Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Tim dosen:
DAFTAR ISI
MODUL PRAKTIKUM
I. SEDIAAN YANG DIPRAKTIKUMKAN
A. SUSPENSI
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair. Suspensi oral : sediaaan cair mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan ditujukan untuk
penggunaan oral.
Jenis-jenis suspensi digolongkan dalam beberapa kriteria, yaitu berdasarkan
penggunaan, berdasarkan istilah dan berdasarkan sifat.
1. Berdasarkan penggunaan (FI IV, 1995):
a. Suspensi oral, sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa
cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk penggunaan
oral.Suspensi topikal, sediaan cair mengandung partikel-partikel padat yang terdispersi
dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan kulit.
b. Suspensi tetes telinga, sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan
untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
c. Suspensi optalmik, sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang
terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.
Syarat suspensi optalmik :
1). Obat dalam suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan
iritasi dan atau goresan pada kornea.
2). Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras atau
penggumpalan.
2. Berdasarkan istilah:
a. Susu, untuk suspensi dalam pembawa yang mengandung air yang ditujukan untuk
pemakaian oral. (contoh : Susu Magnesia)
b. Magma, suspensi zat padat anorganik dalam air seperti lumpur, jika zat padatnya
mempunyai kecenderungan terhidrasi dan teragregasi kuat yang menghasilkan
konsistensi seperti gel dan sifat reologi tiksotropik (contoh : Magma Bentonit).
c. Lotio, untuk golongan suspensi topikal dan emulsi untuk pemakaian pada kulit
(contoh : Lotio Kalamin)
3. Berdasarkan sifat:
a. Suspensi Deflokulasi
1). Partikel yang terdispersi merupakan unit tersendiri dan apabila kecepatan
sedimentasi bergantung daripada ukuran partikel tiap unit, maka kecepatannya
akan lambat.
2). Gaya tolak-menolak di antara 2 partikel menyebabkan masing-masing partikel
menyelip diantara sesamanya pada waktu mengendap.
3). Supernatan sistem deflokulasi keruh dan setelah pengocokan kecepatan
sedimentasi partikel yang halus sangat lambat.
4). Keunggulannya: sistem deflokulasi akan menampilkan dosis yang relatif homogen
pada waktu yang lama karena kecepatan sedimentasinya yang lambat.
5). Kekurangannya: apabila sudah terjadi endapan sukar sekali diredispersi karena
terbentuk masa yang kompak.
6). Sistem deflokulasi dengan viskositas tinggi akan mencegah sedimentasi tetapi
tidak dapat dipastikan apakah sistem akan tetap homogen pada waktu paruhnya.
b. Suspensi Flokulasi
1). Partikel sistem flokulasi berbentuk agregat yang dapat mempercepat terjadinya
sedimentasi. Hal ini disebabkan karena setiap unit partikel dibentuk oleh kelompok
partikel sehingga ukurang agregat relatif besar.
2). Cairan supernatan pada sistem deflokulasi cepat sekali bening yang disebabkan
flokul-flokul yang terbentuk cepat sekali mengendap dengan ukuran yang
bermacam-macam.
3). Keunggulannya: sedimen pada tahap akhir penyimpanan akan tetap besar dan
mudah diredispersi.
4). Kekurangannya: dosis tidak akurat dan produk tidak elegan karena kecepatan
sedimentasinya tinggi.
5). Flokulasi dapat dikendalikan dengan:
a) Kombinasi ukuran partikel
b) Penggunaan elektrolit untuk kontrol potensial zeta.
Penambahan polimer mempengaruhi hubungan/ struktur partikel dalam suspensi.
Formula Umum
1. Zat aktif
2. Bahan Tambahan
a. Bahan pensuspensi / suspending agent
Fungsi: Memperlambat pengendapan, mencegah penurunan partikel, dan mencegah
penggumpalan resin dan bahan berlemak. Cara Kerja: meningkatkan kekentalan.
Kekentalan yang berlebihan akan mempersulit rekonstitusi dengan pengocokan. Suspensi
yang baik mempunyai kekentalan yang sedang dan partikel yang terlindung dari
gumpalan/aglomerasi. Hal ini dapat dicapai dengan mencegah muatan partikel, biasanya
muatan partikel ada pada media air atau sediaan hidrofil.
Faktor pemilihan suspending agent
1). Penggunaan bahan (oral / topikal)
2). Komposisi kimia
3). Stabilitas pembawa dan waktu hidup produk (shelf life)
4). Produk, sumber, inkompatibilitas dari suspending agent.
Contoh :
1). Golongan Polisakarida, contoh Acacia gum, tragakan, alginat starc
2). Golongan selulosa larut air (Water soluble celluloses), contoh Metil selulosa, hidroksi
etilselulosa, Na-CMC, avicel
3). Golongan tanah liat (Clays), contoh Bentonit, alumunium magnesium silikat,
hectocrite, veegum
4). Golongan sintetik, contoh: Carbomer (carboxyvinyl polymer), Carboxypolymethylene,
Colloidal silicon dioxide.
3. Bahan Pembasah (Wetting agent)/Humektan
Fungsi: menurunkan tegangan permukaan bahan dengan air (sudut kontak) dan
meningkatkan dispersi bahan yang tidak larut. Bahan pembasah yang biasa digunakan adalah :
surfaktan yang dapat memperkecil sudut kontak antara partikel zat padat dan larutan
pembawa. Surfaktan kationik dan anionik efektif digunakan untuk bahan berkhasiat dengan
zeta potensial positif dan negatif. Sedangkan surfakatan nonionik lebih baik untuk pembasah
karena mempunyai range pH yang cukup besar dan mempunyai toksisitas yang rendah.
Konsentrasi surfaktan yang digunakan rendah karena bila terlalu tinggi dapat terjadi
solubilisasi, busa dan memberikan rasa yang tidak enak.
Cara kerja: Menghilangkan lapisan udara pada permukaan zat padat, sehingga zat
padat + humektan lebih mudah kontak dengan pembawa. Contoh: gliserin, propilen glikol,
polietilen glikol, dll.
4. Pemanis
Fungsi : untuk memperbaiki rasa dari sediaan
Catatan :
a. Pemanis yang biasa digunakan: sorbitol, sukrosa 20 25 %
b. Sebagai kombinasi dengan pemanis sintetis: siklamat 0,5 %; sakarin 0,05 %
c. Kombinasi sorbitol: sirupus simplex = 30 % b/v : 10 % b/v ad 20 25 % b/v total
d. pH > 5 dipakai sorbitol, karena sukrosa pada pH ini akan terurai dan menyebabkan
perubahan volume.
8. Pendapar
Fungsi :
a. Mengatur pH
b. Memperbesar potensial pengawet
c. Meningkatkan kelarutan
Dapar yang dibuat harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk mempertahankan pH.
Pemilihan pendapar yaitu dengan pendapar yang pKa-nya berdekatan dengan pH yang
diinginkan Pemilihan pendapar harus mempertimbangkan inkompatibilitas dan toksisitas.
Dapar yang biasa digunakan antara lain dapar sitrat, dapar posfat, dapar asetat.
Prosedur umum
1. Timbang sejumlah zat aktif dan eksipien sesuai dengan yang dibutuhkan.
2. Zat aktif dilarutkan dalam pelarutnya dan diaduk. Bila terjadi flokulasi maka dibutuhkan
kecepatan tinggi dalam pengadukan.
3. Buat campuran I zat yang larut air, aduk hingga sampai terdispersi sempurna selama
beberapa menit
4. Buat campuran II zat yang mengandung suspending agent, aduk hingga sampai terdispersi
sempurna selama beberapa menit
5. Campurkan kedua campuran dan aduk hingga bercampur sempurna selama beberapa
menit
6. Suspensi yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi (filler) dan diisikan ke dalam
botol sebanyak yang dibutuhkan
7. Kemas, beri etiket dan brosur
FORMULA 1
N Nama Sat Jml Alat Sat Jml
o
1. Aluminium hidroksida
2. Magnesium hidroksida
3. Dimetikon
4. Na-CMC
5. ..
FORMULA 2
No Nama Sat Jml Alat Sat Jml
1. Pektin
2. Kaolin
3. Pirantel pamoat
4. Saccharum album
5. .
FORMULA 3
No Nama Bahan Sat Jml Alat Sat Jml
1. Calamin
2. Bentonit
3. Zink oksida
4. Calsium hidroksida
5. .
B. EMULSI
Emulsi sedapat mungkin adalah suatau campuran rata daripada minyak, lemak, harsa.
Pada umumnya yang tidak bercampur dengan air yang dibuat menurut lazimnya dengan
penambahan suatu zat pembantu yang terutama karena sifatnya yang koloidal akan menaikkan
viskositas campuran tersebut. (gom. Putih telur, dsb).
Macam emulsi:
1. Emulsi vera = emulsi naturalis = emulsi alam, yang dibuat dari bahan-bahan dasar yang
di dalamnya terdapat minyak yang diemulsikan bersama-sama dengan emulgatornya,
dengan pencampuran yang baik dalam air terbentuk emulsi.
2. Emulsi spuria = emulsi artificiale = emulsi buatan, dimana harus ditambahkan emulgator
dan kemudian air, disinipun diperoleh emulsi dengan pencampuran yang baik.
Jenis emulsi :
1. Zat yang tak larut (misalnya minyak) terdispersi dalam air. Jadi keseluruhannya terdiri
dari tetesan-tetesan minyak yang halus yang melayang dalam air. Peristiwa inilah yang
terbanyak. Oleh karena zat yang melingkungi adalah air, maka emulsi ini dapat diencerkan
dengan air. Dinamakannya emulsi O/W (minyak dalam air). Suatu emulsi O/W yang dari
alam, ialah air susu, disini lemak mentega terdispersi dalam air, emulgatornya terdiri dari
putih-putih telur.
2. Air berbentuk tetesan-tetesan terbagi dalam zat yang tak larut. Hal ini banyak terdapat
dalam salep-salep. Orang menamakannya emulsi W/O (air dalam minyak). Emulsi-emulsi
ini tak dapat bercampur dengan air, tetapi dapat dengan zat yang tidak larut, misalnya
minyak. Suatu contoh dari alam ialah mentega.
1. EMULSI VERA
Susu-susu biji
- Diambil 10 bagian biji untuk 100 bagian emulsi, kecuali jika diminta lain.
- Biji-biji harus dicuci dulu
- Emulsi kacang tanah kulitnya dibuang dahulu
Tidak tersatukan dengan : - elektrolit-elektrolit
- spritus
- zat penyamak
2. EMULSI SPURIA
a. Farmakope Belanda mengatakan bahwa kalau tidak disebut lain, maka suatu emulsi
senantiasa dibuat dengan gom.
b. Perbandingannya 10 : 100, kecuali diminta perbandingan lain, atau jika obat berkhasiat
kuat (Ol. Chenopodii etc.).
c. Emulsum oleosumMixtura oleosa: dibuat dengan Oleum Amygdalarum 10%.
d. Jika tidak disebutkan emulgatornya, maka selalu dipakai gom. Gom yang dipakai = x
berat minyak, kecuali untuk Ol. Ricini, gom = 1/3 x berat minyak.
e. Mortir yang dipakai ialah yang kasar, bersih dan kering.
f. Jumlah air yang ditambahkan sekaligus untuk korpus emulsi :
= Jumlah minyak + gom = 1 x berat gom
2
R/ Ol. Olivar. 20 *Di sini banyak minyak = gom
Pulv. Gumm. ar. 20 Air ditambahkan sedikitnya = gom = 20 g
Sir. Simpleks 20 Janganlah air dipakai kurang daripada beratnya gom
Aquan ad 200 Jika air kurang, kurang bagus jadinya.
Apabila gom kurang daripada x berat minyak, diambil minyak = 2 x berat gom, lalu
tambahkan gom. Air = 1 x, buat korpus emulsi sisa minyaknya ditambahkan tetes demi
tetes.
g. Penambahan-penambahan selalu dalam keadaan encer. Bahan-bahan yang tidak larut,
digerus (afslibben) dengan air atau dengan cairan lain.
h. Asam dan alkali
Larutan garam Selalu ditambahkan dalam keadaan setelah diencerkan
Larutan spiritus
Tincture
i. Zat-zat yang memecahkan emulsi :
- Acidum salicylicum - Elektrolit-elektrolit
- Aether - Extractum liquidum
- Aethylis Acetas - Garam-garam
- Alkohol - Phenol
- Asam-asam - Tinctura
Emulgator-emulgator Lainnya
1. Emulgator Modern, contoh: bentonit: emulsi Penzylis Benzoas.
a. Bentonit ditaburkan di atas air, tanpa diaduk dan dibiarkan 24 jam, kemudian baru
diaduk.
b. Bentonit sedikit-sedikit ditaburkan di atas air panas 80 oC, biarkan 24 jam kemudian
baru diaduk.
Biasanya agar cepat, dibiarkan sebentar setelah ditaburkan, lalu diaduk. Maksud
didiamkan 24 jam ialah agar mengembang sempurna.
Van Duin: salep-salep yang dibuat dengan bentonit + air tak tahan lama karena air
memisah. Sebaiknya ditambahkan suatu lemak.
a. Emulgide : o/w, harus ada minyak/air; dalam salep normal 5%. Emulgide dan minyak
dipanaskan di penangas air sampai 70oC. Kemudian ditambah air 70oC dan di aduk
sampai dingin. Jika emulgide harus dinetralkan, maka ditambahkan larutan Natrii
phosphas acidus pada suhu 70oC.
b. Natrii laurylsulfas : o/w, dalam 1-2% zat pemantap emulsi.
Formula Umum
1. Zat aktif
2. Eksipien:
a. Emulgator
b. Pelarut
c. Pengawet
d. Antioksidan
e. Pemanis
f. Perasa
g. Pewarna
Prosedur umum
1. Timbang sejumlah zat aktif dan eksipien sesuai dengan yang dibutuhkan.
2. Zat aktif dilarutkan dalam pelarutnya dan diaduk. Bila terjadi flokulasi maka dibutuhkan
kecepatan tinggi dalam pengadukan.
3. Buat campuran I zat yang larut air, aduk hingga sampai terdispersi sempurna selama
beberapa menit
4. Buat campuran II zat yang termasuk fase minyak (mengandung emulgator), aduk hingga
sampai terdispersi sempurna selama beberapa menit
5. Campurkan kedua campuran dan aduk hingga bercampur sempurna selama beberapa
menit
6. Emulsi yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi (filler) dan diisikan ke dalam
botol sebanyak yang dibutuhkan
7. Kemas, beri etiket dan brosur
FORMULA 4
No Nama Bahan Sat Jml Alat Sat Jml
1. Oleum iecoris
2. Calsium hipofosfat
3. Natrium hipofosfat
4. Parafin liquidum
5. Fenolftaleina
6. Saccharum album
7. .
FORMULA 5
No Nama Bahan Sat Jml Alat Sat Jml
1. Stearil alkohol
2. Setil alkohol
3. PEG 400
4. Isopropil palmitat
5. TEA lauryl sulfat
6. Natrium alginat
7. Gliserin Mono Stearat
8. .
C. SUPPOSITORIA
Suppositoria adalah bentuk obat luar berupa torpedo, kerucut atau bulat telur yang cara
pemakaiannya dimasukan ke dalam dubur. Pada suhu kamar berbentuk padat dan akan
mencair pada suhu tubuh.
Massa suppositoria Berat (gram)
Anak-anak Dewasa
Oleum cacao 3 2
Gelatin 4 2,5
Sapo-glycerin 4 4
Glycerin-gelatin 4 3
Carbowax (PEG) 3,9 2,5
a. Sebagian oleum cacao dapat diganti dengan unguentum simp[leks paling banyak 5% yaitu
jika tidak boleh ada air misalnya diuretin dan tanin atau obat yang dipakai tidak larut
dalam air. Unguentum simpleks terdiri dari cera flava 30% dan oleum sesami 70%.
b. Sebagian oleum cacao diganti dengan cera flava 6% jika terdapat zat-zat yang higroskopis
jika yang mencair dengan oleum cacao misalnya Camphora, Menthol, Chloralhidrat,
Thymol.
c. Pengerjaan dalam suppositoria sama dengan pembuatan salep yaitu bila daya serap oleum
cacao akan air kecil.
Formula Umum
1. Zat aktif
2. Basis:
a. surface-active agent, contoh sorbitan ester dan polyoxyethylene sorbitan fatty acid
ester
b. Zat untuk menurunkan higroskopisitas
a. Zat untuk mengkontrol melting point basis, contoh glyceryl monostearate, myristyl
alcohol, polysorbate 80 dan propylene glycol.
Prosedur Umum
R/ Extr. Ratanhiae 0,4
Oleum cacao q.s.
m.f.supp.dtd.No.IV
Sebelum dibuat massanya terlebih dahulu diketahui dengan cara apa kita mengolahnya yaitu
dengan cara menggulung: massa dibuat 1 berlebih, jadi untuk 6 supp dibuat massa 7 supp.
Dengan cara menuang: diambil 50% berlebih jadi untuk 6 supp dibuat massa 9 supp. Dengan
cara mencetak dengan press: dibuat massa 2 berlebih jadi untuk 6 subb dibuat massa 8 supp.
1. Cara menggulung
Berat seluruh suppositoria 3 x 7 = 21 gram. Extraks ratanhiae tidak dapat dihaluskan begitu
saja karena akan terbentuk titik-titik ratanhiae. Jadi dilarutkan dalam air sedikit. Untuk 4 gram
extraks diperlukan 4 gram air, jadi untuk 7 supp diperlukan 7 x 0,4 gram extraks. Dari
campuran extraks dan air 8 gram tadi ditimbang 5,6 gram dan campuran ini mengandung 2,8
gram extraks. Berat oleum cacao untuk 7 supp 21 5,6 = 15,4 gram. Karena banyak air maka
sebagian oleum cacao harus diganti dengan cera flava 6% jadi jumlah cera nya 6% x 15,4 =
0,924 gram. Maka massanya adalah ;
Oleum cacao = 15,4 0,924 = 14,476 gram
Cera flava = 0,924 gram
Extr. Ratanhiae + air = 5,6 gram
Jumlah berat = 21 gram
2. Cara menuang
Diambil 50% berlebih jadi dibuat massa untuk 9 supp. Untuk 9 supp dibutuhkan 3,6 gram
extraks dalam 10 gram campuran diambil 7,2 gram yang mengandung 3,6 gram extraks. 9
supp beratnya + 3 x 9 = 27 gram.
Oleum cacau yang dibutuhkan = 19,8 gram
Lebih baik ditambahkan cera flava 6% = 1,188 gram
Jadi oleum cacau yang diperlukan = 19,8 1,188 = 18,612 gram
Pembuatannya mula-mula cera flava dilumerkan di atas water bath setelah melebur diangkat
dan ditambahkan oleum cacao lalu disimpan diatas water bath dengan suhu tidak lebih dari
45oC. Setelah keduanya meleleh, ekstrak ditambahkan dan dicampur hingga homogen.
Kemudian dituangkan ke dalam cetakan dan dimasukkan ke dalam lemari es agar cepat
membeku.
3. Cara mencetak dengan menggunakan press
Caranya sama dengan menggulung jika tidak disebutkan apa-apa maka dapat dipilih salah
satu pembuatan di atas.
SUPPOSITORIA DENGAN GELATIN
Menurut farmakope Belanda dan CMN perbandingannya adalah
CMN Farmakope Belanda
Gelatin 14 2
Aqua 16 4
Gliserin 70 5
Suppositoria dengan gelatin hanya dapat dibuat dengan cara menuang, dan harus diambil 50%
berlebih. Senyawa-senyawa yang bereaksi asam tidak boleh dicampur dengan gelatin karena
OTT.
FORMULA 6
No Nama Bahan Sat Jml Alat Sat Jml
1. Gelatin powder
2. Gliserin
3. Ol. Cocoa
4. Cera alba
5. Bismut subgalat
6. Bismut subiodida
7. Bismut resorsin
8. Peru Balsam
9. Zink oksida
10. .
D. OVULA
Ovula disebut juga globuli vaginales atau suppositoria vaginales.
Modul Praktikum TFSSL 2015
12
E. SOLUTIO
Larutan didefinisikan sebagai sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia
yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air. Larutan obat-obat dalam air yang
mengandung gula digolongkan sebagai sirup; larutan yang mengandung hidroalkohol yang
diberi gula (kombinasi dari air dan etil alkohol) disebut eliksir; larutan dari bahan-bahan yang
berbau harum disebut spirit jika pelarutnya mengandung alkohol atau air aromatik (Ansel,
1989). Larutan oral, sirup dan eliksir dibuat dan digunakan karena efek tertentu dari zat obat
yang ada. Dalam sediaan ini zat obat umumnya diharapkan dapat memberikan efek sistemik,
biasanya berarti bahwa absorpsinya dalam sistem saluran cerna ke dalam sirkulasi sistemik
dapat diharapkan terjadi lebih cepat daripada bentuk sediaan suspensi padat atau padat dari
zat yang sama. Untuk sediaan larutan hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah kelarutan
dari zat-zat yang akan digunakan (Ansel, 1989). Zat pelarut disebut juga solvent, sedangkan
zat yang terlarut disebut solute.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan antara lain:
1. Sifat solute atau solvent
2. Cosolvensi
3. Kelarutan
4. Temperatur
5. Salting out
6. Salting in
7. Pembentukan kompleks
Formulasi sediaan cair farmasi memerlukan beberapa pertimbangan antara lain:
a. Konsentrasi obat
b. Kelarutan obat
c. Pemilihan pembawa air
d. Stabilitas fisika dan kimia
e. Pengawetan sediaan
f. Pemilihan eksipien yang sesuai seperti dapar, pensolubilisasi, pemanis, peningkat
viskositas, pewarna, dan flavor (Agoes, 2008)
Formula Umum
R/ Zat aktif
Bahan tambahan
Pelarut
Bahan tambahan
Bahan tambahan yang biasanya digunakan dalam sediaan sirup antara lain:
1. Zat pemanis
Diperlukan dalam sediaan oral cair. Digunakan untuk menutupi rasa pahit atau
konstituen rasa yang tidak dapat diterima. Contoh: sukrosa, sorbitol, manitol, glukosa
cair, madu,sakarin, dll
2. Bahan flavor
Sangat penting untuk sediaan likuid oral. Contoh: minyak jeruk, vanili, dll
3. Zat warna
Digunakan untuk menambah daya tarik sirup, umumnya digunakan zat warna yang
berhubungan dengan pemberi rasa yang digunakan (misalnya hijau untuk rasa
apel/rasa permen).
4. Pengawet
Jumlah pengawet yang dibutuhkan untuk menjaga sirup terhadap pertumbuhan
mikroba berbeda-beda sesuai dengan banyaknya air yang tersedian untuk
pertumbuhan, sifat dan aktivitas sebagai pengawet yang dimiliki oleh beberapa bahan
formulasi dan dengan kemampuan pengawet itu sendiri. Contoh: asam benzoat (0,1
0,2%), natrium benzoat (0,1 0,2%), asam borat dan garamnya, dll.
5. Dapar
Dapar yang umumnya digunakan dalam sediaan farmasi cair antara lain: asam asetat
dan garamnya, asam sitrat dan garamnya, asam glutamat, garam asam fosfat.
6. Antioksidan
Antioksidan ditambahkan ke dalam larutan tersendiri atau dalam bentuk kombinasi.
7. Bahan pengontrol viskositas
Adakalanya dibutuhkan bahan peningkat viskositas untuk mengontrol atau
meningkatkan kemudahan untuk dituang sebelum digunakan. Contoh: Na CMC
Pelarut
Beberapa pelarut yang sering digunakan pada sediaan larutan antara lain: air, alkohol, gliserin.
Prosedur Umum
Larutan encer dapat dibuat dengan cara melarutkan secara tepat dengan menambahkan solut
ke dalam solven dan diaduk sampai larut.untuk zat yang tidak mudah larut atau konsentrasi
tinggi, kemungkinan doperlukan pemanasan. Eksipien biasanya ditambahkan menurut urutan
tertentu untuk meningkatkan kecepatan disolusi dan untuk mempermudah agar dapat cepat
mencapai kesetimbangan. Flavor ditambahkan terakhir. Solut yang berada dalam konsentrasi
kecil, sebelum ditambahkan harus dilarutkan terlebih dahulu sebelum dicampurkan. Setelah
semua tercampur dan homogen sirup dikemas dan diberi etiket serta brosur.
Evaluasi
Evaluasi sediaan cair meliputi:
a. Organoleptis : warna, bau, rasa
b. Fisika
c. Kimia
FORMULA 8
N Nama Bahan Sat Jm Alat Sat Jml
o l
1. Natrium lauril sulfat
2. Natrium cocoil sarcosinat
3. Palm kernel oil
4. Dietanolamid
5. Cocoamidopropil betaine
6. Ekstrak lidah buaya
7. Madu
8. Parfum
9. Betaine
10. .
F. PASTA
Pasta merupakan sediaan semipadat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang
ditujukan untuk pemakaian topikal (FI IV, 1994). Pasta merupakan ointmen yang
mengandung sekitar 50% serbuk yang terdispersi dalam basis berlemak., namun pasta kurang
berlemak dibandingan ointmen karena sebuk akan mengabsorpsi sebagian hidrokarbon air
(Aulton, Pharmaceutical Practice). Pasta biasanya digunakan sebagai penghambat yang
melindungi kulit seperti pengobatan dengan masker atau pelindung muka dan bibir dari
matahari.
Penggolongan
Menurut FI IV, ada dua kelompok utama pasta:
a. Kelompok pasta yang dibuat dari gel fase tunggal mengandung air.
Contohnya: pasta natrium karboksi metilselulosa (CMC)
b. Kelompok pasta berlemak
Contohnya: pasta Zink oksida (pasta padat, kaku, tidak meleleh pada suhu tubuh dan
berfungsi sebagai pelindung bagian yang diolesi)
Berdasarkan kandungannya ada 3 macam pasta:
a. Pasta berlemak
Merupakan salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat. Bahan dasar salep: vaselin,
parafin cair.
b. Pasta kering
Merupakan pasta bebas lemak mengandung 60%zat padat (serbuk)
c. Pasta pendingin
Keuntungan dan kerugian bentuk sediaan pasta antara lain:
1. Pasta mengandung lebih banyak bahan padat dan oleh karena itu lebih kental dan kurang
meresap daripada salep. Pasta biasanya digunakan karena kerjanya yang melindungi dan
kemampuannya menyerap kotoran serum dari luka-luka di kulit.
2. Konsep pembuatan pasta adalah bahwa konsentrasi zat padat yang tinggi dapat
mengabsorpsi eksudat kulit, namun karena partikel tersebut disalut lemak, maka
membatasi penyerapan air. Konsistensinya yang tinggi menjadikan pasta dapat berfungsi
sebagai pelokalisasi zat yang iritan.
3. Pasta berlemak ternyata kurang berminyak dan lebih menyerap dibanding salep karena
tingginya kadar obat yang mempunyai afinitas terhadap air. Pasta ini cenderung untuk
menyerap sekresi seperti serum dan mempunyai daya penetrasi dan daya maserasi lebih
rendah dibandingkan salep. Oleh karena itu psta digunakan untuk luka dengan lesi akut
yang cenderung membentuk kerak.
Formula Umum
R/ Zat aktif
Basis
Zat tambahan
Zat aktif
Zat aktif yang sring digunakan misalnya zink oksida, sulfur, dan zat aktif lain yang
tentunya dpaat dibuat dalam bentuk sediaan semi solid. Sifat zat aktif yang perlu
diperhatikan ialah zat aktif harus mampu didispersikan secara homogen pada basis namun
dapat lepas dengan baik dari basis dan dapat menembus kulit untuk mencapai tujuan
farmakologisnya.
Basis
Basis yang digunakan untuk pembuatan pasta ialah basis berlemak atau basis air. Macam-
macam basis yang dapat digunakan untuk pembuatan pasta antara lain: vaselin, lanolin
anhidrat, bees wax, dll.
Bahan tambahan
a. Pengawet
Bahan pengawet yang digunakan perlu dijaga kestabilannya. Bahan pengawet adapula
yang dpat berinteraksi dengan zat lainnya termasuk zat aktif juga wadah sediaan
sehingga benar-benar perlu diperhatikan.
Contoh: metil paraben, propil paraben, dll
b. Antioksidan
Antioksidan digunakan apabila ada kemungkinan terjadi oksidasi dan dapat merusak
sediaan.
G. KRIM
1. Kadar air krim ca. 30% untuk cosmetica kadar air 100% atau lebih dibanding lemaknya.
2. Emulgator-emulgator pada krim:
EMULGIDE
1. Sifatnya alkalis
2. Kalau ada zat-zat yang tidak tahan alkali, maka Emulgide dinetralkan dengan NaHPO4 2%
dari jumlah emulgide.
Pembuatan :
1. Emulgide dan minyak dilebur bersama-sama di-w.b. Kalau minyaknya Iecoris Aselli dan
dipakai sebagai obat, maka Emulgide lebih dulu dilebur setelah 70 o yang kedalamnya
sudah ditambahakan NaHPO4 2%, aduk sampai dingin.
2. Emulgide dan minyak membentuk emulsi tipe O/W.
R/ Emulgide 15 R/ Emulgide 10 R/ Emulgide 15 R/ Emulgide 10
Ol. Sesami 15 Ol. Sesami 30 Ol. Arach. 15 Ol. Arach. 15
Aquam ad 100 Aquam ad 100 Aquam ad 100 Aq. 65
CERA LANETTE
Sifatnya alkalis
Pembuatan: sama dengan cara pada emulgide, Cera lanette + Ol. Arach dilebur di w.b.
diamkan 70oC. Ditambah air 70oC, aduk sampai dingin, tak perlu dinetralkan. Cera Lanette
dengan minyak membentuk emulsi W/O
R/ Cera Lanette 15 R / Cera Lanette 10 R/ Cera Lanette 15
Oleum Arachidis 15 Ol. Sesami 15 Cetiol 10 20
Aquam ad 100 Aquam ad 100 Aquam ad 100
TRIETHANOLAMINE
1. Sifatnya alkalis
2. Biasanya selalu dengan asam stearat (2,2) : Triethanolamine (1)
3. Crme Triethanolamine = O/W
Pembuatan: Asam stearat dicairkan dengan minyak, sambil diaduk dibubuhkan
Triethanolamine yang terlebih dahulu dilarutkan dalam air panas, kemudian diaduk sampai
dingin. Contoh :
R/ Paraff. Liq. 70 Paraff. Liq. dan asam stearat dilebur di w.b. pada 70oC.
Ac. Stearinic 20
Triethanolamine 8 Triethanolamine + air pada 70oC keduanya dicampur,
Alcohol cetylic 8 diaduk sampai dingin, baru ditambahkan alcohol
Aquae 100 cetylicus.
FORMULA 10
No Nama Bahan Sat Jml Alat Sat Jml
1. Viscolam AT 100/P
2. Setil alkohol
3. Stearil alkohol
4. Parfum
5. ..
H. GEL
Gel adalah sediaan dasar berupa lembekan sitem dispersi. Terdiri dari partikel
anorganik submikroskopis atau organik makromolekul yang tersuspensi atau terbungkus dan
terbacam dalam cairan yang bercorak dari transparan atau transluen hingga buram opak
(Depkes RI, 1985) atau gel dapat pula diartikan berupa sediaan setengah padat yang terdiri
dari partikel anorganik kecil atau molekul organik besar yang tersuspensi dalam cairan. Gel
bersifat transparan, lunak, lembut, mudah dioleskan dan tidak meninggalkan lapisan
berminyak pada permukaan kulit (Ansel, 1989).
Berdasarkan sifatnya, gel dapat digolongkan menjadi:
1. Gel bersifat hidrofobik
Gel jenis ini disebut juga oleogels yaitu formulasi gel yang terdiri dari basis parafin liquid
dengan polyethylen atau minyak serta penyabunan dengan silika, alumunium atau zink.
2. Gel bersifat hidrofilik
Gel jenis ini disebut hydrogels yaitu formulasi gel yang terdiri dari air, gliserol atau
propilenglikol dan sebagai gelling agent digunakan tragakan, pati, derivat selulosa,
polimer karboksivinil dan magnesium-alumunium silikat (British Pharmacopoeia, 1999).
Beberapa keunggulan gel, antara lain:
a. Mempunyai aliran tiksotropik dan pseudoplastik, yaitu gel berbentuk padat apabila
disimpan akan segera mencair bila dikocok.
b. Konsentrasi pembentuk gel yang dibutuhkan untuk membentuk massa gel hanya sedikit.
c. Viskositas gel tidak mengalami perubahan yang berarti pada penyimpanan dengan
temperatur kamar
d. Untuk hidrogel: mempunyai efek pendinginan pada kulit saa digunakan, penampilan
sediaan yang jernih dan elegan, pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan
lapisan film yang transparan, elastik, daya lekat tinggi yang tidak menyumbat pori
sehingga pernapasan pori tidak terganggu, mudah dicuci dengan air, pelepasan obatnya
baik, kemampuannya penyebarannya pada kulit baik.
Kekurangan sediaan gel:
1. Untuk hidrogel: harus menggunakan zat aktif yang larut dalam air sehingga diperlukan
penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai
perubahan temperatur, tetapi kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan
iritasi dan harga lebih mahal.
2. Penggunaan emolien golongan ester harus diminimalkan atau dihilangkan untuk
mencapai kejernihan yang tinggi
3. Untuk hidroalkoholik: gel dengan kandungan alkohol yang tinggi dapat menyebabkan
pedih pada mata, penampilan yang buruk pada kulit bila terkena pemaparan cahaya
matahari.
Formula umum
R/ Zat aktif
Gelling agent
Bahan tambahan
Gelling agent
Sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur berbentuk jaringan yang
merupakan bagian penting dari sistem gel. Termasuk dalam kelompok ini adalah gum
alam turunan selulosa dan karbomer. Contoh gelling agent antara lain: natrium alginat,
karagenan, tragakan,Na CMC, HPMC, karbopol,dll.
Bahan tambahan
Bahan tambahan yang biasanya ditambahkan pada sediaan gel antara lain:
a. Pengawet
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba, tetapi semua gel
mengandung air sehingga membutuhkan pengawet sebagai antimikroba. Beberapa
contoh pengawet yang biasanya digunakan antara lain: metil hidroksi benzoat 0,2%
dengan propil hidroksi benzoat 0,05%,, asam benzoat 0,2%, dll. Pada umumnya
pengawet dibutuhkan oleh sediaan yang mengandung air. Biasanya digunakan pelarut
air yang mengandung metilparaben 0,075% dan propilparaben 0,025% sebagai
pengawet.
b. Penambahan humektan
Bertujuan untuk mencegah kehilangan air sehingga dapat menjaga kelembaban gel
dan berguna untuk memperlicin serta mencegah pecahnya gel atau terjadinya kerak
sisa gel setelah komponen lain menguap. Contohnya gliserol, propilenglikol dan
sorbitol dengan konsentrasi 10 20%.
c. Chelating agent
Bertujuan untuk mencegah reaksi basis dan zat yang sensitif terhadap logam berat.
Contohnya EDTA.
d. Peningkat penetrasi
Zat peningkat penetrasi adalah komponen kimia yang berinteraksi dengan lipid dari
stratum corneum untuk meningkatkan penetrasi obat tersebut sehingga dapat
menembus barier stratum corneum dengan memodifikasi sifat penghalang kulit
sehingga kulit lebih permeabel terhadap obat. Contoh zat peningkat penetrasi antara
lain: hidrokarbon, alkohol, keton, dll (chien, 1992; hardgraft, 1992).
e. Zat pewarna dan pewangi
Zat ini digunakan untuk menutupi bau dan penampilan yang kurang menarik dari
sediaan.
Prosedur Umum
1. Timbang sejumlah gelling agent sesuai yang dibutuhkan
2. Gelling agent dikembangkan sesuai dengan caranya masig-masing
3. Timbang zat aktif dan zat tambahan lainnya
4. Tambahkan gelling agent yang sudah dikembangkan ke dalam campuran tersebut atau
sebaliknya sambil diaduk terus menerus hingga homogen
5. Gel yang sudah jadi dimasukkan kedalam alat pengisi gel dan diisikan ke dlaam tube
sebanyak yang dibutuhkan
6. Kemas dalam wadah lengkapi dengan etiket dan brosur.
Evaluasi
1. Penampilan
2. Homogenitas
3. Viskositas
4. Distribusi ukuran partikel
5. Uji kebocoran
6. Isi minimum
7. Penetapan pH
FORMULA 11
Basis Gel Alkohol
No Nama Jml Jml Alat Sat Jml
1. Asam stearat 4%
2. NaOH 0,66%
3. Aqua dest 6%
4. Propilenglikol 8%
5. Parfum 2%
6. Alkohol 95% 79,34%
7.
PROSEDUR PEMBUATAN
1. Larutkan asam stearat dalam alkohol 95% di atas magnetic stirrer yang telah di set pada
suhu 1000C (campuran A)
2. Larutkan NaOH dalam aqua dest di atas magnetic stirrer yang telah di set pada suhu
1000C (campuran B)
3. Tuangkan ampurran B ke dalam campuran A dan aduk/stir pada mot 1,8; suhu 800C
selama 5 menit/hingga terbentuk massa seperti krim
4. Turunkan suhu hingga 500C dan mot 1, tambahkan parfum tetes demi tetes aduk selama 5
menit hingga tercampur homogen
5. Turunkan suhu hingga 300C, setelah campuran suhunya turun tuangkan ke dalam cetakan
deodoran hingga diperoleh bobot yang dikehendaki.
FORMULA 12
No Nama Jml Jml Jml
1. Carbopol 1% 1,5 2
2. TEA 3% 3% 3%
3. Gliserin 10% 10% 10%
4. Propilenglikol 10% 10% 10%
5. Aquadest 76 75,5 75
FORMULA 13
No Nama Jml Jml Jml
1. Na CMC 3% 4% 5%
2. Gliserin 10% 10% 10%
3. Propilenglikol 10% 10% 10%
4. Aquadest 79% 78% 78,5%
5. ..
Prosedur Umum
Cara panas:
1. Kembangkan Na CMC dalam aqua dest diatas magnetic stirrer pada suhu 2000C selama
10 menit
2. Aduk carbopol pada mot 2 Na CMC melarut selama 2 menit
3. Turunkan suhu menjadi 1000C, kemudian tambahkan gliserin sedikit demi sedikit aduk
hingga homogen
4. Tambahkan propilenglikol demi sedikit aduk hingga homogen
5. Setelah tercampur homogen turunkan suhu menjadi 400C dan mot menjadi 1
6. Masukkan ke dalam kemasan
Cara dingin:
1. Kembangkan carbopol dalam aqua dest selama 15 menit
2. Setelah carbopol mengembang aduk dengan menggunakan mechanical stirrer pada
kecepatan 0,75
3. Teteskan TEA sedikit demi sedikit hingga terbentuk basis gel yang bening dengan pH
netral (7-8)
4. Tambahkan gliserin sedikit demi sedikit aduk hingga homogen
5. Tambahkan propilenglikol demi sedikit aduk hingga homogen
6. Setelah tercampur homogen matikan mechanical stirrer dan masukkan dalam kemasan
7. Prosedur pembuatan gel carbopol cara panas
8. Kembangkan carbopol dalam aqua dest diatas magnetic stirrer pada suhu 2000C selama 10
menit
9. Aduk carbopol pada mot 2 carbopol melarut selama 2 menit
10. Teteskan TEA sedikit demi sedikit hingga terbentuk basis gel yang bening dengan pH
netral (7-8)
11. Turunkan suhu menjadi 1000C, kemudian tambahkan gliserin sedikit demi sedikit aduk
hingga homogen
12. Tambahkan propilenglikol demi sedikit aduk hingga homogen
13. Setelah tercampur homogen turunkan suhu menjadi 400C dan mot menjadi
14. Masukan ke dalam kemasan
STUDI PUSTAKA
NAMA ZAT
PEMERIAN
STRUKTUR KIMIA
KELARUTAN
INDIKASI
..
Tanggal/
Pelaksana:
Tanda Tangan
Tanggal/
Mengetahui:
Tanda Tangan
PENIMBANGAN
No Nama Bahan Data Data Tanggal/Waktu/Para
Teoritis Nyata f
1. .. ..
2. .. .
3. .. ..
4. .. ..
5. .. ..
PROSEDUR PEMBUATAN
Data Data Tanggal/
No Prosedur
Teoriotis Nyata Waktu/Paraf
A. Pencampuran awal
1. Masukan kedalam beaker glass bahan-
bahan:
-
-
Aduk hingga sampai terdispersi sempurna
selama ..menit ( Campuran I )
2. Masukan ke dalam beaker glass
.bahan-bahan:
-
-
Didihkan sampai larut sempurna selama
( Campuran II )
3. Masukkan kedalam beaker glass . ml,
bahanbahan :
-
-
Panaskan hingga 60 - 65C
Apabila sudah tercampur, tambahkan sedikit
demi sedikit :
-
Aduk dengan kuat hingga terbentuk masa
emulsi selama .......... ( Campuran III )
4. Masukkan kedalam beaker glass . L,
bahan-bahan :
-
-
-
-
Aduk campuran tersebut sampai homogen
selama. ( Campuran IV )
5. Masukkan kedalam beaker glass . ml,
bahan bahan :
-
-
B Pencampuran Akhir
. 1. Masukkan kedalam Beaker glass ml,
bahan bahan :
- Campuran I
- Campuran II
- Campuran III
- Campuran IV
- Campuran V
-
-
Aduk seluruh campuran hingga semua
tercampur selama . menit, lalu
tambahkan:
-
Kemudian teruskan pengadukan selama
.. menit
Hentikan pengadukan, genapkan isi Beaker
glass tersebut dengan Aqua murni sampai
Lama pengadukan selama .. menit
2. Lakukan penyaringan menggunakan mesh
. selama ... menit
3. Ambil sample sebanyak..
4. Masukkan kedalam botol . ml.
5. Sampel di simpan untuk uji sediaan.
PENGEMASAN
Contoh Bahan Kemas
Contoh label/etiket
Contoh brosur
HASIL PENGUJIAN
Parameter Tanggal/
No Syarat Hasil
Uji Waktu/Paraf
1 pH
2 Berat Jenis
3 Viskositas
4
Tanggal/
Pelaksana: Tanda Tangan
Tanggal/
Mengetahui: Tanda Tangan
PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
( ) ( .................................... ) (....................................... )
Catatan :
Kadar Allumunium : .................... Merk : ...........................................................
Hidroksida : .................... Merk : ...........................................................
Kadar Magnesium Trisilikat : .................... Merk : ...........................................................
Kadar Dimethicon
Tanggal : ............................. Paraf supervisor Paraf
IPC :........................ Operator : ..........................
3. Proses
A. Pencampuran awal
Pembuatan Larutan Pensuspensi
Kedalam wadah/container 30 L, masukkan bahan -bahan :
- Aqua murni ( 70oC ) 20.000,0 ml
- Nipagin 75,0 g ............
............
Tanggal :...................................... Paraf Supervisor : ......................................
Campuran I
Campuran V ............
Aduk sampai homogen selama 30 menit sampai terbentuk ............
pasta. ............ ......... ......... ......... .........
Kemudian tambahkan bahan-bahan :
- Campuran II
- Campuran IV ............
Aduk sampai homogen selama 5 menit ............
............ ......... ......... ......... .........
Keluarkan campuran tersebut kedalam container 50 L
sebanyak 30.000,0 ml
kemudian tambahkan bahan : ............ ......... ......... ......... .........
- Dimethicon 650,0 g
Aduk dengan menggunakan Hand mixer sampai tercampur ............
sempurna selama 10 menit.
............ ......... ......... ......... .........
Masukkan kembali campuran tersebut kedalam Container
250 liter, aduk hingga homogen selama 10 menit, hentikan
pengadukan, kemudian masukkan : ............ ......... ......... ......... .........
Campuran III
Oleum menthae pip. 150,0 ml ............
Genapkan dengan campuran air + sisa gliserin 3.000,0 ml ............
+ sisa sobitol 2.000,0 ml sampai 200.000,0 ml
Aduk hingga homogen selama 30 menit ............
............ ......... ......... ......... .........
4. Ambil sampel larutan sebanyak 150,0 ml ............ ......... ......... ......... .........
5. Karantina Produk Antara selama menunggu hasil uji
laboratorium ............ ......... ......... ......... .........
6. Serahkan larutan obat kebagian penyaringan setelah
memenuhi syarat. ............ ......... ......... ......... .........
Tanggal :...................................... Paraf Supervisor : ......................................
In Process Control
Sampling dilakukan oleh : ....................................
Waktu sampling : ....................................
Tanggal Sampling : ............................... Tanggal Pemeriksaan : ............................
( .......................... ) ( .......................... )
( ...................................... ) ( .................................. )
( ) ( .................................... ) (....................................... )
No. Kode Nama Bahan Kemas No. LA Teoritis Sat. Diguna- Rusak Prf Prf
Bahan kan Opr Spv
1 1.BK025 Botol gelas Bode amber bh 2.000
125 ml
2 1.BK031 Allucap 28 mm bh 2.000
3 2.BK031 Etiket Camaag lbr 2.020
4 2.BK032 Innerbox Camaag lbr 1.980
5 2.BK033 Brosur Camaag lbr 1.980
6 3.BK013 Corbox Camaag lbr 40
7 2.BK034 Label Kontrol Kemas lbr 40
8 2.BK248 Pita perekat 2 inch Roll 0,50
Tgl. Mulai penimbangan : .................... Tgl. selesai penimbangan : ...............................
Paraf Sup. Penimbangan : .................... Paraf IPC : ..............................
Catatan :
( .................................) ( ............................. )
Supervisor Pengemasan Manager Produksi
Proses Pelabelan
Tanggal
Paraf
Uraian Data ...............
Mulai Selesai Opr Spv
1. Kondisi Ruangan No.
Temperature : ............
Kelembaban relatif : ............
Bersih dan dicek oleh : ......................................... ............ ......... ......... ......... .........
2. Alat
Mesin Automatic high speed labeling Vial, Merk Jih
Cheng (Taiwan) ............ ......... ......... ......... .........
3. Prosedur
Lakukan Proses pelabelan Camaag Syrup dengan
Mesin Labelling botol sesuai dengan Protap No.
001 / OA / BP
No. Bets : ........................ ............
Expire Date : ...................... ............ ......... ......... ......... .........
4. Rekonsiliasi
Jumlah botol yang diterima: .................................. ............
Jumlah botol afkir /rusak : .................................. ............
Jumlah hasil pelabelan : .................................. ............
............ ......... ......... ......... .........
Susut ( % ) : .................................
5. Brosur yang Rusak dimusnahkan ............ ......... ......... ......... .........
Catatan :
2. Prosedur
a. Proses pengepakan botol kedalam Innerbox,
secara Manual.
- Masukkan botol beretiket kedalam Innerbox ............
- Lalu masukkan kedalam Innerbox brosur ............ ......... ......... ......... .........
Proses Pengepakan Innerbox.
( Dilakukan secara manual )
- Masukkan kedalam Corbox ukuran : 49,8 x ............
25,5 x 12,5 cm
( Tiap corbox berisi 50 Innerbox )
- Masukkan kontrol pengemas ............
- Segel Corbox dengan pita perekat 2 inchi ............ ......... ......... ......... .........
3. Serahkan kebagian Karantina Obat Jadi ............ ......... ......... ......... .........
4. Ambil sample oleh QA sebanyak 5 botol ............ ......... ......... ......... .........
5. Serahkan kebagian Gudang Obat Jadi setelah
memenuhi syarat QA.
a. No. Catatan Pengiriman : ........................ ............
b. Jumlah : ......................... ............
c. Dilakukan oleh : ......................... ............ ......... ......... ......... .........
Rekonsiliasi Botol Catatan :
Jumlah Pengepakan
Jumlah Produk Jadi
Susut
Tanggal : ............................ Paraf Supervisor Pengemasan : ...........................
PUSTAKA
Carter, S.J. 1975. Cooper and Gunns : Dispensing For Pharmaceutical Students. 12 th edition.
Pitman Press : London.
Departemen Kesehatan. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Korpri Sub Unit
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia : Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formularium Nasional. Edisi Kedua.
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta.
Jenkins, Glenn L. 1957. Scovilles : The Art Of Compounding. Ninth Edition. McGraw-Hill :
New York.
Jones, Davis. 2008. Pharmaceutics-Dosage Form and Design. Pharmaceutical Press: London.
Niazi, Sarfaraz. 2004. Handbook of pharmaceutical manufacturing formulations: liquid
products/ Sarfaraz K. Niazi.
Niazi, Sarfaraz. 2004. Handbook of pharmaceutical manufacturing formulations: semisolid
products/ Sarfaraz K. Niazi.
Rowe, Raymond C,. Sheskey, Paul J, Owen, Sian. 2006. Handbook of pharmaceutical
excipients. Pharmaceutical Press: London.
Van, Duin et al. 1947. Buku Penuntun Ilmu Resep Dalam Praktek Dan Teori. Diterjemahkan
oleh : Satiadarma, K dkk. Penerbit Soeroengan : Jakarta.