Sie sind auf Seite 1von 29

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR

OLEH

I KOMANG TRIWIRAMA

NIM. P07120319033

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI NERS

2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai
dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya,
terjadinya jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).

2. PENYEBAB / FAKTOR PREDISPOSISI


Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang yang biasanya diakibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kendaraan
bermotor.
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada
anak – anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan.
Menurut Carpenito (2000) adapun penyebab fraktur antara lain:
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:
a. Cidera atau benturan
b. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh
karena tumor, kanker dan osteoporosis.
c. Fraktur beban
Fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja menambah tingkat
aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata atau orang- orang
yang baru mulai latihan lari.
3. POHON MASALAH

Risiko syok

Kehilangan volume cairan


Risiko Infeksi

Perdarahan

Gangguan integritas Mengenai jaringan kutis dan


kulit/ jaringan sub kutis

Risiko Perfusi Perifer Penekanan pembuluh darah


Tidak Efektif

Laserasi kulit
Edema

Protein plasma hilang Gangguan mobilitas fisik

Pelepasan histamin Ggn fungsi ekstermitas

Peningkatan tek kapiler Deformitas


Nyeri Akut

Spasme otot Pergeseran fragmen tulang


Merangsang nosiseptor
(reseptor nyeri)

Pelepasan histamin Perubahan jaringan sekitar

Pergeseran fragmen tlg Diskontinuitas tulang

Fraktur

Kondisi patologis Trauma tdk langsung Trauma langsung


4. KLASIFIKASI
Fraktur dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Fraktur komplit, adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
b. Fraktur tidak komplit (inkomplit), adalah patah yang hanya terjadi pada sebagian
dari garis tengah tulang.
c. Fraktur tertutup (closed), adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
atau bila jaringan kulit yang berada diatasnya / sekitar patah tulang masih utuh.
d. Fraktur terbuka (open/compound), adalah hilangnya atau terputusnya jaringan
tulang dimana fragmen-fragmen tulang pernah atau sedang berhubungan dengan
dunia luar. Fraktur terbuka dapat dibagi atas tiga derajat, yaitu :
1) Derajat I
a) Luka < 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
c) Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau koinutif ringan
d) Kontaminasi minimal
2) Derajat II
a) Laserasi > 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
c) Fraktur kominutif sedang
d) Kontaminasi sedang
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan
neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas :
a) IIIA: Fragmen tulang masih dibungkus jaringan lunak
b) IIIB: Fragmen tulang tak dibungkus jaringan lunak terdapat pelepasan
lapisan periosteum, fraktur kontinuitif
c) IIIC: Trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan agar bagian distal
dapat diperthankan, terjadi kerusakan jaringan lunak hebat.
5. GEJALA KLINIS
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), manifestasi klinik dari faktur yaitu:
a. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme
otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
b. Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya, atau sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur.
c. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan
sekitarnya, atau akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
d. Pemendekan tulang
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
e. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan saraf, dan terkenanya saraf karena edema.
f. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot. paralysis
dapat terjadi karena kerusakan saraf.
g. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya
tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
h. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
i. Deformitas / Perubahan bentuk
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan
justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi permukaan patahan
saling terdesak satu sama lain).
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Radiologi
X-ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera. CT
scan dilakukan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks, memperlihatkan
fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. Venogram /
Arteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler dan
menggambarkan arus vascularisasi.
b. Laboratorium
Lekosit turun/meningkat, eritrosit dan albumin turun, Hb dan hematokrit cenderung
rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan, Ca meningkat di dalam darah,
trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal sehingga sering meningkat.
Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple,
atau cederah hati.

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian
fungsi dan kekuatan (Brunner dan Sudart 2002)
a. Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali
dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas
integritas rangka.
b. Reduksi fraktur (setting tulang)
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi
tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan
manipulasi dan traksi manual. Reduksi terbuka dilakukan dengan pendekatan
bedah, fragmen tulang direduksi alat fiksasi interna (ORIF) dalam bentuk pin,
kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
c. Retensi (Imobilisasi fraktur)
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna (OREF) meliputi : pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinu pin, dan tehnik gips atau fiksator ekterna. Implan logam dapat
digunakan untuk fiksasi interna (ORIF) yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur yang dilakukan dengan pembedahan.
d. Rehabilitasi (Mempertahankan dan mengembalikan fungsi)
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.Latihan
isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan
meningkatkan aliran darah.Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan
untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.

Menurut Long (1996), ada beberapa terapi yang digunakan untuk pada pasien
fraktur antara lain:
a. Debridemen luka untuk membuang kotoran, benda asing, jaringan yang rusak dan
tulang yang nekrose
b. Memberikan toksoid tetanus
c. Membiakkan jaringan
d. Pengobatan dengan antibiotic
e. Memantau gejala osteomyelitis, tetanus, gangrene gas
f. Menutup luka bila tidak ada gejala infeksi
g. Reduksi fraktur
h. Imobilisasi fraktur
i. Kompres dingin boleh dilaksanakan untuk mencegah perdarahan, edema, dan nyeri
j. Obat penawar nyeri.

8. KOMPLIKASI
a. KOMPLIKASI AWAL
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Sindrom kompartemen berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika
tidak ditangani segera. Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi
saat perfusi jaringan dalam otor kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan
jaringan. Biasanya pasien akan merasa nyeri pada saat bergerak. Ada 5 tanda
syndrome kompartemen, yaitu : pain (nyeri), pallor (pucat), pulsesness (tidak
ada nadi), parestesia (rasa kesemutan), dan paralysi (kelemahan sekitar lokasi
terjadinya syndrome kompartemen)
3) Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal
ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang
dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati
sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah
pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli
lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah,
marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
4) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke
tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur
(yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan
menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang
terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan
gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada
pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya
melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat
menahan beban
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi
pada fraktur.
7) Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang
dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous
(infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka
fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi, luka tembak, fraktur tulang
panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma
dan fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki
risiko osteomyelitis yang lebih besar
b. Komplikasi Dalam Waktu Lama
1) Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
2) Non Union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang –
kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor – faktor yang dapat
menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan
lunak, pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang
bersifat patologis..
3) Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan
deformitas, angulasi atau pergeseran.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Identitas Klien
Kaji nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku,
pendidikan, no register, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Kaji keluhan pasien yang menyebabkan ia datang ke pelayanan kesehatan. Biasanya
klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat beraktivitas / mobilisasi pada
daerah fraktur tersebut.
c. Riwayat Penyakit
1) Riwayat Penyakit Sekarang.
Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan penyakit
sampai timbulnya keluhan, faktor apa saja yang memperberat dan meringankan
keluhan. Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma /
kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang didahului dengan perdarahan,
kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat
/ perubahan warna kulit dan kesemutan.
2) Riwayat Penyakit Dahulu.
Tanyakan masalah kesehatan yang lalu yang relavan baik yang berkaitan
langsung dengan penyakit sekarang maupun yang tidak ada kaitannya. Kaji
apakah pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak
sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan perbaikan dan
pernah menderita osteoporosis sebelumnya.
3) Riwayat Penyakit Keluarga.
Kaji apakah pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis,
arthritis dan tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular.
d. Pola Fungsi Kesehatan.
1) Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya
dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Kaji frekuensi/porsi makan, jenis makanan, tinggi badan, berat badan, serta
nafsu makan. Pada umumnya tidak akan mengalami gangguan penurunan nafsu
makan, meskipun menu berubah.
3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces
pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak
4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
5) Pola Aktivitas dan Latihan
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.
Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan
klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain
6) Pola Hubungan Peran
Pola hubungan dan peran akan mengalami gangguan karena keterbatasan dalam
beraktivitas.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Kaji adanya ketakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan body image).
8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. Begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat
fraktur
9) Pola Stres Adaptasi
Masalah fraktur femur dapat menjadi stres tersendiri bagi klien. Dalam hal ini
pola penanggulangan stress sangat tergantung pada sistem mekanisme klien itu
sendiri misalnya pergi kerumah sakit untuk dilakukan perawatan / pemasangan
traksi. Kaji cara pasien untuk menangani stress yang dihadapi.
10) Pola reproduksi dan seksual
Bila klien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka akan mengalami
gangguan pola seksual dan reproduksi, jika klien belum berkeluarga klein tidak
akan mengalami gangguan. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya
termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum: kesadaran, tanda – tanda vital, sikap, keluhan nyeri
2) Kepala: bentuk, keadaan rambut dan kepala, adanya kelainan atau lesi
3) Mata: bentuk bola mata, pergerakan, keadaan pupil, konjungtiva,dll
4) Hidung: adanya secret, pergerakan cuping hidung, adanya suara napas
tambahan, dll
5) Telinga: kebersihan, keadaan alat pendengaran
6) Mulut: kebersihan daerah sekitar mulut, keadaan selaput lendir, keadaan gigi,
keadaan lidah
7) Leher: pembesaran kelenjar/pembuluh darah, kaku kuduk, pergerakan leher
8) Thoraks: bentuk dada, irama pernapasan, tarikan otot bantu pernapasan, adanya
suara napas tambahan
9) Jantung: bunyi, pembesaran
10) Abdomen: bentuk, pembesaran organ, keadaan pusat, nyeri pada perabaan,
distensi
11) Ekstremitas: kelainan bentuk, pergerakan, reflex lutut, adanya edema
12) Alat kelamin : Kebersihan, kelainan
13) Anus : kebersihan, kelainan
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut
b. Risiko perfusi perifer tidak efektif
c. Gangguan mobilitas fisik
d. Gangguan integritas kulit/jaringan
e. Risiko infeksi
f. Risiko syok
(PPNI, 2017)
3. RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


No
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri
selama ……. X …… diharapkan nyeri Observasi
Penyebab : akut berkurang dengan kriteria hasil :  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
 Agen pencedera fisiologis ( Tingkat Nyeri frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
mis : inflamasi, iskemia,  Keluhan nyeri menurun  Identifikasi skala nyeri
neoplasma)  Meringis menurun  Identifikasi respon nyeri non verbal
 Agen pencedera kimiawi  Sikap protektif menurun  Identifikasi faktor yang memperberat dan
(mis : terbakar, bahan kimia  Gelisah menurun memperingan nyeri
iritan)  Kesulitan tidur menurun  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
 Agen pencedera fisik (mis :  Menarik diri menurun nyeri
abses, amputasi, terbakar,  Berfokus pada diri sendiri  Identifikasi pengaruh budaya terhadap repson
terpotong, mengangkat berat, menurun nyeri
prosedur operasi, trauma,  Diaforesis menurun  Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas
latihan fisik berlebihan)  Perasaan depresi (tertekan) hidup
menurun  Monitor keberhasilan terapi komplementer
Gejala dan Tanda Mayor  Perasaan takut mengalami yang sudah diberikan
 Mengeluh nyeri cidera berulang menurun  Monitor efek samping penggunaan analgetik
 Tampak meringis  Anoreksia menurun Terapeutik
 Bersikap protektif (mis :  Frekuensi nadi membaik  Berikan teknik non farmakologis untuk
waspada, posisi menghindari  Pola nafas membaik mengurangi rasa nyeri (mis : TENS, hypnosis,
nyeri)
 Tekanan darah membaik akupresure, terapi music, biofeedback, terapi
 Gelisah pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
 Proses berpikir membaik
 Frekuensi nadi meningkat kompres hangat atau dingin, terapi bermain)
 Fokus membaik
 Sulit tidur  Kontrol lingkungn yang memperberat rasa
 Fungsi berkemih membaik
 Perilaku membaik nyeri (mis : suhu ruangan, pencahayaan,
Gejala dan tanda Minor kebisingan)
 Nafsu makan membaik
 Tekanan darah meningkat  Pola tidur membaik  Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pola nafas berubah  Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
 Nafsu makan berubah pemeliharaan strategi meredakan nyeri
 Proses berfikir terganggu Edukasi
 Menarik diri  Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Berfokus pada diri sendiri  Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Diaforesis  Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakaologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Memberikan analgetik jika perlu

Pemberian Analgetik
Observasi
 Identifikasi karakteristik nyeri ( mis: pencetus,
Pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi,
durasi)
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Identifikasi kesesuaian jenis analgetik (mis:
narkotika, non narkotik atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgetik
 Monitor efektivitas analgetik
Terapeutik
 Diskusikan jenis analgetik yang disukai untuk
mencapai analgesial optimal, jika perlu
 Pertimbangkan penggunaan infus continue,
atau bolus oploid untuk mempertahankan kadar
dalam serum
 Tetapkan target efektifitas analgetik untuk
mengoptimalakan respon pasien
 Dokumentasikan respon terhadap efek
analgetik dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis dan analgetik,
sesuai indikasi
2 Risiko Perfusi Perifer Tidak Setelah diberikan asuhan keperawatan Pencegahan syok
Efektif selama … x … jam, diharapkan masalah Observasi
risiko perfusi perifer kembali efektif  Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan
Faktor risiko dengan kriteria hasil: kekuatan nadi, frekuensi nafas, TD, MAP)
 Hiperglikemia Perfusi Perifer  Monitor status oksigenasi (oksimetri, nadi,
 Gaya hidup kurang gerak  Denyut nadi perifer meningkat AGD)
 Hipertensi  Penyembuhan luka meningkat  Monitor status cairan (masukan dan hakuaran,
 Merokok  Sesasi meningkat turgor kulit, CRT)
 Prosedur endovaskuler  Warna kulit pucat menurun  Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
 Trauma  Edema perifer menurun  Periksa riiwayat alergi
 Kurang terpapar informasi  Nyeri ekstremitas menurun
tentang faktor pemberat (mis,  Parastesia menurun Terapeutik
merokok, gaya hidup kurang  Kelemahan otot menurun  Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
gerak, obesitas, imobilitas)  Kram otot menurun oksigen >94%
 Bruit femoralis menurun  Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika
Kondisi Klinis terkait  Nekrosis menurun perlu
 Arterosklerosis  Pengisian kapiler cukup  Pasang jalur IV, jika perlu
 Raynaud’s disease membaik  Pasang kateter urine untuk menilai produksi
 Trombosis arteri  Akral cukup membaik urine, jika perlu
 Atritis rheumatoid  Turgor kulit cukup membaik  Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
 Leriche’s syndrome  Tekanan darah sistolik cukup
 Aneurisma membaik Edukasi
 Buerger’s disease  Tekanan darah diastolic cukup  Jelaskan penyebba/faktor risiko syok
 Varises membaik  Jelaskan tanda dan gejala awal syok
 Diabetes melitus  Tekanan arteri rata-rata cukup  Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan
 Hipotensi membaik tanda dan gejala awal syok
 Kanker  Indeks ankle-brachial cukup  Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
membaik  Anjurkan menghindari allergen

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
 Kolaborasi pemberian transfuse darah, jika perlu
 Kolaborasi antiinflamasi, jika perlu

Perawatan sirkulasi
Observasi
 Periksa sirkulasi perifer (mis, nadi perifer,
edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ABI)
 Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis,
diabetes, perokok, orang tua, hipertensi dan
kadar kolesterol tinggi)
 Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak
pada ekstremitas

Terapeutik
 Hindari pemasangan infus atau pengambilan
darah di area keterbatasan perfusi
 Hindari pengukuran tekanan darah pada
ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet
pada area yang cidera
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan perawatan kaki dan kuku
 Lakukan hidrasi

Edukasi
 Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan berolahraga rutin
 Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
 Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan
darah, antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika
perlu
 Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah
secara teratur
 Anjurkan menghindari penggunaan obat
penyekat beta
 Aanjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat
(mis, melembabkan kulit yang kering pada kaki)
 Anjurkan program rehabilitasi vascular
 Ajarkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi (mis, rendah lemak jenuh, minyak ikan
omega 3)
 Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis, rasa sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
3 Gangguan Mobilitas Fisik Setelah diberikan asuhan keperawatan Dukungan Ambulasi
Penyebab selama … x … jam, diharapkan masalah Observasi
 Kerusakan integritas struktur gangguan mobilitas fisik teratasi dengan  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
tulang kriteria hasil: lainnya
 Perubahan metabolism Mobilitas Fisik  Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
 Ketidakbugaran fisik  Pergerakan ekstremitas  Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
 Penurunan kendali otor meningkat sebelum memulai ambulasi
 Penurunan massa otot  Kekuatan otot meningkat
 Penurunan kekuatan otot  Rentang gerak (ROM)  Monitor kondisi umum selama melakukan
 Keterlambatan meningkat ambulasi
perkembangan  Nyeri menurun Terapeutik
 Kekakuan sendi  Kecemasan menurun  Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
 Kontraktur  Gerakan tidak terkoordinasi (mis, tongkat, kruk)
 Malnutrisi menurun  Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
 Gangguan musculoskeletal  Gerakan terbatas menurun  Libatkan keluarga untuk membantu pasien
 Gangguan neuromuscular  Kelemahan fisik menurun dalam meningkatkan ambulasi
 Indeks masa tubuh diatas Edukasi
persentil ke-75 sesuai usia  Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
 Efek agen farmakologis  Anjurkan melakukan ambulasi dini
 Program pembatasan gerak  Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
 Nyeri dilakukan (mis, berjalan dari tempat tidur ke
 Kurang terpapar informasi kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar
tentang aktivitas fisik mandi, berjalan sesuai toleransi)
 Kecemasan
 Gangguan kognitif Dukungan Mobilisasi
Observasi
 Keengganan melakukan
 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
pergerakan
lainnya
 Gangguan sensori persepsi
 Identifikasi toleransi fiisk melakukan
pergerakan
Gejala dan Tanda Mayor
 Monitor frekuensi jantung dan tekanna darah
 Mengeluh sulit
sebelum memulai mobilisasi
menggerakkan ekstremitas
 Monitor kondisi umum selama melakukan
 Kekuatan otot menurun
mobilisasi
 Rentang gerak ROM
menurun
Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
Gejala dan Tanda Minor
(mis, pagar tempat tidur)
 Nyeri saat bergerak
 Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
 Enggan melakukan  Libatkan keluarga untuk membantu pasien
pergerakan dalam meningkatkan pergerakan
 Merasa cemas saat bergerak
 Sendi kaku Edukasi
 Gerakan tidak terkoordinasi  Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
 Fisik lemah  Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis, duduk di tempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)
4 Gangguan Integritas Kulit / Setelah diberikan asuhan keperawatan Perawatan Integritas Kulit
Jaringan selama … x … jam, diharapkan masalah Observasi
Penyebab gangguan integritas kulit/jaringan  Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
 Perubahan sirkulasi teratasi dengan kriteria hasil: (mis, perubahan sirkulasi, perubahan status
 Perubahan status nutrisi Integritas Kulit dan Jaringan nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan
(kelebihan/kekurangan)  Elastisitas meningkat ekstrem, penurunan mobilitas)
 Kekurangan / kelebihan  Hidrasi meningkat Terapeutik
volume cairan  Perfusi jaringan meningkat  Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
 Penurunan mobilitas  Kerusakan jaringan menurun  Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang,
 Bahan kimia iritatif  Kerusakan lapisan kulit menurun jika perlu
 Suhu lingkungan yang  Nyeri menurun  Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama
ekstrem  Perdarahan menurun selama periode diare
 Faktor mekanis (mis.  Kemerahan menurun  Gunakan produk berbahan petroleum atau
Penekanan pada tonjolan  Hematoma menurun minyak pada kulit kering
tulang, gesekan) atau faktor  Pigmentasi abnormal menurun  Gunakan produk berbahan ringan/alami den
elektris (elektrodiatermi,  Jaringan parut menurun hipoalergik pada kulit sensitive
energi listrik bertegangan  Nekrosis menurun  Hindari produk berbahan dasar alcohol pada
tinggi)  Abrasi kornea menurun kulit kering
 Efek samping terapi radiasi  Suhu kulit membaik Edukasi
 Kelembaban  Sensasi emmbaik  Anjurkan menggunakan pelembab (mis, lotion,
 Proses penuaan  Tekstur membaik
serum)
 Neuropati perifer  Pertumbuhan rambut membaik  Anjurkan minum air yang cukup
 Perubahan pigmentasi  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Perubahan hormonal  Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
 Kurang terpapar informasi  Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
tentang upaya  Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
mempertahankan/melindungi minimal 30 saat berada di luar rumah
integritas jaringan  Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya
Gejala dan Tanda Mayor
 Kerusakan jaringan dan/atau Perawatan Luka
lapisan kulit Observasi
 Monitor karakteristik luka (mis, drainase,
Gejala dan tanda Minor warna, ukuran, bau)
 Nyeri  Monitor tanda-tanda infeksi
 Perdarahan Terapeutik
 Kemerahan  Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
 Hematoma  Cukur rambut disekitar daerah luka, jika perlu
 Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih
nontoksik, sesuai kebutuhan
 Bersihkan jaringan nekrotik
 Berikan salep yag sesuai ke kulit / lesi, jika
perlu
 Pasang balutan sesuai jenis luka
 Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
 Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau
sesuai kondiis pasien
 Berikan diet dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dengan protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis,
vitamin A, vitamin C, zinc, asam amino), sesuai
indikasi
 Berikan terapi TENS (stimulasi saraf
transcutaneous), jika perlu
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori
dan protein
 Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur debridement (mis.
Enzimatik, biologis, mekanis, autolitik), jika
perlu
 Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu
5 Risiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pencegahan Infeksi
selama ……. X …… diharapkan Observasi
Faktor risiko risiko infeksi berkurang dengan kriteria  Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
 Penyakit kronis hasil : sistemik
 Efek prosedur invasive Tingkat Infeksi Terapeutik
 Malnutrisi  Demam menurun  Batasi jumlah pengunjung
 Peningkatan paparan  Kemerahan menurun  Berikan perawatan kulit pada area edema
organisme pathogen  Nyeri menurun  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
lingkungan  Bengkak menurun pasien dan lingkungan pasien
 Ketidakadekuatan  Vesikel menurun  Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko
pertahanan tubuh primer  Cairan berbau busuk menurun tinggi
 Gangguan peristaltic  Sputum berwarna hijau Edukasi
 Kerusakan integritas kulit menurun  Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Perubahan sekresi pH  Drainase purulent menurun  Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
 Penurunan kerja siliaris  Piuna menurun  Ajarkan etika batuk
 Merokok  Periode malaise menurun  Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
 Statis cairan tubuh  Periode mengigil menurun operasi
 Ketidakadekuatan  Lelargi menurun  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
pertahanan tubuh sekunder  Gangguan kognitif menurun  Anjurkan meningkatkan asupan cairan
 Penurunan hemoglobin  Kadar sel darah putih membaik Kolaborasi
 Imunosupresi  Kultur darah membaik  Kolaborasi pemberian imunisasi
 Leukopenia  Kultur urine membaik
 Supresi respon inflamasi  Kultur sputum membaik
 Vaksinasi tidak adekuat  Kultur area luka membaik
 Kultur feses membaik

6 Risiko Syok Setelah diberikan asuhan keperawatan Pencegahan Syok


Faktor Risiko selama … x … jam, diharapkan masalah Observasi
 Hipoksemia risiko syok tidak terjadi dengan kriteria  Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan
 Hipoksia hasil: kekuatan nadi, frekuensi nafas, TD, MAP)
 Hipotensi Tingkat Syok  Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi,
 Kekurangan volume cairan  Kekuatan nadi meningkat AGD)
 Sepsis  Output urine meningkat  Monitor status cairan (masukan dan haluaran,
 Sindrom respon inflamasi  Tingkat kesadaran meningkat turgor kulit, CRT)
sistemik (systemic  Saturasi oksigen meningkat  Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
inflammatory response  Akral dingin menurun  Periksa riwayat alergi
syndrome (SIRS))  Pucat menurun
 Haus menurun Terapeutik
Kondisi Klinis Terkait  Konfusi menurun  Berikan oksigen untuk memperthankan saturasi
 Perdarahan  Letargi menurun oksigen >94%
 Trauma multiple  Asidosis metbolik menurun  Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika
 Pneumothoraks  Mean arterial pressure perlu
 Infark miokard membaik  Pasang jalur IV jika perlu
 Kardiomiopati  Tekanan darah sistolik membaik  Pasang kateter urine untuk menilai produksi
 Cedera medulla spinalis  Tekanan darah diastolic urine, jika perlu
 Anafilaksis membaik  Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
 Sepsis  Tekanna nadi membaik
 Koagulasi intravaskuler  Pengisian kapiler membaik Edukasi
diseminata  Frekuensi nadi emmbaik  Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
 Sindrom respon inflamasi  Frekuensi nafas membaik  Jelaskan tanda gan gejala awal syok
sistemik (systemic  Anjurkan melapor jika menemukan / merasakan
inflammatory response tanda dan gejala awal syok
syndrome (SIRS))  Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari allergen

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
 Kolaborasi pemberian transfuse darah, jika perlu
 Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu

Pemantauan Cairan
Observasi
 Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
 Monitor frekuensi nafas
 Monitor tekanan darah
 Monitor berat badan
 Monitor waktu pengisian kapiler
 Monitor elastisitas atau turgor kulit
 Monitor jumlah, warna dan berat jenis urine
 Monitor kadar albumin dan protein total
 Monitor hasil pemeriksaan serum (mis,
osmolaritas serum, hematocrit, natrium, kalium,
BUN)
 Monitor intake dan output cairan
 Identifikasi tanda-tanda hypovolemia (mis,
frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit menurun, membrane
mukosa kering, volume urine menurun,
hematocrit meningkat, haus, lemah, konsentrasi
urine meningkat, berat badan menurun dalam
waktu singkat)
 Identifikasi tanda-tanda hypervolemia (mis,
dyspnea, edema perifer, edema anasarca, JVP
meningkat, CVP meningkat, reflex
hepatojugular positif, berat bdaan menurun
dalam waktu singkat)
 Monitor tanda-tanda infeksi dan perdarahan
pada sisi insersi
 Monitor tanda-tanda komplikasi akibar
pemasangan selang (mis, pneumothoraks, selang
tertekuk, embolisme udara)

Terapeutik
 Dampingi pasien saat pemasangan dan
pelepasan kateter jalur hemodinamik
 Lakukan tes Allen untuk menilai kolateral
ulnaris sebelum kanulasi pada arteri radialis
 Pastikan set selang terangkai dan terpasang
dengan tepat
 Konfirmasi ketepatan posisi selang dengan
pemeriksaan x-ray, jika perlu
 Posisikan transduser pada atrium kanan (aksis
flebostatik) setiap 4-12 jam untuk mengkalibrasi
dan mentitiknolkan perangkat
 Pastika balon deflasi dan kembali ke posisi
normal setelah pengukuran tekanna baji arteri
paru (PAWP)
 Ganti selang dan cairan infus setiap 24-72 jam,
sesuai protocol
 Ganti balutan pada area insersi dengan teknik
steril
 Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
 Anjurkan membatasi gerak/aktivitas selama
kateter terpasang
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC

Bulechek, G.M. Butcher, H.K. Dochterman, J.M. Wagner, C.M. 2016. Nursing Interventions
Classification (NIC). Singapore: Elsevier Global Rights.

Carpenito. 2000. Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis Edisi 6. Jakarta: EGC.

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.

Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M.L. Swanson, E. 2016. Nursing Outcomes Classification


(NOC). Singapore: Elsevier Global Rights.

Price, Sylvia A.; Wilson, Lorraine M.. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-proses
Penyakit Edisi 6. Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer, Suzanne C. Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah 2, Edisi 8. Jakarta :
EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Denpasar, …………. 2019

Nama Pembimbing / CI Nama Mahasiswa

……………………………….…… ……………………………………
NIP. NIM.

Nama Pembimbing / CT

...................................................................

NIP.

Das könnte Ihnen auch gefallen