Sie sind auf Seite 1von 46

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN IX

PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT (REKRISTALISASI,


SUBLIMASI, DAN TITIK LELEH)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK


PERCOBAAN IX
PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT
(REKRISTALISASI, SUBLIMASI, DAN TITIK LELEH)

OLEH

NAMA : ASMAN SADINO


NIM : F1F1 12 092
KELAS :C
KELOMPOK :V
ASISTEN : MUH. ADHA T.

LABORATORIUM FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2013

PERCOBAAN IV
PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT
(REKRISTALISASI, SUBLIMASI, DAN TITIK LELEH)

A. Tujuan
Tujuan dalam percobaan ini adalah
1. Melakukan rekristalisasi dengan baik
2. Memilih pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi
3. Menjernihkan dan menghilangkan warna larutan
4. Memisahkan dan memurnikan campuran dengan rekristalisasi

B. Landasan Teori
Kristalisasi merupakan sebuah peristiwa pembentukan partikel-partikel zat
padat didalam suatu fase homogen. Kristalisasi dapat terjadi sebagai pembentukan
partikel padat dalam uap, seperti dalam pembentukan salju sebagai pembekuan
(Solidification) didalam lelehan cair. Pada prinsipnya kristalisasi terbentuk melalui
dua tahap yaitu, nukleasi atau pembentukan inti Kristal dan pertumbuhan Kristal.
Factor pendorong untuk laju nukleasi dan laju pertumbuhan Kristal ialah
supersaturasi. Baik nukleasi maupun pertumbuhan tidak dapat berlangsung didalam
larutan jenuh atau tak jenuh. Inti Kristal dapat terbentuk dari berbagai jenis partikel,
molekul, atom atau ion. Karena adanya gerakan dari partikel-partikel tersebut,
beberapa partikel mungkin membentuk suatu gerombol atau klaster, klaster yang
cukup banyak membentuk embrio pada kondisi leat jenuh yang tinggi embrio
tersebut membentuk inti Kristal (Pinalia, 2011).
Kristalisasi dikatagorikan sebagai salah satu proses pemisahan yang efisien.
Pada umumnya tujuan dari proses kristalisasi adalah untuk pemisahan dan
pemurnian. Adapun sasaran dari proses kristalisasi adalah menghasilkan produk
kristal yang mempunyai kualitas seperti yang diinginkan. Kualitas kristal antara lain
dapat ditentukan dari tiga parameter berikut yaitu : distribusi ukuran kristal (Crystal
Size Distribution, CSD), kemurnian kristal (Crystal purity) dan bentuk Kristal. Pada
proses kristalisasi kristal dapat diperoleh dari lelehan (Melt crystallization) atau
larutan (Crystallization from solution). Dari kedua proses ini yang paling banyak
dijumpai di industri adalah kristalisasi dari larutan (Setyopratomo, 2003).
Pada kristalisasi bahan pengikat pengotor yang ditambahkan bervariasi
konsentrasinya. Penambahan dilakukan secara bertetes-tetes hingga tidak terbentuk
endapan. Pemurnian ini diharapkan dapat mengurangi kadar air yang terkandung
dalam garam hasil pemurnian sehingga garam tidak mudah mencair. Pada tahap
kristalisasi menggunakan bahan pengikat pengotor yaitu larutan Na2C2O4, Na2CO3
dan NaHCO3. Bahan-bahan ini ditambahkan untuk mengikat pengotor yang ada pada
garam dapur sesuai hasil analisis zat-zat pengotor garam dapur yang telah dilakukan
sebelumnya. Pengotor ion Fe3+ akan membentuk senyawa Fe(OH)3 sedangkan
pengotor dari Mg2+ dan Ca2+ akan membentuk senyawa MgCO3 dan CaCO3.
Semua senyawa yang terbentuk tersebut akan mengendap sehingga dapat
dipisahkan dengan penyaringan biasa (Triastuti, 2010).
Jenis pelarut berperan penting pada proses kristalisasi karena pelarutan
merupakan faktor penting pada proses kristalisasi. Kelarutan suatu komponen dalam
pelarut ditentukan oleh polaritas masing-masing. Pelarut polar akan melarutkan
senyawa polar dan pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar. Diduga
ada sedikit perbedaan polaritas dari komponen-komponen yang ada dalam fraksi
tidak tersabunkan DALMS, termasuk perbedaan polaritas tokoferol dan tokotrienol
serta masing-masing isomernya. Oleh karena itu, penentuan jenis pelarut yang tepat
penting dilakukan pada pembuatan konsentrat vitamin E. Pada proses kristalisasi,
pelarut mempengaruhi kecepatan nukleasi dan morfologi Kristal (Ahmadi, 2010).
Pada tahap sublimasi masalah tingginya konsumsi energy pada
pengeringan beku tersebut dipecahkan dengan penerapan pemanasan terbalik, yaitu
merambatkan panas melalui lapisan beku untuk meningkatkan laju perpindahan
panas. Pemanasan terbalik yang dilakukan pada penelitian adalah dengan harapan
panas akan berkonduksi melalui lapisan beku bahan yang mempunyai nilai
konduktifitas panas lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan bahan kering brongga,
sehingga waktu yang dibutuhkan akan lebih cepat (Siregar, dkk., 2006).
Berdasarkan pelarut yang digunakan metode rekristalisasi terbagi menjadi
dua yaitu rekristalisasi dengan pelarut tunggal dan rekristalisasi dengan multi
pelarut. Sedangkan berdasarkan tekniknya, metode rekristalisasi dibagi menjadi tiga
yaitu rekristalisasi dengan penyaringan panas, rekristalisasi dengan nukleasi spontan
dan rekristalisasi menggunakan seeding dari filtrat. Meski sedikit masih
dimungkinkan senyawa pengotor terikut dalam Kristal. Pelakasanaan proses
pemurnian ini yang berulang-ulang akan mengakibatkan hilangnya sejumlah Kristal
karena terbatasnya kelarutan senyawa yang akan dimurnikan. Pada dasarnya
peristiwa rekristalisasi berhubungan dengan reaksi pengendapan. Endapan
merupakan zat yang memisah dari satu fase padat keluar ke dalam larutannya.
Endapan terbentuk jika larutan bersifat terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan
(Pinalia, 2011).

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
- Gelaskimia 500 ml
- Hot plate
- Labu dasar bulat
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu :
- Air
- Noftalen (kamper)

D. PROSEDUR KERJA
- Dimasukkan dalam gelas kimia
- Ditutup permukaan gelas kimia dengan alas bulat yang berisi air setenganya
- Disumbat mulut gelas kimia yang tidak tertutup labu dengan tissue
- Dipanaskan dengan api kecil
- Dihentikan pemanasan bila semua zat menempel di labu
- Diamati kristalnya

Hasil Pengamatan ?

E. Hasil Pengamatan
1. Hasil pengamatan dalam percoban kali ini, yaitu :

Perlakuan Hasil

Kamper dihancurkan dan


-
dimasukkan dalam gelas kimia
Labu dasar bulat diisi dengan air -
Warna sebelum dipanaskan : hijau, ungu,
Labu dasar bulat yang beisi air
jingga.
ditaruh diatas gelas kimia yang
berisi kamper, lalu dipanaskan
Setelah dipanaskan, menguap dan
membentuk Kristal jarum berwarna putih

2. Gambar Kristal

F. Pembahasan
Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-permukaan datar.
Karena banyak zat padat seperti garam, kuarsa dan salju ada dalam bentuk-bentuk
yang jelas simetris, telah lama para ilmuwan menduga bahwa atom, ion ataupun
molekul zat padat ini juga tersusun secara simetris. Sedangkan sublimasi adalah
perubahan es dari bahan beku langsung menjadi uap (sublimasi) tanpa mengalami
proses pencairan terlebih dahulu. Karena proses ini melibatkan suhu (pembekuan
dan pengeringan) dan tekanan tertentu. Pengeringan sekunder berfungsi untuk
menyublimasikan molekul air yang diserap pada saat proses pembekuan.
Rekristalisasi adalah suatu metode untuk pemurnian senyawa padatan
yang dihasilkan dari reaksi-reaksi organik. Rekristalisasi merupakan salah satu cara
atau metode untuk memurnikan suatu zat padat, metode ini ditinjau berdasarkan
pada perbedaan daya larut antara zat yang dimurnikan dengan pengotornya dalam
suatu pelarut tertentu. Pemurnian yang di istilahkan sebagai rekristalisasi pada
prinsipnya adalah pelarutan Kristal kedalam pelarut yang sesuai dan kemudian
dikristalkan kembali. Dengan demikian impuritas yang terperangkap kedalam Kristal
bias keluar seiring larutnya Kristal dalam pelarut.
Pada dasarnya peristiwa rekristalisasi behubungan dengan reaksi
pengendapan. Endapan merupakan zat yang memisah dari suatu fase padat dan
keluar kedalam larutannya. Endapan terbentuk jika larutan bersifat terlalu jenuh
dengan zat yang bersangkutan. Disamping untuk pemisahan bahan padat yang
sudah berbentuk kristal. Proses pemurnian ini disebut kristalisasi ulang
(rekristalisasi) dan terdiri atas dua tahap yaitu proses pelarutan dan proses
kristalisasi, karena kristalisasi ulang terutama merupakan proses pemurnian, maka
proses kristalisasi sering kali dihentikan sebelum waktunya (misalnya pendinginan
hanya sampai pada suhu tertentu, penguapan hanya sampai suatu konsentrasi
tertentu). Hal ini di maksudkan agar pengotor yang larut tidak ikut di pisahkan.
Percobaan ini dilakukan pemisahan dan pemurnian zat dengan cara
rekristalisasi dan sublimasi. Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah kapur
barus atau naftalen yang berwarna. Naftalen atau kapur barus merupakan senyawa
yang sangat mudah menyublim. Naftalen mudah diisolasi karena senyawa ini
menyublim dari larutan sebagai serpihan kristal tidak berwarna dengan titik leleh
800C. Saat dilakukan pemanasan secara sistem terisolasi, naftalen menyublim
dengan menyisakan kristal yang menempel didasar glass wool berupa jarum dan
pipih. Penggunaan naftalen yang berwarna bertujuan agar memudahkan untuk
memisahkan antara bahan-bahan pencemar atau pengotornya dengan zat murni
dari sampel tersebut.
Metode rekristalisasi melibatkan 5 tahapan: yaitu tahapan pertama adalah
pemilihan pelarut. Pada tahap ini pelarut yang terbaik adalah pelarut dimana
senyawa yang dimurnikan hanya larut sedikit pada suhu kamar tetapi sangat
larut pada suhu yang lebih tinggi, misalnya pada titik didih pelarut itu. Pelarut
itu harus melarutkan secara mudah pengotor-pengotor dan harus mudah
menguap,sehingga dapat dipisahkan secara mudah dari materi yang
dimurnikan. Titik didih pelarut harus lebih rendah dari titik leleh padatan
untuk mencegah pembentukan minyak. Pelarut tidak boleh bereaksi dengan zat
yang akan dimurnikan dan harus murah harganya. Tahap kedua yaitu kelarutan
senyawa padat dalam pelarut panas, pada tahap ini padatan yang akan dimurnikan
dilarutkan dalam sejumlah minimum pelarut panas dalam labu erlenmeyer. Pada
titik didihnya, sedikit pelarut ditambahkan sampai terlihat bahwa tidak ada
tambahan materi yang larut lagi. Hindari penambahan yang berlebih. Tahap tiga
adalah penyaringan larutan, pada tahap ini larutan jenuh yang masih panas
kemudian disaring melalui kertas saring yang ditempatkan dalam suatu corong
saring. Tahapan keempat adalah kristalisasi, pada tahap ini filtrat panas kemudian
dibiarkan dingin dalam gelas kimia. Zat padat murni memisahkan sebagai kristal.
Kristalisasi sempurna jika kristal yang terbentuk banyak. Jika kristalisasi tidak
terbentuk selama pendinginan filtrat dalam waktu cukup lama maka larutan
harus dibuat lewat jenuh. Dan tahap terakhir adalah proses sublimasi, naftalen
yang merupakan sampel dimasukkan kedalam gelas yang ditutupi dengan labu dasar
bulat pada bagian atasnya yang berisikan air, sedangkan pada mulut gelas kimia
ditutupi tissue agar pada saat proses sublimasi uap dari pemanasan naftalen tidak
ada yang keluar kemudian dipanaskan. Tujuan dari pemanasan tersebut yaitu untuk
mempercepat terjadinya reaksi pada naftalen.
Hasil pengamatan yang diperoleh bahwa, terdapat Kristal-kristal yang
berbentuk jarum pada gelas kimia dan pada bagian dasar labu dasar bulat, karena
sampel naftalen telah mengalami sublimasi. Pada prinsipnya sampel naftalen yang
tercemar oleh garam, lalu diuapkan hingga naftalen menjadi gas dan langsung
kepadat pada proses pendinginan yakni dalam bentuk Kristal-kristal. Suatu zat padat
untuk bias menyublim harus mempunyai tekanan aup yang relatif tinggi pada suhu
dibawah titik lelehnya.
Manfaat mempelajari tehnik-tehnik pemisahan dan pemurnian zat khususnya
dalam dibidang farmasi adalah akan memudahkan kita untuk pengetahuan dalam
penelitian khususnya bahan-bahan alam yang mengandung obat yang nantinya dari
bahan obat tersebut akan mengalami proses pemisahan itu tentunya akan
digunakan proses pemisahan dan pemurnian zat dengan cara kristalisasi, sublimasi
ataupun dengan yang lainnya.

G. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa
1. Rekristalisasi merupakan suatu proses pemurnian kembali zat padat dengan

melarutkan pada pelarut yang dilanjutkan dengan proses pendinginan hingga

membentuk Kristal.

2. Pelarut yang cocok adalah pelarut yang memiliki sifat kepolaran yang sama.

3. ….

4. Pemurnian padatan dapat dilakukan dengan cara sublimasi yaitu penguapan

langsung dari padatan ke dalam fasa uap.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Kgs., 2010, Kristalisasi Pelarut Suhu Rendah Pada Pembuatan Konsentrat Vitamin E Dari
Distilat Asam Lemak Minyak Sawit : Kajian Jenis Pelarut, Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 11
No. 1.

Pinalia, A., 2011, Penentuan Metode Rekristalisasi Yang Tepat Untuk Meningkatkan Kemurnian
Kristal Amonium Perklorat (AP), Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara, Vol. 6 No.
2.
Pinalia, A., 2011, Kristalisasi Ammonium Perkoalat (AP) Dengan Sistem Pendinginan Terkontrol
Untuk Menghasilkan Kristal Berbentuk Bulat, Majalah Teknologi Dirgantara, Vol. 9
No. 2.
Setyopratomo, P., dkk., 2003, Studi Eksperimental Permurnian Garam NaCl Dengan Cara
Rekristalisasi, Unitas, Vol. 11 No. 2.
Siregar, K., dkk., 2006, Pengeringan Beku Dengan Metode Pembekuan Vakum Dan Lempeng
Sentuh Dengan Pemanasan Terbalik Pada Proses Sublimasi Untuk Daging Buah
Durian, Buletin Agricultural Engineering BEARING, Vol. 2 No. 1.
Triastuti, A., dkk., 2010. Pemurnian Garam Dapur Melalui Metode Kristalisasi Air Tua Dengan
Bahan Pengikat Pengotor Na2C2O4 – NaHCO3 Dan Na2C2O4 – Na2CO3. Vol. 8 No. 1.
KRISTALISASI DAN SUBLIMASI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Rekristalisasi merupakan teknik pemurnian zat padat dari pencemarannya yang


dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut
yang sesuai. Proses rekristalisasi memerlukan pengerjaan yang cukup teliti. Selain itu juga
kami pun melakukan praktikum pemisahan campuran dengan proses sublimasi. Proses ini
merupakan proses singkat yang langsung berubah dari fasa padat langsung menjadi uap atau
gas tanpa melalui fasa cair.
Berdasarkan sedikit pemaparan tersebut, maka kita selaku mahasiswa jurusan
Pendidikan Kimia sudah tentu perlu mengetahui cara tersebut dengan langsung. Agar dapat
lebih memahami materi pemisahan campuran dengan cara rekristalisasi dan sublimasi untuk
dijadikan sebagai bahan pengajaran kelak ketika kita terjun ke lapangan untuk menjadi guru
kimia yang handal.
Dengan demikian latar belakang utama dari percobaan kali ini adalah untuk
mempelajari bagaiamana cara melakukan pemisahan dengan proses rekristalisasi dan juga
sublimasi yang baik dan benar.

1.2 Tujuan Percobaan


Dalam percobaan kali ini tujuan yang diharapkan dapat dicapai adalah mahasiswa
dapat :
a. Melakukan rekristalisasi dan sublimasi dengan baik dan benar
b. Memilih pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi
c. Memisahkan dan memurnikan campuran dengan rekristalisasi
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Proses pelarutan zat padat
Jumlah terkecil pelarut yang digunakan dalam melarutkan sejumlah padat, disebut
larutan jenuh. Tidak banyak zat padat dapat larut dalam keadaan ini karena dalam keadaan
kesetimbangan. Sedikit saja suhu didinginkan akan terjadi pengendapan. Sejumlah energi
diperlukan untuk melarutkan zat padat, yaitu untuk memecahkan struktur kristalnya (= energi
kisi) yang diambil dari pelarutnya.
2.2 Kristalisasi
Proses kristalisasi adalah kebalikan dari proses pelarutan. Mula-mula molekul zat
terlarut membentuk agregat dengan molekul pelarut, lalu terjadi kisi-kisi diantara molekul zat
terlarut yang terus tumbuh membentuk kristal yang lebih besar diantara molekul pelarutnya,
sambil melepaskan sejumlah energi. Kristalisasi dari zat murni akan menghasilkan kristal
yang identik dan teratur bentuknya sesuai dengan sifat kristal senyawanya. Dan pembentukan
kristal ini akan mencapai optimum bila berada dalam kesetimbangan.
2.3 Pemilihan Pelarut untuk rekristalisasi
Pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses rekristalisasi adalah pelarut cair,
karena tidak mahal, tidak reaktif dan setelah melarutkan zat padat organik bila dilakukan
penguapan akan lebih mudah memperolehnya kembali. Kriteria pelarut yang baik:
Tidak bereaksi dengan zat padat yang akan di rekristalisasi.
Zat padatnya harus mempunyai kelarutan terbatas (sebagian) atau relatif tak larut dalam
pelarut, pada suhu kamar atau suhu kristalisasi.
Zat padatnya mempunyai kelarutan yang tinggi (larut baik) dalam suhu didih pelarutnya.
Titik didih pelarut tidak melebihi titik leleh zat padat yang akan direkristalisasi.
Zat pengotor yang tak diinginkan harus sangat larut dalam pelarut pada suhu kamar atau
tidak larut dalam pelarut panas.
Pelarut harus cukup volatile (mudah menguap) sehingga mudah untuk dihilangkan setelah
zat padat yang diinginkan telah terkristalisasi. Jika data kelarutan tidak diperoleh dalam
literatur, harus dilakukan penentuan kelarutan zat padat tersebut dalam sejumlah pelarut,
dengan cara mengurut kepolaran pelarut-pelarut tersebut. Urutan kepolaran (titik didih, dalam
o
C) beberapa pelarut : air (100) > metanol (65) > etanol (78) > aseton (56) > metilen klorida
(40) > etileter (35) > kloroform (61) > benzena (80) > CCl4 (76) > ligroin (90-115) > heksana
(68) > petroleum eter (35-60) > pentana (36).
2.4 Cara Rekristalisasi
Apabila larutan yang akan dikristalkan ternyata berwarna, padahal kita tahu zat padatnya tak
berwarna, maka kedalam larutan panas sebelum disaring ditambahkan norit (arang halus) atau
arang aktif. Tidak semua zat warna dapat diserap arang dengan baik. Zat warna yang tidak
terserap ini akan tetap tinggal dalam induk lindi tetapi akan hilang pada waktu pencucian dan
penyaringan. Penggunaan norit ini tidak boleh diulang apabila larutannya masih berwarna.
Penggunaan norit jangan berlebihan sebab bisa menyerap senyawanya.
Pembentukan kristal biasanya memerlukan waktu induksi yang berkisar beberapa
menit sampai satu jam. Kadang-kadang didapati suatu keadaan yang disebut lewat jenuh
(supersaturation), dimana kristal-kristal baru mau keluar bila dipancing dengan sebutir kristal
murni. Keadaan ini kadang-kadang sangat menguntungkan dalam pemisahan campuran dua
atau lebih zat yang mempunyai kelarutan yang sama dalam suatu pelarut tertentu dan jumlah
komponen komponen campuran berbeda banyak satu dari yang lain. Agar pemisahan dapat
dilakukan,maka keadaan jenuh jangan diganggu, yaitu dengan menghindarkan pengadukan
dan goncangan berlebihan ataupun pendinginan yang terlalu cepat.
Kekuatan melarutkan suatu pelarut, pada umumnya bertambah dengan bertambahnya
titik didih. Umpamanya etanol dapat melarutkan dua kali lebih banyak dari pada metanol.
Kadang-kadang diperlukan pasangan/campuran pelarut. Dua pelarut yang dapat bercampur
satu sama lain, dengan kemampuan melarutkan yang berbeda, adalah pasangan pelarut yang
sangat berguna. Di bawah ini diberikan beberapa pasangan pelarut yang sering digunakan:
metanol-air, etanol-air, asam asetat-air, aseton-air, eteraseton, eter-metanol, eter-petroleum
eter, benzen-ligroin, metilkhlorida - metanol.
Bila tes kelarutan dilakukan terhadap sekitar 10 mg cuplikan yang akan dikristalkan di
dalam 2 pelarut (A dan B) menunjukkan bahwa zat tersebut segera larut dalam pelarut A
dalam suhu kamar, tetapi tidak larut dalam pelarut B dalam keadaan panas, maka pasangan
pelarut tersebut dapat digunakan untuk rekristalisasi. Caranya yaitu dengan melarutkan
cuplikan dalam pelarut B panas, kemudian ditambahkan tetes demi tetes pelarut A pada
kondisi yang sama sampai tepat jenuh (ditandai dengan kekeruhan yang bersifat permanen
walaupun dipanaskan). Selanjutnya, tambahkan beberapa tetes pelarut A panas sampai
terbentuk larutan jernih, lalu disaring dalam keadaan panas dan filtratnya didinginkan untuk
pembentukan kristal.

2.5 Sublimasi
Sublimasi zat padat adalah analog dengan proses distilasi dimana zat padat berubah
langsung menjadi gasnya tanpa melalui fasa cair, kemudian terkondensasi menjadi padatan.
Jadi sublimasi termasuk dalam cara pemisahan dan sekaligus pemurnian zat padat. Untuk
bisa menyublim, suatu zat padat harus mempunyai tekanan uap relatif tinggi pada suhu
dibawah titik lelehnya. Diperlukan zat padat 1 - 2 gram. Sublimasi bisa dilakukan lebih
efektif lagi bila dilakukan pada tekanan vakuum.
Pada umumnya perubahan tingkat wujud berlangsung menurut pola padat – cair – gas
– atau kebalikannya. Ada beberapa zat yang dapat berubah langsung dari keadaan uap ke
keadaan padat yang disebut menyublim. Sifat demikian dimiliki oleh unsur yodium, kamfer,
naftalen, belerang. Zat padat pada umumnya mempunyai bentuk kristal tertentu: Kubus,
heksagonal, rombik, monoklin dan sebagainya. Unsur belerang dalam suhu biasa berwarna
kuning dengan bentuk kristal rombik.
Hasil sublimasi yang telah diperoleh dikumpulkan menggunakan sendok untuk
dibandingkan keuntungan dengan kristal aslinya. Kemudian dibandingkan, apakah massa
naftalena yang tersublimasi massanya sama dengan produk sublimasi yang dihasilkan.
Kemudian dapat dianalisis apakah semua zat yang menguap tersebut, uapnya dapat
menyublim keseluruhan menjadi kristal-kristal kembali.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat-alat yang digunakan
No. Nama Alat Banyaknya
1. Timbangan 1 buah
2. Gelas Kimia 100 mL 1 buah
3. Batang Pengaduk 1 buah
4. Kassa Asbes 1 buah
5. Kaki Tiga 1 buah
6. Bunsen 1 buah
7. Korek Api 1 buah
8. Corong Penyaring 1 buah
9. Kertas Saring 2 buah
10. Labu Erlenmeyer 1 buah
11. Oven 1 buah
12. Cawan Porslein 1 buah
13. Glasswool 1 buah

3.2 Bahan-bahan yang digunakan


No. Nama Alat Banyaknya
1. Asam Benzoat kotor 2 gram
2. Pelarut (air) Secukupnya
3. Serbuk kamper kotor 1 gram
4. Spirtus Secukupnya
3.4 Prosedur Percobaan
a. Rekristalisasi
Sebanyak 2 gram benzoat kotor dimasukkan kedalam gelas kimia 100 mL. pelarut
dimasukkan sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai benzoat larut dalam keadaan panas.
Setelah semua larut, ditambahkan lagi beberapa mL pelarut. Kemudian, dididihkan diatas
bunsen dan kassa asbes. Lalu disiapkan corong penyaring kaca tangkai pendek yang telah
dilengkapi dengan kertas saring untuk dipasangkan dengan labu erlenmeyer bersih untuk
menampung filtrat panas.
Setelah itu, tuangkan larutan kedalam corong secapt mungkin. Jika larutan dingin
ulangi pemanasan diatas kasa. Ulangi penyaringan sampai semua larutan tersaring. Biarkan
filtrat dingin, jangan diganggu atau di guncang. Jika semua sudah terbentuk dan terpisah
saring kristal dengan corong, lalu cuci kristal dalam corong dengan pelarut dingin 1- 2 kali.
Tekan kristal dengan spatula sampai kering setelah itu masukkan ke dalam open dan setelah
kering timbang kristal.
b. Sublimasi
Sebanyak 1 gram serbuk kamper kotor ditempatkan dalam cawan perselein lalu
pasang corong yang telah disumbat dengan glasswool. Tutup cawan porselein dengan kertas
saring. Letakkan corong dengan posisi terbalik lalu lakukan pemanasan langsung dengan api
kecil. Kumpulkan kristal-kristal yang menempel di pinggir corong lalu hitung massanya.
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Benzoat kotor + pelarut Larut (sedikit)
Panaskan diatas Bunsen Larut
Saring Diperoleh kristal berbentuk jarum
Dinginkan Perlu waktu cukup lama untuk
Saring dengan corong mendinginkannya (± 1 jam)
Saring sebanyak 2 kali Diperoleh kristal berbentuk jarum
Dioven di kertas saring
2. 1 gram kamper kotor
Dipanaskan Diperoleh kristal yang sedikit
Perhitungan ;
a. Untuk kristalisasi
Kaca arloji = 21.3 gram
Kertas saring = 0.46 gram
Keseluruhan = 26.7 gram
Total berat kristal = m. kseluruhan – m. k. arloji - m kertas saring
= 26.7 gram – 21.3 gram – 0.46 gram
= 4.11 gram
a. Untuk sublimasi
Kaca arloji kosong = 21.5 gram
Kertas saring kosong = 0.46 gram
Kaca arloji dan kristal = 21.7 gram
Jumlah keseluruhan = massa k. arloji dan kristal – massa k. arloji kosong
= 21.7 gram – 21.5 gram
= 0.2 gram Naftalena
Diskusi dan pembahsan
Rekristalisasi yang sesungguhnya adalah melakukan kristalisasi sebanyak 2 kali.
Namun, dalam percobaan kali ini hanya dilakukan 1 kali proses kristalisasi dikarenakan
keterbatasan waktu. Untuk percobaan rekristalisasi dilakukan proses pengeringan di oven
selama ± 1 jam.
Dari hasil yang kami peroleh, untuk proses rekristalisasi : Pada saat penambahan
pelarut di awal proses benzoat hanya larut sedikit. Hal ini mungkin dikarenakan asam benzoat
ditambahkan dengan air yang masih dingin kemudian baru dipanaskan sehingga diperoleh
kelarutan yang kecil.
Dan setelah melalui tahapan yang cukup panjang diperoleh 4.11 gram kristal yang dihasilkan
dari 2 gram benzoat kotor. Ini memang terlihat rancu. Hal ini dimungkinkan karena pada saat
pengeringan di oven kurang maksimal. Masih terdapat banyak kandungan air yang
mempengaruhi massa dari kristal sehingga menjadi cukup besar dari yang seharusnya. Kami
telah melakukan pengeringan selama ± 1 jam, namun dikarenakan satu dan lain hal kami
tidak meng-oven sampai kristal benar-benar kering. Sehingga pada saat di timbang massanya
menjadi berlebih sekitar dua kali lipat dari yang seharusnya.
Untuk proses sublimasi : disini kami melakukan 2 kali percobaan. Percobaan pertama
gagal dikarenakan diperoleh kristal yang sangat sedikit dan ada gas yang keluar dari corong.
Untuk yang kedua kalinya, proses sublimasi berlangsung cukup baik dari 1 gram naftalein
kotor hanyalah seberat 0.2 gram kristal saja yang dihasilkan. Pada teorinya seharusnya kristal
yang diperoleh tidak beda jauh jumlahnya dengan massa ketika sebelum dilakukan proses
sublimasi. Namun dalam percobaan kali ini mungkin ada kesalahan pada saat mengamati dan
memproses zat tersebut. Kemungkinan terbesarnya adalah masih banyak kristal_kristal halus
yang menempel di dinding corong yang cukup sulit untuk di kumpulkan. Selain itu juga
dikarenakan pemanasan yang sedikit berlebih sehingga kristal berubah lagi menjadi uap dan
uap-uap yang mengandung kristal tersebut keluar dari corong dan bergerak bebas di udara.
Sehingga sekitar 0.8 gram naftalein tidak diketahui keberadaannya pada saat penimbangan
akhir pada kristal.
BAB V
KESIMPULAN
Dari percobaan ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa ‘
1) Dalam melakukan percobaan diperlukan ketelitian dan kesabaran
2) Proses pengeringan dalam oven termasuk hal yang sangat perlu untuk diperhatikan karena
cukup berpengaruh saat penimbangan massa kristal di akhir
3) Dari 2 gram benzoat kotor yang di kristalisasi diperoleh 4.11 gram kristal yang disebabkan
karena kurang maksimalnya proses pengeringan dalam oven.
4) Dari 1 gram naftaleina kotor diperoleh 0.2 gram krostal, hal ini disebabkan terlalu lama
memanaskan adanya uap yang keluar dan kekurangtelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Staff pengajar Kimia Organik. 2012. Penuntun Praktikum Kimia Organik 1. Bandung
: Laboratorium Kimia Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
http://prosessublimasi_chem-is-try,org diunggah pada Jum’at 20 April 2012 pukul
09.18
laporan praktikum kimia organik

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagai Mahasiswa pendidikan kimia, sering kali kita melihat di laboratorum, bahkan
dalam kehidupan sehari-hari kita sering melihat beberapa zat tidak murni. cara memurnikan
zat tersebut bisa digunakan berbagai cara, jika zat tersebut merupkan zat cair dapat dilakukan
dengan metode destlasi, adapun jika zat tersebut merupakan padatan, maka tekhnik
pemisahan yang dilakukan adalah dengan metode kristalisasi, namun jika zat padat tersebut
mudah menguap, maka pemurniannya dilakukan dengan metode sublimasi. Sebagai contoh
dari pemisahan kristalisasi pada kehidupan sehari-hari misalnya pada proses pengkristalan
garam dari air laut.
Teknik kristalisasi merupakan proses melarutnya zat padat tidak murni dalam pelarut
panas, yang dilanjutkan dengan pendinginan larutan tersebut untuk membiarka zat tersebut
mengkristal. kristalisasi ini didassarkan pada dua prinsip, yaitu:
1. Adanya perbedaan kelarutan zat-za padat dalam pelarut tertentu, baik dalam pelarut murni
maupun daam pelarut campuran.
2. suatu zat padat akan lebih larut dalam pelarut panas dibandingkan dalam pelarut dingin.
Sesuai dengan prinsip tersebut hal yang dapat menentukan keberhasilan pada
kristalisasi adalah memilih perat yang tepat. Dimana pelarut tersebut sukar melarutkan
senyawa pada suhu kamar, teapi dapat melarutkan dengan baik pada titik didihnya.
Dalam laboratorium, banyak sekali zat padat yang dapat larut dengan baik pada
keadaan panas namun sukar melarut pada keadaan dingin. misalnya asam benzoat,
C6H5COOH. Adapula zat yang dapat mudah menguap seperti naftalein. Untuk itu, pada
pemurnian Asam benzoat ini kami melakukannya dengan metode kristalisasi, sedangkan pada
pemurnian naftalein, kami melakukaan pemurniannya dengan sublimasi
1.2 Tujuan Percobaan
1. Memisahkan dan memurnikan campuran dengan metode rekristalisasi.
2. Memurnikan naftalen dengan metode sublimasi.
BAB II
DASAR TEORI

A. Kristalisasi
Kristalisasi adalah proses melarutkan zat padat tidak murni dalam pelarut panas, yang
dilanjutkan dengan pendinginan larutan tersebut untuk membiarkan zat tersebut mengkristal.
Proses ini adalah salah satu teknik pemisahan padat-cair yang sangat penting dalam industri,
karena dapat menghasilkan kemurnian produk hingga 100% (Zulfikar, 2011). Prinsip
pemisahaan atau pemurnian dengan teknik ini didasarkan pada:
1. Adanya perbedaan kelarutan zat-zat padat dalam pelarut tertentu, baik dalam pelarut murni
atau dalam pelarut campuran.
2. Suatu zat padat akan lebih larut dalam pelarut panas dibandingkan dengan pelarut dingin
Sesuai dengan prinsip dan teknik kristalisasi tersebut, hal yang menentukan keberhasilannya
adalah memilih pelarut yang tepat. Pelarut yang tepat adalah pelarut yang sukar melarutkan
senyawa pada suhu kamar, tetapi dapat melarutkan dengan baik pada titik didihnya.
Secara umum, rekristalisasi dilakukan sesuai dengan tahapan berikut ini:

Apabila larutan yang akan dikristalkan ternyata berwarna, padahal zat padatnya tak
berwarna, maka ke dalam larutan panas sebelum disaring ditambahkan norit (arang halus)
atau arang aktif. Tidak semua zat warna dapat diserap arang dengan baik. Zat warna yang
tidak terserap ini akan tetap tinggal dalam induk lindi tetapi akan hilang pada waktu
pencucian dan penyaringan. Penggunaan norit ini tidak boleh diulang apabila larutannya
masih berwarna. Penggunaan norit jangan berlebihan sebab bisa menyerap senyawanya (staf
pengajar kimia organic, 2012:11)
Larutan harus dalam keadaan jenuh karena jika larutan telah mencapai derajat saturasi
tertentu, maka di dalam larutan akan terbentuk zat padat kristaline. Oleh sebab itu derajat
supersaturasi larutan merupakan faktor terpenting dalam mengontrol operasi kristalisasi.
Adapun cara mencapai supersaturasi adalah:
a. Pendinginan
Yaitu mendinginkan larutan yang akan dikristalka sampai keadaan supersaturasi dimana
konsentrasi larutan lebih besar dari konsentrasi larutan jenuh pada suhu tersebut.
b. Penguapan Solvent
Larutan disiapkan dalam evaporator untuk dipekatkan, lalu dikristalkan dengan pendingn.
Cara ini digunakan untuk zat yang mempunyai kurva kelarutan agak dalam.
c. Evaporasi Adiabatis
Larutan dalam keadaan panas bila dimasukan ke dalam ruang vacuum, maka terjadi
penguapan dengan sendirinya, sebab tekanan totalnya menjadi lebih rendah dari tekanan uap
solvent pada suhu itu. Penguapan dan turunya suhu disertai kristalisasi.
d. Penambahan zat lain yang dapat menurunkan kelarutan zat yang akan dikristalisasi, misalnya
larutan NaOH ditambah gliserol, maka kelarutan NaOH menjadi turun dan larutan NaOH
mudah diendapkan
Kekuatan melarutkan suatu pelarut, pada umumnya bertambah dengan bertambahnya
titik didih. Umpamanya etanol dapat melarutkan dua kali lebih banyak dari pada metanol.
Kadang-kadang diperlukan pasangan/campuran pelarut. Dua pelarut yang dapat bercampur
satu sama lain, dengan kemampuan melarutkan yang berbeda, adalah pasangan pelarut yang
sangat berguna. Di bawah ini diberikan beberapa pasangan pelarut yang sering digunakan:
metanol-air, etanol-air, asam asetat-air, aseton-air, eteraseton, eter-metanol, eter-
petroleum eter, benzen-ligroin, metilkhlorida - metanol
B. Sublimasi
Sublimasi diartikan sebagai peristiwa yang melibatkan proses perubahan wujud zat
dari keadaan padat langsung ke keadaan gas atau proses sebaliknya. Padatan yang diperoleh
melalui proses sublimasi disebut sublimat. Jadi zat yang dimurnikan dengan cara sublimasi
adalah zat yang volatile (mudah menguap), sebagai contohnya adalah naftalen.
Naftalena (C10H8) merupakan senyawa murni pertama yang diperoleh dari fiksasi
didih lebih tinggi dari batu bara. Naftalen mudah di isolasi karena senyawa ini menyublim
dari gas sebagai padatan Kristal tak bewarna yang indah, dengan titik leleh 800C. naftalen
merupakan molekul planar dengan dua cincin benzene yang berfusi (bergabung).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat – alat yang digunakan


No Nama Alat Jumlah
1 Gelas Kimia 1 buah
2 Timbangan 1 buah
3 Botol semprot 1 buah
4 Tissue Secukupnya
5 Batang pengaduk 1 buah
6 Spirtus Pembakar 1 buah
7 Kassa, kaki tiga 1 buah
8 Korek api 1 buah
9 Corong 1 buah
10 Labu Erlenmeyer 1 buah
11 Cawan 1 buah
12 Spatula 1 buah

3.2 Bahan-bahan yang digunakan


No Nama Bahan Jumlah
1 C6H5COOH 2 gram
2 Kertas Saring Secukupnya
3 Air Secukupnya
4 Serbuk Kamper 1 gram

3.3 Gambar Alat

Gelas Kimia Timbangan

Botol Semprot Tissue

Batang Pengaduk Pembakar Spirtus


Kassa, kaki tiga Korek Api

Corong Labu Erlenmeyer

Spatula Cawan
3.4 Prosedur Percobaan
A. Kristalisasi Asam Benzoat dalam Air
Timbang 2 gram benzoat kotor, masukkan dalam gelas kimia 100 mL, lalu masukkan sedikit
demi sedikit sambil diaduk pelarut (air) dalam keadaan panas sampai asam benzoat tepat
larut. Setelah semua senyawa larut, tambahkan sedikit berlebih beberapa mL pelarut panas.
Didihkan campuran ini diatas kasa asbes dengan menggunakan pembakar bunsen (api jangka
terlalu besar). Siapkan corong penyaring kaca tangkai pendek, lengkapi dengan kertas saring.
Pasang labu Erlenmeyer bersih untuk menampung filtrat panas. Dalam keadaan panas,
tuangkan larutan ke dalam corong secepat mungkin (jangan sampai dingin). Jika larutan
menjadi dingin dan mengkristal, ulangi pamanasan di atas kasa, dan ulangi penyaringan,
sampai semua larutan tersaring. Biarkan filtrat dingin dengan penurunan suhu secara perlahan
(diudara terbuka) dan jangan diganggu atau diguncang, Jika semua Kristal sudah terbentuk
dan terpisah, lakukan penyaringan Kristal dengan dengan menggunakan corong. Cuci Kristal
dalam corong dengan sedikit pelarut dingin,satu sampai dua kali. Tekan Kristal dengan
spatula, sekering mengkin. Keringkan Kristal dalam oven. Timbang Kristal kering.

B. Sublimasi
Tempatkan dalam cawan porselen sekitar 1 gram serbuk kamper kotor. pasang diatas cawan
porselen corong dimana bagian ujungnya telah disumbat dengan kapas. Tutup cawan porseln
dengan kertas saring. letakan corong dengan posisi terbalik. lakukan pemanasan langsung
dengan api kecil. kumpulkan Kristal yang nepel dicorong. timbang Kristal.
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada percobaan kristalisasi ini, asam benzoate yang akan dimurnikan dilarutkan
dalam air. Air dipilih sebagai pelarut dikarenakan asam benzoate kurang larut dalam air pada
suhu kamar tetapi mudah larut pada titik didihnya. Maka dari itulah dilakukanlah pemanasan.
Sebagaimana diketahui bahwa laju reaksi meningkat dengan meningkatnya suhu,
Dikarenakan warna larutan sama dengan warna zat padatnya, yaitu sama-sama tidak
berwarna, maka norit tidak perlu ditambahkan ke dalam larutan. Setelah semua asam
benzoate larut, larutan panasnya segera disaring karena pembentukan kristalnya sangat cepat.
Setelah itu, larutan didinginkan. Hal ini dimaksudkan untuk menjenuhkan larutan karena
kristal terbentuk dalam larutan jenuh. Setelah itu, kristal dikeringkan dengan cara pemanasan.
Selanjutnya, Kristal kering ditimbang dan diperolehlah 1,01 gram kristal kering.
Jadi, dari 2 gram asam benzoate hanya diperoleh 1,01 gram atau 50,5% asam
benzoate murni. Perbedaan berat yang jauh ini dapat dikarenakan adanya asam benzoate yang
tertinggal di kertas saring sehingga tidak kuantitatif.
Percobaan yang kedua adalah sublimasi naftalen. Dari hasil pemurnian ini, didapatkan
naftalen sebanyak 0,221 gram atau 22,1% dari naftalen kotor. Hal ini disebabkan waktu yang
terlalu lama saat pemanasan sehingga banyak naftalen yang menguap. Seharusnya proses
sublimasi ini dilakukan dengan cepa

BAB V
KESIMPULAN

1. Diperoleh 1,01 gram asam benzoate murni dari teknik kristalisasi.


2. Diperoleh 0,221 gram naftalen murni dari teknik sublimasi.
DAFTAR PUSTAKA

Staf pengajar kimia organik. 2012. Penuntun Praktikum Kimia Organik I. Bandung: Universitas
Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Wikipedia. 2012. Kristalisasi. Web. [online]. Tersedia
http://id.wikipedia.org/wiki/Kristalisasi (diakses 15 mei 2012)
LAPORAN PRAKTIKUM REKRISTALISASI

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM

KIMIA ORGANIK I

“PEMURNIAN SECARA REKRISTALISASI”


(PERCOBAAN V)
OLEH:
KELOMPOK II

DAYAN IKHSANUDDIN : A1C4 13 008


MUSLIMA RAMADANI : A1C4 11 013
JUMIARTI : A1C4 13 018
MUHAMMAD NURHADI : A1C4 13 028
SYAMSUL : A1C4 13 040
ALFAHRU MANGIDI : A1C4 13 050
AGRY SAPUTRADANI : A1C4 13 060
USMAN BIN AMIN : A1C4 13 068
RAMLI SARMAN : A1C4 13 080

ASISTEN PEMBIMBING : MOH. TISAN (A1C4 11 078)

LABORATORIUM PENGEMBANGAN UNIT KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2014
ABSTRAK

Rekristalisasi adalah teknik pemunian suatu zat padat dari pengotornya dengan cara
mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai.Telah
dilakukan percobaan dengan judul Pemurnian Secara Rekristalisasi yang bertujuan agar
praktikan dapat memurnikan zat padat dengan cara rekristalisasi. Pada percobaan kali ini
digunakan metode rekristalisasi. Metode ini berdasarkan pada perbedaan daya larut antara zat
yang dimurnikan dengan pengotornya dalam suatu pelarut tertentu Karena konsentrasi total
pengotor biasanya lebih kecil dari konsentrasi yang dimurnikan dalam kondisi dingin
konsentrasi yang rendah tetap dalam larutan sementara zat yang berkonsentrasi tinggi akan
mengendap.Pada dasarnya peristiwa rekristalisasi berhubungan dengan reaksi pengendapan.
Endapan merupakan suatu zat yang memisah dari satu fase padat dan keluar kedalam
larutannya. Berdasarkan data hasil pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil
rendemen sebesar 54,3% dan zat pengotor sebesar 45,7%.

Kata kunci :rekristalisasi, rendemen.


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Memperoleh suatu senyawa kimia dengan kemurnian yang sangat tinggi merupakan hal

yang sangat esensi bagi kepentingan kimiawi. Metode pemurnian suatu padatan yang umum

yaitu rekristalisasi (pembentukan kristal berulang). Metode ini pada dasarnya

mempertimbangkan perbedaan daya larut padatan yang akan dimurnikan dengan pengotornya

dalam pelarut tertentu maupun jika mungkin dalam pelarut tambahan yang lain yang hanya

melarutkan zat-zat pengotor saja. Pemurnian demikian ini banyak dilakukan pada industri-

industri (kimia) maupun laboratorium untuk meningkatkan kualitas zat yang bersangkutan.

Pada penggunaan teknik rekristalisasi biasanya dilatarbelakangi karena senyawa organik

padat yang diisolasi dari reaksi organik jarang berbentuk murni. Senyawa tersebut biasanya

terkontaminasi dengan sedikit senyawa lain (impuritis) yang dihasilkan selama reaksi

berlangsung. Pemurnian padatan dengan kristalisasi didasarkan pada perbedaan dalam

kelarutannya dalam pelarut tertentu atau campuran pelarut. Bila suatu kristal sangat larut

dalam satu pelarut dan sangat tak larut dengan pelarut lain maka akan memberikan hasil

rekristalisasi yang memuaskan.

Ternik pemisahan atau pemurnian dari suatu zat yang telah tercemar atau mengalami

percampuran dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya :penyaringan, rekristalisasi,

dekantansi, absorpsi, sublimasi, dan ekstraksi. Penyaringan adalah proses pemisahan yang

didasarkan pada perbedaan ukuran partikel. Contohnya penyaringan suspensi kapur dalam

air. Rekristalisasi adalah proses keseluruhan melarutkan zat terlarut dan mengkristalkannya

kembali. Contohnya adalah pemurnian garam dapur. Dekantasi adalah proses pemisahan

suatu zat dari campurannya dengan mengendapkan zat lain, didasarkan pada massa jenis yang
lebih besar akan berada pada lapisan bagian bawah. Contohnya campuran pasir dan air.

Absorpsi adalah proses pemisahan suatu zat dengan menggunakan teknik penyerapan.

Contohnya sirup yang disaring dengan menggunakan norit. Sublimasi adalah proses

pemisahan dan pemurnian zat yang dapat menyublim dari suatu partikel atau zat yang

bercampur. Contohnya adalah pemisahan naftalena dari campurannya dengan garam.

Ekstraksi adalah proses pemurnian zat bercampur dengan menggunakan sifat kepolaran suatu

zat yang menggunakan corong pisah. Contohnya adalah pemisahan minyak goreng dari

campurannya. Namun pada praktikum ini melakukan pemurnian zat padat dengan metode

rekristalisasi.

Asam benzoat, C7H6O2 (atau C6H5COOH), adalah padatan kristal berwarna putih dan

merupakan asam karboksilat aromatik yang paling sederhana. Nama asam ini berasal dari

gum benzoin (getah kemenyan), yang dahulu merupakan satu-satunya sumber asam benzoat.

Asam lemah ini beserta garam turunannya digunakan sebagai pengawet makanan. Asam

benzoat adalah prekursor yang penting dalam sintesis banyak bahan-bahan kimia lainnya.

Untuk semua metode sintesis, asam benzoat dapat dimurnikan dengan rekristalisasi dari air,

karena asam benzoat larut dengan baik dalam air panas namun buruk dalam air dingin.

Penghindaran penggunaan pelarut organik untuk rekristalisasi membuat eksperimen ini aman.

Pelarut lainnya yang memungkinkan diantaranya meliputi asam asetat, benzena, eter

petrolium, dan campuran etanol dan air.

Berdasarkan pernyataan-pertnyataan di atas maka perlunya mengetahui cara

pemurnian zat padat secara rekristalisasi, dengan menggunakan suatu senyawa sebagai

sampel, sehingga dapat membedakan proses pemisahan melalui metode rekristalisasi dengan

metode lainnya. Untuk itu, dilakukan percobaan pemurnian secara rekristalisasi ini.

B. Tujuan Praktikum

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memurnikan zat padat dengan cara rekristalisasi.
C. Prinsip Percobaan

Prinsip percobaan dari praktikum ini yaitu melakukan pemurnian asam benzoat

tercemar dengan prinsip rekristalisasi berdasarkan daya larutnya dalam suatu pelarut tertentu

(air).

BAB II

TEORI PENDUKUNG

Rekristalisasi adalah teknik pemurnian suatu zat padat dari campuran atau

pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah

dilarutkan dalam pelarut (solven) yang sesuai atau cocok. Ada beberapa syarat agar suatu

pelarut dapat digunakan dalam proses kristalisasi yaitu memberikan perbedaan daya larut

yang cukup besar antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotor, tidak meninggalkan zat

pengotor pada kristal, dan mudah dipisahkan dari kristalnya. Dalam kasus pemurnian garam

NaCl dengan teknik rekristalisasi pelarut (solven) yang digunakan adalah air. Prinsip dasar

dari rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan

kelarutan zat pencampur atau pencemarnya. Larutan yang terbentuk dipisahkan satu sama

lain, kemudian larutan zat yang diinginkan dikristalkan dengan cara menjenuhkannya

(mencapai kondidi supersaturasi atau larutan lewat jenuh). Secara toritis ada 4 metoda untuk

menciptakan supersaturasi dengan mengubah temperatur, menguapkan olvens, reaksi kimia,

dan mengubah komposisi solven (Agustina, 2013).


Pengotor yang ada pada kristal terdiri dari dua katagori, yaitu pengotor yang ada pada

permukaan kristal dan pengotor yang ada di dalam kristal. Pengotor yang ada pada permukaa

n Kristal berasal dari larutan induk yang terbawa pada permukaan kristal pada saat proses

pemisahan padatan dari larutan induknya (retentionliquid). Pengotor pada permukaan

kristalini dapat dipisahkan hanya dengan pencucian. Cairan yang digunakan untuk mencuci

harus mempunyai sifat dapat melarutkan pengotor tetapi tidak melarutkan padatan kristal.

Salah satu cairan yang memenuhi sifat diatas adalah larutan jenuh dari bahan kristal yang

akan dicuci, namun dapa juga dipakai pelarut pada umumnya yang memenuhi krteria

tersebut. Adapun pengotor yang berada di dalam kristal tidak dapat dihilangkan dengan cara

pencucian. Salah satu cara untuk menghilangkan pengotor yang ada di dalam kristal adalah

dengan jalan rekristalisasi, yaitu dengan melarutkan kristal tersebut kemudian

mengkristalkannya kembali. Salah satu kelebihan proses kristalisasi dibandingkan dengan

proses pemisahan yang lain adalah bahwa pengotorhanya bisa terbawa dalam kristal jika

terorientasi secara bagus dalam kisi Kristal (Puguh, 2003).

Bahan pengikat pengotor adalah bahan atau zat yang dapat digunakan untuk mengikat

zat-zat asing yang keberadaannya tidak dikehendaki dalam zat murni. Secara teori garam

yang beredar di masyarakat sebagai garam konsumsi harus mempunyai kadar NaCl minimal

94,7% untuk garam yang tidak beriodium . Sesuai SNI nomor 01-3556-2000, garam

beriodium adalah garam konsumsi yang mengandung komponen utama NaCl (Natrium

Klorida/mineral) 94,7%, air maksimal 7 % dan Kalium Iodat (KIO3) mineral 30 ppm,

serta senyawa-senyawa lain sesuai dengan persyaratan yang ditentukan, namun pada

kenyataannya kadar NaCl pada garam dapur jauh di bawah standar.Oleh karena itu

penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan kadar NaCl yang dimurnikan

tanpa penambahan bahan pengikat pengotor, dengan penambahan bahan pengikat


pengotor Na2C2O4dan Na2CO3 atau penambahan Na2C2O4 dan NaHCO3 dengan

konsentrasi yang bervariasi pada pembuatan garam dapur dari air tua (Sulistyaningsih, 2010)

Tingginya nilai rendemen antosianin yang diperoleh dari ektraksi menggunakan

metanol danHCl 1% dan metanol 95% yang ditambahkan asam sitrat 3% dibandingkan

menggunakan pelarut lain disebabkan adanya kecocokan kepolaran antara pelarut dengan

bahan yang dilarutkan, sehingga campuran pelarut tersebut mampu melarutkan lebih

banyak antosianin keluar dari protoplasma sel kubis merah dan menghasilkan rendemen lebih

banyak. Pendapat ini didukung oleh Pifferi dan Voccari (1983 dalam Sari 2003) yang

menjelaskan bahwa jumlah rendemen dipengaruhi oleh efektifitas pelarut untuk

mengekstraksi antosianin, yang pada akhirnya akan mempengaruhi stabilitas antosianin

selamaproses ekstraksi (Wirda, 2011).

Padatan berwarna kuning yang terdapat pada fraksi A dan D direkristalisasi

mengunakan pelarut yang sama yaitu n-heksana aseton. Pemilihan pelarut tersebut

didasarkan pada prinsip rekristalisasi yaitu sampel yang tidak larut dalam suatu pelarut pada

suhu kamar tetapi dapat larut dalam pelarut pada suhu kamar. Jadi rekristalisasi meliputi

tahap awal yaitu melarutkan senyawa yang akan dimurnikan dalam sedikit mungkin pelarut

atau campuran pelarut dalam keadaaan panas atau bahkan sampai suhu pendidihan sehingga

diperoleh larutan jernih dan tahapan selanjutnya yaitu mendinginkan larutan yang akan dapat

menyebabkan terbentuknya kristal, lalu dipisahkan melalui penyaringan (Lukis, 2010).

BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

1. Alat
a. Gelas piala 100 mL 1 buah

b. Corong Buchner 1 buah

c. Spatula 1 buah

d. Pompa vakum 1 buah

e. Batang pengaduk 1 batang

f. Botol semprot 1 buah

2. Bahan

a. Asam Benzoat tercemar

b. Air Suling

c. Air es

d. Kertas saring 2 lembar

B. Prosedur Kerja

1. Memanaskan air suling hingga mendidih

2. Menimbang Asam Benzoat tercemar sebanyak 1 gram

3. Memasukkan Asam Benzoat tercemar ke dalam gelas kimia

4. Melarutkan Asam Benzoat tercemar dengan air panas

5. Menyaring larutan Asam Benzoat tersebut dalam keadaan panas dengan corong Buchner

6. Memisahkan antara residu (zat pengotor) dengan filtratnya


7. Mendinginkan filtrat dengan es batu hingga terbentuk Kristal

8. Menyaringkristal yang terbentuk

9. Memisahkan antara Kristal Asam Benzoat dengan pelarut (air)

10. Memperoleh Kristal Asam Benzoat sebanyak 0,543 gram

11. Menentukan berat rendemennya (%)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Hasil Praktikum

No Perlakuan Pengamatan
1. Air suling dipanaskan hingga air mendidih
Mendidih
2. 1 gram Asam Benzoat tercemar larutan berwarna bening dan
dilarutkan dengan air panasterdapat endapan putih
3. Larutan disaring dengan meng- diperoleh filtrate dan residu
gunakan corong Buchner
4. Filtrat didinginkan dan disaring terbentuk kristal
5. Kristal Asam benzoat dipisahkan diperoleh Kristal Asm Benzoat
dari pelarutnya bersih dari pengotornya
6. Kristal tersebut ditimbang Kristal Asam Benzoat sebanyak
0,543 gram
7. Ditentukan berat rendemennya hasil rendemen sebesar 54,3%
B. Perhitungan

Dik : Berat kertas saring kosong = 0,76 gram

Berat sampel (asam benzoate tercemar) = 1 gram

Berat Kristal dalam kertas saring = 1,303 gram

Berat Kristal asam benzoat = 1,303 gram – 0,76 gram

= 0,543 gram

Dit : Kadar Rendemen …?

Penyelesaian :

Rendemen =

= 54,3%

Zat pengotor = 100% - 54,3%

= 45,7%
C. Pembahasan

Pemisahan dan pemurnian adalah proses pemisahan dua zat atau lebih yang saling

bercampur serta untuk mendapatkan zat murni dari suatu zat yang telah tercemar atau

tercampur.Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang jamak

digunakan, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut

kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu

di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari

konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi

dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap.

Tahap-tahap dalam rekristalisasi yaitu (1) Pelarutan (2) Penyaringan (3) Pemanasan (4)

Pendinginan. Beberapa syarat pelarut yang baik untuk rekristalisasi antara lain : a) Memiliki

daya pelarut yang tinggi pada suhu tinggi dan daya pelarut yang rendah; b) Menghasilkan

kristal yang baik dari senyawa yang dimurnikan; c) Dapat melarutkan senyawa lain; d)

Mempunyai titik didih relatif rendah (mudah terpisah dengan kristal murni); e) Pelarut tidak

bereaksi dengan senyawa yang dimurnikan.

Suatu endapan mudah disaring dan dicuci sebagian besar tergantung pada struktur

morfologi endapan, yang terdiri dari bentuk dan ukuran-ukuran kristalnya.Semakin besar

kristal-kristal yang terbentuk selama berlangsungnya pengendapan, semakin mudah proses

penyaringannya dan mungkin sekali (meski tak harus) makin cepat kristal-kristal itu akan

turun keluar dari larutan, yang akan membantu penyaringan. Bentuk kristal juga penting.

Struktur yang sederhana seperti kubus, oktahedron, atau jarum-jarum, sangat

menguntungkan, karena mudah dicuci setelah disaring. Kristal dengan struktur yang lebih

kompleks, yang mengandung lekuk-lekuk dan lubang-lubang, akan menahan cairan induk
(mother liquid), bahkan setelah dicuci dengan seksama. Dengan endapan yang terdiri dari

kristal-kristal demikian, pemisahan kuantitatif lebih kecil kemungkinannya bisa tercapai.

Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua faktor penting

yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan

inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, tetapi tak satupun dari ini akan tumbuh

menjadi terlalu besar, jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju

pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat

jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju

pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi

ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-

kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh.

Asam benzoat yang digunakan dalam percobaan ini merupakan asam benzoat yang

belum murni atau masih kotor. Karena itu dilakukan pemurnian terhadap asam benzoat

tersebut agar terbebas dari zat pengotor melalui pemanasan bersama pelarutnya. Pelarut yang

digunakan adalah air. Air digunakan sebagai pelarut asam benzoat karena titik didih air lebih

rendah dari pada titik leleh asam benzoat yang sebesar 249 ˚C. Sesuai dengan persyaratan

sebagai pelarut yang sesuai yaitu titik didih pelarut harus rendah untuk mempermudah proses

pengeringan kristal yang terbentuk.

Berdasarkan syarat ini, titik didih air sebagai pelarut lebih rendah dari pada titik didih

asam benzoat sehingga kristal yang diinginkan pada saat pengeringan dapat terbentuk,

penggunaan air sebagai pelarut asam benzoat juga berhubungan dengan kelarutan. Sesuai

dengan syarat pelarut yang kedua yaitu pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan

dimurnikan dan tidak melarutkan zat pencemarnya. Reaksi antara air dan asam benzoat

menyebabkan terbentuknya ikatan hidrogen, inilah yang menyebabkan air dapat melarutkan

asam benzoat.
Langkah pertama yang dilakukan adalah proses pelarutan asam benzoat yang

berbentuk padatan agar menjadi suatu larutan. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan

asam benzoat ini adalah pelarut yang cocok. Hal ini ditujukan agar asam benzoat yang

dilarutkan dapat melarut dengan sempurna. Asam benzoat yang dilarutkan dalam air panas

tersebut akan terurai menjadi ion-ionnya Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah

pemanasan adalah menyaring larutan kedalam suatu wadah dengan menggunakan kertas

saring. Penyaringan ini bertujua untuk memisahkan antara zat yang telah larut dengan zat

pengotornya agar diperoleh zat yang lebih murni, namun untuk memperoleh hasil yang

maksimal maka perlakuan ini dilakukan dengan menggunakan suatu alat yang dikenal dengan

nama corong buchner.

Langkah selanjutnya lagi yaitu melakukan pendinginan. Jika belum terbentuk kristal

maka larutan di jenuhkan dengan cara penguapan, agar endapan dapat terbentuk dengan

mudah. Tapi jika kristal sudah mulai terbentuk, maka dilakukan penyaringan dengan

menggunakan kertas saring. Hal ini bertujuan untuk memisahkan endapan dari larutannya.

Filtrat hasil penyaringan tersebut akan digunakan untuk proses kristalisasi pada tahap

berikutnya. Agar proses rekristalisasi ini dapat berjalan dengan baik, kotoran mempunyai

kelarutan lebih besar dari senyawa yang diinginkan. Jika hal ini tidak terpenuhi maka kotoran

akan ikut mengkristal bersama senyawa yang diinginkan. Dampaknya menyebabkan kristal

yang diperoleh tidak murni lagi, dimana kemurnian suatu zat ditentukan oleh rendemen yang

diperoleh, semakin tinggi rendemen suatu zat maka tingkat kemurnian akan semakin tinggi

sedangkan semakin kecil nilai rendemen yang diperoleh dari suatu zat maka tingkat

kemurnian semakin rendah dan dari hasil percobaan ini diperoleh berat asam benzoate yang

murni sebesar 0,543 gram. Sehingga rendemen kristal asam benzoat yang diperoleh dari

perbandingan asam benzoat murni denagan asam benzoat tercemar sebesar 54,3 %. Sehinga

zat pengotor (residu) yang berada dalam sampel asam benzoat tercemar pada percobaan ini
sebesar 45,7 %. Sedikinya hasil rendemen yang diperoleh, dapat disebabkan karena pada saat

melarutkan asam benzoat dan dilanjutkan dengan menyaring suhu air tidak terlalu panas

sehingga asam benzoat tidak terlalu larut (larut secara sempurna).

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan dapat

disimpulkan bahwa pemurnian secara rekristalisasi didasarkan pada perbedaan daya larut

antara zat yang dimurnikan dengan pengotornya dalam suatu pelarut tertentu. Kristal Asam

Benzoat murni dapat kita pisahkan dan diperoleh kembali dari zat pengotornya (Asam

Benzoat tercemar). Kristal Asam Benzoat secara murni yang dapat diperoleh kembali yaitu

sebanyak 0,543 gram dengan jumlah rendemen sebanyak 54,3%.

B. Saran

Saran yang dapat kami ajukan dalam percobaan ini yaitu agar lebih memperhatikan

bahan-bahan yang akan digunakan untuk disimpan sesuai dengan tempatnya masing-masing

agar tidak membuat bingung para praktikan yang akan melakukan percobaan selanjutnya saat

mencari bahan yang diperlukan

DAFTAR PUSTAKA
Lukis, Prima Agusti. (2010). Dua Senyawa Mangostin dari Ekstak n-Heksan padaKayu Akar Manggis
( Garcinia mangostana, Linn). Institut Teknologi Sepuluh September. Surabaya. Diakses
tanggal 8 Desember 2014
Rositawati, Agustina Leokrist., Dkk, (2013). Rekristalisasi Garam Rakyat dari Daerah Demak untuk
Mencapai SNI Garam Industri.Jurnal Teknologi Kimia Dan Industri. Vol. 2, No.4.Universitas
Diponegoro. Semarang. Diakses tanggal 8 Desember 2014
Setyopratomo, Puguh. Dkk, (2003). Studi Eksperimental Pemurnian Garam NaCl dengan
CaraRekristalisasi. Universitas Surabaya
Sulistyaningsih, Triastuti.Dkk, (2010). Pemurnian Garam Dapur Melalui Metode Kristalisasi Air Tua
dengan Bahan Pengikat Pengotor Na2C2O4-NaHCO3 dan Na2C2O4-Na2CO3.Vol.8, No.
1Universitas Negri Semarang
Wirda, Zurrahmi. dkk. (2011). Pengaruh Berbagai Jenis Pelarut dan Asam Terhadap Rendemen
Antosianin dari Kubis Merah (Brassica Oleraceae Capitata). Vol 18. No 2.Universitas
Malikussaleh Reuleut-Aceh utara.Banjarbaru

Das könnte Ihnen auch gefallen