Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
1. Pengertian
a. Pengertian Fraktur
1) Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2003).
2) Menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation
menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang
disebabkan tekanan eksternal yang dating lebih besar dari yang dapat diserap
oleh tulang.
3) Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Brunner&Suddarth:
2002).
2. Klasifikasi
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya
penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung
terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak
langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah,
dibagi dalam :
Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor,
dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah
dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :
2) Tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter
minor
3) Tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanter minor
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan
lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini
dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita
jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan
adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Fraktur batang femur
dibagi menjadi :
1) Tertutup
a) Derajat I: Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil,
biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus
keluar.
b) Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena
benturan dari luar.
c) Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan
lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)
f. Fraktur Intercondylair
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar.
1) Derajat I
d) Kontaminasi ringan.
2) Derajat II
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
c. Fraktur complete
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran (bergeser
dari posisi normal).
d. Fraktur incomplete
3. Etiologi
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
Fraktur Patologik: Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit
dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur .
4. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur
terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-
sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah
ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur
yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau
penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani
dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf
perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya
serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom
compartment (Brunner dan Suddarth, 2002).
5. Manifestasi Klinis
a. Nyeri: Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan
adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan
sekitarnya.
b. Bengkak /edema: Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang
terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasasi daerah di jaringan sekitarnya.
d. Spasme otot: Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi di sekitar fraktur.
f. Gangguan fungsi: Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau
spasme otot. Paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
g. Mobilitas abnormal adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada
kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang
panjang.
h. Krepitasi : Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagian tulang
digerakkan.
i. Deformitas: Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau
trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal,
akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
k. Gambaran X-ray menentukan fraktur: Gambaran ini akan menentukan lokasi dan
tipe fraktur.
6. Komplikasi
b. Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
4) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
6) Shock
1) Delayed Union
2) Nonunion
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi
b. Pemeriksaan laboratorium
8. Penatalaksanaan
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan
sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada
masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci.
4) Kaji suhu dingin, pemucatan, penurunan sensasi atau tidak adanya pulsasi; hal
tersebut menandakan cedera pada saraf atau suplai darah terganggu
5) Tangani bagian tubuh dengan lembut dan sesedikit mungkin gerakan yang
kemungkinan dapat menyebabkan gerakan pada tulang yang fraktur
1) Imobilisasi sendi diatas dan dibawah daerah fraktur. Tempatkan satu tangan
distal terhadap fraktur dan berikan satu penarikan ketika menempatkan tangan
lain diatas fraktur untuk menyokong.
c. Kaji adanya keluhan nyeri atau tekanan pada area yang mengalami cedera.
f. Terapi Medis
1) Pemberian anti obat antiinflamasi seperti ibuprofen atau prednisone
1. Pengkajian
a. Pengkajian primer
1) Airway
2) Breathing
3) Circulation
b. Pengkajian sekunder
1) Aktivitas/istirahat
b) Keterbatasan mobilitas
2) Sirkulasi
a) Hipertensi (kadang terlihat sebgai respon nyeri/ansietas)
c) Tachikardia
3) Neurosensori
a) Kesemutan
c) Kelemahan
4) Kenyamanan
b) Spasme/kram otot
5) Keamanan
a) Laserasi kulit
b) Perdarahan
c) Perubahan warna
d) Pembengkakan local
(Musliha, 2010)
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema
dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/ immobilisasi
b. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak ada kuatnya pertahanan
primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkugan, prosedur
invasif, traksi tulang
d. Resilko tinggi syok hipovolemik yang berhubungan dengan hilangnya darah dari
luka terbuka, kerusakan vaskuler, dan cedera pada pembuluh darah.
3. Intervensi Keperawatan
2) Kriteria Hasil
3) Rencana Tindakan
b. Diagnosa 2: Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak ada kuatnya
pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkugan,
prosedur invasif, traksi tulang
1) Tujuan
2) Kriteria hasil
3) Rencana tindakan
(1) Observasi keadaan kulit/kerusakan jaringan lunak yang terjadi pada klien.
R : apa bila masih belum tercapai kriteria evaluasi, sebaiknya perlu dikaji ulang
faktor-faktor apa yang menghambat pertumbuhan jaringan lika.
(4) Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun
kencang)
(5) Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat/gips.
(6) Kolaborasi dengan tim bedah untuk dikukan bedah perbaikan pada
karusakan jaringan agar tingkat kesembuhan dapat dipercepat.
R : Bedah perbaikan dilakukan terutama pada klien fraktur terbuka dengan luka
yang luas yang dapat menjadi pintu masuk kuman yang ideal.
1) Tujuan
2) Kriteria hasil
3) Rencana tindakan
(1) Auskultasi frekuensi dan irama jantung, catat terjadinya bunyi jantung ekstra.
(5) Tinggikan anggota badan yang terkena 20 derajat atau lebih tinggi dari
jantung.
(6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti trombosit & anti koagulan
1) Tujuan
2) Kriteria hasil
3) Rencana tindakan
(2) Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien.
R: Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh.
1) Tujuan
2) Kriteria hasil
3) Rencana tindakan
R : Kehilangan cairan dapat berasal dari faktor gijal dan diluar ginjal.
Penyakit yang mendasari terjadinya kekurangan volume cairan ini juga haris
diarasi. Perdarahan harus dikendalikan.
4) Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis secara
teratur.
R : Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan
perawat dalam melakukan kontrol asupan dan haluaran cairan.
1) Tujuan
3) Rencana tindakan
4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi
http://eprints.ums.ac.id/2941/1/J200050079.pdf
http://inirizamala.blogspot.co.id/2013/05/askep-kegawadaruratan
fraktur.html
https://iwansaing.files.wordpress.com
http://mejikuhibinilau.blogspot.co.id/2014/07/kgd-fraktur-sinistra.html
http://webaskep.blogspot.co.id/2014/04/askep-fraktur.html