Sie sind auf Seite 1von 15

ARTIKEL ILMIAH

STRATEGI IMPLEMENTASI MANAJEMEN PENDIDIKAN KARAKTER ISLAMI BAGI SISWA DI


INDONESIA

KETUA:
Dr. H. Diding Nurdin, M.Pd (00080871001)
ANGGOTA :
Dr. Edi Suresman, M.Ag (0024116001)
Dr. Purwanto, M.T (0011117303)
Dr. H. Mulyana Abdullah, M.Pd.I (0009076507)

DEPARTEMEN ADMINISTRASI PENDIDIKAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2018

1
STRATEGI IMPLEMENTASI MANAJEMEN PENDIDIKAN
KARAKTER ISLAMI BAGI SISWA DI INDONESIA

Diding Nurdin
Indonesia University of Education (UPI) Bandung, Indonesia
didingnurdin@upi.edu

Abstract:
Pendidikan karakter bagi siswa perlu ditumbuhkembangkan dari mulai siswa masuk
sebagai siswa baru, selama siswa berada di sekolah bahkan sampai siswa tersebut lulus
dari sekolah. Untuk menumbuhkembangkan pendidikan karakter Islami di sekolah
diperlukan strategi yang tepat. Strategi implementasi manajemen pendidikan karakter
bagi siswa di sekolah dapat diwujudkan melalui pembiasaan, keteladanan, kejujuran dan
tanggung jawab. Keempat strategi tersebut diimplementasikan secara terpadu dan integral
dalam sistem sosial sekolah. Peran guru dan pimpinan sekolah dalam implementasi
pendidikan karakter memiliki pengaruh yang kuat terhadap siswa karena diantara mereka
terjadi proses interaksi dan komunikasi yang terjadi dalam kurun waktu yang panjang.
Keberadaan siswa dari pagi sampai siang bahkan sore hari terjadi internalisasi nilai-nilai
karakter yang membentuk sikap dan perilaku siswa. Keberhasilan pendidikan karakter
islami bagi siswa di sekolah akan melahirkan generasi emas yang akan membangun
peradaban bangsa Indonesia yang lebih maju dan mandiri.

Keyword: Implementasi manajemen, strategi pendidikan karakter, siswa, sekolah.

2
Introduction
Pembangunan pendidikan karakter bangsa menjadi arah kebijakan nasional
pembangunan pendidikan Indonesia. Ini mengandung arti bahwa setiap pengembangan
sumber daya manusia Indonesia yang dibangun melalui pendidikan harus dapat
melahirkan pengembangan dan pembentukan karakter bangsa. Hal ini sejalan dengan
Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2007, berbunyi: “...terwujudnya karakter yang
tangguh, kompetitif, berahklak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila, yang
dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam,
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran,
bergotong-royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi iptek.”

Untuk mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkarakter


sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang maka pendidikan karakter di lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat harus terpadu. Kehidupan anak dalam lingkungan
sekolah, keluarga dan masyarakat yang berlangsung setiap hari tidak dapat menghindar
dari kondisi pergeseran dan pergolakan nilai yang berlangsung dan terjadi saat ini. Dalam
menghadapi banyaknya pergeseran dan distorsi nilai, ketiga lingkungan pendidikan itu
merupakan lingkungan yang efektif dalam proses pembinaan nilai-nilai yang positif bagi
anak. Lingkungan sekolah merupakan media yang dinamis dalam menanamkan nilai-nilai
pendidikan melalui keteladanan para guru di sekolah. Keluarga merupakan ujung tombak
pendidikan sebagai agen kebudayaan di mana anak menerima nilai budaya yang membina
kepribadiannya. 1

Pendidikan karakter dalam lingkungan sekolah menjadi poin penting dari tugas
dan peran kepala sekolah dan guru bahkan seluruh warga sekolah. Di sisi lain pendidikan
karakter dapat diimplementasikan secara sistematis dalam lingkungan sekolah yang
dinamis melalui berbagai kegiatan pembelajaran yang berlangsung di sekolah yang
dilandasi dengan nilai-nilai karakter bangsa Indonesia. Lebih lanjut Aan Hasanah
menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang
mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu watak peserta didik. Hal
ini mencakup keteladanan bagi perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan
materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.2
1
Nursid Sumaatmadja, Manusia dalam Konteks Sosial dan Lingkungan Hidup, Bandung; Al fabeta,2000),
p.51.
2
Aan Hasanah, Pendidikan Karakter Berperspektif Islam, Bandung: Insan Komunika, 2012), p.19

3
Sejalan dengan pendapat di atas, pendidikan karakter dimaknai oleh Anne D.
Mather sebagai berikut:character education is the deliberate effort to help people
understand, care about, and act upon core ethical values. Whwn we think about the kind
of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge
what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right,
even in the face of pressure from without and templation from within.3

Dengan demikian, pendidikan karakter bangsa yang dibangun sejak pendidikan


formal di sekolah bagi siswa merupakan bagian penting dari proses pendidikan sepanjang
hayat.

Urgensi Pendidikan Karakter Bagi Siswa


Indonesia pada saat ini sedang menghadapi ujian berat yang harus dilalui, yaitu
terjadinya krisis multidimensi yang berkepanjangan. Ketika negara-negara lain (Thailand,
Malaysia, Korea Selatan, dan lain-lain) telah bangkit dengan segera setelah mengalami
krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1997, Indonesia sampai kini, masih terus
mengalami krisis, dan masih kelihatan suram untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi.
Krisis multidimensi ini sebetulnya mengakar pada menurunnya kualitas moral bangsa
yang dicirikan oleh membudayanya praktek KKN, konflik (antar etnis, agama, politisi,
antar RW, dsb), meningkatnya kriminalitas, menurunnya etos kerja, dan banyak lagi.
Budaya korupsi yang merupakan praktik pelanggaran moral (ketidakjujuran, tidak
bertanggung jawab, rendahnya disiplin, rendahnya komitmen kepada nilai-nilai
kebaikan), adalah penyebab utama negara kita sulit untuk bangkit dari krisis ini.4

Fenomena di atas juga muncul di era milenia sekarang ini begitu memprihatinkan
para guru dan orang tua dalam proses pendidikan anak. Terjadinya perilaku negatif
dikalangan siswa, seperti kenakalan remaja, tawuran, pergaulan bebas, penyalahgunaan
obat-obat terlarang dan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh siswa terhadap temannya
menimbulkan kegelisahan dan kekhawatiran.

Pendidikan karakter ini menjadi sangat penting untuk dilaksanakan, karena


sejalan dengan tuntutan serta tantangan ke depan yang membutuhkan sumber daya

3
Anne D. Mather & Louise B. Weldon, Character Building Day by Day, ed. Eric Braun, (Minneapolis, 2006),
p.202
4
Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter: Solusi Yang Tepat Untuk Membangun Bangsa, Jakarta: Indonesia
Heritage Foundation, 2009), p.3

4
manusia yang tangguh, berkarakter, dan memiliki fighting spirit yang kuat untuk
menghadapi persaingan yang semakin kompetitif. Sebab peradaban unggul dibangun oleh
seluruh komponen bangsa yang memiliki karakter yang kuat, positif, serta tangguh.
Pendidikan karakter di sekolah, harus melibatkan seluruh komponen. Komponen yang
terlibat dalam pendidikan karakter siswa yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan
penilaian, pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan kegiatan co-
kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan dan ethos kerja seluruh warga
sekolah maupun lingkungan. 5

Urgensi pendidikan karakter bagi siswa agar terjadi keterpaduan antara


kecerdasan intelektual dengan pembentukan karakter siswa dalam proses pembelajaran.
Lickona memandang urgensi pendidikan karakter bagi siswa yaitu:

a. There is a clear and urgent need


b. Transmitting values is and always has been the work of civilisation
c. The schools role as moral educator becomes more vital at a time when
millions of children get little moral teaching from their parents and when
value centered influence such as church or temple are also absent from their
lives
d. There is a common ethical ground even in our values-conflicted society
e. Democraties have a special need for moral education
f. There is no such thing as value free education
g. Moral quetions are among the great quetion facing both the individuals and
human race
h. There is broad-based, growwing support for values education in the schools.6

Karakter yang baik perlu dibentuk dan dibina dalam lingkungan sekolah. Usia
sekolah merupakan masa yang penting bagi pembentukan karakter seseorang. Para pakar
berpendapat apabila pendidikan karakter dapat ditanamkan sejak dini akan berhasil,
sebaliknya akan menemui kegagalan apabila tidak ditanamkan sejak anak masih belajar
di bangku sekolah. Karena pendidikan karakter yang ditanamkan sejak dini akan
melahirkan generasi penerus yang berkarakter baik.

Peran Orang Tua dan Guru dalam Pendidikan Karakter


Pendidikan karakter dibangun melalui penanaman nilai-nilai luhur dalam
lingkungan keluarga (orang tua) dan lingkungan sekolah (guru). Orang tua (ayah dan ibu)
5
Aan Hasanah, Pendidikan Karakter Berperspektif Islam, Bandung: Insan Komunika, 2012), p.44.
6
Thomas Lickona, Educating for character : How our school can teach respect and responsibility,
(NewYork: Bantam, 1991), pp. 20-21

5
sebagai pemimpin sekaligus pengendali sebuah keluarga, dipastikan memiliki harapan-
harapan atau keinginan-keinginan yang hendak di capai di masa depan. Harapan dan
keinginan tersebut ibarat sebuah cita-cita, sehingga orangtua akan berusaha sekuat tenaga
untuk mencapainya. Hal tersebut berlaku pula pada anak-anaknya. Para orang tua
dipastikan memiliki harapan-harapan terhadap anak-anak yang dilahirkan dan
dibesarkannya. Misalnya, mereka menginginkan sang anak menjadi orang yang patuh,
taat dan berbakti terhadap orangtua, berperilaku baik, disiplin dan sebagainya.7
Anak-anak berinteraksi dengan keluarga setiap waktu. Orangtua menjadi bagian
penting dalam lingkungan pendidikan karakter anak. Dari interaksi ini selanjutnya anak
memperoleh pengalaman bagi pembentukan kepribadiannya melalui akhlak, nilai-nilai,
kebiasaan-kebiasaan dan emosinya yang tampak dalam sikap hidup dan perilaku yang
membentuk karakter anak. Interaksi yang terjadi dalam keluarga merupakan proses
pendidikan yang meneguhkan peran orang tua sebagai penanggung jawab atas proses
pembentukan karakter anak. orangtua merupakan pendidik karakter yang pertama dan
utama bagi anak-anak.
Menurut Andi Hakim Nasoetionat al., (2001), bahwa ahli psikologi pada
umumnya sependapat bahwa dasar pembentukan akhlak yang baik bermula dari dalam
keluarga. Hubungan antara anak yang penuh kasih saying dan penuh kehangatan adalah
dasar pertama pembentukan karakter.8 Sedangkan menurut Abdullah Gymnastiar bahwa
mendidik anak dalam rumah tangga tentu saja harus diiringi kekuatan akhlak yang baik
dari para orang tua. Sebab jika tidak akan memperlemah atau menimbulkan kekecewaan
dan konflik batin dalam diri anak. Bagaimanapun anak akan melihat sikap dan perilaku
kedua orangtuanya. Maka dari itu, mulailah berlomba-lomba untuk memberi contoh
bagaimana memuliakan istri atau suami, sehingga hari demi hari di dalam jiwa anak akan
semakin tumbuh kebanggaan kepada orangtuanya.9

Dengan demikian, peran orang tua dalam pendidikan karakter anak dapat
memperhatikan tiga prinsip yang bisa dilakukan, yaitu (1) menciptakan interaksi edukatif
yang harmonis dan penuh kasih sayang dengan anak-anaknya, (2) menciptakan hubungan
yang harmonis dan saling menghargai menghormati antara suami istri, dan (3) mendidik
anak dengan keteladanan, pembiasaan yang baik, kemandirian, kebersamaan, dll sesuai
dengan tuntunan agama Islam. Pendidikan karakter dalam lingkungan keluarga
diteruskan kembali dalam lingkungan sekolah.
7
Zubaedi, Strategi Taktis Pendidikan Karakter (untuk PAUD dan Sekolah), Jakarta: Rajawali Press, 2016)
p.80
8
Andi Hakim Nasoetion, Pendidikan agama dan Aklak Bagi Anak dan Remaja, Jakarta: Logos, 2001), p.57
9
Abdullah Gymnastiar, 7T: Kiat Membentuk Pribadi Sukses, Seri Leadership, Bandung: MQS Pustaka
Grafika, 2001), p.112.

6
Interaksi berikutnya adalah dengan lingkungan sekolah. Dalam lingkungan
sekolah anak-anak berinteraksi dengan guru dan temannya. Lingkungan sekolah yang
baik dengan sistem nilai, peraturan, kebiasaan, budaya sekolah, keteraturan, kedisiplinan,
sopan santun, dan kegiatan yang baik akan melahirkan anak-anak yang berkarakter baik.
sebaliknya akan lahir anak-anak yang keras, pemarah, berkata kasar, tidak disiplin, malas,
dan perilaku buruk lainnya akan melahirkan siswa yang berkarakter buruk. Lingkungan
sekolah mewarnai sikap dan perilaku anak dalam mengarungi kehidupan anak di masa
depan.
Sekolah memiliki peran strategis dalam membentuk karakter siswa. Peran
strategis sekolah dalam mendidik karakter siswa di sekolah, dirangkum Indonesian
Heritage Foundation (IHF), Ratna Megawangi (2004) menyampaikan sembilan karakter
yang dapat ditanamkan di sekolah sebagai berikut: (1) Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-
Nya (love Allah, trust, reliance, loyalty); (2) Kemandirian dan tanggung jawab
(responsibility, excellence, self reliance, discipline, onderliness); (3) Kejujuran dan
amanah, bijaksana (trustworthiness, reliability, honesty); (4) Hormat dan santun (respect,
courtesy, obedience); (5) Dermawan, suka menolong dan gotong royong (love,
compassion, caring, empathy, generousity, moderation, cooperation); (6) Percaya diri,
kreatif, dan pekerja keras (confidence, assertiveness, creativity, determination, and
anthusiasm); (7) Kepemimpinan dan keadilan (justice, fairness, mercy, leadership); (8)
baik dan rendah hati (kindness, friendliness, humality, modesty); dan (9) toleransi,
kedamaian dan kesatuan (tolerance, flexibility, peacefulness).10

Selanjutnya Dharma Kesuma (2011) berpendapat bahwa pendidikan karakter di


sekolah yang ditanamkan oleh guru mempunyai tujuan sebagai berikut: (1) Menguatkan
dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu, sehingga
menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang
dikembangkan; (2) mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan
nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah; dan (3) Membangun koneksi yang harmoni
dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter
secara bersama.11

Peran guru dalam pendidikan karakter memiliki posisi strategis karena guru
dengan siswa berinteraksi secara langsung dan berdampak pada perilaku siswa. Guru
berperan tidak hanya sebagai penyampai ilmu pengetahuan, lebih jauh guru
mentrasformasikan nilai-nilai bagi siswa yang dapat membentuk karakter. Guru yang
profesional dan berkarakter akan melahirkan siswa yang berkarakter pula. Dengan
demikian ada beberapa tipe bagaimana menjadi guru yang berkarakter hebat. Menurut
Masnur Muslih (2011) ada beberapa tips bagaimana menjadi guru berkarakter sebagai
10
Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa, Jakarta:
Indonesian Heritage Foundation, 2004), p.171.
11
Dharma Kesuma, Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2011), p.181.

7
berikut: (1) Mencintai anak; (2) Bershabat dengan anak dan menjadi teladan bagi anak;
(3) Mencintai pekerjaan guru; (4) Luwes dan mudah beradaptasi dengan perubahan tidak
pernah berhenti belajar.12

Dengan demikian, sekolah adalah tempat yang sangat strategis untuk pendidikan
karakter, karena anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah. 13
Selain itu anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah, sehingga apa
yang didapatkannya di sekolah akan mempengaruhi pembentukan karakternya.14

Strategi Implementasi Manajemen Pendidikan Karakter


Salah satu aspek penting yang perlu dirancang dalam pelaksanaan pendidikan
karakter Islami bagi siswa adalah strategi pembelajaran pendidikan karakter.
Pembelajaran yang berlangsung dalam pembentukan karakter siswa merupakan interaksi
antara pendidik dengan siswa hendaknya dirancang sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan dan terarah secara efektif dan efisien.
Siswa akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter Islami apabila tumbuh pada
lingkungan sekolah yang berkarakter, sehingga setiap siswa dapat berinteraksi dengan
guru dan temannya dapat berkembang secara optimal. Untuk itu perlu dirancang strategi
yang tepat dan sesuai dengan perkembangan siswa. Guru tidak hanya menjadikan siswa
yang cerdas intelektualnya saja, tetapi juga menjadikan siswa berkepribadian yang baik.
Secara jelas, penulis akan mengkaji strategi implementasi pendidikan karakter
bagi siswa dari pandangan para pakar pendidikan. Sudrajat (2012) mengemukakan bahwa
ada empat strategi yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan pendidikan karakter
dalam menumbuhkembangkan nilai-nilai moral di lingkungan sekolah yaitu meliputi
pengajaran (teaching), keteladanan (modeling), penguatan (reinforcing), dan pembiasaan
(habituating). Pengajaran yaitu dengan memberikan pengetahuan merupakan tahap
pertama yang harus dilakukan dalam upaya membentuk karakter seseorang setelah
memperoleh pengajaran kemudian dapat diefektifkan dengan keteladanan, penguatan,
dan pembiasaan dalam lingkungan kehidupan sehari-hari.15

12
Masnur Muslih, Pendidikan Karakter, Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, Jakarta: Bumi
Aksara, 2011), p.202.
13
David Brooks, Frank G. Goble, The Case For Character Education: The Role of the School in Teaching
Values and Virtue (California: Studio 4, 1997), p.171.
14
Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter: Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa, Jakarta:
Indonesian Heritage Foundation, 2004), p.78.
15
Noviana Dewi, Pengaruh Metode Biblioterapi dan Diskusi Dilema Moral Terhadap Karakter Tanggung
Jawab Pada Mahasiswa AAK Nasional Surakarta, Naskah Publikasi, (Surakarta, Program Studi Magister
Sains Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013, p. 6.

8
Dalam pandangan penulis, empat strategi implementasi manajemen pendidikan
karakter Islami pada siswa adalah sebagai berikut: Pertama, strategi pendidikan karakter
siswa melalui pembiasaan. Kedua, strategi pendidikan karakter siswa melalui
keteladanan. Ketiga, strategi pendidikan karakter siswa melalui kejujuran. Dan keempat,
strategi pendidikan karakter melalui tanggung jawab. Keempat strategi implementasi
pendidikan karakter akan dibahas berdasarkan pandangan para ahli di bawah ini.
Stretegi implementasi pendidikan karakter melalui pembiasaan dikemukakan oleh
Abdullah Nasih Ulwan, metode pembiasaan adalah cara atau strategi yang praktis dalam
pembentukan karakter dan kepribadian anak. Ramayulis menyatakan bahwa metode
pembiasaan adalah strategi untuk menciptakan suatu kebiasaan atau tingkah laku tertentu
untuk anak didik. Armai Arief berpendapat bahwa metode pembiasaan adalah cara yang
dapat dilakukan untuk membiasakan anak didik berpikir, bersikap dan bertindak sesuai
dengan tuntunan ajaran agama Islam. Dalam buku Metodologi Pengajaran Agama Islam
bahwa metode pembiasaan adalah cara yang dilakukan dalam pembentukan akhlak dan
rohani yang memerlukan latihan yang kontinyu setiap hari.16
Gerakan penguatan pendidikan karakter di sekolah dirasakan akan lebih mengena
jika dilakukan dengan serangkaian kegiatan pembiasaan. Pertama,
menumbuhkankembangkan nilai-nilai moral dan spiritual lewat pengamalan nilai-nilai
moral dalam perilaku nyata sehari-hari.Pertama-tama nilai moral diajarkan kepada siswa,
lalu guru dan siswa mempraktikannya secara rutin hingga menjadi kebiasaan dan
akhirnya bisa membudaya. Kegiatan wajib yang dilakukan oleh guru dan siswa adalah
berdoa sesuai dengan keyakinannya masing-masing sebelum dan sesudah pembelajaran,
dipimpin oleh seorang siswa bergantian di bawah bimbingan guru. Kegiatan pembiasaan
umum dapat dilakukan oleh sekolah adalah membiasakan ibadah bersama sesuai agama
dan kepercayaannya baik dilaksanakan di sekolah maupun bersama masyarakat. Juga
dilaksanakan pembiasaan secara periodik seperti membiasakan Perayaan Hari Besar
Keagamaan dengan kegiatan yang sederhana dan hikmat.17Dari berbagai pendapat di atas
dapat ditarik kesimpulan bahwa karakter siswa dapat ditumbuhkembangkan melalui
pembiasaan aktivitas yang baik dalam lingkungan sekolah.

16
M. Syamsul Huda, Penerapan Metode Pembiasaan Pada Pendidikan Agama Islam di MI Almuthmainnah
Bulak Surabaya, Skripsi, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan
Pendidikan Agama Islam Surabaya, 2013), p.15-16.
17
Anies Baswedan, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2015 Tentang Penumbuhan Budi Pekerti, Jakarta: Kemendikbud, 13 Juli 2015.

9
Langkah strategis implementasi pendidikan karakter siswa yang kedua adalah
melalui keteladanan. Keteladanan merupakan contoh yang baik dilakukan oleh seseorang
dalam berinteraksi dengan siswa dalam lingkungan sekolah. Keteladanan guru dalam
kehidupan sehari-hari di sekolah akan mewarnai karakter siswa. Dalam pembentukan
karakter siswa, peneladanan terhadap guru amatlah penting. Oleh karena itu salah satu
aspek penting dalam pembentukan karakter siswa adalah adanya keteladanan dari para
guru di sekolah.
Menjadikan guru sebagai pendidik karakter tidak cukup hanya dengan membekali
mereka dengan teori dan seperangkat kurikulum saja tetapi juga menyangkut bagaimana
seorang guru dapat menjadi teladan bagi muridnya, sehingga setiap perkataan dan tingkah
laku guru akan ditiru muridnya. 18
Petikan kalimat hikmah dari Sayyidina Ali R.A. bahwa “Siapa yang menjadikan
dirinya sebagai pemimpin orang lain, hendaknya ia mulai dengan mengajarkan dirinya
sendiri sebelum mengajarkannya kepada orang lain. Biarlah ia mengajarkan orang lain
dengan perilaku (mencontohkan dengan perilakunya), sebelum dengan tutur kata. Orang
yang mengajar dirinya sendiri adalah lebih berhak dimuliakan dan dihargai dari orang
yang hanya menasehati orang lain.”
Kepala sekolah sebagai pemimpin di sekolah dapat berperan sebagai pemimpin
yang bisa diteladani oleh guru dan siswa. Keteladanan kepala sekolah memberikan
pengaruh yang efektif dalam pembentukan karakter bagi guru dan siswanya. Peran kepala
sekolah yang dilandasi dengan keteladanan akan mewarnai karakter guru dan siswa
dalam lingkungan sekolah. Apabila kepala sekolah menjalankan kepemimpinannya
dengan penuh keteladanan, maka tindakan dan perintahnya akan diikuti oleh guru dan
siswanya. Dengan demikian, keteladanan kepala sekolah dan guru di sekolah merupakan
strategi pendidikan karakter bagi siswa. Proses pembentukan karakter siswa sangat
membutuhkan keteladanan dari guru dan kepala sekolah sebagai pimpinan sekolah.
Ketiga, strategi implementasi pendidikan karakter melalui kejujuran. Kejujuran
merupakan fondasi penting bagi diri siswa. Kejujuran membawa kepada jalan kebaikan
dan keselamatan bagi setiap diri siswa. Rasulullah saw bersabda “Hendaklah kamu
semua bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan
membawa ke surga. Seorang yang selalu jujur dan mencari kejujuran akan ditulis oleh

18
Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter Solusi yang Tepat Membangun Bangsa, Jakarta: Indonesian
Heritage Foundation, 2004), p.161.

10
Allah sebagai orang yang jujur (shidiq). Dan jauhilah sifat bohong, karena kebohongan
membawa kepada kejahatan, dan kejahatan membawa ke neraka. Orang yang selalu
berbohong dan mencari-cari kebohongan, akan ditulis oleh Allah sebagai pembohong
(kadzdzab). (H.R. Bukhari).
Sabda rasulullah memberikan makna betapa pentingnya kejujuran dalam
kehidupan pribadi siswa. Kejujuran sebenarnya perlu ditumbuhkembangkan dalam
lingkungan keluarga. Namun lingkungan sekolah tidak kalah pentingnya untuk
menanamkan nilai-nilai kejujuran. Menurut Juprimalino (2012), indikator kejujuran yang
perlu dipupuk di kalangan siswa antara lain: berkata benar (tidak bohong), berbuat sesuai
aturan (tidak curang), menepati janji yang diucapkan, bersedia menerima sesuatu atas
dasar hak, menolak sesuatu pemberian yang bukan haknya, berpihak pada kebenaran,
menyampaikan pesan orang lain, dan satunya kata antara niat dengan perbuatan.19

Sekolah sebagai suatu sistem sosial yang efektif dapat menumbuhkembangkan


pendidikan karakter bagi siswa. Sejalan dengan pendapat Dharma Kesuma, dkk, (2011)
bahwa pendidikan karakter dalam konteks di sekolah memiliki tiga tujuan. Pertama,
memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai kejujuran agar terwujud dalam
perilaku anak, baik ketika anak-anak masih dalam proses bersekolah maupun setelah
lulus. Penguatan dan pengembangan nilai-nilai kejujuran memiliki makna bahwa
pendidikan dalam seting sekolah bukan sebagai dogmatisasi nilai kepada peserta didik
agar memahami dan merefleksi bagaimana suatu nilai menjadi penting untuk diwujudkan
dalam perilaku keseharian. Namun pendidikan juga diarahkan pada proses pembiasaan,
disertai logika dan refleksi terhadap proses dan dampak dari proses pembiasaan yang
dilakukan oleh sekolah baik dalam seting kelas maupun sekolah. Kedua, mengoreksi
perilaku peserta didik yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh
sekolah. Pendidikan karakter dalam proses ini memiliki sasaran untuk meluruskan
berbagai perilaku anak yang negatif menjadi positif. Proses pelurusan di sini bermakna
pengoreksian perilaku secara pedagogis, bukan suatu pemaksaan atau pengondisian yang
intimidatif. Proses pedagogis dalam pengoreksian perilaku negatif anak disesuaikan
dengan perkembangan pola pikirnya. Anak-anak juga diberikan keteladanan di sekolah,
rumah, serta dilakukan kegiatan pembiasaan berkata dan berperilaku jujur sesuai dengan
tingkat dan jenjang sekolahnya. Ketiga, membangun koneksi secara harmoni dan
19
Zubaedi, Strategi Taktis Pendidikan Karakter (untuk PAUD dan Sekolah), Jakarta: Rajawali Pers, 2017),
p.185.

11
bersama-sama antara keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab
kolektivitas terhadap pendidikan karakter. Ini artinya proses pendidikan karakter di
sekolah harus dihubungkan dengan proses pendidikan di keluarga. Jika saja pendidikan
karakter di sekolah hanya bertumpu pada interaksi antara peserta didik dan guru di kelas
dan sekolah, maka keberhasilan penanaman karakter akan sulit diwujudkan sesuai
harapan. Mengapa demikian? Kareana penguatan perilaku kejujuran membutuhkan
proses pendidikan yang menyeluruh (holistik), bukan suatu cuplikan dari rentangan
waktu yang dimiliki oleh anak. Dalam setiap menit dan detik interaksi anak dengan
lingkungan dapat dipastikan akan berimplikasi pada proses mempengaruhi perilaku
anak.20
Strategi implementasi manajemen pendidikan karakter bagi siswa yang keempat
adalah melalui tanggung jawab. Tanggung jawab yang ditumbukembangkan dalam
sistem pendidikan di sekolah dengan berbagai aktifitas melahirkan siswa yang memiliki
karakter tanggung jawab. Karakter tanggung jawab ini penting ditumbuhkembangkan di
sekolah berkaitan dengan dimensi (1) tanggung jawab terhadap diri sendiri, (2) tanggung
jawab terhadap keluarga, (3) tanggung jawab terhadap masyarakat, (4) tanggung jawab
terhadap bangsa-Negara, dan (5) tanggung jawab terhadap Allah sebagai Maha Pencipta
segalanya.
Tanggung jawab terhadap diri sendiri melahirkan kesadaran mendalam untuk
melakukan segala hal yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai manusia. Sebagai
mahkluk individu memiliki kepribadian dan karakteristik yang khas yang
membedakannya dengan orang lain. Sebagai diri sendiri memiliki hak dan kewajiban
yang harus dilakukan terhadap orang lain maupun lingkungannya dengan penuh tanggung
jawab. Karakter tanggung jawab yang dimulai dengan kesadaran sendiri untuk
melakukan seuatu dengan penuh keyakinan. Karakter tanggung jawab bagi siswa akan
melahirkan kesadaran diri bahwa setiap diri manusia memiliki kelebihan sekaligus pula
kekurangan. Disamping pula akan melahirkan peluang dan tantangan yang harus dihadapi
oleh diri sendiri.
Selanjutnya dimensi tanggung jawab terhadap keluarga akan melahirkan
kesadaran pada diri siswa bahwa ia tidak hanya hidup sendiri, tetapi memiliki orang tua
dan saudara dalam keluarga. Orang tuanya telah mendidik dirinya dalam keluarga dengan

20
Dharma Kesuma, dkk, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2011), p.5.

12
penuh tanggung jawab, sehingga ia memelihara dirinya untuk menjaga nama baik
keluarganya.
Dimensi tanggung jawab terhadap masyarakat dapat ditumbuhkembangkan pada
diri siswa dalam lingkungan sekolah. Sekolah yang efektif dapat menumbuhkembangkan
karakter siswa yang memiliki kesadaran diri bahwa dirinya tidak pernah bisa hidup tanpa
hidup bermasyarakat. Kesadaran diri siswa sebagai bagian dari kehidupan dalam
masyarakat ditumbuhkembangkan melalui sistem sosial di sekolah. Ada hak dan
kewajiban yang melekat pada diri siswa sebagai makhluk sosial untuk dilaksanakan
dengan baik.
Dimensi tanggung jawab terhadap Bangsa-Negara dapat ditumbuhkembangkan
dalam lingkungan sekolah melalui kesadaran pada diri siswa bahwa dirinya berada dalam
sebuah negara Republik Indonesia dengan ideologi Pancasila, UUD 1945, norma-norma,
dan peraturan lainnya yang mengikat dirinya sebagai warga negara.
Dimensi pendidikan karakter yang paling mendasar dan hakiki adalah kesadaran
diri siswa bahwa sebagai mahkluk religius harus dapat mempertanggungjawabkan segala
seuatu yang dilakukannya di dunia dihari pembalasan nanti (akhirat). Kesadaran dan
keyakinan pada diri siswa sebagai mahkluk ciptaan Tuhan dengan tanggung jawab
memakmurkan bumi untuk kemaslahatan dan keselamatan dunia dan akhirat.
Dari pembahasan di atas, jelaslah bahwa implementasi manajemen pendidikan
karakter Islami bagi siswa di Indonesia dapat ditumbuhkembangkan melalui sistem sosial
di sekolah dengan memperhatikan strategi implementasinya agar dapat diwujudkan
secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan pendidikan karakter yang telah
dirumuskan dalam sistem pendidikan nasional.

Conclusion
Pendidikan karakter bagi siswa di sekolah sangat dibutuhkan, sekalipun fondasi
awal pendidikan karakter adalah dalam lingkungan keluarga. Sekolah sebagai sistem
sosial dapat membentuk karakter siswa melalui strategi yang efektif dan efisien sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional. Sebab sekolah tidak hanya mendidik anak agar
memiliki kecerdasan intelektual saja tetapi mendidik agar siswa memiliki karakter yang
baik. Jika pendidikan karakter berhasil ditumbuhkembangkan pada diri siswa maka kelak

13
siswa akan menjadi warga negara yang baik, pemimpin yang jujur dan
bertanggungjawab, bermanfaat bagi dirinya, keluarganya, masyarakat, bangsa dan
negaranya. Pendidikan karakter bagi siswa perlu keterlibatan semua unsur dengan penuh
kesadaran agar bangsa Indonesia dapat mengatasi multikrisis menuju generasi emas
dengan peradaban bangsa Indonesia yang unggul dan berdaulat.

References

14
15

Das könnte Ihnen auch gefallen