Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
OLEH
I KOMANG TRIWIRAMA
NIM. P07120319033
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI NERS
2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
Risiko syok
Perdarahan
Laserasi kulit
Edema
Fraktur
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan
justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi permukaan patahan
saling terdesak satu sama lain).
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Radiologi
X-ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera. CT
scan dilakukan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks, memperlihatkan
fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. Venogram /
Arteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler dan
menggambarkan arus vascularisasi.
b. Laboratorium
Lekosit turun/meningkat, eritrosit dan albumin turun, Hb dan hematokrit cenderung
rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan, Ca meningkat di dalam darah,
trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal sehingga sering meningkat.
Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple,
atau cederah hati.
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian
fungsi dan kekuatan (Brunner dan Sudart 2002)
a. Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali
dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas
integritas rangka.
b. Reduksi fraktur (setting tulang)
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi
tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan
manipulasi dan traksi manual. Reduksi terbuka dilakukan dengan pendekatan
bedah, fragmen tulang direduksi alat fiksasi interna (ORIF) dalam bentuk pin,
kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
c. Retensi (Imobilisasi fraktur)
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna (OREF) meliputi : pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinu pin, dan tehnik gips atau fiksator ekterna. Implan logam dapat
digunakan untuk fiksasi interna (ORIF) yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur yang dilakukan dengan pembedahan.
d. Rehabilitasi (Mempertahankan dan mengembalikan fungsi)
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.Latihan
isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan
meningkatkan aliran darah.Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan
untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.
Menurut Long (1996), ada beberapa terapi yang digunakan untuk pada pasien
fraktur antara lain:
a. Debridemen luka untuk membuang kotoran, benda asing, jaringan yang rusak dan
tulang yang nekrose
b. Memberikan toksoid tetanus
c. Membiakkan jaringan
d. Pengobatan dengan antibiotic
e. Memantau gejala osteomyelitis, tetanus, gangrene gas
f. Menutup luka bila tidak ada gejala infeksi
g. Reduksi fraktur
h. Imobilisasi fraktur
i. Kompres dingin boleh dilaksanakan untuk mencegah perdarahan, edema, dan nyeri
j. Obat penawar nyeri.
8. KOMPLIKASI
a. KOMPLIKASI AWAL
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Sindrom kompartemen berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika
tidak ditangani segera. Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi
saat perfusi jaringan dalam otor kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan
jaringan. Biasanya pasien akan merasa nyeri pada saat bergerak. Ada 5 tanda
syndrome kompartemen, yaitu : pain (nyeri), pallor (pucat), pulsesness (tidak
ada nadi), parestesia (rasa kesemutan), dan paralysi (kelemahan sekitar lokasi
terjadinya syndrome kompartemen)
3) Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal
ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang
dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati
sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah
pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli
lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah,
marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
4) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke
tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur
(yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan
menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang
terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan
gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada
pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya
melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat
menahan beban
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi
pada fraktur.
7) Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang
dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous
(infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka
fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi, luka tembak, fraktur tulang
panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma
dan fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki
risiko osteomyelitis yang lebih besar
b. Komplikasi Dalam Waktu Lama
1) Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
2) Non Union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang –
kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor – faktor yang dapat
menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan
lunak, pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang
bersifat patologis..
3) Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan
deformitas, angulasi atau pergeseran.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Identitas Klien
Kaji nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku,
pendidikan, no register, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Kaji keluhan pasien yang menyebabkan ia datang ke pelayanan kesehatan. Biasanya
klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat beraktivitas / mobilisasi pada
daerah fraktur tersebut.
c. Riwayat Penyakit
1) Riwayat Penyakit Sekarang.
Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan penyakit
sampai timbulnya keluhan, faktor apa saja yang memperberat dan meringankan
keluhan. Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma /
kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang didahului dengan perdarahan,
kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat
/ perubahan warna kulit dan kesemutan.
2) Riwayat Penyakit Dahulu.
Tanyakan masalah kesehatan yang lalu yang relavan baik yang berkaitan
langsung dengan penyakit sekarang maupun yang tidak ada kaitannya. Kaji
apakah pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak
sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan perbaikan dan
pernah menderita osteoporosis sebelumnya.
3) Riwayat Penyakit Keluarga.
Kaji apakah pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis,
arthritis dan tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular.
d. Pola Fungsi Kesehatan.
1) Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya
dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Kaji frekuensi/porsi makan, jenis makanan, tinggi badan, berat badan, serta
nafsu makan. Pada umumnya tidak akan mengalami gangguan penurunan nafsu
makan, meskipun menu berubah.
3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces
pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak
4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
5) Pola Aktivitas dan Latihan
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.
Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan
klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain
6) Pola Hubungan Peran
Pola hubungan dan peran akan mengalami gangguan karena keterbatasan dalam
beraktivitas.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Kaji adanya ketakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan body image).
8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. Begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat
fraktur
9) Pola Stres Adaptasi
Masalah fraktur femur dapat menjadi stres tersendiri bagi klien. Dalam hal ini
pola penanggulangan stress sangat tergantung pada sistem mekanisme klien itu
sendiri misalnya pergi kerumah sakit untuk dilakukan perawatan / pemasangan
traksi. Kaji cara pasien untuk menangani stress yang dihadapi.
10) Pola reproduksi dan seksual
Bila klien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka akan mengalami
gangguan pola seksual dan reproduksi, jika klien belum berkeluarga klein tidak
akan mengalami gangguan. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya
termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum: kesadaran, tanda – tanda vital, sikap, keluhan nyeri
2) Kepala: bentuk, keadaan rambut dan kepala, adanya kelainan atau lesi
3) Mata: bentuk bola mata, pergerakan, keadaan pupil, konjungtiva,dll
4) Hidung: adanya secret, pergerakan cuping hidung, adanya suara napas
tambahan, dll
5) Telinga: kebersihan, keadaan alat pendengaran
6) Mulut: kebersihan daerah sekitar mulut, keadaan selaput lendir, keadaan gigi,
keadaan lidah
7) Leher: pembesaran kelenjar/pembuluh darah, kaku kuduk, pergerakan leher
8) Thoraks: bentuk dada, irama pernapasan, tarikan otot bantu pernapasan, adanya
suara napas tambahan
9) Jantung: bunyi, pembesaran
10) Abdomen: bentuk, pembesaran organ, keadaan pusat, nyeri pada perabaan,
distensi
11) Ekstremitas: kelainan bentuk, pergerakan, reflex lutut, adanya edema
12) Alat kelamin : Kebersihan, kelainan
13) Anus : kebersihan, kelainan
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut
b. Risiko perfusi perifer tidak efektif
c. Gangguan mobilitas fisik
d. Gangguan integritas kulit/jaringan
e. Risiko infeksi
f. Risiko syok
(PPNI, 2017)
3. RENCANA KEPERAWATAN
Pemberian Analgetik
Observasi
Identifikasi karakteristik nyeri ( mis: pencetus,
Pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi,
durasi)
Identifikasi riwayat alergi obat
Identifikasi kesesuaian jenis analgetik (mis:
narkotika, non narkotik atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgetik
Monitor efektivitas analgetik
Terapeutik
Diskusikan jenis analgetik yang disukai untuk
mencapai analgesial optimal, jika perlu
Pertimbangkan penggunaan infus continue,
atau bolus oploid untuk mempertahankan kadar
dalam serum
Tetapkan target efektifitas analgetik untuk
mengoptimalakan respon pasien
Dokumentasikan respon terhadap efek
analgetik dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi
Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis dan analgetik,
sesuai indikasi
2 Risiko Perfusi Perifer Tidak Setelah diberikan asuhan keperawatan Pencegahan syok
Efektif selama … x … jam, diharapkan masalah Observasi
risiko perfusi perifer kembali efektif Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan
Faktor risiko dengan kriteria hasil: kekuatan nadi, frekuensi nafas, TD, MAP)
Hiperglikemia Perfusi Perifer Monitor status oksigenasi (oksimetri, nadi,
Gaya hidup kurang gerak Denyut nadi perifer meningkat AGD)
Hipertensi Penyembuhan luka meningkat Monitor status cairan (masukan dan hakuaran,
Merokok Sesasi meningkat turgor kulit, CRT)
Prosedur endovaskuler Warna kulit pucat menurun Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
Trauma Edema perifer menurun Periksa riiwayat alergi
Kurang terpapar informasi Nyeri ekstremitas menurun
tentang faktor pemberat (mis, Parastesia menurun Terapeutik
merokok, gaya hidup kurang Kelemahan otot menurun Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
gerak, obesitas, imobilitas) Kram otot menurun oksigen >94%
Bruit femoralis menurun Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika
Kondisi Klinis terkait Nekrosis menurun perlu
Arterosklerosis Pengisian kapiler cukup Pasang jalur IV, jika perlu
Raynaud’s disease membaik Pasang kateter urine untuk menilai produksi
Trombosis arteri Akral cukup membaik urine, jika perlu
Atritis rheumatoid Turgor kulit cukup membaik Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
Leriche’s syndrome Tekanan darah sistolik cukup
Aneurisma membaik Edukasi
Buerger’s disease Tekanan darah diastolic cukup Jelaskan penyebba/faktor risiko syok
Varises membaik Jelaskan tanda dan gejala awal syok
Diabetes melitus Tekanan arteri rata-rata cukup Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan
Hipotensi membaik tanda dan gejala awal syok
Kanker Indeks ankle-brachial cukup Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
membaik Anjurkan menghindari allergen
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
Kolaborasi pemberian transfuse darah, jika perlu
Kolaborasi antiinflamasi, jika perlu
Perawatan sirkulasi
Observasi
Periksa sirkulasi perifer (mis, nadi perifer,
edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ABI)
Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis,
diabetes, perokok, orang tua, hipertensi dan
kadar kolesterol tinggi)
Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak
pada ekstremitas
Terapeutik
Hindari pemasangan infus atau pengambilan
darah di area keterbatasan perfusi
Hindari pengukuran tekanan darah pada
ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet
pada area yang cidera
Lakukan pencegahan infeksi
Lakukan perawatan kaki dan kuku
Lakukan hidrasi
Edukasi
Anjurkan berhenti merokok
Anjurkan berolahraga rutin
Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan
darah, antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika
perlu
Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah
secara teratur
Anjurkan menghindari penggunaan obat
penyekat beta
Aanjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat
(mis, melembabkan kulit yang kering pada kaki)
Anjurkan program rehabilitasi vascular
Ajarkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi (mis, rendah lemak jenuh, minyak ikan
omega 3)
Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis, rasa sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
3 Gangguan Mobilitas Fisik Setelah diberikan asuhan keperawatan Dukungan Ambulasi
Penyebab selama … x … jam, diharapkan masalah Observasi
Kerusakan integritas struktur gangguan mobilitas fisik teratasi dengan Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
tulang kriteria hasil: lainnya
Perubahan metabolism Mobilitas Fisik Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
Ketidakbugaran fisik Pergerakan ekstremitas Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
Penurunan kendali otor meningkat sebelum memulai ambulasi
Penurunan massa otot Kekuatan otot meningkat
Penurunan kekuatan otot Rentang gerak (ROM) Monitor kondisi umum selama melakukan
Keterlambatan meningkat ambulasi
perkembangan Nyeri menurun Terapeutik
Kekakuan sendi Kecemasan menurun Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
Kontraktur Gerakan tidak terkoordinasi (mis, tongkat, kruk)
Malnutrisi menurun Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
Gangguan musculoskeletal Gerakan terbatas menurun Libatkan keluarga untuk membantu pasien
Gangguan neuromuscular Kelemahan fisik menurun dalam meningkatkan ambulasi
Indeks masa tubuh diatas Edukasi
persentil ke-75 sesuai usia Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
Efek agen farmakologis Anjurkan melakukan ambulasi dini
Program pembatasan gerak Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
Nyeri dilakukan (mis, berjalan dari tempat tidur ke
Kurang terpapar informasi kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar
tentang aktivitas fisik mandi, berjalan sesuai toleransi)
Kecemasan
Gangguan kognitif Dukungan Mobilisasi
Observasi
Keengganan melakukan
Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
pergerakan
lainnya
Gangguan sensori persepsi
Identifikasi toleransi fiisk melakukan
pergerakan
Gejala dan Tanda Mayor
Monitor frekuensi jantung dan tekanna darah
Mengeluh sulit
sebelum memulai mobilisasi
menggerakkan ekstremitas
Monitor kondisi umum selama melakukan
Kekuatan otot menurun
mobilisasi
Rentang gerak ROM
menurun
Terapeutik
Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
Gejala dan Tanda Minor
(mis, pagar tempat tidur)
Nyeri saat bergerak
Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
Enggan melakukan Libatkan keluarga untuk membantu pasien
pergerakan dalam meningkatkan pergerakan
Merasa cemas saat bergerak
Sendi kaku Edukasi
Gerakan tidak terkoordinasi Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
Fisik lemah Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis, duduk di tempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)
4 Gangguan Integritas Kulit / Setelah diberikan asuhan keperawatan Perawatan Integritas Kulit
Jaringan selama … x … jam, diharapkan masalah Observasi
Penyebab gangguan integritas kulit/jaringan Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
Perubahan sirkulasi teratasi dengan kriteria hasil: (mis, perubahan sirkulasi, perubahan status
Perubahan status nutrisi Integritas Kulit dan Jaringan nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan
(kelebihan/kekurangan) Elastisitas meningkat ekstrem, penurunan mobilitas)
Kekurangan / kelebihan Hidrasi meningkat Terapeutik
volume cairan Perfusi jaringan meningkat Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
Penurunan mobilitas Kerusakan jaringan menurun Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang,
Bahan kimia iritatif Kerusakan lapisan kulit menurun jika perlu
Suhu lingkungan yang Nyeri menurun Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama
ekstrem Perdarahan menurun selama periode diare
Faktor mekanis (mis. Kemerahan menurun Gunakan produk berbahan petroleum atau
Penekanan pada tonjolan Hematoma menurun minyak pada kulit kering
tulang, gesekan) atau faktor Pigmentasi abnormal menurun Gunakan produk berbahan ringan/alami den
elektris (elektrodiatermi, Jaringan parut menurun hipoalergik pada kulit sensitive
energi listrik bertegangan Nekrosis menurun Hindari produk berbahan dasar alcohol pada
tinggi) Abrasi kornea menurun kulit kering
Efek samping terapi radiasi Suhu kulit membaik Edukasi
Kelembaban Sensasi emmbaik Anjurkan menggunakan pelembab (mis, lotion,
Proses penuaan Tekstur membaik
serum)
Neuropati perifer Pertumbuhan rambut membaik Anjurkan minum air yang cukup
Perubahan pigmentasi Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Perubahan hormonal Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
Kurang terpapar informasi Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
tentang upaya Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
mempertahankan/melindungi minimal 30 saat berada di luar rumah
integritas jaringan Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya
Gejala dan Tanda Mayor
Kerusakan jaringan dan/atau Perawatan Luka
lapisan kulit Observasi
Monitor karakteristik luka (mis, drainase,
Gejala dan tanda Minor warna, ukuran, bau)
Nyeri Monitor tanda-tanda infeksi
Perdarahan Terapeutik
Kemerahan Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
Hematoma Cukur rambut disekitar daerah luka, jika perlu
Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih
nontoksik, sesuai kebutuhan
Bersihkan jaringan nekrotik
Berikan salep yag sesuai ke kulit / lesi, jika
perlu
Pasang balutan sesuai jenis luka
Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau
sesuai kondiis pasien
Berikan diet dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dengan protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari
Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis,
vitamin A, vitamin C, zinc, asam amino), sesuai
indikasi
Berikan terapi TENS (stimulasi saraf
transcutaneous), jika perlu
Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori
dan protein
Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
Kolaborasi prosedur debridement (mis.
Enzimatik, biologis, mekanis, autolitik), jika
perlu
Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu
5 Risiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pencegahan Infeksi
selama ……. X …… diharapkan Observasi
Faktor risiko risiko infeksi berkurang dengan kriteria Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
Penyakit kronis hasil : sistemik
Efek prosedur invasive Tingkat Infeksi Terapeutik
Malnutrisi Demam menurun Batasi jumlah pengunjung
Peningkatan paparan Kemerahan menurun Berikan perawatan kulit pada area edema
organisme pathogen Nyeri menurun Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
lingkungan Bengkak menurun pasien dan lingkungan pasien
Ketidakadekuatan Vesikel menurun Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko
pertahanan tubuh primer Cairan berbau busuk menurun tinggi
Gangguan peristaltic Sputum berwarna hijau Edukasi
Kerusakan integritas kulit menurun Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Perubahan sekresi pH Drainase purulent menurun Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
Penurunan kerja siliaris Piuna menurun Ajarkan etika batuk
Merokok Periode malaise menurun Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
Statis cairan tubuh Periode mengigil menurun operasi
Ketidakadekuatan Lelargi menurun Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
pertahanan tubuh sekunder Gangguan kognitif menurun Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Penurunan hemoglobin Kadar sel darah putih membaik Kolaborasi
Imunosupresi Kultur darah membaik Kolaborasi pemberian imunisasi
Leukopenia Kultur urine membaik
Supresi respon inflamasi Kultur sputum membaik
Vaksinasi tidak adekuat Kultur area luka membaik
Kultur feses membaik
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
Kolaborasi pemberian transfuse darah, jika perlu
Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu
Pemantauan Cairan
Observasi
Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
Monitor frekuensi nafas
Monitor tekanan darah
Monitor berat badan
Monitor waktu pengisian kapiler
Monitor elastisitas atau turgor kulit
Monitor jumlah, warna dan berat jenis urine
Monitor kadar albumin dan protein total
Monitor hasil pemeriksaan serum (mis,
osmolaritas serum, hematocrit, natrium, kalium,
BUN)
Monitor intake dan output cairan
Identifikasi tanda-tanda hypovolemia (mis,
frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit menurun, membrane
mukosa kering, volume urine menurun,
hematocrit meningkat, haus, lemah, konsentrasi
urine meningkat, berat badan menurun dalam
waktu singkat)
Identifikasi tanda-tanda hypervolemia (mis,
dyspnea, edema perifer, edema anasarca, JVP
meningkat, CVP meningkat, reflex
hepatojugular positif, berat bdaan menurun
dalam waktu singkat)
Monitor tanda-tanda infeksi dan perdarahan
pada sisi insersi
Monitor tanda-tanda komplikasi akibar
pemasangan selang (mis, pneumothoraks, selang
tertekuk, embolisme udara)
Terapeutik
Dampingi pasien saat pemasangan dan
pelepasan kateter jalur hemodinamik
Lakukan tes Allen untuk menilai kolateral
ulnaris sebelum kanulasi pada arteri radialis
Pastikan set selang terangkai dan terpasang
dengan tepat
Konfirmasi ketepatan posisi selang dengan
pemeriksaan x-ray, jika perlu
Posisikan transduser pada atrium kanan (aksis
flebostatik) setiap 4-12 jam untuk mengkalibrasi
dan mentitiknolkan perangkat
Pastika balon deflasi dan kembali ke posisi
normal setelah pengukuran tekanna baji arteri
paru (PAWP)
Ganti selang dan cairan infus setiap 24-72 jam,
sesuai protocol
Ganti balutan pada area insersi dengan teknik
steril
Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Anjurkan membatasi gerak/aktivitas selama
kateter terpasang
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC
Bulechek, G.M. Butcher, H.K. Dochterman, J.M. Wagner, C.M. 2016. Nursing Interventions
Classification (NIC). Singapore: Elsevier Global Rights.
Carpenito. 2000. Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis Edisi 6. Jakarta: EGC.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.
Price, Sylvia A.; Wilson, Lorraine M.. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-proses
Penyakit Edisi 6. Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C. Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah 2, Edisi 8. Jakarta :
EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Denpasar, …………. 2019
……………………………….…… ……………………………………
NIP. NIM.
Nama Pembimbing / CT
...................................................................
NIP.