Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Tanda tangan:
REFERAT
Fraktur Terbuka
Pembimbing:
Disusun Oleh:
Veronica Hodianto
112016379
Disusun oleh:
Veronica Hodianto
112016379
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Marquee, Sp.OT
selaku dokter pembimbing Departemen Bedah Umum RSAU Dr. Esnawan Antariksa
..............................................
dr. Marquee, Sp.OT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
LEMBAR PENILAIAN
Skor
Aspek yang dinilai
1 2 3 4 5
Kemampuan Analisis
Penguasaan Teori
Referensi
Cara Penyajian
Total
Nilai %= (Total/25)x100%
Komentar penilai
Paraf/Stempel
Nama Penilai
dr.Marquee ,Sp.OT
BAB I
Pendahuluan
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat total maupun sebagian, biasanya
disebabkan oleh trauma. Terjadinya suatu fraktur lengkap atau tidak lengkap ditentukan oleh
kekuatan, sudut dan tenaga, keadaan tulang, serta jaringan lunak di sekitar tulang. Secara umum,
keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka, fraktur tertutup
dan fraktur dengan komplikasi.1
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan lingkungan luar
melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri yang dapat menimbulkan komplikasi berupa
infeksi. Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang
terstandar dan segera untuk mengurangi resiko infeksi.1 Utamanya adalah untuk mencegah
infeksi, penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa hal yang penting
untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan
segera, secara hati-hati, debridemen yang dapat dilakukan berulang-ulang selama 48-72 jam,
stabilisasi fraktur, penutupan kulit serta pemberian antibiotik yang adekuat.2
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh
cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam/ tumpul. Dari
45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang(3,8%), dari 20.829
kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127
trauma benda tajam/ tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%).3
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang
meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik.
Dari 31,575 kejadian fraktur pertahun di Amerika didapatkan 1000 kejadian fraktur terbuka dan
tertinggi yakni fraktur ekstremitas bawah sekitar 3,7 % pertahunnya atau 488 kejadian fraktur
terbuka dari 13,096 fraktur ekstremitas bawah. Diurutan selanjutnya yaitu fraktur terbuka
esktremitas atas 3,3%, pelvis 0,6%, bahu 0,2%.4
Penulisan referat ini bertujuan agar sebagai dokter mampu mengenali dan
mendiagnosis suatu penyakit dengan tepat serta memberikan terapi awal dan mencegah
terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan. Tindakan awal yang diberikan serta
penanganan terapi lanjutan dilakukan sesuai dengan kompetensi dokter yang ditujukan
demi kesembuhan pasien.
Sumber-sumber data yang digunakan dalam pembuatan referat ini didapatkan
dari studi pustaka dengan mengumpulkan data-data literatur, artikel, jurnal kedokteran
dan berbagai sumber informasi yang didapat melalui internet.
ANATOMI, HISTOLOGI, FISIOLOGI, DAN BIOKIMIA TULANG
Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai 5 fungsi utama,
yaitu membentuk rangka badan, tempat melekat otot, bagian dari tubuh untuk melindungi dan
mempertahankan alat-alat dalam, seperti otak, sumsum tulang belakang, jantung dan paru-paru,
tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan garam dan sebagai organ yang berfungsi sebagai
jaringan hematopoetik untuk memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel darah putih dan
trombosit.3 Secara garis besar tulang terbagi atas:
1. Tulang panjang, yang termasuk adalah femur, tibia, fibula, humerus, ulna. Tulang
panjang (os longum) terdiri dari 3 bagian, yaitu epiphysis, diaphysis, dan
metaphysis. Diaphysis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk
silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang
besar. Metaphysis adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang.
Daerah ini terutama disusun oleh trabekular atau sel spongiosa yang mengandung
sel-sel hematopoetik. Metaphysis juga menopang sendi dan menyediakan daerah
yang cukup luas untuk perlekatan tendon dan ligamen pada epiphysis. Epiphysis
langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang. Seluruh tulang dilapisi oleh
lapisan fibrosa yang disebut periosteum.
2. Tulang pendek antara lain : tulang vertebra dan tulang-tulang carpal
3. Tulang pipih antara lain : tulang iga, tulang skapula, tulang pelvis
Tulang dapat dibentuk dengan dua cara: melalui mineralisasi langsung pada matriks yang
disintesis osteoblas (osifikasi intramembranosa) atau melalui penimbunan matiks tulang pada
matriks tulang rawan sebelumnya(osifikasi endokondral).
Struktur tulang berubah sangat lambat terutama setelah periode pertumbuhan tulang
berakhir. Setelah fase ini perubahan tulang lebih banyak terjadi dalam bentuk perubahan
mikroskopik akibat aktivitas fisiologis tulang sebagai suatu organ biokimia utama tulang.
Komposisi tulang terdiri atas: substansi organik (35%), substansi anorganik (45%), air (20%).
Substansi organik terdiri atas sel-sel tulang serta substansi organik intraseluler atau matriks
kolagen dan merupakan bagian terbesar dari matriks (90%), sedangkan sisanya adalah asam
hialuronat dan kondrotin asam sulfur. Substansi anorganik terutama terdiri atas kalsium dan
fosfor dan sisanya oleh magnesium, sodium, hidroksil, karbonat, dan fluorida. Enzim tulang
adalah alkali fosfatase yang diproduksi oleh osteoblas yang kemungkinan besar mempunyai
peranan penting dalam produksi organik matriks sebelum terjadi kalsifikasi.
Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma yang menyebabkan
tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung
menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma
tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur.9
Fraktur secara klinis dibedakan atas fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur terbuka
merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga
terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa infeksi.9 Luka pada kulit dapat
berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit (from within) atau dari luar oleh karena
tertembus misalnya oleh peluru atau trauma langsung (from without).10
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang
terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi
penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa hal yang penting untuk
dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera,
secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone
grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat. Fraktur terbuka sering timbul
komplikasi berupa infeksi. Infeksi bisa berasal dari flora normal di kulit ataupun bakteri
pathogen khususnya bakteri gram (-). Golongan flora normal kulit, seperti Staphylococus,
Propionibacterium acne , Micrococus dan dapat juga Corynebacterium. Selain dari flora normal
kulit, hasil juga menunjukan gambaran bakteri yang bersifat pathogen, tergantung dari paparan
(kontaminasi) lingkungan pada saat terjadinya fraktur. Fraktur terbuka memiliki beberapa
konsekuensi seperti:
1. Adanya kontaminasi pada luka dan fraktur dari lingkungan luar
2. Adanya kehancuran jaringan lunak dan devaskularisasi yang memperbesar suseptibilitas
terhadap infeksi
3. Disrupsi dari jaringan lunak yang dapat yang dapat mempengaruhi penyembuhan fraktur
akibat hilangnya kontribusi dari sel osteoprogenitor yang berasal dari jaringan lunak di
sekitarnya
4. Hilangnya fungsi dari otot, tendon, saraf, pembuluh darah, serta struktur ligament yang
berada di sekitarnya.
3.2 Epidemiologi
Frekuensi dari fraktur terbuka bervariasi tergantung dari faktor geografis dan
sosioekonomis, populasi penduduk, dan trauma yang terjadi. Dari data yang diambil dari
Universitas Gadjah Mada didapatkan insidensi fraktur terbuka sebesar 4% dari seluruh fraktur
dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 3,64 : 1 dan kelompok umur mayoritas dekade
dua atau dekade tiga, dimana mobilitas dan aktifitas fisik tergolong tinggi. Sedangkan insiden
fraktur terbuka di Edinburgh Orthopaedic Trauma Unit di Skotlandia mendata sebanyak 21.3
kasus per 100.000 dalam setahun. Fraktur diafisis menduduki peringkat terbanyak pada tibia
(21,6%), disusul oleh femur (12,1%), radius dan ulna (9,3%), dan humerus (5,7%). Pada tulang
panjang, fraktur terbuka diafiseal lebih sering terjadi dibanding metafiseal (15.3 % versus 1.2%).
3.3 Klasifikasi
Klasifikasi dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan
disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.
Tipe IIIB: fraktur disertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan dan kehilangan
jaringan, terdapat pendorongan periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebatserta
fraktur komunitif yang hebat.
Gambar 2. Fraktur Terbuka tipe IIIB
Tipe IIIC: fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan
perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.10
3.5 PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan.
Apabila tekanan eksternal lebih besar dari yang diserap tulang, maka terjadilah trauma pada
tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur dapat
disebabkan oleh trauma langsung, trauma tidak langsung, atau kondisi patologis. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow dan jaringan tulang
yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medulla tulang. Akibat hematoma yang terjadi dapat menghambat suplai
darah/nutrisi ke jaringan tulang yang berdekatan, sehingga jaringan tulang mengalami nekrosis
dan menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma
dan infiltrasi sel darah putih. Tahap ini menunjukan tahap awal penyembuhan tulang.
Hematoma yang terjadi juga menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan
tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskemik dan menyebabkan
protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema
yang terbentuk akan menekan ujung saraf yang dapat menyebabkan nyeri yang bila berlangsung
lama bisa menyebabkan sindroma kompartement.9
Fraktur yang hebat menyebabkan diskontinuitas tulang yang dapat merubah jaringan sekitar
seperti merusak integritas kulit atau terjadi laserasi kulit hal ini menyebabkan fraktur terbuka.
Fraktur juga menyebabkan terjadinya pergeseran fragmen tulang yang dapat mempengaruhi
mobilitas fisik sehingga terjadi gangguan pergerakan dan gangguan perfusi jaringan jika terjadi
penyumbatan pembuluh darah oleh emboli lemak dan trombosit yang terjadi akibat reaksi stress
dan memicu pelepasan katekolamin yang disebabkan oleh peningkatan tekanan sumsung tulang
dibanding tekanan kapiler. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur yaitu faktor ekstrinsik
(adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu dan
arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur) dan faktor intrinsik (yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur) seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisita, kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang.9
Gambar 3 : Skema terjadinya komplikasi pada fraktur terbuka
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase yaitu :
Stadium Penyembuhan Fraktur
1. Fase hematoma (dalam waktu 24 jam timbul perdarahan)
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang
pada permukaan fraktur, yang tidak mendapat persediaan darah, akan mati sepanjang satu ata
dua milimeter.
2. Fase proliferasi/inflamasi (terjadi 1-5 hari)
Dalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi sel di bawah
periosteum dan di dalam saluran medula yang tertembus. Ujung fragmen dikelilingi oleh
jaringan sel, yang menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang membeku perlahan-
lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang halu berkembang ke dalam daerah itu.
3. Fase pembentukan kalus (terjadi 6-10 hari setelah trauma)
Sel yang berkembangbiak memiliki potensi krondrogenik dan osteogenik: bila diberikan
kedaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan dalam beberapa keadaan, juga
kartilago. Populasi sel sekarang juga mencakup osteoklas (mungkin dihasilkan pembuluh
darah yang baru) yang mulai membersihkan tulang yang mati. Massa sel yang tebal, dengan
pulau-pulau tulang yang immatur dan kartilago, membentuk kalus atau bebat pada
permukaan periosteal dan endosteal. Sementara tulang fibrosa yang imatur menjadi lebih
padat, gerakan pada tempat fraktur semakin berkurang dan pada empat minggu setelah
cidera fraktur menyatu.
4. Fase konsolidasi (2-3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh)
Bila aktivitas osteoklasik dan osteoblastik berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi
tulang lamelar. Sistem itu sekarang cukup kaku untuk memungkinkan osteoklas menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan dekat di belakangnya osteoblas mengisi celah-
celah yang tersisa di antara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat
dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk membawa beban yang
normal.
5. Fase remodelling (waktu lebih dari 10 minggu)
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yag padat. Selama beberapa bulan,
atau nahkan beberapa tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamela yang lebih tebal diletakkan pada tempat
yang tekanannya tinggi: dinding-dinding yang tak dikehendaki dibuang; rongga sumsum
dibentuk. Akhirnya, tulang akan memperoleh bentuk yang mirip bentuk normalnya.
Gambar 4 : Fase penyembuhan fraktur pada tulang kortikal
3.7 DIAGNOSIS
Diagnosis fraktur ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis
Pada anamnesis, perlu dilakukan anamnesis yang detail mengenai apa yang terjadi
pada pasien dan kemungkinan cidera yang terjadi padanya. Anamnesis yang perlu
dilakukan antara lain: riwayat cidera, manisfestasi klinis dari apa yang dirasakan pasien,
menyingkirkan kemungkinan adanya cidera pada lokasi tertentu, seperti abdomen, pelvis,
thoraks, servikal, dan ada tidaknya penurunan kesadaran setelah cidera.
Pemeriksaan fisik
Pada status generalis, perlu diperhatikan ABCs pada pasien. Lihat apakah terdapat
gangguan pada Airway, Breathing, Circulation, dan Cervical injury. Setelah memeriksa
status generalis, maka dilakukan pemeriksaan pada status lokalis. Pada pemeriksaan
lokalis dilakukan pemeriksaan berupa inspeksi, palpasi, dan movement.4
- Inspeksi (Look) pembengkakan, memar, dan deformitas mungkin dapat terlihat
namun, hal yang sangat penting adalah apakah kulit pada daerah tersebut intak atau
tidak. Apabila kulit tersebut tidak intak maka fraktur tersebut memiliki hubungan
dengan dunia luar yaitu fraktur terbuka (compound fracture).
- Palpasi (Feel) Palpasi harus dilakukan pada seluruh ekstremitas dari proksimal hingga
distal termasuk sendi di proksimal maupun distal dari cedera untuk menilai area rasa
sakit, efusi, maupun krepitasi. Seringkali akan ditemukan cedera lain yang terjadi
bersaman dengan cedera utama.
- Pergerakan (Movement). Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih
penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi di bagian
distal cedera. Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif
dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada
penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji
pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
Pemeriksaan penunjang
1. Foto Polos
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun
demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis.
Untuk foto polos, terdapat prinsip rule of two yaitu:
- dua posisi proyeksi (minimal AP dan lateral)
- 2 sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, dibawah dan diatas sendi yang
mengalami fraktur
- 2 anggota gerak
- 2 trauma, pada trauma hebat sering menyebabkan fraktur pada 2 daerah tulang.
Misal: fraktur kalkaneus dan femur, maka perlu dilakukan foto pada panggul dan
tulang belakang
- 2 kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya tulang skafoid foto pertama
biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari
kemudian.4
2. Darah lengkap
Untuk melihat keadaan sistemik pasien setelah cidera.
Namun untuk mendiagnosis fractur tidaklah cukup hanya dengan menggunakan foto polos saja
sehingga dibutuhkan modalitas lain seperti :
a. CT-Scan, untuk melihat lebih detail mengenai bagian tulang atau sendi, dengan
membuat foto irisan lapis demi lapis.
b. MRI, dapat digunakan untuk memeriksa hampir seluruh tulang, sendi, dan jaringan
lunak. MRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi cedera tendon,ligamen, otot,
tulang rawan dan tulang.
c. Radioisotop scanning, untuk melihat adanya lesi spinal atau fraktur kondilus tibia
d. Tomografi, untuk melihat adanya stressed fracture
3.8 PENATALAKSANAAN
A: Aiway (saluran napas), penilaian terhadap patensi jalan napas. Apabila terdapat obstruksi
jalan napas, maka harus segera dibebaskan. Apabila dicurigai kelaian vertebra servikalis maka
dilakukan pemasangan collar neck.
B: Breathing (pernapasan), perlu diperhatikan dan dilihat secara keseluruhan daerah thorak untuk
menilai ventilasi. Jalan napas yang bebas bukan berarti ventilasi cukup. Bila ada gangguan
atau instabilitas kardiovaskuler, respirasi, atau gangguan neurologis, kita harus melakukan
ventilasi dengan bantuan alat pernapasan berupa kantong yang disambung dengan masker
atau pipa endotrakeal.
C: Circulation (sirkulasi), sirkulasi adalah kontrol perdarahan meliputi 2 hal: a) Volume darah
dan output jantung; b) perdarahan baik perdarahan luar maupun perdarahan dalam,
perdarahan luar harus diatasi dengan balut tekan.
D: Disability (evaluasi neurologis), evaluasi neurologis secara cepat setelah satu survei awal,
dengan menilai tingkat kesadaran, besar dan reaksi pupil. Menggunakan metode AVPU: A
(alert / sadar), V (vokal / adanya respon terhadap stimuli vokal), P (painful, danya respon
terhadap rangsang nyeri), U (unresponsive / tidak ada respon sama sekali). Hasinya dapat
diketahui GCS (glasgow coma scale).
E: Exposure (kontrol lingkungan), untuk melakukan pemeriksaan secara teliti pakaian penderita
perlu dilepas (pada pasien tidak sadarkan diri), selain itu perlu dihindari terjadinya hipotermi
I. Resusitasi
Resusitasi adalah suatu tindakan untuk mengembalikan fungsi tubuh kepada keadaan
fisiologi.Kehilangan cairan dapat berupa kehilangan yang norma(keringat,
penguapan,urin ) atau kehilangan yang patologis.Kehilangan cairan yang patologis
bisa disebabkan karena perdarahan atau non perdarahan (dehidrasi).Resusitasi cairan
adalah tindakan mengganti kehilangan cairan tubuh yang hilang oleh sebab patologis
kembali menjadi normal.12,13
II. Dasar terapi cairan
Terapi cairan : resusitasi dan rumatan
Resusitasi dapat dilakukan dengan cairan kristaloid atau koloid
Rumatan dilakukan dengan kristaloid
3.9 KOMPLIKASI
Komplikasi dari fraktur terbuka dapat dibagi dalam dua fase yaitu:
1. Fase dini komplikasi ini timbul dalam waktu beberapa hari atau beberapa
minggu setelah terjadinya fraktur. Komplikasi yang muncul pada fase dini ini
antara lain; kerusakan lapisan visceral, kerusakan pembuluh darah, kerusakan
pembuluh saraf, sindroma kompartemen, haemarthrosis, infeksi, gas gangrene.4
2. Fase lambat komplikasi ini timbul dalam waktu beberapa minggu hingga
beberapa bulaan setelah terjadinya fraktur. Komplikasi yang muncul pada fase
lambat ini antara lain; delayed union, non-union, malunion, avascular necrosis,
gangguan pertumbuhan, lesi tendon, kompresi saraf, osteoarthritis.4
3.10 PROGNOSIS
Prognosis pada fraktur terbuka tergantung dari derajat fraktur, dan penanganan pada fraktur
tersebut. Semakin berat derajat fraktur, semakin lama dan buruknya penanganan maka prognosis
akan buruk.
BAB IV
KESIMPULAN
Fraktur terbuka adalah diskontinuitas atau terputusnya jaringan tulang maupun jaringan
skeletal akibat tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang yang
terpapar oleh lingkungan luar. Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat. Insiden fraktur
terbuka sebesar 4% dan banyak pada laki-laki. Klasifikasi fraktur terbuka yang dianut dewasa ini
adalah menurut Gustillo dan Anderson. Penyebabnya bisa berupa trauma langsung dan tidak
langsung. Diagnosis fraktur terbuka didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik yang
paling bermakna adalah look, feel dan move serta penunjang berupa pemeriksaan radiologis, CT-
Scan maupun MRI. Tujuan dari tata laksana fraktur terbuka adalah untuk mengurangi resiko
infeksi, terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa hal yang
penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan
dengan segera, secara hati-hati, debridemen yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan
kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat. Komplikasi fraktur
sendiri terdiri dari komplikasi fase dini maupun fase lambat. Prognosis tergantung pada
penolongan fraktur itu sendiri yang harus dilakukan sebelum 6 jam (golden period).
Daftar pustaka