Sie sind auf Seite 1von 38

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


“FRAKTUR”

OLEH :

NOLA SEPTRI YULIANDA, S. Kep


NIM : 2030282049

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. Lisa Mustika Sari, M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
TAHUN 2021
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Fraktur


1. Defenisi Fraktur
Fraktur atau patah tulang disebabkan karena trauma atau tenaga fisik, kekuatan dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak disekitar tulang
merupakan penentu apakah fraktur terjadi lengkap atau tidak lengkap (Astanti,
2017).

Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik
yang bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik (Helmi, 2016).

Fraktur adalah suatu kondisi yang terjadi ketika keutuhan dan kekuatan dari tulang
mengalami kerusakan yang disebabkan oleh penyakit invasif atau suatu proses
biologis yang merusak (Kenneth et al., 2015).

Dari definisi diatas dapat disimpulkan fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang,
baik yang bersifat total atau sebagian yang disebabkan oleh trauma fisik.

2. Anatomi Fisiologi Tulang


a. Anatomi Tulang

Gambar 1. Gambar 2.1. Anatomi Tulang (Evelyn 2007)


Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat
untuk melekatnya otot-oto yang menggerakkan kerangka tubuh. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat.
Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan
hidup yang akan suplai saraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan
kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium) yang membuat tulang
keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang
membuatnya kuat dan elastis (Price dan Wilson, 2006). Tulang ekstrimitas
bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada batang tubuh dengan perantara
gelang pang]gul terdiri dari 31 pasang antara lain: tulang koksa, ]tulang femur,
tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia dan falang (Price dan Wilson, 2006)
1) Tulang Koksa OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya di
setiap sisi dan di depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk
sebagian besar tulang pelvis.
2) Tulang Femur merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam tulang kerangka
pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk
kepala sendi yang disebut kaput femoris. Di sebelah atas dan bawah dari
kolumna femoris terdapat laju yang disebut trokanter mayor dan trokanter
minor. Di bagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah
tonjolan yang disebut kondilus lateralis dan medialis. Di antara dua kondilus
ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang
disebut dengan fosa kondilus.
3) Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai
bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang
pipa dengan sebuah batang dan dua ujung.
4) Fibula atau tulang betis adalah tulang sebelah lateral tungkai bawah, tulang
itu adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung (Evelyn, 2007).
5) Sendi tibia fibula dibentuk antara ujung atas dan ujung bawah, kedua
tungkai bawah batang dari tulang-tulang itu digabungkan oleh sebuah
ligamen antara tulang membentuk sebuah sendi ketiga antara tulang-tulang
itu (Drs. H. Syahrifuddin, 2006).
6) Meta tarsalia terdiri dari tulang-tulang pendek yang banyaknya 5 buah yang
masing-masing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan perantara
sendi Falangus merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-
masing terdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari sebanyak 2 ruas, pada metatarsalia
bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya bundar yang
disebut tulang bijian (osteum sesarnoid).

b. Fisiologi Tulang
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam
pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa
dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungan struktur tersebut (Price dan
Wilson, 2006).

Tulang adalah suatu jarigan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara
lain: osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan
membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan
osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif
menghasilkan jaringan osteoid, osteoblast mengsekresikan sejumlah besar
fosfatase alkali, yang memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium
dan fosfat ke dalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran
darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat
menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah
mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang. Osteosid
adalah sel tulang deawasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel besar
berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matrik tulang dapat
diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel
ini menghasilkan enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa
asam yang melarutkan mineral tulang sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke
dalam aliran darah (Simon & Schuster, 2003).

Metabolisme tulang di atur oleh beberapa hormon. Peningkatan kodar hormon


paratoid mempunyai efek langsung dan segera pada mineral tulang yang
menyebabkan kalsium dan fosfat daiabsorpsi dan bergerak memasuki serum. Di
samping itu peningkatan kadar hormon paratoid secara perlahan menyebabkan
peningkatan jumlah dan aktifitas osteoklas sehingga terjadi demineralisasi.
Peningkatan kadar kalsium serum pada hiperparatiroidisme dapat pula
menimbulkan pembentukan batu ginjal.

Tulang mengandung 99% dari seluruh kalsium tubuh dan 90% dari seluruh
fosfat tubuh. Fungsi penting kalsium adalah dalam mekanisme dan
pembentukan darah, trasmisi impuls neuromuscular, iritabilitas eksitabilitas
otot, keseimbangan asam basah, permeabilitas membrane sel dan sebagai
pelekat di antara sel-sel.
Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara lain :
1. Sebagai kerangka tubuh. Tulang sebagai kerangka yang
menyokong dan memberi bentuk tubuh.
2. Proteksi sistem. Musculoskeletal melindungi organ-organ penting,
misalnya otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-
paru terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang dibentuk oleh tulang-
tulang kostae (iga).
3. Ambulasi dan Mobilisasi. Adanya tulang dan otot memungkinkan
terjadinya pergerakan tubuh dan perpindahan tempat, tulang memberikan
suatu sistem pengungkit yang digerakkan oleh otot

3. Klasifikasi Fraktur
Menurut Sulistyaningsih (2016), berdasarkan ada tidaknya hubungan antar tulang
dibagi menjadi :
1) Fraktur Terbuka
Adalah patah tulang yang menembus kulit dan memungkinkan adanya
hubungan dengan dunia luar serta menjadikan adanya kemungkinan untuk
masuknya kuman atau bakteri ke dalam luka. Berdasarkan tingkat
keparahannya fraktur terbuka dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar
menurut klasifikasi (Gustillo dan Anderson, 2015) yaitu:
a. Derajat I
Kulit terbuka <1cm, biasanya dari dalam ke luar, memar otot yang ringan
disebabkan oleh energi rendah atau fraktur dengan luka terbuka menyerong
pendek.
b. Derajat II
Kulit terbuka >1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas, komponen
penghancuran minimal sampai sedang, fraktur dengan luka terbuka
melintang sederhana dengan pemecahan minimal.
c. Derajat III
Kerusakan jaringan lunak yang lebih luas, termasuk otot, kulit, dan struktur
neurovaskuler, cidera yang disebabkan oleh energi tinggi dengan
kehancuran komponen tulang yang parah.
a) Derajat IIIA
Laserasi jaringan lunak yang luas, cakupan tulang yang memadai,
fraktur segmental, pengupasan periosteal minimal.
b) Derajat IIIB
Cidera jaringan lunak yang luas dengan pengelupasan periosteal dan
paparan tulang yang membutuhkan penutupan jaringan lunak; biasanya
berhubungan dengan kontaminasi masif.
c) Derajat IIIC
Cidera vaskular yang membutuhkan perbaikan (Kenneth et al., 2015)

2) Fraktur Tertutup
Adalah patah tulang yang tidak mengakibatkan robeknya kulit sehingga tidak
ada kontak dengan dunia luar.
Fraktur tertutup diklasifikasikan berdasarkan tingkat kerusakan jaringan
lunak dan mekanisme cidera tidak langsung dan cidera langsung antara lain:
a. Derajat 0
Cidera akibat kekuatan yang tidak langsung dengan kerusakan jaringan
lunak yang tidak begitu berarti.
b. Derajat 1
Fraktur tertutup yang disebabkan oleh mekanisme energi rendah sampai
sedang dengan abrasi superfisial atau memar pada jaringan lunak di
permukaan situs fraktur.
c. Derajat 2
Fraktur tertutup dengan memar yang signifikan pada otot, yang mungkin
dalam, kulit lecet terkontaminasi yang berkaitan dengan mekanisme
energi sedang hingga berat dan cidera tulang, sangat beresiko terkena
sindrom kompartemen.
d. Derajat 3
Kerusakan jaringan lunak yang luas atau avulsi subkutan dan
gangguan arteri atau terbentuk sindrom kompartemen (Kenneth et al.,
2015).
Menurut Purwanto (2016) berdasarkan garis frakturnya dibagi menjadi :
1) Fraktur Komplet
Yaitu fraktur dimana terjadi patahan diseluruh penampang tulang
biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.
2) Fraktur Inkomplet
Yaitu fraktur yang terjadi hanya pada sebagian dari garis tengah tulang.
3) Fraktur Transversal
Yaitu fraktur yang terjadi sepanjang garis lurus tengah tulang.
4) Fraktur Oblig
Yaitu fraktur yang membentuk garis sudut dengan garis tengah tulang.
5) Fraktur Spiral
Yaitu garis fraktur yang memuntir seputar batang tulang sehingga
menciptakan pola spiral.
6) Fraktur Kompresi
Terjadi adanya tekanan tulang pada satu sisi bisa disebabkan tekanan,
gaya aksial langsung diterapkan diatas sisi fraktur.
7) Fraktur Kominutif
Yaitu apabila terdapat beberapa patahan tulang sampai menghancurkan
tulang menjadi tiga atau lebih bagian.
8) Fraktur Impaksi
Yaitu fraktur dengan salah satu irisan ke ujung atau ke fragmen retak.
4. Etiologi Fraktur
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu retakan
sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot dan
jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi retak
mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur
yang tidak terjadi disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna
sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal sebagai
fraktur lengkap (Digiulio, Jackson dan Keogh, 2014).
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat dibedakan
menjadi :
1. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan.
b. Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan
fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak.
2. Fraktur patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor mengakibatkan :
a. Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali.
b. Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul salah satu proses yang progresif.
c. Rakhitis
d. Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus.

5. Manefestasi Klinis Fraktur


Menurut Clevo & Margareth (2012) Manifestasi klinis pada fraktur antara lain
adalah :
a. Pada tulang traumatic dan cedera jaringan lunak biasanya disertai nyeri. Setelah
terjadi patah tulang terjadi spasme otot yang menambah rasa nyeri. Pada fraktur
stress, nyeri biasanya timbul pada saat aktifitas dan hilang pada saat istirahat.
Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri.
b. Nyeri, bengkak, dan nyeri tekan pada daerah fraktur (tenderness)
c. Deformitas : perubahan bentuk tulang.
d. Mungkin tampak jelas posisi tulang dan ekstremitas yang tidak alami.
e. Pembengkakan disekitar fraktur akan menyebabkan proses peradangan.
f. Hilangnya fungsi anggota badan dan persendian terdekat.
g. Gerakan abnormal.
h. Dapat terjadi gangguan sensasi atau rasa kesemutan, yang mengisyaratkan
kerusakan syaraf. Denyut nadi dibagian distal fraktur harus utuh dan setara
dengan bagian nonfraktur. Hilangnya denyut nadi sebelah distal mungkin
mengisyaratkan syok kompartemen.
i. Krepitasi suara gemeretak akibat pergeseran ujung –ujung patahan tulang satu
sama lain.

6. Patofisiologi Fraktur
Menurut (Elizabeth, 2009), Ketika tulang patah, sel tulang mati. Perdarahan
biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak di sekitar
tulang tersebut. jaringan lunak biasanya mengalami kerusakan akibat cedera.
Reaksi inflamasi yang intens terjadi setelah patah tulang. Sel darah putih dan sel
mast terakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ke area
tersebut. fagositosis dan pembersihan sel dan jaringan mati dimulai.

Bekuan fibrin (hematoma fraktur) terbentuk di tempat patah dan berfungsi sebagai
jala untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas akan segera terstimulasi dan
terbentuk tulang baru imatur, disebut kalus. Bekuan fibrin segera direabsorpsi dan
sel tulang baru secara perlahan mengalami remodeling untuk membentuk tulang
sejati. Tulang sejati menggantikan kalus dan secara perlahan mengalami kalsifikasi.
Penyembuhan memerlukan waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan (fraktur
pada anak sembuh lebih cepat). Penyembuhan dapat terganggu atau terhambat
apabila hematoma fraktur atau kalus rusak sebelum tulang sejati terbentuk, atau
apabila sel tulang baru rusak selama kalsifikasi dan pengerasan.
7. WOC FRAKTUR

Gambar 2
Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015)
8. Penatalaksanaan Fraktur
a. Penatalaksanaan Medis
1) Antibiotik merupakan obat yang sangat penting dan digunakan untuk
memberantas berbagai penyakit infeksi. Zat kimia ini dihasilkan oleh
mikroorganisme, terutama jamur dan bakteri tanah dan mempunyai khasiat
bakteriostatik atau bakterisid terhadap satu atau beberapa mikroorganisme
lain yang rentan terhadap antibiotik.
2) Traksi yaitu suatu tindakan untuk memindahkan tulang yang patah atau
dislokasi ke tempat yang normal kembali dengan menggunakan daya tarik
tertentu atau dengan kata lain suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian
tubuh, yang di indikasikan pada pasien dengan fraktur dan pasien
dislokasi.
3) Sedatif yaitu sedatif-hipnotik dapat mengatasi ansietas, sedangkan dalam
dosis besar dapat menginduksitidur.
4) Analgesik yaitu istilah kimia untuk zat-zat yang dapat menurunkan rasa
sakit, seperti heroin, opium, pethidine, dan codeine. Efek penghilang rasa
sakit dimunculkan dengan mereduksi kepekaan fisik dan emosional
individu, serta memberikan penggunanya rasa hangat dan nyaman.

b. Penatalaksanaan Pembedahan
Penatalaksanaan ini sangatlah penting diketahui oleh perawat, jika ada
keputusan klien diindikasikan untuk menjalani pembedahan, perawat mulai
berperan dalam asuhan keperawatan tersebut.
1) Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal perkutan atau K-Wire.
2) Reduksi terbuka dan fiksasi internal atau fiksasi ekternal tulang yaitu :
a) Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) atau reduksi terbuka
dengan fiksasi internal.Orif akan mengimobilisasi fraktur dengan
melakukan pembedahan untuk memasukan paku, scrup atau pen ke
dalam tempat fraktur untuk mengfiksasi bagian tulang pada fraktur
secara bersamaan. Fiksasi internal sering digunakan untuk merawat
fraktur pada tulang pinggul yang sering terjadi pada orang tua.
b) Open ReductionTerbuka dengan fiksasi eksternal. Tindakan ini
merupakan pilihan bagi sebagian besar fraktur. Fiksasi eksternal
dapat menggunakan konselosascrew atau dengan metilmetaklirat
(akrilik gigi) atau fiksasi eksterna dengan jenis-jenis lain seperti gips.

c. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Manjoer (2003) Penatalaksannan keperawatan sebagai berikut:
1. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan
kesadaran, baru pemeriksaan patah tulang.
2. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah
komplikasi.
3. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini, dan
pemantauan neurociculatory pada daerah yang cedera adalah:
a) Meraba lokasi apakah masih hangat
b) Observasi warna
c) Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali pada
kapiler
d) Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi pada
lokasi cedera
e) Meraba lokasi cedera apakah pasien biasa membedakan rasa sensasi
nyeri
f) Observasi apakah daerah fraktur biasa digerakkan
4. Pertahankan kekuatan dan pergerakan
5. Meningkatkan gizi, makan – makanan yang tinggi serat anjurkan intake
protein 150 – 300 gr / hari
6. Mempertahankan imobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan
untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada
tempatnya sampai sembuh. ( Andra & Yessie, 2013)

Menurut (Rasjad, Chairuddin. 2012), Prinsip terapi fraktur yaitu :


a. Reduksi
Adalah pemulihan keselarasan anatomi bagi tulang fraktur. Reposisi
memerlukan pemulihan panjang serta koreksi deformitas angular dan
rotasional. Reposisi mannipulatif biasanya dapat dilakukan pada fraktura
ekstremitas distal (tangan, pergelangan tangan. kaki, tungkai), dimana spasme
otot tidak berlebihan. Traksi bisa diberikan dengan plester felt melekat diatas
kulit atau dengan memasang pin tranversa melalui tulang, distal terhadap
ftaktur. Reduksi terbuka biasanya disertai oleh sejumlah bentuk fiksasi interna
dengan plat & pin, batang atau sekrup.

Ada dua jenis reposisi, yaitu reposisi tertutup dan reposisi terbuka. Reposisi
tertutup dilakukan pada fraktur dengan pemendekan, angulasi atau displaced.
Biasanya dilakukan dengan anestesi lokal dan pemberian analgesik.
Selanjutnya diimobilisasi dengan gips. Bila gagal maka lakukan reposisi
terbuka dikamar operasi dengan anestesi umum.Kontra indikasi reposisi
tertutup:
1) Jika dilakukan reposisi namun tidak dapat dievaluasi
2) Jika reposisi sangat tidak mungkin dilakukan
3) Jika fraktur terjadi karena kekuatan traksi, misalnya displaced
patellar fracture.
b. Imobilisasi.
Bila reposisi telah dicapai, maka diperlukan imobilisasi tempat fraktur sampai
timbul penyembuhan yang mencukupi. Kebanyakan fraktur ekstremitas dapat
diimobilisasi dengan dengan gips fiberglas atau dengan brace yang tersedia
secara komersial. Pemasangan gips yang tidak tepat bisa menimbulkan
tekanan kuIit, vascular, atau saraf. Semua pasien fraktur diperiksa hari
berikutnya untuk menilai neurology dan vascular.

Bila traksi digunakan untuk reduksi, maka traksi juga bertindak sebagai
imobilisasi dengan ektremitas disokong di atas ranjang atau di atas bidai
sampai reduksi tercapai. Kemudian traksi diteruskan sampai ada
penyembuhan yang mencukupi, sehingga pasien dapat dipindahkan memakai
gips/brace.
c. Rehabilitasi
Bila penyatuan tulang padat terjadi, maka rehabilitasi terutama
merupakanmasalah pemulihan jaringan lunak. Kapsula sendi, otot dan
ligamentum berkontraksi membatasi gerakan sendi sewaktu gips/bidai
dilepaskan. Dianjurkan terapi fisik untuk mgerakan aktif dan pasif serta
penguatan otot.
9. Pemeriksaan Penunjang Fraktur
Menurut (Rasjad, Chairuddin. 2012), pemeriksaan penunjang fraktur berupa:
a. Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur,
harus mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :
1) Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
2) Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
3) Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera
maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang
normal)
4) Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
b. Pemeriksaan laboratorium, meliputi:
1) Darah rutin,
2) Faktor pembekuan darah,
3) Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),
4) Urinalisa,
5) Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk
kliren ginjal).
c. Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan
vaskuler akibat fraktur tersebut.

10. Komplikasi Fraktur


Menurut (Elizabeth J. Corwin, 2009)
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin
pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang
tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan
sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya
menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya mencakup rasa
sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan
dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan
perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia.
Komplikasi ini terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan
tulang hasta (radius atau ulna).
3) Fat Embolism Syndrom

Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal.


Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum
tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan
melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh-
pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala
dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status
mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia, demam,
ruam kulit ptechie.
4) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat
suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur
intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar
atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena nekrosis
avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama,
pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari
rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang
penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang
bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban.
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
7) Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks
tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau
hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat
masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi.
Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat
tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur dengan
sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis
yang lebih besar.

b. Komplikasi Dalam Waktu Lama


1) Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
2) Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang-
kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor-faktor yang
dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi,
interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen contohnya
patella dan fraktur yang bersifat patologis.
3) Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk
menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran

B. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan gawat darurat ditujukan untuk Mendeskripsikan kondisi
pasien saat datang dan adakah risiko yang membahayakan atau mengancam
kehidupan dari pasien. Pengkajian dalam keperawatan gawat darurat dilakukan
dengan primary survey dan secondary survey (Sheehy, 2013).
a. Primary Survey
1) Airway
a) Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya sumbatan atau
obstruksi.
b) Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu sisi untuk
mencegah penekanan/bendungan pada vena jugularis
c) Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut
2) Breathing:
Mengkaji fungsi pernapasan berupa:
a) Jenis pernapasan
b) Frekuensi pernapasan
c) Retraksi otot bantu pernapasan
d) Kelainan dinding toraks
e) Bunyi napas
f) Hembusan napas
3) Circulation:
a) Kaji tingkat kesdaran psien
b) Adakah perdarahan (internal/external)
c) CRT

d) Cek tekanan darah


e) Cek nadi karotis, dan akral perifer
4) Disability:
a) Kaji tingkat kesadaran sesuai GCS
b) Refleks fisiologis
c) Reflek patologis
d) Kekuatan otot

b. Secondary Survey
1) Identitas pasien
Identitas pasien berisikan nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
kewarganegaraan, suku, pendidikan,alamat, nomor rekam medis, tanggal
masuk rumah sakit.
2) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab berisikan nama, hubungan dengan pasien,
alamat dan nomor telepon.
3) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
4) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap
pasien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga
nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi. Selain itu, dapat
mengetahui mekanisme terjadinya peristiwa atau kejadian lainnya.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu dapat menghambat proses penyembuhan
tulang.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Di dapatkan dari riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan

penyakit pasien sekarang (DM, hiperensi, penyakit sistem perkemihan).

d) Riwayat alergi
Perlu dikaji apakah pasien memiliki alergi terhadap makanan, binatang,

ataupun obat-obatan yang dapat mempengaruhi kondisi pasien.

e) Riwayat obat-obatan
Mencakup obat-obatan apa saja yang dikonsumsi oleh pasien selama ini.

5) Riwayat pola fungsional Gordon


a) Pola persegi dan pemeliharaan Kesehatan pasien
Berisi pandangan pasien tentang keadaannya saat ini, apa yang dirasakan
tentang kesehatannya sekarang.
b) Pola nutrisi dan metabolik
Mengkaji nafsu makan pasien saat ini, makanan yang biasa dimakan,
frekuensi dan porsi makanan serta berat badan pasien. Gejalanya adalah
pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6
bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air
naik atau turun.
c) Pola eliminasi
Mengkaji warna, frekuensi dan bau dari urine pasien. Kaji juga apakah
pasien mengalami konstipasi atau tidak, serta bagaimana warna,
frekuensi dan konsistensi feses pasien. Gejalanya adalah terjadi ketidak
seimbangan antara output dan input. Tandanya adalah penurunan BAK,
pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau
tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
d) Pola aktivitas dan Latihan
Kaji apakah pasien mampu melakukan aktifitas sehari-hari secara
mandiri, di bantu atau sama sekali tidak mampu melakukan aktifitas
secara mandiri. Dalam hal ini juga dapat dikaji apakah pasien pernah
jatuh atau tidak dengan menggunakan pengkajian resiko jatuh.

Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, serta


pasien tidak dapat menolong diri sendiri. Tandanya adalah aktifitas
dibantu sebagian atau penuh.
e) Pola istirahat dan tidur
Kaji bagaimana istirahat dan tidur pasien. Apakah ada kebiasaan saat
tidur maupun kebiasaan pengantar tidur, adakah hal yang mengganggu
saat akan tidur, apakah sering terbangun dimalam hari dan berapa jam
tidur pasien setiap hari. Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih
dan terdapat kantung mata dan pasien terliat sering menguap.
f) Pola persepsi dan kognitif
Kaji apakah ada penurunan sensori dan rangsang. Tandanya adalah
penurunan kesadaran seperti ngomong nglantur dan tidak dapat
berkomunikasi dengan jelas.
g) Pola hubungan dengan orang lain
Kaji bagaimana hubungan pasien dengan orang-orang disekitarnya, baik
keluarga maupun tenaga kesehatan, apakah pasien sering menghindari
pergaulan, penurunan harga diri sampai terjadinya HDR (Harga Diri
Rendah). Tandanya lebih menyendiri, tertutup, komunikasi tidak jelas.
h) Pola reproduksi
Kaji apakah ada penurunan keharmonisan pasien, adanya penurunan
kepuasan dalam hubungan, adakah penurunan kualitas hubungan.
i) Pola persepsi diri
Kaji bagaimana pasien memandang dirinya sendiri, menanyakan bagian
tubuh manakah yang sangat disukai dan tidak disuki oleh pasien,
apakah pasien mengalami gangguan citra diri dan mengalami tidak
percaya diri dengan keadaannya saat ini. Tandanya kaki menjadi edema,
citra diri jauh dari keinginan.
j) Pola mekanisme koping
Kaji emosional pasien apakah pasien marah-marah, cemas atau lainnya.
Kaji juga apa yang dilakukan pasien jika sedang stress. Gejalanya emosi
pasien labil. Tandanya tidak dapat mengambil keputusan dengan tepat,
mudah terpancing emosi.
k) Pola kepercayaan
Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa bersalah
meninggalkan perintah agama.Tandanya pasien tidak dapat melakukan
kegiatan agama seperti biasanya.
6) Pengkajian fisik
a) Penampilan/keadaan umum
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
b) Tanda-tanda vital
Tekanan darah naik, respirasi rate naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
c) Antropometri
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi,
atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebian cairan.
d) Kepala
Rambut tidak kotor bahkan rontok, simetris, tidak ada penonjolan, tidak
ada nyeri kepala.
e) Leher dan tenggorokan
Hiperparathyroid karena peningkatan reabsorbsi kalsium dari tulang,
hiperkalemia, hiperkalsiuria, prembesaran vena jugularis.
f) Wajah
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
g) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi
perdarahan).
h) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
i) Hidung
Tidak ada pernafasan cuping hidung
j) Mulut dan faring
Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
k) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris.
l) Paru
a) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit pasien yang berhubungan dengan paru.
b) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris
c) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
d) Auskultasi
Suara nafas normal, tidak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
m) Jantung
a) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
b) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
c) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur.
n) Abdomen
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, ascites.
o) Neurologi
Kejang karena keracunan pada system saraf pusat, kelemahan karena
suplai Oksigen kurang, baal (mati rasa dan kram) karena rendahnya
kadar Ca dan pH.
p) Ekstremitas
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refil lebih dari 3 detik.
q) Kulit
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
r) Genital-anus
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus, tidak ada hernia, tak ada pembesaran limpe, tidak ada
kesulitan buang air kecil maupun buang air besar.
7) Keadaan lokal
a. Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
1. Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
2. Pembengkakan, memar, deformitas (penonjolan yang abnormal,
angulasi, rotasi, pemendekan)
3. Apakah kulit tersebut utuh atau tidak, jika kulit robek dan luka
memiliki hubungan dengan fraktur, maka disebut dengan cedera
terbuka.
b. Feel (palpasi)
Yang perlu dicatat adalah:
1. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time < 3 detik.
2. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
3. Nyeri tekan , krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah,
atau distal).
c. Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi
dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini
menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.
Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif, hal yang
paling penting yaitu menanyakan apakah pasien dapat menggerakkan
sendi-sendi dibagian cedera.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai respons pasien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung
aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respons pasien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan
dengan kesehatan.
Diagnosa keperawatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu diagnosa negatif dan
diagnosa positif. Diagnosa negatif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sakit
atau berisiko mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis ini mengarahkan
pemberian intervensi keperawatan yang bersifat penyembuhan dan pencegahan.
Diagnosa negatif terdiri dari diagnosa aktual dan diagnosa risiko. Sedangkan
diagnosa positif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat dan dapat
mencapai kondisi yang lebih sehat atau optimal. Diagnosa ini terdiri dari diagnosa
promosi kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal,
nyeri, penurunan kekuatan otot.
3. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan pada tonjolan
tulang.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan atau keletihan,
ketidakadekuatan oksigen, ansietas, dan gangguan pola tidur.
3. Intervensi Keperawatan

No Standar Diagnosa Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Indonesia (SDKI) Indonesia (SLKI) (SIKI)
1 Nyeri akut berhubungan dengan agen Tingkat nyeri menurun (L.08066). Manajemen Nyeri (I. 08238)
cidera fisik. (D.0077).
a. Observasi
 Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri.
 Identifikasi skala nyeri.
 Identifikasi respon nyeri non verbal.
 Identifikasi faktor yang memperberat
dan memperingan nyeri.
 Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri.
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri.
 Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup.
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan.
 Monitor efek samping penggunaan
analgetik.
b. Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)Control
lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan).
 Fasilitasi istirahat dan tidur.
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri.
c. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri.
 Jelaskan strategi meredakan nyeri.
 Anjurkan memonitor nyri secara
mandiri.
 Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat.
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
d. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

Pemberian Analgetik (I.08243)


a. Observasi
 Identifikasi karakteristik nyeri (mis.
Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi).
 Identifikasi riwayat alergi obat.
 Identifikasi kesesuaian jenis analgesik
(mis. Narkotika, non-narkotika, atau
NSAID) dengan tingkat keparahan
nyeri.
 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik.
b. Terapeutik
 Diskusikan jenis analgesik yang
disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu.
 Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum.
 Tetapkan target efektifitas analgesic
untuk mengoptimalkan respon pasien.
 Dokumentasikan respon terhadap efek
analgesic dan efek yang tidak
diinginkan.

c. Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan efek samping
obat.
d. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, sesuai indikasi.
2 Gangguan mobilitas fisik berhubungan Mobilitas fisik meningkat (L.05042). Dukungan Ambulasi (1.06171)
dengan gangguan muskuloskeletal,
nyeri, penurunan kekuatan otot. a. Observasi
 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
(D.0054).
fisik lainnya.
 Identifikasi toleransi fisik melakukan
ambulasi.
 Monitor frekuensi jantung dan tekanan
darah sebelum memulai ambulasi.
 Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi
b. Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
alat bantu (mis. tongkat, kruk)
 Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik,
jika perlu
 Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi
c. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
 Anjurkan melakukan ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, berjalan
dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi).

3 Intoleransi aktivitas berhubungan Toleransi aktivitas meningkat Manajemen Energi (I. 05178)
dengan kelemahan atau keletihan,
ketidakadekuatan oksigen, ansietas, (L.05047). a. Observasi
 Identifkasi gangguan fungsi tubuh
dan gangguan pola tidur. (D.0056).
yang mengakibatkan kelelahan
 Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Monitor pola dan jam tidur
 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
selama melakukan aktivitas
b. Terapeutik
 Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
kunjungan)
 Lakukan rentang gerak pasif dan/atau
aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang
menyenangkan
 Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah atau berjalan
c. Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
d. Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan

Terapi Aktivitas (I.05186)

a. Observasi
 Identifikasi deficit tingkat aktivitas
 Identifikasi kemampuan berpartisipasi
dalam aktivotas tertentu
 Identifikasi sumber daya untuk
aktivitas yang diinginkan
 Identifikasi strategi meningkatkan
partisipasi dalam aktivitas
 Identifikasi makna aktivitas rutin (mis.
bekerja) dan waktu luang.
 Monitor respon emosional, fisik,
social, dan spiritual terhadap aktivitas
b. Terapeutik
 Fasilitasi focus pada kemampuan,
bukan deficit yang dialami
 Sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekuensi danrentang
aktivitas
 Fasilitasi memilih aktivitas dan
tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fisik,
psikologis, dan social
 Koordinasikan pemilihan aktivitas
sesuai usia
 Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi transportasi untuk
menghadiri aktivitas, jika sesuai
 Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasikan aktivitas yang
dipilih
 Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis.
ambulansi, mobilisasi, dan perawatan
diri), sesuai kebutuhan
 Fasilitasi aktivitas pengganti saat
mengalami keterbatasan waktu,
energy, atau gerak
 Fasilitasi akvitas motorik kasar untuk
pasien hiperaktif
 Tingkatkan aktivitas fisik untuk
memelihara berat badan, jika sesuai
 Fasilitasi aktivitas motorik untuk
merelaksasi otot
 Fasilitasi aktivitas dengan komponen
memori implicit dan emosional (mis.
kegitan keagamaan khusu) untuk
pasien dimensia, jika sesaui
 Libatkan dalam permaianan kelompok
yang tidak kompetitif, terstruktur, dan
aktif
c. Edukasi
 Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-
hari, jika perlu
 Ajarkan cara melakukan aktivitas yang
dipilih
 Anjurkan melakukan aktivitas fisik,
social, spiritual, dan kognitif, dalam
menjaga fungsi dan kesehatan
 Anjurka terlibat dalam aktivitas
kelompok atau terapi, jika sesuai
 Anjurkan keluarga untuk member
penguatan positif atas partisipasi dalam
aktivitas
d. Kolaborasi
 Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai.
 Rujuk pada pusat atau program aktivitas
komunitas, jika perlu.

4 Resiko kerusakan integritas kulit Integritas kulit dan jaringan meningkat Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
berhubungan dengan tekanan pada (L.14125).
tonjolan tulang. (D.0139). a. Observasi
 Identifikasi penyebab gangguan
integritas kulit (mis. Perubahan
sirkulasi, perubahan status nutrisi,
peneurunan kelembaban, suhu
lingkungan ekstrem, penurunan
mobilitas)
b. Terapeutik
 Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah
baring
 Lakukan pemijatan pada area
penonjolan tulang, jika perlu
 Bersihkan perineal dengan air hangat,
terutama selama periode diare
 Gunakan produk berbahan petrolium
atau minyak pada kulit kering
 Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik pada
kulit sensitif
 Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
c. Edukasi
 Anjurkan menggunakan pelembab
(mis. Lotin, serum)
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkat asupan buah dan
saur
 Anjurkan menghindari terpapar suhu
ektrime
 Anjurkan menggunakan tabir surya
SPF minimal 30 saat berada diluar
rumah

Perawatan Luka( I.14564 )

a. Observasi
 Monitor karakteristik luka (mis:
drainase,warna,ukuran,bau
 Monitor tanda –tanda inveksi
b. Terapiutik
 Lepaskan balutan dan plester secara
perlahan
 Cukur rambut di sekitar daerah luka,
jika perlu
 Bersihkan dengan cairan NACL atau
pembersih non toksik,sesuai
kebutuhan
 Bersihkan jaringan nekrotik
 Berika salep yang sesuai di kulit /lesi,
jika perlu
 Pasang balutan sesuai jenis luka
 Pertahan kan teknik seteril saaat
perawatan luka
 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat
dan drainase
 Jadwalkan perubahan posisi setiap dua
jam atau sesuai kondisi pasien
 Berika diet dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan protein1,25-1,5
g/kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin dan mineral
(mis vitamin A,vitamin C,Zinc,Asam
amino),sesuai indikasi
 Berikan terapi TENS(Stimulasi syaraf
transkutaneous), jika perlu
d. Edukasi
 Jelaskan tandan dan gejala infeksi
 Anjurkan mengonsumsi makan tinggi
kalium dan protein
 Ajarkan prosedur perawatan luka
secara mandiri
e. Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur debridement(mis:
enzimatik biologis mekanis,autolotik),
jika perlu.
 Kolaborasi pemberian antibiotik, jika
perlu.
4. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh
perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan diantaranya
observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi. Pada kegiatan implementasi
diperlukan kemampuan perawat terhadap penguasaan teknis keperawatan,
kemampuan hubungan interpersonal, dan kemampuan intelektual untuk
menerapkan teori-teori keperawatan ke dalam praktek keperawatan terhadap pasien
(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir dalam proses keperawatan. Evaluasi
adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan terarah ketika pasien dan
professional kesehatan menentukan kemajuan pasien menuju pencapaian
tujuan/hasil dan keefektifan rencana asuhan keperawatan (Kozier., dkk 2011).
Evaluasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan
rencana keperawatan untuk menilai keefektifan tindakan keperawatan. Sedangkan
evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua tindakan dalam
proses keperawatan selesai dilakukan. Format evaluasi dalam tahap evaluasi
keperawatan yaitu format empat komponen yang dikenal dengan SOAP yang
terdiri dari :
a) S (Subjektif) adalah data informasi berupa ungkapan pernyataan keluhan
pasien. Pada pasien Open Fraktur Femur dengan nyeri akut diharapkan
keluhan nyeri menurun, ketegangan otot menurun.
b) O (Objektif) merupakan data hasil pengamatan, penilaian, dan pemeriksaan
pasien. Adapun hasil yang diharapkan yaitu meringis menurun, sikap
protektif menurun, gelisah menurun, diaphoresis menurun, frekuensi nadi
membaik, pola napas membaik, tekanan darah membaik.
c) A (Assessment) merupakan perbandingan antara data subjektif dan data
objektif dengan tujuan dan kriteria hasil untuk menilai sejauh mana tujuan
yang telah ditetapkan dalam rencana keperawatan tercapai. Dapat dikatakan
tujuan tercapai apabila pasien mampu menunjukkan perilaku sesuai kondisi
yang ditetapkan pada tujuan, tercapai sebagian apabila perilaku pasien tidak
seluruhnya tercapai sesuai dengan tujuan, dan tidak tercapai apabila pasien
tidak mampu menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan.
d) P (Planning) merupakan rencana asuhan keperawatan lanjutan yang akan
dilanjutkan, dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana tindakan
keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Amin dan Hardi. 2015. Aplikasi Nanda Nic-Noc Jilid 3. Yogyakarta:MediAction Apleys,
G. A & Solomon Louis, 2018. System of Orthopaedic and Trauma. 10th edition,
New York: Taylor & Francis Group, CRC Press.

Astanti, feni yuni. 2017. Pengaruh Rom Terhadap Perubahan Nyeri Pada Pasien
Ekstermitas Atas.

Apriansyah, Akbar., Romandoni, Siti dan Andriannovita. D. 2015. Hubungan Antara


tingkat Kecemasan Pre Operasi Dengan Derajat Nyeri Pada Pasien Post Sectio
Caesarea Di RS Muhammadiyah Palembang. Jurnal keperawatan Sriwijaya,
Volume 2 No.1 Januari 2015 ISSN No. 23555459

Brunner, Suddarth. 2015. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta.

Desiartama, A., & Aryana, I. W. 2017. Gambaran Karakteristik Pasien Fraktur Akibat
Kecelakan Lalu Lintas Pada Orang Dewasa Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar Tahun 2013. E-Jurnal Medika Udayana, 6(5).

Kenneth A. Egol, Kenneth J. Koval, Joseph D. Zuckerman. 2015. Handbook of Fractures


5th Edition. New York. Wolters Kluwer

Kusumayanti. P. D. 2015. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap lamanya perawatan


pada pasien pasca operasi laparatomi.

Lestari, Y. E. (2017). Pengaruh Rom Exercise Dini Pada Pasien Post Operasi Fraktur
Ekstermitas Bawah Fraktur Femur Dan Fraktur Cruris Terhadap Lama Hari Rawat
Di Ruang Bedah Rsud Gambiran Kota Kediri. Jurnal Ilmu Kesehatan, 3(1), 34-40

Mediarti, Devi, Rosnani Rosnani. And Sosya Mona Seprianti. 2015. “Pengaruh Pemberian
Kompres Dingin Terhadap Nyeri pada Pasien Fraktur Ekstermitas Tertutup di IGD
RSMH.

Muttaqin.A. 2015.Asuhan Keperawatan Gangguan Integumen.Jakarta:Selemba Medika


Palembang Tahun 2012.” Jurnal Kedokteran dan Kesehatan2.3 : 253-260.

NANDA.(2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2018-2020


(11th ed). Jakarta: EGC.

Noorisa, R., Apriliwati, D., Aziz, A., & Bayusentono S. 2017. The Characteristic Of
Patients With Femoral Fracture In Department Of Orthopaedic And Traumatology
Rsud Dr. Soetomo Surabaya 2013-2016. Journal of Orthopedi & Traumatology
Surabaya. 6(1): ISSN 2460-8742
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. 2016. Asuhan Keperawatan Purwanto, H. 2016.
Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.watan Praktis.
Yogyakarta: Mediaction Jogja.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Sjamsuhidayat & Jong. 2015 .Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 3.Jakarta:EGC

Tim Pokja Siki PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan.

Das könnte Ihnen auch gefallen