinggi karena motivasi yang lebih tinggi, serta

kemungkinan tingkat retensi yang lebih tinggi dalam profesinya (Katzenmeyer dan Moller,

2001;Ovando, 1996). Kolaborasi antar guru juga meningkatkan efektivitas sekolah


(Hargreaves, 1991; Little, 1990, 2000; Rosenholz, 1989). Bukti dari literatur menunjukkan

bahwa menghasilkan kepemimpinan guru, dengan kombinasi peningkatan kolaborasi dan

peningkatan tanggung jawab, mempunyai dampak positif dalam mentransformasikan sekolah

sebagai organisasi dan membantu mengurangi keterasingan guru. Penelitian terbaru yang

dilakukan Crowther (2000) mengungkapkan bahwa kepemimpinan guru merupakan faktor

penting dalam meningkatkan peluang hidup siswa di sekolah menengah tertinggal.

Dalam studi kualitatifnya, Griffin (1995) juga menemukan bahwa pengenalan

kepemimpinan guru dan perluasan kepemimpinan bersama mendorong diperkenalkannya

reformasi, dan mempunyai dampak positif di tingkat sekolah. Dalam studi mereka mengenai

restrukturisasi sekolah, Pechman dan King (1993) menemukan kepemimpinan guru menjadi

salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan reformasi sekolah. Demikian pula,

Davidson dan Taylor (1999) menemukan bahwa kepemimpinan guru yang kuat dapat

mengurangi dampak negatif dari seringnya pergantian kepala sekolah dalam restrukturisasi

sekolah. Pesan yang jelas dari literatur adalah bahwa kemajuan sekolah lebih mungkin terjadi

ketika kepemimpinan didistribusikan dan ketika guru mempunyai kepentingan dalam

memimpin pengembangan sekolah (Gronn, 2000). Dalam beberapa penelitian tersebut, dapat

disimpulkan bahwa kepemimpinan guru sangat berdampak penting dalam meningkatkan

keterlibatan pembelajaran siswa, rasa tanggungjawab dan efektifitas dalam bekerja,

komitmen, kolaborasi antar guru, dan keterlibatan pengambilan keputusan. Hal ini tentunya

akan berdampak positif bagi peningkatan kualitas pendidikan di sebuah negara.

Berdasarkan penelitian Nguyen, D., Harris, A., & Ng, D. (2020). Dengan judul A

review of the empirical research on teacher leadership (2003–2017) Evidence, patterns and

implications. Journal of educational administration, menjelaskan bahwa dari 150 artikel

empiris diterbitkan di jurnal terindeks Scopus/SSCI antara Januari 2003 sampai Desember

2017 , penelitian bertema kepemimpinan guru ini berdasarkan konteks geografis secara
keseluruhan masih didominasi negara-negara barat, Amerika Utara (kebanyakan Amerika

Serikat) memproduksi lebih dari setengahnya artikel, diikuti oleh Asia, Eropa, dan Oseania.

Afrika, Amerika Latin dan Caribbean menerbitkan penelitian paling sedikit tentang

kepemimpinan guru. Total penelitian di Amerika Utara ada 77 artikel (sekitar 51%) . Artikel

ini membahas konteks penelitian kepemimpinan guru, mendiskusikan kepemimpinan guru di

Amerika Utara, dengan 58 orang berasal dari Amerika Serikat dan 19 orang dari Kanada. Di

wilayah Asia ada 28 artikel (18%) dan di Eropa 23 artikel (15%) . Di wilayah Oseania ada 15

artikel (10%) berfokus pada kepemimpinan guru dan hanya 6% artikel tentang

kepemimpinan guru di wilayah Afrika (6 artikel), sedangkan latin dan Karibia (3 artikel).

Penelitian masih didominasi oleh Amerika serikat, negara Barat dan berbahasa Inggris.

Meskipun penelitian bertema kepemimpinan guru sedang dilakukan di Asia, tetapi jumlah

studi empiris di negara-negara non barat lainnya masih sedikit.

Di Indonesia sendiri, kepemimpinan guru sudah mulai menjadi perhatian pemerintah,

dalam hal ini kemendikbudristek. Berdasarkan laporan Nasional PISA 2018 Indonesia, salah

satu rekomendasi kebijakan dalam meningkatkan kualitas Pendidikan adalah meningkatkan

kualitas kepemimpinan sekolah , yaitu mendorong karakter pimpinan sekolah yang

professional. Pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas guru meliputi seluruh aspek,

khususnya kepemimpinan, karena aspek ini yang sangat berpengaruh terhadap ketercapaian

tujuan diselenggarakannya proses pembelajaran. Saat ini, aspek kepemimpinan guru menjadi

fokus pengembangan melalui program Guru Penggerak yang dilaksanakan oleh

Kemendikbud-Ristek. Program Guru Penggerak terorientasi pada usaha menciptakan figur

guru pemimpin. Konsep ini memiliki substansi wawasan kepemimpinan guru (teacher

leadership) untuk membentuk tokoh sentral pemimpin dalam pembelajaran. Kemendikbud

menggagas program Guru Penggerak sebagai program kepemimpinan bagi guru untuk

menjadi pemimpin pembelajaran.


Dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik

Indonesia Nomor 26 Tahun 2022, dijelaskan bahwa Profil Guru Penggerak sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) merupakan Guru yang memiliki kemampuan untuk: a. merencanakan,

melaksanakan, menilai, dan merefleksikan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan

peserta didik saat ini dan di masa depan dengan berbasis data; b. berkolaborasi dengan orang

tua, rekan sejawat, dan komunitas untuk mengembangkan visi, misi, dan program satuan

pendidikan; c. mengembangkan kompetensi secara mandiri dan berkelanjutan berdasarkan

hasil refleksi terhadap praktik pembelajaran; dan d. menumbuhkembangkan ekosistem

pembelajar melalui olah rasa, olah karsa, olah raga, dan olah pikir bersama dengan rekan

sejawat dan komunitas secara sukarela.

Dalam permendikbud No.40 tahun 2021 bahkan menyebutkan salah satu syarat

penugasan guru sebagai kepala sekolah pada satuan pendidikan yang diselenggarakan

pemerintah daerah atau masyarakat adalah telah memiliki sertifikat sebagai guru penggerak.

Hal ini memperlihatkan , bahwa pemerintah menaruh harapan besar kepada lulusan guru

penggerak menjadi ujung tombak transformasi pendidikan di Indonesia.

Pada kenyataannya Pendidikan di Indonesia masih membutuhkan perbaikan di

berbagai sektor Pendidikan . Salah satu yang dapat dijadikan bahan evaluasi terhadap kualitas

Pendidikan di Indonesia adalah hasil yang diperoleh pada Programme for International

Student Assessment (PISA). Organisation for Economic Co-operation and Development

(OECD) selaku penyelenggara PISA merilis hasil PISA tahun 2022. Skor PISA untuk

kemampuan membaca, matematika dan sains tahun 2022 menurun jika dibandingkan

dengan tahun 2018. Skor PISA Indonesia pada 2018 untuk kemampuan membaca sebesar

371. Sedangkan, di 2022 menjadi 359. Selanjutnya skor matematika di 2018 sebesar 379

turun menjadi 366 di 2022. Dan skor kemampuan sains turun dari 379 pada 2018 menjadi

366 di tahun 2022. Sementara itu, ranking PISA Indonesia untuk membaca pada 2018 ada di
posisi 74 dan menjadi ranking 71 di 2022. Untuk ranking matematika naik dari 73 pada 2018

menjadi ranking 70 di 2022. Pada ranking literasi sains, Indonesia menempati ranking 71

pada 2018 dan menempati ranking 67 pada tahun 2022. PISA 2018 diiktui 79 negara,

sedangkan PISA 2022 diikuti 81 negara yang terdiri dari 37 negara Organization for

Economic Cooperation and Development (OECD) dan 44 negara mitra. Walaupun secara

peringkat, Indonesia mengalami kenaikan, tetapi secara hasil skor PISA bidang kompetensi

literasi, matematika dan sains mengalami penurunan.

Melihat permasalahan ini, tentunya kepemimpinan guru adalah tema yang sangat

menarik untuk dikaji dan diteliti lebih dalam lagi, terutama kepemimpinan para guru yang

sudah lulus dalam Program Guru Penggerak, dimana mereka adalah sosok yang diharapkan

menjadi agen-agen perubahan yang menstranformasi pendidikan di Indonesia.

Di Wilayah kabupaten Belitung sendiri, terdapat 53 orang guru yang sudah lulus

program guru penggerak Angkatan 4 dan 7. Sebelas orang diantaranya sudah diangkat

menjadi kepala sekolah di tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Penelitian

yang saya lakukan ini, ingin menggali lebih dalam tentang kepemimpinan guru lulusan

Program Guru Penggerak yang memberikan perubahan positif di sekolahnya masing-masing ,

kondisi yang mendukung dan menghambat perannya tersebut dan bagaimana peran

kepemimpinan itu mendukung kesiapan mereka menjadi pemimpin di masa depan.

Dalam menjalankan praktik kepemimpinannya di sekolah , tidak jarang para guru

menghadapi situasi yang dapat menghambat dalam menjalankan perannya tersebut. faktor-

faktor seperti (a) budaya sekolah, (b) struktur sekolah, (c) kepemimpinan kepala sekolah, (d)

hubungan teman sebaya, dan (f) faktor spesifik orang dapat menjadi faktor pendukung atau

penghambat seorang guru mengembangkan kepemimpinannya tersebut (Nguyen, D., Harris,

A., & Ng, D. : 2020). Misalnya, budaya saling menghargai, kepedulian , struktur yang
transparan dan fleksibel, dukungan kepala sekolah, hubungan rekan kerja harmonis akan

mendukung seorang guru dalam mengembangkan kepemimpinannya. Sebaliknya, budaya

sekolah yang buruk, saling menjatuhkan, struktur yang top-down, kaku, tidak ada dukungan

kepala sekolah, hubungan dengan rekan kerja yang tidak harmonis akan menjadi faktor

penghambat seorang guru mengembangkan kepemimpinannya.

Hasil penelitian sebelumnya yang berjudul Peran Guru Penggerak Dalam Penguatan

Profil Pelajar Pancasila Sebagai Ketahanan Pendidikan Karakter Abad 21 yang dilakukan

oleh Dewi Umi Qulsum dan Hermanto dan penelitian yang dilakukan oleh Putri Jannati ,

Faisal Arief Ramadhan ,Muhamad Agung Rohimawan yang berjudul peran guru penggerak

dalam implementasi kurikulum merdeka di sekolah dasar , menggambarkan peran guru

penggerak, khususnya pada penerapan kurikulum Merdeka, sedangkan penelitian yang

dilakukan penulis berfokus pada kepimpinan guru lulusan Program Guru Penggerak, faktor

yang mendukung dan menghambat peran tersebut, serta kesiapan mereka menjadi pemimpin

di masa depan.

2. Metode

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian Kualitatif adalah

metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme atau enterpretif, digunakan

untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah , dimana peneliti adalah sebagai instrument

kunci, tekhnik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan observasi,

wawancara, dokumentasi). Data yang diperoleh cenderung kualitatif, analisis data bersifat

induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif dapat bersifat temuan potensi dan masalah,

keunikan objek, makna suatu peristiwa, proses dan interaksi sosial, kepastian kebenaran data,

kontruksi fenomena, temuan hipotesis (Sugiono : 2021).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologi.

Pendekatan fenomenologi tersebut didasari dari adanya ketertarikan peneliti untuk mengkaji
lebih mendalam mengenai fenomena yang dialami oleh informan kunci. Penelitian ini

ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial,

sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Kajian

dalam artikel ini difokuskan untuk membahas tema kepemimpinan guru lulusan Program

Guru Penggerak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan gambaran umum mengenai

peran kepemimpinan guru lulusan pendidikan guru penggerak khususnya di jenjang SMK

kabupaten Belitung. Penelitian ini mengambil sumber data dari informan yang dipilih secara

purposive sampling, yaitu objek penelitian yang mengetahui dan menguasai permasalahan

yang di teliti (key informan). Adapun informan penelitian ini adalah dua orang guru yang

sudah lulus program guru penggerak pada jenjang SMK di SMKN 1 Tanjungpandan

Kabupaten Belitung. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara. Untuk

menjamin keabsahan data dilakukan dengan beberapa upaya sebagai berikut: (a)

memperpanjang masa pengumpulan data, (b) melakukan observasi secara terus-menerus dan

sungguh-sungguh, (c) melakukan triangulasi, dan (d) melibatkan teman sejawat untuk

berdiskusi.

Creswell mengatakan, Prosedur dan teknik analisis data dalam fenomenologi sebagai

berikut : a). Peneliti mendeskripsikan sepenuhnya fenomena pengalaman yang dialami subjek

penelitian. b). Peneliti kemudian menemukan pernyataan (hasil wawawancara), kemudian

merinci pernyataan-pernyataan dan dikembangkan tanpa melakukan pengulangan c).

Pernyataan tersebut kemudian dikelompokkan dalam unit-unit bermakna dan menuliskan

sebuah penjelasan teks tentang pengalaman yang disertai contoh dengan seksama. d). Peneliti

kemudian merefleksi pemikirannya dengan menggunakan variasi imajinatif secara

keseluruhan. e). Peneliti kemudian mengkonstruksikan seluruh penjelasan tentang makna dan
esensi penjelasannya f). Peneliti melaporkan hasil penelitiannya berdasarkan pengalaman

seluruh informan, dan menulis deskripsi gabungannya.

3. Hasil dan Pembahasan

Hasil

Berdasarkan hasil wawancara dengan dua guru lulusan program guru penggerak Angkatan 7

SMKN 1 Tanjungpandan kabupaten Belitung, didapatkan hasil bahwa guru penggerak sudah

melaksanakan peran kepemimpinan guru di satuan pendidikannya , baik dalam melaksanakan

tugas utamanya sebagai pendidik dan pengajar, maupun tugas tambahan yang diberikan oleh

kepala sekolah. Kepemimpinan guru yang dilaksanakan oleh informan pertama yaitu

mengkoordinasi dan mengelola program dengan memimpin program keahlian Teknik

Jaringan Komputer dan Telekomunikasi (TJKT), berkolaborasi dengan rekan-rekan guru

dalam mengembangkan kompetensi siswa di program keahliannya, menjadi Pembina

ekstrakulikuler robotika dan cyber security. Hasil observasi dari peneliti menunjukkan

ekstrakulikuler yang dikelolanya sudah menanmpakkan prestasi di ajang Lomba Kompetensi

Siswa di tingkat Nasional.

Kepemimpinan guru yang dilaksanakan oleh informan kedua yaitu menjadi pendidik dan

pengajar mata Pelajaran matematika, membantu rekan guru yang kesulitan dalam

pelaksanaan pembelajaran, menjadi bagian dalam tim manajemen sekolah sebagai wakil

kepala sekolah bagian hubungan Masyarakat (Humas) dan Bendahara APBN serta sebagai

ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran Matematika SMK di Kabupaten Belitung.

Menurut kedua informan , faktor yang mendukung kepemimpinan guru penggerak di sekolah

adalah kepemimpinan kepala sekolah, dukungan rekan sejawat dan pengelolaan keuangan

dalam mendukung program yang sesuai dengan visi misi sekolah. Teman sejawat yang tidak
memiliki kesepahaman yang berbeda dan komunikasi menjadi faktor yang dapat menghambat

menjalankan kepemimpinan guru.

Berdasarkan hasil temuan penelitian, praktik kepemimpinan guru yang dijalankan oleh guru

penggerak di sekolah akan sangat mendukung kesiapan mereka menjadi pemimpin

pendidikan di masa depan, selain materi yang didapatkan dalam pendidikan dan pelatihan

program guru penggerak (PGP)

Diskusi

Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara, observasi dan dokumentasi menunjukkan

bahwa guru lulusan program Guru Penggerak sudah melaksanakan peran kepemimpinan

guru, yaitu (a) mendorong visi, misi, dan tujuan pembelajaran siswa bersama di sekolah, (b)

mengoordinasikan dan mengelola di luar kelas seperti mengatur dan memimpin tinjauan

sejawat terhadap praktik sekolah, mengelola program, dan mengoordinasikan kinerja sekolah.

jadwal harian, (c) memfasilitasi perbaikan kurikulum, pengajaran, dan penilaian seperti

menggunakan penilaian otentik, mengembangkan program kurikuler tingkat kabupaten, dan

mengembangkan materi kurikuler/instruksi, (d) mendorong pengembangan profesional guru

seperti pendampingan, memfasilitasi komunitas belajar , mempromosikan pendidikan pra-

jabatan guru, dan mengembangkan kapasitas teman sebaya, (e) terlibat dalam pengambilan

kebijakan dan keputusan sekolah yang mencakup pembuatan kebijakan, keterlibatan

kebijakan, implementasi kebijakan, dan advokasi kebijakan, (f) meningkatkan penjangkauan

dan kolaborasi dengan keluarga dan komunitas seperti advokasi terhadap siswa, sekolah, dan

profesi serta keterlibatan orang tua dan masyarakat, dan (g) menumbuhkan budaya

kolaboratif di sekolah, seperti terlihat dalam tabel berikut :


No Dimensi kepemimpinan Guru Peran yang dilakukan guru penggerak

(informan)

1 Mendorong visi, misi, dan tujuan Melaksanakan pembelajaran dan program

pembelajaran siswa bersama di sekolah sesuai visi misi dan tujuan sekolah

sekolah, (informan 1 dan 2)

2 Mengoordinasikan dan mengelola di Melaksanakan tugas tambahan sebagai

luar kelas seperti mengatur dan wakil kepala sekolah bidang hubungan

memimpin tinjauan sejawat terhadap Masyarakat, mengkoordinasi kegiatan BKK

praktik sekolah, mengelola program, (Bursa Kerja Khusus) , menjadi bendahara

dan mengoordinasikan kinerja BOS APBN, Ketua MGMP (Musyawarah

sekolah. jadwal harian, Guru Mata Pelajaran) matematika

(informan 1)

Melaksanakan tugas tambahan sebagai

kepala program keahlian TJKT (Tekhnik

jaringan Komputer dan telekomunikasi)

(informan 2)

3 Memfasilitasi perbaikan kurikulum, Menerapkan pembelajaran berdeferensiasi

pengajaran, dan penilaian seperti dan sosial emosional dalam pembelajaran

menggunakan penilaian otentik, (informan 1 dan 2)

mengembangkan program kurikuler Terlibat dalam penyelarasan kurikulum

tingkat kabupaten, dan sekolah dengan industri melalui program

mengembangkan materi link and match sekolah dan dunia

kurikuler/instruksi, industri/dunia kerja (informan 1 dan 2)

Menjadi Pembina siswa Lomba Kompetensi

Siswa bidang cyber security yang berhasil


meraih prestasi di tingkat nasional

(informan 2)

Menjadi pembina ekstrakulikuler robotic

dan cyber security (informan 2)

4 Mendorong pengembangan Menjadi ketua MGMP (Musyawarah Guru

profesional guru seperti Mata Pelajaran) matematika tingkat

pendampingan, memfasilitasi kabupaten (informan 1)

komunitas belajar , mempromosikan Aktif dalam komunitas praktisi di sekolah

pendidikan pra-jabatan guru, dan (informan 1 dan 2)

mengembangkan kapasitas teman Melakukan coaching terhadap rekan sesama

sebaya, guru yang memiliki permasalahan dalam

pembelajaran atau dalam pengelolaan

program sekolah (informan 1 dan 2)

5 Terlibat dalam pengambilan kebijakan Terlibat dalam tim manajemen sekolah

dan keputusan sekolah yang mencakup sebagai wakil kepala sekolah bidang humas

pembuatan kebijakan, keterlibatan (informan 1) dan kepala program keahlian

kebijakan, implementasi kebijakan, TJKT (Tekhnik jaringan Komputer dan

dan advokasi kebijakan, telekomunikasi) (informan 2), dimana

dituntut terampil dan terlibat dalam

pengambilan kebijakan dan keputusan

sekolah.

6 Meningkatkan penjangkauan dan Melaksanakan tugas kehumasan, seperti

kolaborasi dengan keluarga dan menjalin kerjasama dengan dunia industri

komunitas seperti advokasi terhadap dan dunia kerja serta berbagai elemen
siswa, sekolah, dan profesi serta Masyarakat (informan 1)

keterlibatan orang tua dan masyarakat Melaksanakan tugas sebagai wali kelas dan

kepala program keahlian TJKT (Tekhnik

jaringan Komputer dan telekomunikasi)

(informan 2), yang berperan dalam

membina hubungan yang baik dengan orang

tua dan Masyarakat

7 Menumbuhkan budaya kolaboratif di Berkolaborasi dengan teman sejawat dalam

sekolah melaksanakan program-program sekolah,

seperti program Gerakan PBLHS (Peduli

dan Berbudaya Lingkungan Hidup Sekolah,

SMK Pusat Keunggulan) , Gerakan Literasi

Sekolah dan terlibat dalam berbagai

kepanitiaan kegiatan, seperti kepanitiaan

kegiatan P5 (Projek Penguatan Profil

Pelajar Pancasila), kegiatan pawai

pembangunan kabupaten dan lain-lain.

(informan 1 dan 2)

Kepemimpinan guru terbukti sangat penting dalam mencapai kemajuan sekolah dan kelas.

Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Leithwood dan Jantzi (1998) telah mengeksplorasi

dampak kepemimpinan sekolah dan guru terhadap keterlibatan siswa dengan sekolah. Studi

mereka menyimpulkan bahwa kepemimpinan guru jauh melebihi dampak kepemimpinan

kepala sekolah sebelum memperhitungkan dampak moderat dari budaya pendidikan keluarga.

Bukti dari penelitian ini menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah tidak menjadi
bagian penting dalam proses perubahan, namun kepemimpinan guru mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap keterlibatan siswa. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa

mendistribusikan sebagian besar aktivitas kepemimpinan saat ini kepada guru akan

memberikan pengaruh positif terhadap efektivitas guru dan keterlibatan siswa (Leith wood

dan Jantzi, 1998: 61). Pellicer dkk. (1990) menemukan bahwa, di sekolah yang paling efektif,

kepemimpinan pembelajaran merupakan tanggung jawab bersama antara guru dan kepala

sekolah. Penelitian lain juga melaporkan dampak positif partisipasi guru dalam pengambilan

keputusan, dan menemukan bahwa keterlibatan guru dalam pengambilan keputusan

menyebabkan penurunan ketidakhadiran guru (Rosenholz, 1989; Sickler, 1988). Dua

penelitian (Leithwood dan Jantzi, 1998; Helm, 1989) yang memberikan gambaran tentang

bagaimana pemimpin sekolah memberikan kesempatan bagi guru untuk berpartisipasi dalam

pengambilan keputusan dan memimpin pengembangan sekolah menyoroti kemungkinan-

kemungkinan berikut: sekolah; • menciptakan peluang untuk pengembangan staf. (Leithwood

dkk., 1996: 811–12) • berbagi kekuasaan pengambilan keputusan dengan staf; • mengizinkan

staf untuk mengelola komite pengambilan keputusan mereka sendiri; • mempertimbangkan

pendapat staf; • memastikan pemecahan masalah kelompok yang efektif selama pertemuan

staf; • memberikan otonomi bagi guru; • mengubah kondisi kerja sehingga staf mempunyai

waktu perencanaan kolaboratif; • memastikan keterlibatan yang memadai dalam pengambilan

keputusan terkait inisiatif baru di bidang ini Salah satu faktor yang secara konsisten

ditemukan untuk meningkatkan efektivitas sekolah adalah kolaborasi antar guru (Hargreaves,

1991; Little, 1990, 2000; Rosenholz, 1989). Penelitian terbaru yang dilakukan Crowther

(2000) mengungkapkan bahwa kepemimpinan guru merupakan faktor penting dalam

meningkatkan peluang hidup siswa di sekolah . Temuan penelitian juga menunjukkan bahwa

memberdayakan guru untuk mengambil peran kepemimpinan akan meningkatkan harga diri

dan kepuasan kerja guru, yang pada gilirannya akan menghasilkan tingkat kinerja yang lebih
tinggi karena motivasi yang lebih tinggi, serta kemungkinan tingkat retensi yang lebih tinggi

dalam profesinya (Katzenmeyer dan Moller, 2001;Ovando, 1996)

Meskipun dari literatur terlihat bahwa kepemimpinan guru dapat memberikan keuntungan

bagi masingmasing guru dan sekolahnya, terdapat sejumlah hambatan yang perlu diatasi dan

prasyarat yang perlu dipenuhi untuk memastikan bahwa kepemimpinan guru berjalan secara

efektif (Vail dan Redick, 1993). Ada sejumlah hambatan dalam kepemimpinan guru dalam

prinsip dan praktiknya (Katzenmeyer dan Moller, 2001). Nilai-nilai egaliter di kalangan guru

mungkin bertentangan dengan guru mana pun yang menampilkan dirinya sebagai 'pemimpin'

(Katzen meyer dan Moller, 2001; Little, 1995)—Magee (1999) misalnya menemukan bahwa

guru yang mengambil peran kepemimpinan dapat dikucilkan oleh rekan-rekan mereka .

Dalam studi mereka terhadap 17 pemimpin guru, Lieberman dkk. (2000) menemukan bahwa

etika egaliter rekan kerja merupakan salah satu hambatan utama yang dirasakan oleh para

guru, dan seringkali membuat mereka merasa terisolasi dari rekan kerja. Troen dan Boles

(1992) menemukan bahwa guru perempuan yang mereka pelajari mengalami kehilangan

keterhubungan dengan teman sebaya ketika terlibat dalam kepemimpinan guru. Little (2000)

menguji penerimaan kepemimpinan oleh rekan kerja di antara 282 guru di enam sekolah dan

menemukan bahwa penerimaan tersebut bersifat ragu-ragu, namun tidak bersifat bermusuhan.

Meskipun para guru dengan senang hati mengakui keterampilan seorang guru master

hipotetis (guru yang sangat efektif), mereka tidak mendukung perilaku yang benar-benar

asertif dari guru tersebut terhadap rekan-rekannya. Dari wawancara yang dilakukan oleh

peneilti terhadap dua informan, didapatkan informasi bahwa mereka tidak memiliki hambatan

yang terkait nilai-nilai egaliter di kalangan guru yang menyebabkan mereka dikucilkan,

karena memiliki peran sebagai pemimpin guru, hanya saja ada sedikit hambatan Ketika

behaapan dengan rekan kerja yang mempunya persepsi berbeda, dan hal itu dapat diatasi

dengan menjalin komunikasi yang baik dengan rekan kerja tersebut.


4. Kesimpulan

Kepemimpinan guru lulusan Pendidikan Guru Penggerak tingkat SMK di cabang dinas

wilayah V provinsi kepulauan Bangka Belitung, khususnya di Belitung sudah sangat baik.

Dimensi kepemimpinan guru yang sudah dilaksanakan oleh guru penggerak adalah (a)

mendorong visi, misi, dan tujuan pembelajaran siswa bersama di sekolah, (b)

mengoordinasikan dan mengelola di luar kelas seperti mengatur dan memimpin tinjauan

sejawat terhadap praktik sekolah, mengelola program, dan mengoordinasikan kinerja sekolah.

jadwal harian, (c) memfasilitasi perbaikan kurikulum, pengajaran, dan penilaian seperti

menggunakan penilaian otentik, mengembangkan program kurikuler tingkat kabupaten, dan

mengembangkan materi kurikuler/instruksi, (d) mendorong pengembangan profesional guru

seperti pendampingan, memfasilitasi komunitas belajar , mempromosikan pendidikan pra-

jabatan guru, dan mengembangkan kapasitas teman sebaya, (e) terlibat dalam pengambilan

kebijakan dan keputusan sekolah yang mencakup pembuatan kebijakan, keterlibatan

kebijakan, implementasi kebijakan, dan advokasi kebijakan, (f) meningkatkan penjangkauan

dan kolaborasi dengan keluarga dan komunitas seperti advokasi terhadap siswa, sekolah, dan

profesi serta keterlibatan orang tua dan masyarakat, dan (g) menumbuhkan budaya

kolaboratif di sekolah.

Dukungan dari kepala sekolah, rekan kerja, siswa dan pihak-pihak yang terkait dengan

pendidikan di sekolah, sarana prasarana serta pendanaan dalam setiap program pembelajaran

dan program sekolah tentunya merupakan faktor pendukung terlaksananya peran

kepemimpinan guru yang optimal di sekolah. Adapun hal-hal yang menjadi penghambat

seperti rekan kerja yang berbeda persepsi serta keterampilan manajemen waktu karena tugas

tambahan yang banyak dapat diatasi dengan menjalin komunikasi yang baik dengan teman

sejawat dan pimpinan sekolah , serta pembagian tugas yang adil dan bijaksana.
Keterbatasan penelitian adalah ruang lingkup penelitian hanya mengeksplorasi peran

kepemimpinan guru lulusan program guru penggerak . Penelitian selanjutnya harus

menambah lebih banyak subjek penelitian dan jumlah sekolah yang digunakan agar informasi

yang diperoleh lebih optimal, serta mengembangkan hal yang diteliti. Implikasi dari

penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi kepala sekolah dalam

meningkatkan kepemimpinan guru .


Referensi

Clemson-Ingram, R. and Fessler, R. (1997) ‘Innovative Programs for Teacher Leadership’,

Action in Teacher Education 19(3): 95–106

Leithwood, K. and Jantzi, D. (1998) Distributed Leadership and Student Engagement in

School. Paper presented at the Annual Meeting of the American Educational

Research Association, San Diego, CA.

Leithwood, K., Jantzi, D. and Steinbach, R. (1998) Changing Leadership For Changing

Times. Philadelphia, PA: Open University Press. Leithwood, K., Tomlinson, D. and

Genge, M. (1996) ‘Transformational School Leadership’, in K.

Leithwood et al. (eds), International Handbook on Educational Leadership and

Administration, pp. 785–840. Netherlands: Kluwer Press

Muijs, D., & Harris, A. (2003). Teacher leadership—Improvement through empowerment?

An overview of the literature. Educational management & administration, 31(4),

437-448.

Murphy, J. (2007). Teacher leadership: Barriers and supports. In International handbook of

school effectiveness and improvement (pp. 681-706). Dordrecht: Springer

Netherlands.

Mansyur, A. R. (2022). Wawasan Kepemimpinan Guru (Teacher Leadership) dan Konsep

Guru Penggerak. Education and Learning Journal, 2(2), 101-109.


Schott, C., van Roekel, H., & Tummers, L. G. (2020). Teacher leadership: A systematic

review, methodological quality assessment and conceptual

framework. Educational Research Review, 31, 100352.

Shen, J., Wu, H., Reeves, P., Zheng, Y., Ryan, L., & Anderson, D. (2020). The association

between teacher leadership and student achievement: A meta-analysis. Educational Research

Review, 31, 100357.

Sibagariang, D., Sihotang, H., & Murniarti, E. (2021). Peran guru penggerak dalam

pendidikan merdeka belajar di indonesia. Jurnal Dinamika Pendidikan, 14(2), 88-99.

Sijabat, O. P., Manao, M. M., Situmorang, A. R., Hutauruk, A., & Panjaitan, S. (2022).

Mengatur Kualitas Guru Melalui Program Guru Penggerak. Journal of Educational Learning

and Innovation (ELIa), 2(1), 130-144.

Das könnte Ihnen auch gefallen